Anda di halaman 1dari 25

Makalah Kurikulum dan Buku Teks Sejarah

MODEL, KOMPONEN, DAN PENDEKATAN


PENGEMBANGAN KURIKULUM
Dosen Pengampu : Abd. Haris Nasution, S.Pd, M.Pd

Disusun Oleh:
KELOMPOK 2

Reny Sabrina Simamora (3181121002)

Josia Parlindungan Manalu (3181121010)

Ainun Zariah (3183321016)

Alfindo Tri Givana (3183321001)

Devit Putrama Tarigan (3183321001)

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan karuniaNya sehingga kami masih diberikan kesempatan untuk dapat
menyelesaikan makalah tentang Model, Komponen, dan Pendekatan
Pengembangan Kurikulum. Makalah ini kami selesaikan untuk memenuhi
penyelesaian tugas pada mata Kurikulum dan Buku Teks Sejarah.

Dalam penulisan makalah Kurikulum dan Buku Teks Sejarah ini, tentu
saja kami tidak dapat menyelesaikannya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain.
Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata
kuliah Kurikulum dan Buku Teks, yaitu Bapak Abd. Haris Nasution, S.Pd, M.Pd

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
dimana masih banyak kekurangan yang terdapat didalamnya. Oleh karena itu,
kami sebagai penulis dengan penuh kerendahan hati meminta maaf dan
mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna perbaikan dan
penyempurnaan makalah ini untuk ke depannya. Akhir kata kami mengucapkan
selamat membaca dan semoga materi yang terdapat dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, September 2019

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1

C. Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

A. Model Pengembangan Kurikulum .................................................................. 3

B. Komponen-komponen Pengembangan Kurikulum ........................................ 6

C. Pendekatan Pengembangan Kurikulum ........................................................ 18

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 21

A. Kesimpulan ................................................................................................ 21

B. Saran ........................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah kurikulum (curriculum) berasal dari kata curir (pelari) dan curere
(tempat berpacu), dan pada awalnya digunakan dalam dunia olahraga. Pada saai
itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari
dalam start sampai finish untuk memperoleh medali/penghargaan. Kemudian,
pengertian tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi sejumlah mata
pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai
akhir program pelajaran untuk memperoleh penghargaan dalam bentuk ijazah.
Berdasarkan pengertian di atas, dalam kurikulum terkandung dua hal pokok,
yaitu: 1) adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa, dan 2) tujuan
utamanya yaitu untuk memperoleh pelajaran. Dengan demikian, implikasinya
terhadap praktik pengajaran, yaitu setiap siswa harus menguasai seluruh mata
pelajaran yang diberikan dan menempatkan guru dalam posisi yang sangat penting
dan menentukan.

Pengembangan kurikulum merupakan sebuah kebutuhan dan kewajiban.


Pernyataan tersebut didasarkan pada perubahan tatanan kehidupan pada
masyarakat yang pasti dan terjadi secara terus menerus. Sehingga pada akhirnya
kebutuhan masyarakat juga akan berubah. Oleh karena itu kurikulum juga harus
dikembangkan untuk menjawab tantangan zaman yang semakin berkembang. Jika
tidak diadakan pengembangan maka bisa dipastikan kurikulum tersebut tidak lagi
relevan, mandek, ketinggalan zaman, sehingga menyebabkan sulit nya mmencapai
tujuan dalam kegiatan pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah di dalam makalah ini, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan model pengembangan kurikulum?
2. Apa yang dimaksud dengan komponen pengembangan kurikulum?
3. Apa yang dimaksud dengan pendekatan pengembangan kurikulum?

1
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui model pengembangan kurikulum.
2. Untuk mengetahui komponen pengembangan kurikulum.
3. Untuk mengetahui pendekatan pengembangan kurikulum.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Model Pengembangan Kurikulum


Pengembangan kurikulum tidak dapat lepas dari berbagai aspek yang
memengaruhinya, seperti cara berfikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan,
politik, budaya, dan sosial).proses pengembangan kebutuhan peserta didik,
kebutuhan masyarakat maupun arah program pendidikan. Model pengembangan
kurikulum merupakan suatu alternative prosedur dalam rangka mendesain
(designing) menerapkan (implementation) dan mengevaluasi (evaluation) suatu
kurikulum. Oleh karena itu model pengembangan kurikulum harus dapat
mengambarkan suatu proses sistem perencanaan pembelajaran yang daoat
memenuhi berbagai kebutuhan dan standard keberhasilan dalam pendidikan.
Dewasa ini telah banyak dikembangkan model-model pengembangan
kurikulum. Setiap model pengembangan kurikulum tersebut memiliki
karakteristik pada pola desain, implementasi, evaluasi dan tidak lanjut dalam
pembelajaran. Dalam pengembangan kurikulum dapat didefenisikan berdasarkan
basis apa yang akan dicapai dalam kurikulum tersebut, seperti alternative yang
menekankan pada kebutuhan mata pelajaran, peserta didik, penguasaan
kompetensi,suatu pekerjaan, kebutuhan masyarakat atau permasalahan sosial.
Oleh karena itu pengembangan kurikulum perlu dilakukan dengan berdasarkan
pada teori yang tepat agar kurikulum yang dihasilkan bisa efektif.
Agar dapat mengembangkan kurikulum secara baik, pengembangan
kurikulum semestinya memahami berbgai jenis model pengembangan kurikulum.
Yang dimaksud dengan model pengembangan kurikulum dapat dalam tulisan ini
yaitu langkah atau prosedur sistematis dalam proses penyusunan suatu kurikulum.
Dengan memahami esensi model pengembangan kurikulum dan sejumlah
alternative model pengembangan kurikulum, para pengembangan kurikulum
diharapkan akan bisa bekerja secara lebih sistematis, sistemik dan optimal.
Model–model pengembangan yang akan dibahas, yaitu model Ralph Tyler,

