Anda di halaman 1dari 12

RMK CORPORATE GOVERNANCE

Dosen Pengampu: Dr. I Gusti Ayu Made Asri Dwija Putri, S.E., M.Si

Diusulkan oleh :

Gusti Ayu Intan Puspita Dewi


1707532088
14

PROGRAM STUDI AKUNTANSI REGULER DENPASAR


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2019
BALI

1. Perlindungan Terhadap Hak Pemegang Saham


Prinsip GCG yang disusun OECD terdiri dari lima prinsip yang dianggap ideal
yang harus tercakup dalam setiap penerapan corporate governance. Jika kelima prinsip
tersebut dijabarkan dan dianalisis ke dalam hukum Perseroan Terbatas di Indonesia, dapat
diketahui hal-hal sebagai berikut:
Persamaan Perlakuan Terhadap Seluruh Pemegang Saham
Hukum Perusahaan di Indonesia telah mengatur prinsip ini, seperti yang diatur
dalam UUPT ditegaskan bahwa: Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk:
1. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;
2. Menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi;
3. Menjalankan hak lainnya berdasarkan UUPT.
Akan tetapi, perlindungan terhadap setiap pemegang saham ternyata belum equal.
Jika ditelusuri lebih jauh, prinsip ini salah satu aspek yang perlu diprioritaskan dalam
penerapan dan atau pengaturan corporate governance di Indonesia.
Dalam praktinya masalah perlindungan pemegang saham minoritas masih sarat
kontroversi, dan sering hanya merupakan wacana normatif. Contoh lain, penerapan Pasal
62 ayat (1) UUPT, yang menentukan bahwa, “Setiap pemegang saham berhak meminta
kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar, apabila yang
bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau
perseroan, berupa: perubahan anggaran dasar, pengalihan atau penjaminan kekayaan
perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih
perseroan, atau penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan”. Ketentuan
pasal ini sangat limitatif dan tidak menentukan secara imperatif mewajibkan perseroan
membeli saham dari pemegang saham minoritas, maupun sanksi jika perseroan menolak
membeli saham tersebut, dengan kata lain pemegang saham minoritas tertutup untuk
memanfaatkan pasal 62 UUPT.
Peranan Stakeholders dan Corporate Governance
Prinsip ini merupakan wacana baru dalam praktik bisnis di Indonesia di bawah
payung UUPT, tidak ada ketentuan hukum perusahaan yang secara jelas dan tegas
mengatur hubungan organisasi perseroan dengan stakeholder di luar Perseroan Terbatas,
kecuali aturan tanggungjawab sosial perusahaan (pasal 74) UUPT.
Keterbukaan dan Transparansi
Hukum Perusahaan yang berlaku di Indonesia tampaknya baru mengakomodir
prinsip disclosure and transparancy bahwa kewajiban Direksi dan Komisaris dalam
menjalankan tugas-tugasnya harus dilandasi iktikad baik, tidak ada ketentuan yang jelas
1
mengatur kewajiban, atau sanksi apabila perseroan tidak menerapkan keterbukaan dan atau
transparansi.
Akuntabilitas Dewan Komisaris (Board of Directors)
Kerangka corporate governace harus menjamin adanya pedoman strategis
perusahaan, pengawasan yang efektif terhadap manajemen yang dilaksanakan oleh dewan
komisaris, serta akuntabilitas dewan komisaris terhadap pemegang saham maupun
perseroan.
Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham
1. Perlindungan dari Perundang-Undangan
Secara mendasar bahwa sejak awal perusahaan akan melakukan aktivitas di pasar
modal, sudah disiapkan seperangkat peraturan yang maksudnya sebagai rangkaian
tindakan preventif, agar emiten adalah benar-benar emiten yang dapat dipertanggung
jawabkan dengan itikad baik akan membagi power dan intensisnya kepada masyarakat.
Peraturan yang mengatur tentang syarat materil maupun formal, prosedur dan pelaksanaan
emisi saham tersebut merupakan upaya awal kepada pemegang saham publik,
