Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN FITOFARMAKA

PENETAPAN KADAR SENYAWA MARKER PADA EKSTRAK


RIMPANG KENCUR (Kaempferia galangal L.)

Disusun Oleh:
Nama : Elysa Dwi Putri
NIM : 201510410311134
Kelas : Farmasi C
Kelompok : 2

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Indonesia merupakan negara yang mempunyai berbagai macam
keanekaragaman hati yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia.
Keanekaragaman hayati di dalamnya termasuk kencur (Kaempferia galanga)
yaitu tanaman obat yang berkhasiat sebagai obat tradisional yang sering
digunakan oleh masyarakat . Kencur merupakan tanaman tropis yang banyak
tumbuh di berbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara.
Rimpang kencur sudah dikenal luas di masyarakat baik sebagai bumbu
makanan atau untuk pengobatan tradisional diantaranya adalah batuk, mual,
masuk angin, radang lambung, batuk, nyeri perut, panas dalam dan lain-lain.
Keuntungan penggunaan obat tradisional adalah antara lain karena bahan
bakunya mudah diperoleh dan harganya murah. Selain itu rimpang kencur juga
digunakan sebagai bahan baku fitofarmaka, industri kosmetika serta pembuatan
minuman.
Akar rimpang kencur adalah bagian yang dimanfaatkan sebagai tanaman
obat. Didalam akar tersebut banyak terkandung beberapa senyawa aromatic dan
alifatik yang berpotensi untuk dapat dikembangkan menjadi bahan dasar
industry kimia dan kefarmasian. Pada senyawa trans-p-metoksi sinamat etil
esterdan borneol yang terkandung didalam akar rimpang kencur itulah yang
menjadi komponen utama dalam pembuatan sebuah obat atau sediaan farmasi.
Kandungan etil p-metoksi trans sinamat yang diduga sebagai pengeblok kimia
UV B sehingga banyak produsen farmasis yang memanfaatkannya dalam
pembuatan sediaan tabir surya yang ada dimasyarakat. (Muhlisah, 1999)
Senyawa-senyawa turunan sinamat ditemukan secara luas di alam,
terutama sekali turunan hidroksisinamat, seperti p-kumarat, kafeat, ferulat dan
sinapat. Senyawa-senyawa ini biasanya ditemukan dalam bentuk ester.
Senyawa-senyawa ini mudah dideteksi karena noda-nodanya di atas kertas
saring memberikan fluoresensi berwarna biru atau hijau di bawah sinar
ultraviolet. Intensitas warna ini dapat ditingkatkan bila diperlakukan dengan
uap amoniak. Senyawa-senyawa turunan sinamat dapat diidentifikasi dengan
Thin Layer (TLC), dimana TLC merupakan suatu teknik kromatografi yang
membandingkan persamaan dan perbedaan komponen-komponen kimia yang
ada dalam ekstrak tanaman dan produknya. Dari hasil yang di peroleh setelah
dilakukan metode TLC maka kita dapat menetapkan kadar senyawa EPMS yang
terdapat pada ekstrak rimpang Thin Layer Chromatography merupakan suatu
teknik kromatografi yang membandingkan persamaan dan perbedaan
komponen-komponen kimia yang ada dalam ekstrak tanaman dan produknya.
(Totoli and Salgado, 2014)
1.2 TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan penetapan kadar senyawa marker pada
ekstrak rimpang Kaempferia galanga L.
1.3 MANFAAT
Mahasiswa dapat melakukan penetapan kadar senyawa marker pada