3
Administrative, Grass root, Demontrasi, Miller-seller, Taba dan model
Beauchamp.
a. Model Ralph Tyler
Model pengembangan kurikulum ynag di kemukakan tyler (1949)
diajukan berdasarkan pada beberapa pertanyaan yang mengarah pada langkah-
langkah dalam pengembangan kurikulum. Oleh karena itu, menurut tyler ada
empat tahap yang harus dilakukan dalam pengembangan kurikulum yang
meliputi:
1. Menentukan tujuan pendidikan.
2. Menentukan proses pembelajaran yang harus dilakukan.
3. Menentukan organisasi pengalaman belajar.
4. Menentukan evaluasi pembelajaran.

b. Model Administratif
Pengembangan kurikulum model ini disebut juga dengan istilah dari atas
ke bawah (top down) atau staf lini (line- staff procedure), artinya pengembangan
kurikulum ini ide awal dan pelaksanaannya dimulai dari para pejabat tingkat atas
pembuat keputusan dan kebijakan berkaitan dengan pengembangan kurikulum.
Tim ini bertugas untuk mengembangkan konsep umum landasan, rujukan,
maupun strategi pengembangan kurikulum yang selanjutnya menyusun kurikulum
secara operasional berkaitan dengan pengembangan atau perumusan tujuan
pendidikan maupun pembelajaran, pemilihan atau menyusun rambu-rambu dan
subtansi materi pembelajaran, menyususn alternative proses pembelajaran, dan
menentukan penilaian pembelajaran.
Kurikulum ini merupakan kurikulum yang bentuknya seragam dan bersifat
sentralistik, sehingga krang sesuai jika diterapkan dalam dunia pendidikan yang
menganus asas desentralisasi.

c. Model Grass Roots


Model Grass Roots ini bertujuan diantaranya: 1) guru harus memiliki
kemempuan yang profesioanal. 2) guru harus terlibat penuh dalam perbaikan

4
kurikulum, penyelesaian permasalahan kurikulum. 3) guru harus terlibat langsung
dalam perumusan tujuan , pemilihan bahan dan penentuan eveluasi. 4) seringnya
pertemuan kelompok dalam pembahasan kurikulum yang akan berdampak
terhadap pemahaman kurikulum yang akan berdampak terhadap pemahaman guru
dan akan menghasilkan consensus tujuan, prinsip, maupun rencana-rencana.

d. Model Demontrasi
Ada beberapa kebaikan dalam penerapan model ini diantaranya adalah 1)
kurikulum ini akan lebih nyata dan praktis karena dihasilkan melalui proses yang
telah diuji dan diteliti secara ilmiah. 2) perubahan kurikulum dalam skala kecil
atau pada aspek yang lebih khusus kemungkinan kecil akan ditolak oleh pihak
administrator, akan berbeda dengan perubahan kurikulum yang sangat luas dan
kompleks 1) kurikulum ini akan lebih nyata dan praktis karena dihasilkan melalui
proses yang telah diuji dan diteliti secara ilmiah. 2) perubahan kurikulum dalam
skala kecil atau pada aspek yang lebih khusus kemungkinan kecil akan ditolak
oleh pihak administrator, akan berbeda dengan perubahan kurikulum yang sangat
luas dan kompleks. 3) hakikat model demontrasi berskala kecil akan terhindar dari
kesenjangan dokumen dan pelaksanaan dilapangan. 4) model ini akan
menggerakkan inisiatif kreativitas guru–guru serta memberdayakan sumber-
sumber administrasi untuk memenuhi kebutuhan dan minat guru dalam
mengembangkan program yang baru.

e. Model Miller-Seller
Pengembangan kurikulum ini ada perbedaan dengan model-model
sebelumnya. Model pengembangan kurikulum Miller-Seller merupakan
pengembangan kurikuum kombinasi dari model transmisi (Gagne) dan model
transaksi (Taba’s & Robinson) dengan tahap pengembangan sebagai berikut
1. Klarifikasi orientasi kurikulum
2. Pengembangan tujuan
3. Identifikasi model mengajar
4. Implementasi