perlindungan tahap berikutnya ada dan antisipasi oleh peraturan-peraturan yang
dikeluarkan oleh BAPEPAM sebagai institusi yang berwenang untuk mengawasi pasar
modal di Indonesia. BAPEPAM adalah otoritas dari pasar modal yang berwenang untuk
mengawasi jalannya aktivitas di pasar modal, karena seperti dijelaskan di atas bahwa
kepentingan pemegang saham harus dilindungi untuk menciptakan citra pasar modal yang
baik agar dapat lebih menarik investor untuk menanamkan modalnya di pasar modal.
Dengan kata lain bahwa sebagian dari sistem perlindungan hukum bagi pemegang saham
publik berada di tangan BAPEPAM. Perlindungan terhadap pemegang saham dimuat
dalam ketentuan perundang-undangan dalam pasar modal, seperti UU pasar modal dan
perlindungan terhadap pemegang saham yang dilakukan BAPEPAM dapat dilihat dari UU
pasar modal pasal 82 ayat (2) peraturan no IX.E.1.
2. Perlindungan dari Penerapan Good Corporate Governance
Penerapan GCG dalam pengelolaan perusahaan dapat memberikan perlindungan
terhadap pemegang saham karena dalam GCG terdapat prinsip-prinsip yang dapat
melindungi kepentingan perusahaan, pemegang saham, manajemen, dan investor serta
pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan. Ide dasar dari GCG adalah memisahkan
fungsi dan kepentingan di antara para pihak dalam suatu perusahaan, seperti perusahaan
yang menyediakan modal atau pemegang saham, pengawas dan pelaksana sehari-hari
usaha perusahaan dan masyarakat luas. Dan GCG juga dijadikan sebagai suatu aturan atau
2
standar yang mengatur perilaku pemilik perusahaan, direksi, manajer, dengan merinci
tugas dan wewenang serta bentuk pertanggung jawaban kepada pemegang saham.
Melindungi kepentingan pemegang saham minoritas yang beresiko dirugikan oleh
kekuasaan pemegang saham mayoritas. Ini beberapa pasal yang dapat berusaha mengatur
kepentingan pemegang saham baik mayoritas dan minoritas:
a. Tindakan Derivatif
Ketentuan ini mengatur bahwa pemegang saham dapat mengambil alih untuk
mewakili urusan perseroan demi kepentingan perseroan, karena ia menganggap direksi
dan atau komisaris telah lalai dalam kewajibannya terhadap perseroan.
1. Pemegang saham dapat melakukan tindakan-tindakan atau bertindak selaku wakil
perseoran dalam memperjuangkan kepentingan perseroan terhadap tindakan
perseroan yang merugikan, sebagai akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan
oleh anggota direksi dan atau pun oleh komisaris (lihat ps.85 (3) jo. ps.98 (2)
UUPT).
2. Melalui ijin dari Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi
kedudukan perseroan, pemegang saham dapat melakukan sendiri pemanggilan
RUPS (baik RUPS tahunan maupun RUPS lainnya) apabila direksi ataupun
komisaris tidak menyelenggarakan RUPS atau tidak melakukan pemanggilan
RUPS (lihat ps.67 UUPT).
b. Hak Pemegang Saham Minoritas
Pada dasarnya ketentuan-ketentuan di bawah ini terutama ditujukan untuk
melindungi kepentingan pemegang saham minoritas dari kekuasaan pemegang saham
mayoritas.
1. Hak Menggugat. Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap
perseroan melalui Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi kedudukan
perseroan, bila tindakan perseroan merugikan kepentingannya (ps. 54 UUPT).
2. Hak Atas Akses Informasi Perusahaan. Pemegang saham dapat melakukan
pemeriksaan terhadap perseroan, permintaan data atau keterangan dilakukan
apabila ada dugaan bahwa perseroan dan atau anggota direksi atau komisaris
melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau
pihak ketiga (lihat ps.110 UUPT).
3. Hak Atas Jalannya Perseroan. Pemegang saham dapat mengajukan permohonan
kepada Pengadilan Negeri untuk membubarkan perseroan (lihat ps.117 UUPT).