ekstrak rimpang Kaempferia galanga L.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KENCUR (Kaempferia galanga)
2.1.1 Klasifikai Tanaman
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales Gambar Rimpang Kencur
Famili : Zingiberaceae
Genus : Kaempferia
Spesies : Kaempferia galanga L.
Merupakan bahan alamiah kering berupa rimpang (rhizoma)
dari tanaman kencur (Kaempferia galanga L.) yang digunakan untuk
obat dan belum mengalami pengolahan apapun. Tanaman ini sudah
berkembang di Pulau Jawa dan diluar Jawa seperti Sumatra Barat,
Sumatra Utara dan Kalimantan Selatan. Sampai saat ini karakteristik
utama yang dapat dijadikan sebagai pembeda kencur adalah daun dan
rimpang. Berdasarkan ukuran daun dan rimpangnya, dikenal 2 tipe
kencur, yaitu kencur berdaun lebar dengan ukuran rimpang besar dan
kencur berdaun sempit dengan ukuran rimpang lebih kecil. (Syukur
dan Hernani, 2001)
Kencur digolongkan sebagai tanaman jenis empon-empon
yang mempunyai daging buah yang lunak dan tidak berserat.
Rimpang kencur mempunyai aroma yang spesifik. Kencur tumbuh
dan berkembang pada musim tertentu, yaitu pada musim penghujan
kencur dapat ditanam dalam pot atau dikebun yang cukup sinar
matahari, tidak terlalu basah dan di tempat terbuka. (Thomas, 1989)
Kencur sudah lama dikenal masyarakat Indonesia. Hasil
utama dari kencur adalah umbi atau rimpangnya. Rimpang kencur
memiliki bentuk yang bulat memanjang. Tempat yang cocok utnuk
pertumbuhan kencur adalah yang berada di ketinggian 50 m – 1000
m diatas permukaan laut bersuhu 25-30 °C. (Prasetiyo, 2003)
Rimpang kencur mengandung minyak atsiri yang berwarna
hangat, pedas dan berwarna kuning. Kandungan minyak atsiri di
dalam kencur terdiri atas borneol, kamfen, H-pentadekan, para
metoksi stiren dan lain-lain. (Prasetiyo, 2003)
Rimpang kencur memiliki berbagai manfaat yaitu digunakan
sebagai bahan baku obat tradisoinal/ jamu, fitofarmaka, kosmetik,
penyedap makanan dan minuman, serta rempah. Secara empiris,
kencur berkhasiat mengatasi infeksi bakteri, batuk, disentri,
ekspektoran, disentri, masuk angin, sakit perut dan penambah nafsu
makan. (majalah trubus, 2009)
2.1.2 Kandungan Kimia Kencur (Kaempferia galanga)
Kandungan kimia rimpang kencur, yaitu: Etil sinamat, Etil p-
metoksisinamat, p-Metoksisitiren, Karen, Borneol, dan Parafin.
Diantara kandungan kimia ini, Etil p-metoksisinamat merupakan
komponen utama dari kencur. (Afriastini, 1990)
Rimpang mengandung minyak atsiri yang tersusun α-pinene
(1,28%), kampen (2,47%), benzene (1,33%), borneol (2,87%),
pentadecane (6,41%), eucalyptol (9,59%), karvon (11,13%),
metilsinamat (23,23%) dan etil-p-metoksisinamat (31,77%). Ekstrak
rimpang kencur berpotensi aktif terhadap infeksi bakteri. Rimpang
kencur ditemukan memiliki aktivitas antikanker, antihipertensi dan
aktivitas larvacidal dan untuk berbagai penyakit kulit, rematik dan
diabetes mellitus. (Tewtrakul et al., 2005)
2.2 Ekstrak dan Ekstraksi
2.2.1 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia
hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau
hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah
ditentukan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi
bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya
dipekatkan secara destilasi dengan menggunakan tekanan. (Ditjen
POM, 1995)
2.2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat
larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair.
Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat
digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid,
dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung
simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi
yang tepat Ekstrak sebagai bahan dan produk kefarmasian yang
berasal dari simplisia harus memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan sehingga dapat menjadi obat herbal terstandart atau obat
fitofarmaka. Salah satu parameter mutu ekstrak secara kimia adalah
kandungan senyawa aktif simplisia tersebut. Selain itu, parameter non
spesifik juga diperlukan untuk mengetahui mutu ekstrak. (Ditjen
POM, 2000)
2.3 EPMS (Etil-p-metoksisinamat)
Kencur (Kaempferia galangal L.) secara empiris telah diketahui
memiliki efek antiinflamasi. Kandungan utama kencur adalah etil p-
metoksisinamat (EPMS) yang merupakan senyawa ester turunan dari p-
metoksisinamat yang di dalam tubuh mengalami hidrolisis menjadi
senyawa aktif biologis, asam p-metoksisinamat (APMS), senyawa ini
bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase, sehingga konversi
asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu. (Aiache, 1993)
Selain itu, EPMS termasuk kelompok fenolik alam dari golongan
fenil propanoid yang bermanfaat sebagai tabir surya, senyawa ini
memperlihatkan aktifitas serapan maksimum 308nm (daerah UV-B) dan
bersifat sebagai UV filter sehingga Etil p-metoksisinamat mempunyai
perlindungan yang baik terhadap sinar matahari yang dapat memantulkan
dan menghamburkan radiasi sinar UV terutama UV-B (290-320 nm).
Kadar EPMS dalam kencur cukup tinggi bisa mencapai 10% karena
itu bisa di isolasi dari bagian umbinya menggunakan pelarut petroleum
eter/ethanol. Biasanya ekstraksi digunakan untuk meisahkan senyawa-
sesnyawa organik dan campurannya. Ragam ekstraksi ini bergantung pada
tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang di ekstraksi dan pada
jenisnya yang di isolasi. Dalam etil p-metoksisinamat proses pemisahan
dengan cara ekstraksi zat-zat yang dipisahkan terbagi dalam dua pelarut
pertama, sedangkan pelarut kedua adalah pelarut organik yang tidak
bercampur dengan air, maka senyawa organik itu terdapat dalam fase
organik, sedangkan senyawa lainnya akan berada dalam fase air. Terhadap
etil p-metoksisinamat yang merupakan komponen utama, memiliki pusat-
pusat reaktif yang potensial untuk reaksi kimia antara lain ikatan rangkap
terkonjugasi, cincin aromatik yang diaktifkan untuk gugus metoksi dan
gugus fungsi ester. Karenanya dapat dilakukan bebrapa reaksi antara lain
hidrolisa ester, demetilasi transformasi ester menjadi gugus lain khusus
untuk hidrolisa etil p-metoksisinamat.