5
f. Model Taba (Inverted Model)

Model Taba merupakan modifikasi dari model Tyler. Modifikasi tersebut


penekanannya terutama pada pemusatan perhatian guru. Taba memercayai bahwa
guru merupakan faktor utama utama dalam usaha pengembangan kurikulum.
Menurut taba bahwa guru harus penuh aktif dalam pengembangan kurikulum.
Pengembangan kurikulum yang dilakukan guru dan memosisikan guru sebagai
investor dalam pengembangan kurikulum merupakan karakteristik dalam model
pengembangan taba.

g. Model Beauchamp

Model ini dikembangkan oleh George A. Beauchamp, seorang ahli


kurikulum. Menurut beauchamp (1931) proses pengembangan kurikulum meliputi
lima tahap, yaitu:
1. Menentukan area atau wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum.
2. Menetapkan personalia
3. Menetapkan organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum.
4. Menetapkan implementasi kurikulum.
5. Evaluasi kurikulum.

B. Komponen-komponen Pengembangan Kurikulum

TUJUAN

EVALUASI ISI

METODE

6
Komponen-komponen yang membentuk sistem kurikulum, yaitu:

1. Komponen Tujuan
Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang diharapkan.
Dalam skala makro, rumusan tujuan kurikulum erat kaitannya dengan filsafat atau
sistem nilai yang dianut masyarakat. Bahkan, rumusan tujuan menggambarkan
suatu masyarakat yang dicita-cita kan. Misalkan, filsafat atau sistem nilai yang
dianut masyarakat Indonesia adalah Pancasila, maka tujuan yang diharapkan
tercapai oleh suatu kurikulum adalah terbentuknya masyarakat yang Pancasilais.
Dalam skala mikro, tujuan kurikulum berhubungan dengan misi dan visi sekolah
serta tujuan-tujuan yang lebih sempit, seperti tujuan setiap mata pelajaran dan
tujuan proses pembelajaran.
Tujuan pendidikan memiliki klasifikasi, dari mulai tujuan yang sangat
umum sampai tujuan yang khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur, yang
kemudian dinamakan kompetensi. Tujuan pendidikan diklasifikasikan menjadi
empat, yaitu:
a. Tujuan Pendidikan Nasional (TPN)

Tujuan pendidikan nasional merupakan sumber dan pedoman dalam usaha


penyelenggaraan pendidikan. Secara jelas tujuan pendidikan nasional yang
bersumber dari sistem nilai Pancasila dirumuskan dalam Undang-undang No. 20
Tahun 2003, Pasal 3, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan da membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

b. Tujuan Institusional (TI)

Tujuan institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga
pendidikan. Dengan kata lain, tujuan yang dapat didefenisikan sebagai kualifikasi
yang harus dimiliki oleh setiap siswa setelah mereka menempuh atau dapat

7
menyelesaikan program disuatu lembaga pendidikan tertentu. Tujuan institusional
merupakan tujuan untuk mencapai tujuan umum yang dirumuskan dalam bentuk
kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan, misalnya standard kompetensi
pendidikan dasar, menengah, kejuruan, dan jenjang pendidikan tinggi.

c. Tujuan Kurikuler (TK)

Tujuan kurikeler adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi
atau mata pelajaran. Oleh sebab itu, tujuan kurikuler dapat didefensikan sebagai
kualifikasi yang harus dimiliki siswa setelah mereka menyelesaikan suatu bidang
studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler juga pada
dasarnya merupakan tujuan untuk mencapai lembaga pendidikan. Dengan
demikian, setiap tujuan kurikuler harus dapat mendukung dan diarahkan untuk
mencapai tujuan institusional. Contoh tujuan kurikuler adalah tujuan bidang studi
Matematika di SD, tujuan pelajaran IPS di SLTP, dan sebagainya. Dalam
kurikulum yang berorientasi pada pencapaian kompetensi, tujuan kurikuler
tergambarkan pada standard isi setiap mata pelajaran atau bidang studi yang harus
dikuasai siswa pada setiap satuan pendidikan.

d. Tujuan Instruksional atau Tujuan Pembelajaran (TP)

Dalam klasifikasi tujuan pendidikan, tujuan instruksional atau yang


sekarang lebih popular dengan tujuan pembelajaran, merupakan tujuan yang
paling khusus. Tujuan pembelajaran yang merupakan bagian dari tujuan kurikuler,
dapat didefenisikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik
setelah mereka mempelajari bahasa tertentu dalam bidang studi tertentu dalam
satu kali pertemuan, hal ini dikarenakan hanya guru yang memahami kondisi
siswa dan memahami karakteristik siswa, maka menjabarkan tujuan pembelajaran
adalah tugas guru.