3
4. Hak Perlakuan Wajar. Pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar
sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak
menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan,
berupa: (1) perubahan anggaran dasar perseroan; (2) penjualan, penjaminan,
pertukaran sebagian besar atau seluruh kekayaan perseroan; atau (3)
penggabungan, peleburan atau pengambilalihan perseroan.
2. Profil PT. Matahari Putra Prima Tbk (MPP), PT. Matahari Department Store Tbk (MDS),
dan PT. Meadow Asia Company Ltd (MAC)
PT. Matahari Putra Prima Tbk (MPP)
PT Matahari Putra Prima Tbk. adalah perusahaan ritel Indonesia yang merupakan
anak perusahaan dari perusahaan Grup Lippo. Toko pertama PT Matahari Putra Prima
Tbk. terletak di Pasar Baru, Jakarta yang berdiri sejak 1958. Pada tahun 1972, toko ini
kemudian berkembang menjadi perintis departement store pertama di Indonesia. Delapan
tahun kemudian, toko dibuka di luar Jakarta yaitu di Bogor dengan nama Sinar Matahari
Bogor. Pada tahun 1992, perusahaan melakukan IPO di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya.
Visi perusahaan adalah untuk menjadi ritel pilihan pertama para konsumen. Sedangkan
misinya adalah untuk membawa nilai produk fashion dan jasa yang meningkatkan kualitas
konsumen secara konsisten.
Struktur kepemilikan saham MPP adalah PT. Multipolar Tbk sebesar 50,01%, dan
pemilik saham minoritas dan lain-lain sebesar 43,21%. Setelah saham salah satu anak
perusahaannya yakni Matahari Departemen Store resmi terjual kepada CVC pada tanggal
26 Maret 2010, tidak terdapat perubahan yang signifikan terhadap struktur kepemilikan
tersebut, hal ini menunjukan bahwa transaksi penjualan saham tersebut tidak memberikan
dampak besar bagi kepemilikan MPP.
PT. Matahari Department Store Tbk (MDS)
PT Matahari Department Store Tbk. adalah salah satu perusahaan ritel terkemuka
di Indonesia yang menyediakan perlengkapan pakaian, aksesoris, produk-produk
kecantikan dan rumah tangga dengan harga terjangkau. Gerai pertama Matahari, yang
merupakan toko pakaian anak-anak, dibuka di daerah Pasar Baru, Jakarta pada tanggal 24
Oktober 1958. Sejak itu, Matahari berekspansi melebarkan jejaknya dengan membuka
department store modern pertama di Indonesia pada tahun 1972 dan selanjutnya
mewujudkan keberadaannya di seluruh tanah air. Gerai Matahari tersebar di 126 toko yang
terletak di 62 kota, didukung oleh tim beranggotakan 40.000 orang dengan tota1 200
pemasok lokal serta lebih dari 90% pembelian langsung dari sumber-sumber di seluruh
4
Indonesia. Merek eksklusif Matahari yang telah memenangkan penghargaan hanya dijual
di gerai-gerai milik sendiri dan secara konsisten berada pada peringkat atas di kelasnya
dalam hal gaya fashion, keterjangkauan dan bernilai istimewa sehingga membantu
mewujudkan posisi Matahari sebagai department store terpilih di Indonesia.
Matahari berubah nama menjadi PT. Matahari Department Store Tbk (MDS)
sesudah menjadi entitas terpisah dari PT Matahari Putra Prima Tbk (MPP) pada tahun
2009. Asia Color Company Limited, anak Perseroan CVC Capital Partners Asia menjadi
pemegang saham mayoritas Matahari pada bulan April 2010 sebesar 98,15% (90.76%
dibeli dari PT Matahari Putra Prima Tbk dan 7.24% dibeli dari PT. Pasific Asia Holding
Ltd) dan sisanya 1,85% dimiliki oleh publik dan lain-lain. Saham Matahari ditawarkan
kepada publik oleh Asia Color Company Limited dan PT Multipolar Tbk pada tahun 2013,
dan menarik perhatian dunia sehingga meningkatkan kepemilikan publik atas Perseroan
dari 1,85% menjadi 47,35% sejak 28 Maret 2013.
PT. Meadow Asia Company Ltd (MAC)
Pada tahun 2010 PT. Matahari Putra Prima (MPP) melakukan joint venture dengan
CVC Capital Partners (CVC) sebuah global private equity fund untuk mendirikan PT.
Meadow Asia Company (MAC). Struktur kepemilikan sahamnya adalah 80% dimiliki
oleh CVC dan 20% dimiliki oleh MPP. Pada tahun 2010 pula MAC mengakuisisi 90,7%
saham MDS dari MPP dan 7,24% dari PT. Pasific Asia Holding Ltd, sehingga total
kepemilikan saham MDS sebesar 98,15%.