Gambar Struktur kimia etil p-metoksisinamat.


Hidrolisa etil p-metoksisinamat menghasilkan asam p-
metoksisinamat, sedangkan transformasi gugus ester dapat dilakukan
melalui halida asam yang jauh lebih reaktif untuk tranformasikan menjadi
gugus yang ditargetkan misalnya; aster aril dapat disintesis melaulu halida
asam yang direaksikan dengan fenol mengikuti mekanisme reaksi adisi-
eliminasi nutreofilik, membuat fenil sinamat dengan cara mereaktifkan
sinamat klorida dengan fenol. Transformasi gugus ester menjadi amida
antara lain dapat dilakukan melalui analisis yakni mereaksikan langsung
ester dengan amonia.
2.4 Senyawa Maker
Senyawa marker (penanda) adalah suatu senyawa yang terdapat dalam
bahan alam dan diseleksi untuk keperluan khusus (contoh untuk tujuan
identifikasi atau standardisasi) melalui penelitian. Syarat senyawa dapat
ditetapkan sebagai penanda apabila bersifat khas, mempunyai struktur kimia
yang jelas, dapat diukur kadarnya dengan metode analisis yang biasa
digunakan, bersifat stabil, tersedia dan dapat diisolasi.
Senyawa marker (penanda) dapat digolongkan menjadi empat yang
didasarkan pada bioaktifitasnya. Empat golongan ini meliputi senyawa
aktif, penanda aktif, penanda analitik dan penanda negatif.
a. Senyawa aktif adalah senyawa yang diketahui aktifitas secara klinik.
b. Penanda aktif adalah senyawa yang diketahui aktifitas farmakologi dan
khasiatnya, tetapi khasiatnya belum dibuktikan secara klini
c. Penanda analitik adalah senyawa yang dipilih untuk determinasi secara
kuantitatif. Senyawa ini dimungkinkan atau tidak aktifitas biologisnya
dan dapat membantu identifikasi positif dari bahan tanaman atau ekstrak
tanaman atau digunakan untuk tujuan standardisasi.
d. Penanda negatif adalah senyawa yang memiliki sifat alergi atau toksik
atau mengganggu bioavailabilitasnya.
Menurut Wahyuono dkk.(2006), idealnya senyawa penanda
merupakan senyawa aktif yang bertanggung jawab terhadap efek
farmakologi yang ditimbulkan oleh penggunaan herba yang bersangkutan.
Namun demikian, senyawa khas yang bukan senyawa aktif dapat pula
ditetapkan sebagai penanda.
Senyawa penanda merupakan konstituen kimia dari herba yang telah
ditetapkan strukturnya yang digunakan untuk tujuan control kualitas.
Senyawa penanda digunakan manakala konstituen kimia yang bertanggung
jawab terhadap efek terapetik dari tanaman yang bersangkutan belum
diketahui. (Anonim, 2007)
2.5 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
2.5.1 Definisi KLT
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu jenis
kromatografi adsorpsi. KLT merupakan salah satu teknik
kromatografi yang digunakan untuk pemisahan campuran komponen
berdasarkan distribusi komponen tersebut diantara dua fase, yaitu fase
diam dan fase gerak.
2.5.2 Prinsip KLT
Prinsip KLT adalah cuplikan atau contoh diteteskan pada lapisan
tipis kemudian dimasukkan ke dalam wadah berisi eluen sehingga
cuplikan atau contoh tersebut terpisah menjadi komponen-
komponennya. Setiap komponen akan bergerak dengan laju tertentu
yang dinyatakan dengan faktor retensi (Rf), yaitu nisbah antara jarak
yang ditempuh komponen terhadap jarak yang ditempuh eluen.
Komponen yang mempunyai afinitas yang besar terhadap fase gerak
atau afinitas yang lebih kecil terhadap fase diam akan bergerak lebih
cepat daripada komponen yang mempunyai sifat sebaliknya.
2.5.3 Fase Diam KLT
Lapisan dibuat dari salah satu penjerap yang khusus digunakan
untuk KLT yang dihasilkan oleh berbagai perusahaan. Bila dilihat
dalam sinar jatuh dan sinar lewat, lapisan yang kering mempuyai
wajah yang seragam dan membentuk ikatan yang baik dengan
penyanggaa. Panjang lapisan tersebut 200 mm dan lebar 200 atau 100
mm. Untuk analisis, tebalnya 0,1- 0,3 mm, biasnaya 0,2 mm. Sebelum
digunakan, lapisan disimpan dalam lingkungan yang tidak lembab dan
bebas dari uap laboratorium. (Stahl,1985)
Penjerap yang umumnya adalah silika gel, aluminium oksida,
kieselgur, selulosa dan turunanya, poliamida dan lain-lain. Dan yang
paling sering digunakan ialah silika gel. Silika gel mengahasilkan
perbedaan dalam efek pemisahan yang tergantung kepada cara
pembuatannya sehingga silika gel G merck menurut spesifikasi Stahl,
yang diperkealkan tahun 1958, telah diterima sebagai bahan standar.