Menurut Bloom, dalam bukunya Taxonomy of Educational Objectives


yang terbit pada 1965, bentuk perilaku sebagai tujuan yang harus dirumuskan
dapat digolongkan ke dalam tiga klasifikasi atau tiga domain (bidang), yaitu:

8
a. Domain Kognitif

Domain kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan


kemampuan intelektual atau kemampuan berpikir seperti kemampuan mengingat
dan kamampuan memecahkan masalah. Domain kognitif menurut Bloom terdiri
dari enam tingkatan, yaitu:

1) Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan mengingat dan kemampuan


mengungkapkan kembali informasi yang sudah dipelajarinya. Kemampuan dalam
bidang pengetahuan ini dapat berupa: Pertama, pengetahuan tentang suatu yang
khusus, misalnya mengetahui tentang terminologi atau istilah-istilah yang
dinyatakan dalam bentuk simbol-simbol tertentu baik verbal maupun nonverbal;
pengetahuan tentang fakta, misalnya kemampuan untuk mengingat tokoh sejarah
Indonesia, mengingat tanggal ataupun waktu yang bersejarah, mengingat deskripsi
tentang teori, dan sebagainya. Kedua, pengetahuan tentang cara/prosedur atau cara
suatu proses tertentu, misalnya kamampuan untuk mengungkapkan suatu gagasan,
kemampuan untuk mengurutkan langkah-langkah tertentu, kemampuan untuk
menggolongkan atau mengategorikan sesuatu berdasarkan kriteria tertentu dan
sebagainya.

2) Pemahaman (Comprehension)

Pemahaman adalah kemampuan untuk memahami suatu objek atau subjek


pembelajaran. Kemampuan untuk memahami akan terjadi bila didahului oleh
sejumlah pengetahuan (knowledge). Pemahaman bukan hanya sekedar mengingat
fakta, tetapi berkenaan dengan menjelaskan, menerangkan, menafsirkan, atau
kemampuan menangkap makna atau arti suatu konsep. Kemampuan pemahaman
ini bisa merupakan kemampuan menerjemahkan yakni kesanggupan untuk
menjelaskan makna yang terkandung dalam sesuatu. Pemahaman dibedakan
menjadi dua, yang pertama yaitu pemahaman menafsirkan sesuatu, contohnya
menafsirkan grafik, bagan atau gambar. Dan yang kedua yaitu, pemahaman
ekstrapolasi, yakni kemampuan untuk melihat di balik yang tersirat atau tersurat,

9
atau kemampuan untuk melanjutkan atau memprediksi sesuatu berdasarkan pola
yang sudah ada.

3) Penerapan (application)
Penerapan adalah kemampuan untuk menggunakan konsep, prinsip,
prosedur pada situasi tertentu. Kemampuan menerapkan merupakan tujuan
kognitif ynag lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan pengetahuan dan
pemahaman. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan mengaplikasikan suatu
bahan pelajaran yang sudah dipelajari seperti teori, rumus, dalil, hukum, konsep,
ide dan sebagainya ke dalam situasi baru yang konkret.
4) Analisis
Analisis adalah kemampuan menguraikan atau memecah suatu bahan
pelajaran ke dalam bagian-bagian atau unsur-unsur serta hubunngan antar bagian
bahan itu. Analisis merupakan tujuan pembelajaran yang kompleks yang hanya
mungkin dipahami dan dikuasai oleh siswa yang telah dapat menguasai
kemampuan memahami dan menerapkan. Analisis sangat berhubungan dengan
kemampuan nalar.
5) Sintesis
Sintesis adalah kemampuan untuk menghimpun bagian-bagian ke dalam
suatu keseluruhan yang bermakna, seperti merumuskan tema, rencana atau
melihat hubungan abstrak dari berbagai informasi yang tersedia. Kalau analisis
mampu menguraikan menjadi bagian-bagian, maka sintesis adalah kemampuan
menyatukan unsur atau bagian-bagian menjadi sesuatu yang utuh.
6) Evaluasi
Evaluasi adalah tujuan yang paling tinggi dalam domain kognitif. Tujuan
ini berkenaan dengan kemampuan membuat penilaian terhadap sesuatu
berdasarkan maksud atau kriteria tertentu. Dalam tujuan ini, terkandung pula
kemampuan untuk memberikan suatu keputusan dengan berbagai pertimbangan
dan ukuran tertentu.