2.3 Kronologi Permasalahan PT. Matahari Putra Prima Tbk


Pada Januari 2010 Matahari Putra Prima melakukan pendandatanganan sales
purchase agreement dengan PT CVC Capital Partner. CVC akan melakukan akuisisi
terhadap anak perusahaan MPP yakni Matahari Department Store dengan total
kepemilikan sebesar 90,76% melalui anak perusahaanya yakni Meadow Asia Company
Limited. Kemudian pada 5 Maret 2010, MPP berniat menggelar RUPS dengan agenda
persetujuan penjualan saham tersebut. MAC mengalokasikan Rp 7,16 triliun untuk
membeli 90,76% saham Matahari Putra Prima di Matahari Department Store. MPP akan
menerima pembayaran tunai sebesar Rp. 5.28 triliun, piutang sebesar Rp. 1 triliun, 20%
saham biasa MAC, 20,72% saham preferen MAC, dan 8 juta warrant dengan total transaksi
sebesar Rp7,16 triliun. Selain membeli saham MPP yang ada pada MDS, MAC juga
berencana membeli saham Pasific Asia Holding Ltd sebesar 7,24% sehingga total
kepemilikan saham MAC pada MDS adalah sebesar 80%.
5
Sementara seperti kita ketahui dari profil perusahaan diatas, MAC merupakan
perusahaan patungan (joint venture) antara Matahari Putra Prima dan CVC Capital
Partners. Dimana MPP memiliki kepemilikan saham sebesar 20% pada MAC dan CVC
memiliki kepemilikan sebesar 80%. Hal ini tentu mengindikasikan adanya insider
trading yang dilakukan oleh MPP dan juga terindikasi adanya praktek korporasi guna
menaikan harga saham MDS. Untuk indikasi pertama, sebelumnya perlu diketahui insider
trading adalah aktifitas perdagangan saham ataupun sekuritas tertentu oleh individu yang
mempunyai akses tentang informasi non publik dari perusahaan tersebut. Dengan kata lain,
perdagangan efek perusahaan yang dilakukan oleh orang yang dikategorikan sebagai orang
dalam. Individu tersebut melakukan aktifitas trading dengan memanfaatkan informasi
yang sebetulnya tidak bisa diakses oleh publik. Seorang investor dengan akses informasi
dari dalam yang sebetulnya tidak dapat diakses publik, bisa mendapatkan keuntungan yang
jauh lebih besar dibandingkan investor lain. Dan investor lain yang tidak memperoleh
informasi tersebut tentu akan merasa dirugikan.
Selanjutnya indikasi kedua adanya praktek korporasi yakni praktek “penggorengan
saham” guna menaikan harga saham MDS, dapat dilihat dari adanya lonjakan kenaikan
harga saham MDS yang tidak wajar dari akhir 2009 sampai Februari 2010, sejak adanya
desas-desus mengenai penjualan saham MDS kepada MAC. Dampak dari transaksi ini,
harga saham MDS naik dari Rp50/ lembar ke tingkat harga Rp1350/ lembar pada tanggal
22 Januari 2010, beberapa hari sebelum MPP mengumumkan penjualan saham MDS
kepada MAC. Dari lonjakan yang sangat signifikan tersebut Bursa Efek Indonesia
mencurigai adanya kebocoran berita mengenai penjualan saham MDS kepada MAC.
Kemudian berkaitan pula dengan kasus penjualan saham MDS kepada MAC tersebut, para
pengamat mengindikasikan adanya perlakuan yang tidak setara untuk setiap pemegang
saham MPP, pemegang saham mayoritas dirasa yang paling diuntungkan dalam penjualan
tersebut terutama PT. Multipolar Tbk yang memegang saham terbesar (50,01%) MPP. PT.
Multipolar Tbk merupakan anak usaha dari Lipo Group. Hasil penjualan MDS
menghasilkan dana tunai sebesar Rp5,28 triliun yang selanjutnya akan digunakan untuk
melunasi hutang kepada PT. Multipolar Tbk sebesar Rp3,4 triliun dan sisanya sebesar
Rp1,88 triliun akan di gunakan untuk membayar dividen para pemegang sahamnya di
mana dividen untuk Multipolar sebesar 50,01% (Rp. 940,1 jt) dan sisanya dibagikan untuk
para pemegang saham minoritas yakni PT. Star Pasific dan juga publik. Permasalahan
yang lain adalah adanya unsur leverage buyout (pembelian saham dengan menggunakan
dana pinjaman) mengenai sumber dana tunai untuk membeli MDS yang sebesar Rp3,25
6
triliun. Setelah dilakukan penelusuran, dana sebesar Rp3,25 triliun itu ternyata berasal dari
dana pinjaman pada bank CIMB Niaga dan Standard Chartered yang diajukan MDS,
jaminan terhadap kedua bank tersebut adalah saham MDS sendiri sebesar 98% yang akan
dibeli oleh MAC. Selanjutnya, dana hasil pinjaman yang diperoleh Matahari Department
Store direncanakan untuk dipinjamkan kepada MAC untuk membeli saham MDS pada
saat yang bersamaan.