Selain itu harus diingat bahawa penjerap seperti aluminium oksida dan
silika gel mempunyai kadar air yang berpengaruh nyata terhadap daya
pemisahanya. (Stahl,1985)
2.5.4 Fase Gerak KLT
Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa
pelarut. Ia bergerak didalam fase diam, yaitu lapisan berpori. Karena
ada gaya kapiler. Yang digunakan hanyalah pelarut bertingkat mutu
analitik dan bila diperlukan sistem pelarut multi komponen ini harus
berupa suatu campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas
maksimum tiga komponen. (Stahl,1985)
2.5.5 Silica Gel
Silika gel merupakan penjerap yang paling sering digunakan dalam
studi KLT. Silika gel disiapkan dengan hidrolisis nitrium silikat
menjadi asam polisilikat yang mengalami kondensasi dan polimerisasi
lebih lanjut menghasilkan bahan silika gel. Sintesis silika dapat
dikontrol sehingga dihasilkan silika gel dengan kemurnian yang
tinggi,serta dengan luas permukaan dan ukuran pori tertentu. (Gandjar
dan Rohman,2012)
Daya pisah dan efisiensi pemisahan yang diperoleh tergantung pada
ukuran dan distribusi ukuran partikel. Daya pisah akan meningkat
seiring dengan semakin seragam dan kecilnya ukuran
partikel.lempeng KLT silika gel yang beredar dipasaran mempunyai
rata-rata ukuran partikel 10µm dengan kisaran ukuran partikel yang
lebih sempit. Sementara itu, HPTLC menggunakan silika gel dengan
ukuran partikel 5-6µm. (Gandjar dan Rohman,2012)
2.5.6 Aplikasi Penotolan Sampel
Sampel harus diaplikasikan/ditotolkan pada lempeng KLT dengan
sangat hati-hati dan dengan pertimbangan bahwa gangguan yang
mungkin timbul pada lempeng KLT dikendalikan sekecil mungkin.
Pada umumnya sampel secara manual ditotolkan melalui pipa
kapiler,mikropipet atau melalui penyuntik mikro kaca yang telah
dikalibrasi sedemikian rupa sehingga tetesan yang datang tepat
menyentuh permukaan lempeng, sementara ujung alat penotolan
masih tetap diatas penjerap lempeng KLT. (Gandjar dan
Rohman,2012)
Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan
diperoleh hanya jika penotolan sampel dengan ukuran bercak sekecil
dan sesempit mungkin. Sebagaimana dalam prosedur kromatografi
yang lain, jika sampel yang digunakan terlalu banyak maka akan
menurunkan resolusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan
sampel secara otomatis lebih dipilih daripada penotolan secara manual
terutama jika sampel yang akan ditotolkan lebih dari 15µm. (Gandjar
dan Rohman,2012)
2.5.7 Direksi Bercak
Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak
adalah dengan pencacahan radioaktif dan fluoresensi menyebabkan
ultraviolet. Fluoresensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang
dapat berfluoresensi maka bercak akan terlihat jelas. Jika senyawa
tidak dapat berfluoresensi maka bahan penyerapnya diberi indikator
yang berfluoresensi, dengan demikian bercak akan kelihatan hitam
sedang latar belakangnya akan kelihatan berfluoresensi. Berikut ini
cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak:
a. Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan
bereaksi secara kimia dengan seluruh solut yang mengandung
gugus fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna
b. Mengamati lempeng di bawah lampu untra violet yang dipasang
pada panjang gelombang emisi 254 atau 366 untuk menampakkan
solut sebagai bercak yang gelap atau bercak yang berfluoresensi
terang pada dasar yang berfluoresensi seragam. Lempeng yang
diperdagangkan dapat dibeli dalam bentuk lempeng yang sudah
deberi senyawa fluoresen yang tidak larut yang dimasukkan ke
dalam fase diam untuk memberikan dasar fluoresensi atau dapat
pula dengan menyemprotka lempeng dengan reagen fluorogenik
setelah dilakukan pengembangan.
c. Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat
pekat diikuti pemanasan untuk mengoksidasi solut-solut organik
yang akan nampak sebagai bercak hitam sampai kecoklatan.
d. Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup,
e. Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan
densitometer, suatu instrumen yang dapat mengukur intensitas
radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari
dengan lampu UV atau lampu sinar. (Gandjar dan Rohman, 2012)
2.6 Thin Layer Chromatography (TCL) Scaner
Thin Layer Chromatography merupakan suatu teknik kromatografi