10
b. Domain Afektif
Domain afektif berkenaan dengan sikap, nilai-nilai, dan apresiasi. Artinya,
seseorang hanya akan memiliki sikap tertentu terhadap suatu objek manakala telah
memiliki kemampuan kognitif tingkat tinggi. Menurut Krathwohl dan kawan-
kawan (1964), dalam bukunya Taxonomy od Educational Objectives: Affective
Domain, domain afektif memiliki tiga tingkatan, yaitu:
1) Penerimaan
Penerimaan adalah sikap kesadaran atau kepekaan seseorang terhadap
gejala, kondisi, keadaan, atau suatu masalah. Seseorang memiliki perhatian yang
positif terhadap gejala-gejala tertentu manakala mereka memiliki kesadaran
tentang gejala, kondisi atau objek yang ada. Kemudian juga menunjukkan
kerelaan untuk menerima, bersedia untuk memerhatikan gejala, atau kondisi yang
diamatinya. Akhirnya, mereka memiliki kemauan untuk mengarahkan segala
perhatiannya terhadap objek itu.
2) Merespons
Merespons atau menanggapi ditunjukkan oleh kemauan untuk
berpartisipasi aktif dalam kegiatan tertentu seperti kemauan untuk menyelesaikan
tugas tepat waktu, kamauan untuk mengikuti diskusi, kemauan untuk membantu
orang lain dan sebagainya. Respons biasanya diawali dengan diam-diam,
kemudian dilakukan dengan sungguh-sungguh dan kesadaran, setelah itu baru
dilakukan dengan penuh kegembiraan dan kepuasan.
3) Menghargai
Tujuan ini berkenaan dengan kemauan untuk memberi penilaian atau
kepercayaan kepada gejala atau suatu objek tertentu. Menghargai terdiri dari
penerimaan suatu nilai dengan keyakinan tertentu seperti menerima adanya
kebebasan atau persamaan hak antara laki-laki dan perempuan; mengutamakan
suatu nilai seperti memiliki keyakinan akan kebenaran suatu ajaran tertentu, serta
komitmen akan kebenaran yang diyakini dengan aktivitas.
4) Mengorganisasi
Tujuan ini berhubungan dengan organisasi yang berkenaan dengan
pengembangan nilai ke dalam sistem organisasi tertentu, termasuk hubungan

11
antarnilai dan tingkat prioritas nilai-nilai itu. Tujuan ini terdiri dari
mengonseptualisasi nilai, yaitu memahami unsur-unsur abstrak dari suatu nilai
yang telah dimiliki dengan nilai-nilai yang datang kemudian; serta
mengorganisasikan suatu sistem nilai, yaitu mengembangkan suatu sistem nilai
yang saling berhubungan antara yang satu dengan lainnya.
5) Karakteristik Nilai
Tujuan ini adalah mengadakan sintesis dan internalisasi sistem nilai
dengan pengkajian secara mendalam, sehingga nilai-nilai yang dibangunnya itu
dijadikan pandangan (falsafah) hidup serta dijadikan pedoman dalam bertindak
dan berperilaku.

c. Domain Psikomotor
Domain psikomotor adalah tujuan yang berhubungan dengan kemampuan
keterampilan atau skill seseorang. Ada tujuh tingkatan yang termasuk ke dalam
domain itu:
1) Persepsi (Perception)
Persepsi merupakan kemampuan seseorang dalam memandang sesuatu
yang dipermasalahkan. Persepsi pada dasarnya hanya mungkin dimiliki oleh
seseorang sesuai dengan sikapnya. Oleh karena itu, dalam kemampuan
mempersepsi terkandung kemampuan internalisasi nilai yang didasarkan pada
proses pengorganisasikan intelektual yang selanjutnya akan membentuk
pandangan seseorang.
2) Kesiapan (Set)
Kesiapan berhubungan dengan kesediaan seseorang untuk melatih diri
tentang keterampilan tertentu yang direfleksikan dengan perilaku-perilaku khusus,
misalnya tergambar dari motivasinya, kemauan, partisipasi serta kemampuan
menyesuaikan diri dengan situasi yang ada.
3) Meniru (Imitation)
Meniru adalah kemampuan seseorang dalam mempraktikkan gerakan-
gerakan sesuai dengan contoh yang diamatinya. Kemampuan meniru tidak
selamanya diikuti oleh pemahaman pentingnya serta makna gerakan yang

12
dilakukan. Misalnya, kemampuan anak untuk menirukan bunyi bahasa seperti
yang dicontohkan, atau gerakan motorik lainnya.
4) Membiasakan (Habitual)
Membiasakan adalah kemampuan seseorang untuk mempraktikkan
gerakan-gerakan tertentu tanpa harus melihat contoh. Kemampuan habitual sudah
merupakan kemampuan yang didorong oleh kesadaran dirinya walaupun gerakan
yang dilakukan itu masih seperti pola yang ada.
5) Menyesuaikan (Adaption)
Beradaptasi gerakan atau kemampuan yaitu dimana mampu untuk
menyesuaikan keadaan situasi dan kondisi yang ada.
6) Menciptakan
Tahap akhir dari keterampilan ini adalah tahap mengorganisasikan, yakni
kemampuan seseorang untuk berkreasi dan mencipta sendiri suatu karya. Tahap
ini merupakan tahap puncak dari keseluruhan kemampuan, yang tergambar dari
kemampuannya menghasilkan sesuatu yang baru.
2. komponen Isi/Materi Pelajaran
Isi kurikulum merupakan komponen yang berhubungan dengan
pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa. Isi kurikulum itu menyangkut
semua aspek baik yang berhubungan dengan pengetahuan atau materi pelajaran
yang biasanya tergambar pada isi setiap mata pelajaran yang diberikan maupun
aktivitas dan kegiatan siswa. Baik materi maupun aktivitas itu seluruhnya
diarahkan untuk mencapai tujuan yang ditentukan.
3. Komponen Metode/Strategi
Komponen ini merupakan komponen yang memiliki peran yang sangat
penting, sebab berhubungan dengan implementasi kurikulum. Strategi merupakan
rencana, metode dan perangkat kegiatan yang direncanakan untuk mencapai
tujuan tertentu. T. Rakajoni (1989) mengartikan strategi pembelajaran sebagai
pola dan urutan umum perbuatan guru-siswa dalam mewujudkan kegiatan belajar
mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Ada dua hal yang perlu di
mengerti yaitu :