2.4 Pelanggaran-pelanggaran yang Dilakukan PT. Matahari Putra Prima Tbk.


Pelanggaran Regulasi
Analis dari Independen Aspirasi Indonesia Research Institute, Yanuar Rizky
menilai yang terjadi dalam penjualan saham MDS kepada MAC adalah manipulasi pasar
dan perdagangan orang dalam, menipu dengan melibatkan pembiayaan perbankan atas
transaksi fiktif. Berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal, dalam kasus ini terdapar sejumlah unsur pidana, yaitu unsur menipu (Pasal 90),
unsur transaksi semu (Pasal 91) unsur orang dalam (Pasal 95), unsur transaksi orang dalam
(Pasal 96), dan unsur keuntungan pihak tertentu (Pasal 92). Menurut Yanuar, transaksi ini
terjadi antar pemegang saham yang dibiayai utang emiten ke perusahaan pemegang saham
dan emiten mengambil utang ke Bank CIMB Niaga dan Standard Chartered. Yanuar
menganjurkan agar BAPEPAM segera melakukan gelar perkara atas tidak terpenuhinya
unsur menipu Pasal 91, transaksi semu dan persekongkolan untuk membentuk harga. Dan
kemudian Pasal 92 terkait informasi orang dalam yang melibatkan kecurigaan transaksi
orang dalam (Pasal 95-96) secara terbuka di publik. Kemudian juga terdapat beberapa
pelanggaran dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas antara
lain:
a. Pasal 3 Ayat 2 mengenai pemisahan antar kepentingan pemegang saham dengan dengan
kegiatan perseroan, guna melindungi kepentingan pemegang saham minoritas.
b. Pasal 84 Ayat 1 mengenai setiap satu saham memiliki satu hak suara kecuali anggaran
dasar menentukan lain. Jadi setiap pemegang saham kecuali saham preferen berhak atas
hak suaranya dalam RUPS.
c. Pasal 86 Ayat 1 yang berbunyi “RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari
1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili,
kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih
besar”.
d. Pasal 52 Ayat 1 mengenai hak-hak pemegang saham.
7
Pelanggaran Standar
Karena Indonesia mengadopsi standar corporate governance dari OECD maka
pelanggaran standar yang dilakukan adalah terhadap prinsip- prinsip OECD terutama pada
prinsip ketiga yang berisi bahwa: “Tatakelola perusahaan harus mampu memberikan
kesetaraan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham
minoritas dan pemegang saham asing. Seluruh pemegang saham harus mendapatkan ganti
rugi apabila terjadi kecurangan atau penghilangan hak-haknya”. Dari prinsip tersebut
tentunya MPP telah melakukan pelanggaran yang jelas karena telah dengan terbuka
melakukan insider trading yang tentu telah menghilangkan hak-hak pemegang saham
minoritas. Insider Trading sendiri telah secara dijelas dilarang dalam prinsip III B OECD,
“Insider trading and abusive self-dealing should be prohibited.”
Pelanggaran Peraturan
Transaksi penjualan MDS kepada MAC yang syarat akan benturan kepentingan,
transaksi tersebut diatur secara lebih tegas dalam Peraturan Bapepam No.IX.E.1
sebagaimana telah diperbarui dengan Keputusan Ketua Bapepam LK No: Kep-
412/BL/2009. Berdasakan Pasal 1 huruf e peraturan tersebut, benturan kepentingan adalah
perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi
anggota direksi, anggota dewan komisaris atau pemegang saham utama yang dapat
merugikan perusahaan dimaksud. Berikut transaksi yang mengandung benturan
kepentingan berdasarkan Peraturan Bapepam No.IX.E.1 yang berkaitan dengan kasus
Matahari:
a. Membeli saham perseroan lain dimana pemegang saham pemegang saham utama,
komisaris atau direksi menjadi pemegang saham atau anggota direksi atau komisaris.
b. Memberi pinjaman kepada perusahaan lain dimana direktur, komisaris atau pemegang
saham pengendali merupakan pemegang saham, direktur atau komisaris.
c. Memperoleh pinjaman dari perusahaan lain dimana pemegang saham utama, direktur,
komisaris menjadi pemegang saham, direktur, atau komisaris.
Apabila kita hubungkan transaksi tersebut dengan kriteria transaksi yang tecantum
dalam peraturan tersebut maka terdapat beberapa hal yang dapat diindikasikan terjadinya
transaksi benturan kepentingan pada penjualan saham MDS. Ada pun beberapa hal yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Penjualan Saham 90.7% MDS oleh MPA kepada MAC dimana MPA juga memiliki
20% saham MAC.