yang membandingkan persamaan dan perbedaan komponen-komponen
kimia yang ada dalam ekstrak tanaman dan produknya. Metode ekstraksi
dan persiapan sampel merupakan tahap yang penting fingerprint obat herbal
yang berguna untuk efisiensi evaluasi sebagai kontrol kualitas. (Liang et al.,
2004)
Metode fingerprint dilakukan dengan melakukan analisis
kromatogram dari suatu spesies tanaman yang aktif secara farmakologis
atau hanya melakukan rerata intensitas puncak – puncak kromatogram dari
minimal tiga daerah penghasil spesies tanaman obat tanpa memperhatikan
aspek farmakologis yang ditunjukkan untuk kontrol kualitas saja. Ada 4
teknik kromatografi yang digunakan untuk pemisahan dan pemurnian
kandungan tumbuhan atau bisa juga dilakukan dengan gabungan dari empat
teknik tersebut. Keempat teknik Kromatografi tersebut yaitu kromatografi
kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi gas cair, dan kromatografi cair
kinerja tinggi. Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, kromatografi
lapis tipis adalah yang paling cocok untuk analisis obat di laboratorium
farmasi karena hanya memerlukan investasi yang kecil untuk perlengkapan,
waktu analisis relatif singkat, jumlah cuplikan yang diperlukan sedikit,
selain itu kebutuhan ruang minimum serta penanganannya sederhana. KLT
yang dimaksudkan untuk uji kuantitatif salah satunya dengan menggunakan
densitometer sebagai alat pelacak bila cara penotolanya dilakukan secara
kuantitatif. Prinsip kerja dari densitometer adalah adanya pelacakan pada
panjang gelombang maksimal yang telah ditetapkan sebelumnya. Scanning
atau pelacakan densitometer ada dua metode yaitu dengan cara memanjang
dan sistem zig-zag. Pada umumnya lebih banyak digunakan metode zig-zag
karena pengukuranya lebih merata serta ketelitian pengukuran lebih
terjamin dibanding pengamatan secara lurus atau memanjang.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode pemisahan
fitokimia dan teknik yang paling cocok untuk analisis. Metode ini hanya
memerlukan waktu sedikit untuk analisis dan jumlah cuplikan yang
digunakan sangat sedikit. Lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan
berbutir-butir yang disebut fase diam, ditempatkan pada penyangga berupa
plat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisahkan
berupa larutan, ditotolkan pada bercak atau pita. Selain itu plat atau lapisan
diletakkan dalam bejana pengembang yang berisi larutan pengembang (fase
gerak), pemisahan terjadi selama perembatan kapiler (pengembangan).
Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditempatkan atau dideteksi
dengan pereaksi deteksi. (Stahl, 1985)
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis
lebih baik dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi warna. Tetapi
lazimnya untuk identifikasi menggunakan lampu UV 254 nm dan 366 nm
dan bercak dihitung harga Rf-nya. Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,99
dan hanya dapat ditentukan dua desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan
faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0-100. Sedangkan pereaksi
semprot atau penampak bercak digunakan pada deteksi senyawa tertentu.
Penggunaan Kromatografi Lapis Tipis (KLT),yaitu :
a. Analisis Kualitatif Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dapat digunakan
untuk uji identifikasi senyawa baku. Parameter pada Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Dua
senyawa dikatakan identik jika mempunyai nilai Rf yang sama diukur
pada kondisi Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang sama dengan 3
sistem eluen yang berbeda. (Gandjar dan Rohman, 2007)
b. Analisis Kuantitatif Ada 2 cara yang digunakan untuk analisis kuantitatif
dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Pertama, bercak diukur
langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan
teknik densitometri. Cara kedua adalah dengan mengerok bercak lalu
menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan
metode analisis yang lain, misalkan dengan metode spektrofotometri.
(Gandjar dan Rohman, 2007)
Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) biasanya dilakukan dengan densitometer
langsung pada lempeng Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (atau secara in