13
1. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan)
termasuk menggunakan metode dan pemanfaatan berbagai sumber
daya/kekuatan dalam pembelajaran,
2. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua
keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan.
Dengan demikian, Penyusunan langkah-langkah pembelajaran,
pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semua nya diarahkan dalam
upaya pencapaian tujuan.
Upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal dinamakan
metode. Metode digunakan untuk merelisasikan strategi yang telah ditetapkan.
Misalnya, untuk melaksanakan strategi ekspositari bisa digunakan metode
ceramah sekaligus metode Tanya jawab atau bahkan diskuis dengan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia termasuk menggunakan media
pembelajaran.
Istilah lain yang juga memiliki kemiripan dengan strategi adalah
pendekatan (approach). Sebenarnya pemdekatan berbeda dengan strategi maupun
metode. Roy Killen (1998) Misalnya, mencatat ada dua pendekatan dalam
pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered
approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (Student-centered
approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi
pembelajaran langsung, pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori.
Sedangkan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan
strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.
Pendekatan ini bersifat masih sangat umum dan dapat menggunakan strategi atau
metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari
pendekatan tertentu.

Dilihat dat kemasan materi dan cara siswa mempelajari metode itu,
Menurut Rowntree (1974) Strategi dibagi atas 4 strategi, yaitu:

14
1. Strategi Exposition, Bahan ajara sudah dikemas sedemikian rupa, sehigga siswa
tinggal menguasai nya.
2. Strategi Discovery Learning, Bahan ajar tidak dikemas dalam bentuk yang
sudah jadi, tetapi siswa diharapkan dapat beraktivitas secara, mencari dan
mengumpulkan informasi, membandingkan, menganalisis.
3. Strategi Groups, Apabila sisa belajar secara berkelompok bersama-sama,
mempelajari bahan yang sama, oleh guru yang sama tanpa memperhatikan
perbedaan minat.
4. Strategi Individu, Pembelajaran yang dilihat dari kemampuan dasar siswa,
kecepatan belajar, bahkan memperhatikan minat dan bakat siswa secara penuh.
Siswa yang cepat belajar, akan cepat pula menyelesaikan program
pembelajaran, sedangkan siswa yang lambat, akan lambat pula dalam
menyelesaikan program pendidikan nya. Kesempatan untuk maju cepat
menyelesaikan program pembelajaran sesuai dengan kempuan yang dia miliki
oleh strategi pembelajaran klasikal. Strategi atau metode berkaitan dengan upaya
yang harus dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan. Strategi yang ditetepkan
dapat berupa strategi yang menempatkan siswa sebagai pusat dari setiap kegiatan,
Student Centered, sedangkan strategi yang berpusat pada gutu yang dinamakan
Teacher Centered.

4. Komponen Evaluasi
Pengembangan kurikulum merupakan proses yang tidak pernah berakhir
(Oliva, 1988). Proses tersebut meliputi Perencanan, Implementasi, dan Evaluiasi.
Evaluasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam pengembangan
kurikulum. Evaluasi merupakan komponen untuk melihat efektivitas pencapaian
tujuan dan juga Evaluasi berfungsi untuk mengetahui apakah tujuan yang telah
ditentukan telah tercapai atau belum, atau Evaluasi digunakan sebagai umpan
balikdalam perbaikan strategi yang telah ditentukan. Kedua fungsi tersebut
menurut Scriven (1967) adalah Evaluasi sebagai fungsi sumatif dan Evaluasi
sebagai fungsi formatif. Evaluasi sebagai alat untuk melihat keberhasilan
pencapaian tujuan dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu tes dan nontes.

15
A. Tes
Tes digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam aspek kognitif
atau tingkat penguasaan materi pembelajaran. Hasil tes biasanya diolah secara
kuantitatif. Proses pelaksanaan tes hasil belajar dilakukan setelah berakhir
pembelajaran satu pokok bahasan, atau setelah selesai satu caturwulan atau satu
semester yang dinamakn tes sumasif yang digunakan untuk menilai keberhasilan
siswa dalam proses pembelajaran sebagai baham untuk buku kemajuan belajar
(nilai raport). Sedangkan tes yang dilaksanakan setelah proses belajar mengajar
atau mungkin setelah selesai satu pokok bahasan dinamakan tes formatif, karena
fungsinya bukan untuk melihat keberhasilan siswa akan tetapi digunakan sebagai
umpan balik untuk perbaikan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru.