8
b. Perusahaan MDS meminjam dana kepada bank CIMB Niaga dan Standard Chartered
sebesar Rp3,25 triliun yang kemudian dipinjamkan kembali pada MAC untuk membeli
saham MDS.
c. Perusahaan MAC memperoleh pinjaman dana dari MDS yang merupakan anak
perusahaan dari perusaahan MPA yang juga merupakan pemilik saham MAC.

2.5 Penyelesaian Kasus PT. Matahari Putra Prima Tbk


Kabar rencana penjualan 90,7% saham MDS yang dimiliki MPP kepada
MAC, banyak menuai protes dikalangan masyarakat terkait dengan berbagai kecurangan
dan manipulasi yang di duga dilakukan oleh MPP seperti insider trading dan juga “
penggorengan saham” guna menaikan harga saham Matahari Department Store.
Menanggapi isu tersebut, BAPEPAM-LK selaku badan pengawas pasar modal di
Indonesia melakukan penyelidikan terhadap transaksi tersebut. BAPEPAM-LK pun
kemudian menyelenggarakan pertemuan dengan pihak menejemen MPP. Dalam
pertemuan itu BAPEPAM-LK meminta kepada pihak menejemen MPP untuk memberikan
penjelasan secara lebih rinci kepada publik mengenai transaksi yang bernilai triliunan
rupiah tersebut. Setelah pertemuan yang pertama dengan menejemen MPP tersebut,
BAPEPAM-LK kembali meminta kepada pihak menejemen MPP uuntuk memberikan
penjelasan kepada publik mengenai segala bentuk utang yang dimiliki MPP dan juga
rencana penggunaan dana hasil penjualan saham MDS sebesar Rp7,16 triliun. Dan
kemudian memperoleh hasil bahwa hasil penjualan tersebut akan digunakan untuk
melunasi hutang MPP kepada PT. Multipolar dan juga untuk membagikan dividen yang
sebagian juga mengalir ke PT. Multipolar. Selanjutnya karena hasil keterangan tersebut
oleh BAPEPAM-LK dirasa kurang jelas, BAPEPAM-LK pun meminta MPP untuk
menunda pelaksanaan RUPS dan membuat bussines plan mengenai penggunaan dana hasil
penjualan tersebut dan ditampilkan dalam bentuk public expose guna menjamin
transparansi agar pihak pemegang saham minoritas pun dapat mengetahui tujuan dari
penjualan saham tersebut.
Pada akhirnya BAPEPAM-LK tetap mengalami kesulitan untuk mengumpulkan
bukti-bukti penyimpangan transaksi penjualan yang dilakukan MDS. Hal tersebut
dikarenakan transaksi yang terjadi dan pihak-pihak yang melakukan hanya sedikit
jumlahnya. Walaupun analisa BAPEPAM-LK menemukan indikasi transaksi
mencurigakan, tetapi untuk melakukan proses hukum memerlukan bukti yang materiil.
9
Dan kemudian tanggal 26 Maret 2010 dilaksanakanlah RUPS guna membahas
rencana penjualan saham MDS kepada MAC dan semua shareholder menyetujui rencana
penjualan tersebut. PT. Matahari Putra Prima pun secara resmi menjual 90,7% saham PT.
Matahari Department Store kepada PT. Meadow Asia Company.