1. Kriteria Tes sebagai Alat Evaluasi


Sebagai alat ukur dalam poses evaluasi, tes harus memiliki dua kriteria,
yaitu kriteria validitas dan reliabilitas. Tes sebagai suatu alat dilakukan memiliki
tingkat validitas seandainya dapat mengukur yang hendak diukur. Tidak dikatakan
tes memiliki tingkat validitas seandainya yang hendak diukur kemahiran
mengoperasikan sesuatu, tetapi yang digunakan adalah tes tertulis yang mengukur
keterpahaman suatu konsep.
Tes memiliki tingkat reliabilitas atau keandalan jika tes tersebut dapat
menghasilkan informasi yang konsisten. Ada 3 teknil untuk menentukan tingkat
reliabilitas tes yaitu :
1. Tes-retes, Yaitu dengan mengorelasikan hasil resting yang pertama dengan
testing yang ke dua.
2. Idd-Even Method, Yaitu dengan mengorelasiakn hasil testing antara item ganjil
dan item genap.
3. Memecahkan hasil testing menjadi dua bagian, kemudian keduanya
dikorelasikan

16
2. Jenis-Jenis Tes
Tes hasil belajar dapat di bedakan atas beberapa jenis. berdasarkan jumlah
peserta, tes hasil belajar dapat dibedakan menjadi tes kelompok dan tes individu.
Tes kelompokadalah tes yang dilakukan terhadap sejumlah siswa secara bersama-
sama, sedangkan tes individu adalah tes yang dilakukan kepada seorang siswa
secara perorangan.
Tes juga dapat diliha dari pelaksanaan nya yang dapat dibedakan menjadi
tes tertulis dan tes lisan. Tes tertulis alah tes yang dilakukan dengan cara siswa
menjawab sejumlah item soal dengan cara tertulis. Tes tulisan ada dua jenis yaitu
tes esai dan tes objektif. Tes esai adalah bentuk tes dengan cara siswa diminta
untuk menjawab pertanyaan secara terbuka, yaitu menjelaskan atau menguraikan
melalui kalimat yang disusun nya sendiri. Tes objektif adalah bentuk tes yang
mengharapkan siswa memilih jawaban yang sudah ditentukan.

B. Nontes
Nontes adalah alat Evaluasi yang biasa nya digunakan untuk menilai aspek
tingkah laku termasuk sikap, minat, dan motivasi. Ada beberapa jenis nontes
sebagai alat Evaluasi, diantaranya wawancara, bservasi, studi kasus, dan skala
penilaian.
1. Observasi
Observasi adalah teknik penilaian dengan cara mengamati tingkah laku
pada situasi tertentu. Ada dua jenis observasi yaitu :
a) Observasi paerisipatif, yaitu observasi yang dilakukan dengan menempatkan
observasi sebagai bagian di mana observasi itu dilakukan.
b) Observasi nonpartisipatif, yaitu observasi yang dilakukan dengan cara
observasi murni sebagai pengamat.

2. Wawacara
Wawancara adalah komunikasi langsung antara yang diwawancarai dan
yang mewawancarai. Ada dua jenis wawancara yaitu :

17
a) Wawancara langsung, yaitu pewawancara melakukan komnikasi subjek yang
ingin dievaluasi.
b) Wawancara tidak langsung, yaitu pewawancara ingin mengumpulkan data
subjek melalui perantara.

3. Studi Kasus
Studi kasus dilakukan untuk mempelajari individu dalam periode tertentu
secar terus-menerus. Misalnya, ingin mempelajari bagaimana sikap dan kebiasaan
siswa tertentu dalam minat belajar Sejarah di dalam kelas selama satu semester.

4. Skala Penilaian
Skala penilaian atau biasa disebut Rating Scale merupakan salah satu alat
penilaian dengan menggunakan skala yang telah disusun dari ujung negatif
sampai dengan ujung positif., sehingga pada skala tersebut penilaian tinggal
membubuhi tanda centang (√).

C. Pendekatan Pengembangan Kurikulum


Pendekatan dapat diartikan sebaga titik tolak atau sudut pandang seseorang
terhadap suatu proses tertentu. Dengan demikian, pendekatan pengembangan
kurikulum menunjuk pada titik tolak atau sudut pandang secara umum tentang
proses pengembangan kurikulum. Menurut Sukmadinata (2000: 1),
pengembangan kurikulum bisa berarti penyusunan kurikulum yang sama sekali
baru (curriculum construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah
ada (curriculum improvement).
Ada dua pendekatan yang dapat diterapkan dalam pengembangan
kurikulum, yaitu pendekatan Top Down dan pendekatan Grass Root.
1. Pendekatan Top Down
Pendekatan top down bisa dikatakan juga pendekatan administratif.
Dikatakan pendekatan administrative pengembangan kurikulum muncul atas
inisiatif para pejabat pendidikan atau para administrator atau para pemegang

18
kebijakan (pejabat) pendidikan seperti dirjen atau para kepala Kantor Wilayah.
Biasanya pendekatan ini banyak dipakai di Negara-negara yang memiliki system
pendidikan sentralisasi.
Prosedur kerja atau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan
kira-kira seperti berikut:

Langkah pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat


pendidikan. Anggota tim biasanya terdiri dari pejabat yang ada dibawahnya,
seperti pengawas pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan bisa juga
ditambah dengan para tokoh dari dunia kerja. Tugas tim pengarah ini adalah
merumuskan konsep dasar, garis-garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan
falsafah, dan tujuan umum pendidikan.

Langkah kedua, menyusun tim atau kelompok kerja untuk menjabarkan


kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah. Anggota
kelompok kerja ini adalah para ahli kurikulum, para ahli disiplin ilmu dari
perguruan tinggi, ditambah dengan guru-guru senior yang sudah dianggap sudah
berpengalaman. Tugas pokok tim ini adalah merumuskan tujuan-tujuan yang lebih
operasional dari tujuan-tujuan umum, memilih dan menyusun sequence bahan
pelajaran, memilih strategi pengajaran dan alat untuk petunjuk evaluasi, serta
menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru.

Langkah ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau
kelompok kerja, selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji
dan diberi catatan-catatan atau direvisi. Bila dianggap perlu kurikulum itu diuji
cobakan dan dievaluasi kelayakannya, oleh suatu tim yang ditunjuk oleh para
administrator. Hasil uji coba itu digunakan sebagai bahan penyempurnaan.

Langkah keempat, para administrator selanjutnya memerintahkan kepada


setiap sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu.

19
2. Pendekatan Grass Roots

Dalam pendekatan grass roots, inisiatif pengembangan kurikulum dimulai


dari lapangan atau dari guru-guru sebagai implementor, kemudian menyebar pada
lingkungan yang lebih luas, oleh sebab itu pendekatan ini dinamakan juga
pengembangan kurikulum dari bawah ke atas.

Pendekatan grass roots dapat terjadi bila kurikulum benar-benar bersifat


lentur serta guru memiliki sikap professional yang tinggi disertai kemampuan
yang memadai. Ada beberapa langkah penyempurnaan kurikulum yang dapat kita
lakukan manakala menggunakan pendekatan grass roots ini. Langkah pertama,
menyadari adanya masalah. Pendekatan grass roots biasanya diawali dari
keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku. Tanpa adanya kesadaran masalah
tidak mungkin grass roots dapat berlangsung.

Langkah kedua, mengadakan refleksi. Refleksi dilakukan dengan mengkaji


literature yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian
yang relevan dengan masalah yang kita hadapi.

Langkah ketiga, mengajukan hipotesis atau jawaban sementara.


Berdasarkan hasil kajian refleksi selajutnya guru memetakan berbagai
kemungkinan munculnya masalah dan cara penanggulangannya. Langkah
keempat, memilih kemungkinan yang dapat dilakukan dan selanjutnya
merencanakan apa yang harus kita lakukan untuk mengatasi masalah tersebut.

Langkah kelima, mengimplementasikan perencanaan dan


mengevaluasinya secara terus menerus hingga terpecahkan masalah yang
dihadapi. Langkah keenam, membuat dan menyusun laporan hasil pelaksanaan
pengembangan melalui grass roots. Langkah ini sangat penting untuk dilakukan
sebagai bahan publikasi dan diseminasi, sehingga memungkinkan dapat
dimanfaatkan dan diterapkan oleh orang lain yang pada gilirannya hasil
pengembangan dapat tersebar.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam pengembangan kurikulum, selain menekankan pada komponen, dan
pendekatan, dalam mengembangkan kurikukulum juga perlu mengkaji tentang
model atau pola pengembangan kurikulum. Model pengembangan kurikulum
merupakan cara untuk mendeskirpsikan, menganalisis, dan mebuat skema dari
organisme kurikulum. Karena adanya tekanan psikologi maka perlu cara-cara
khusus untuk mengembangkan kurikulum sehingga tujuan pembelajaran bias
dicapai. Setiap manusia mempunya latar belakang yang berbeda-beda oleh karena
itu penangannya juga harus menggunakan model pengembangan yang berbeda.
Dengan demikian maka pengguanaan model-model pengembangan kurikulum di
setiap Tingkat satuan pendidikan juga harus berbeda karena setiap sekolah
tersebut memiliki ciri khas, kurikulum, dan sumber daya yang berbeda.

B. Saran
Berdasarkan makalah ini, kita daapat mengetahui bahwa dalam kurikulum
juga harus dilakukan pengembangan sesuai kemajuan teknologi dan zaman, dan
seharusnya setiap sekolah harus mengembangkan kurikulum tersebut berdasarkan
kebutuhan siswa dan kemampuan guru, sehingga pada akhirnya tujuan
pembelajaran di sekolah bisa terpenuhi dengan baik.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ruhimat, Toto, dkk. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.

Sanjaya, Wina. 2015. Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik


Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:
Kencana.

22

Anda mungkin juga menyukai