10
DAFTAR PUSTAKA
Bussines Law Comunity. 2010. Analisis Yuridis Terhadap Kasus Penjualan Saham PT.
Matahari. Diambil dari: http://blc-fhugm.blogspot.co.id/ (Diakses pada tanggal 5 Maret
2018)
Dwija Putri, I Gusti Ayu Made Asri dan Ulupui, I Gusti Ketut Agung. 2017. Pengantar
Corporate Governance. Denpasar: CV. Sastra Utama
Fauzi, Abdul Wahid. 2010. Bapepam Turut Periksa Kasus Saham Matahari Diambil dari:
http://investasi.kontan.co.id/news/bapepam-turut-periksa-kasus-saham-matahari.
(Diakses pada tanggal 5 Maret 2018)
https://www.scribd.com/doc/282811119/Cg-Sesi-4-Paper-Matahari (Diakses pada tanggal 1
Maret 2018)
Hukumonline.com. 2010. Ada Transaksi Afiliasi dalam Penjualan Matahari. Diambil dari:
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b8cd826904cc/ada-transaksi-afiliasi-
dalam-penjualan-matahari. (Diakses pada tanggal 5 Maret 2018)
OECD. 2015. OECD Corporate Governance Principles. Diambil dari
http://www.ojk.go.id/id/kanal/pasar-modal/berita-dan-kegiatan/siaran-
pers/Pages/OECD-OJK-Luncurkan-Prinsip-Good-Corporate-Governance-G20-
OECD.aspx (Diakses pada tanggal 6 Maret 2018)
Peraturan Bapepam No.IX.E.1 Tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan diambil
dari http://adams.co.id/rule/BAPEPAM/Emiten/ix_e_1.htm (Diakses pada tanggal 6
Maret 2018)
Profil Matahari Departement Store. Diambil dari: http://www.matahari.co.id/about (Diakses
pada tanggal 6 Maret 2018)
Profil Matahari Putra Prima. Diambil dari: http://en-id.qerja.com/company/view/matahari-
putra-prima-tbk-pt (Diakses pada tanggal 8 Maret 2018)
REPUBLIKA.CO.ID. 2010. Bapepam Perlu Gelar Perkara Kasus Matahari Putra Prima.
Diambildari:http://www.republika.co.id/berita/breaking-
news/ekonomi/10/07/11/124218-bapepam-perlu-gelar-perkara-kasus-matahari- putra-
prima (Diakses pada tanggal 5 Maret 2018)
UU No. 40 Tentang Perseroan Terbatas diambil dari http://www.ojk.go.id/sustainable-
finance/id/peraturan/undang-undang/Pages/Undang-Undang-No.-40-tahun-2007-
tentang-Perseroan-Terbatas.aspx (Diakses pada tanggal 6 Maret 2018)
A.

11

Anda mungkin juga menyukai