situ). Densitometer dapat bekerja secara serapan atau fluoresensi.
Kebanyakan densitometer mempunyai sumber cahaya monokromator untuk
memilih panjang gelombang yang cocok, sistem untuk memfokuskan sinar
pada lempeng, pengganda foton, dan rekorder. (Gandjar dan Rohman,
2007)
2.7 Pelarut yang Digunakan
Proses ekstraksi tergantung pada tekstur dan kandungan senyawa yang
ada pada tumbuhan. Senyawa yang terdapat pada tanaman memiliki
kelarutan yang berbeda – beda. Umumnya pelarut yang sering digunakan
adalah kloroform, eter, alcohol, menthol, etanol, dan etilasetat. Ekstraksi
biasanya dilakukan secara bertahap dimuali dengan pelarut nonpolar
(kloroform atau n-heksan), semipolar (etilasetat atau dietil eter), dan pelarut
polar (menthanol atau etanol). (Harbone, 1996)
Pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi harus memenuhi dua
syarat, yaitu pelarut tersebut harus merupakan pelarut yang terbaik untuk
bahan yang diekstraksi dan pelaruttersebut harus terpisah dengan cepat
setelah pengocokkan.
Pada praktikum ini pelarut yang digunakan adalah etanol. Etanol atau
alkohol (C2H5OH) merupakan cairan tidak berwarna yang larut dalam air,
densitas 0,6 (0ºC) titik leleh -169ºC , titik didih -102ºC. Memiliki gugus
hidroksil (OH) pada alkohol yang menyebabkan bersifat polar, sedangkan
gugus alkil (R) merupakan gugus non polar. Proporsi dari kedua gugus
tersebut merupakan faktor yang menentukan sifat alcohol. (Daintith, 1994)
2.8 Densitometri
Densitometri merupakan metode analisis instrumental yang didasarkan
pada interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan
bercak pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Densitometri dimaksudkan
untuk analisis kuantitatif analit dengan kadar kecil, yang sebelumnya
dilakukan pemisahan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (Rohman,
2009).
Densitometri adalah metode analisis instrumental yang berdasarkan
interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan noda pada
KLT. Interaksi radiasi elektromagnetik dengan noda KLT yang ditentukan
adalah absorpsi, transmisi, pantulan (refleksi) pendar fluor atau pemadaman
pendar fluor dari radiasi semula. Densitometri lebih dititik beratkan untuk
analisis kuantitatif analit-analit dengan kadar yang sangat kecil yang perlu
dilakukan pemisahan terlebih dahulu dengan KLT. Densitometri merupakan
metode penetapan kadar suatu senyawa pada lempeng kromatografi,
menggunakan instrumen TLC scanner, pengukuran dilakukan dengan cara
mengukur serapan analit (cahaya yang diukur dapat berupa cahaya yang
dipantulkan atau yang diteruskan), pemadaman fluoresensi untuk lapisan
yang mengandung bahan berfluorsensi analit atau hasil eaksi analit.
Densitometri adalah alat pelacak kuantitatif yang sangat terkenal. Alat
ini dilengkapi dengan spektrofotometer yang panjang gelombangnya dapat
diatur dari 200-700 nm. Alat tersebut dinamakan TLC Scanner. Teknik
penggunaannya didasarkan pada pengukuran sinar yang diteruskan, diserap
dan dipantulkan atau yang dipendarkan. Sinar yang dipantulkan mengalami
hambatan oleh pendukung lempeng dan keseragaman fase diamnya. Sinar
yang dipantulkan dengan arah yang sudah pasti menuju bercak, maka arah
pantulannya sehingga dapat dipantau jumlah sinar yang diserap. Sinar ini
sangat sensitif, maka untuk setiap senyawa dapat dicari dengan serapan
maksimalnya. Susunan optik densitometer ini tidak banyak berbeda dengan
spektrofotometer tetapi pada densitometer digunakan alat khusus yaitu
reflection photomultiflier, sebagai pengganti photomultiflier pada
spektrofotometer yang dapat memperbesar tenaga beda potensial listrik
sehingga mampu menggerakkan integrator.
S. LEVI dan R. Reisfeld telah mengangkat metode densitometri ke
tingkat analisis kualitatif ultrmikro. Prinsipnya analisis kuantitatif dengan
metode densitometri hampir sama dengan spektrofotometri.
2.9 Validasi Metode Analisis

2.10 Eluen yang digunakan

BAB III
PROSEDUR KERJA
3.1 Prosedur Pembuatan Eluen (Fase Gerak)

Siapkan dan ambil n- Siapkan dan Siapkan dan ambil


heksan 63 ml di gelas ambil etil-heksan asam format 2gtt
ukur 7 ml di gelas
ukur

Dimasukkan kedalam
Chamber, dan homogenkan
di dalam chamber dengan
cara digoyang-goyangkan

3.2 Prosedur Pembuatan Larutan Baku


3.2.1 Prosedur Pembuatan Induk

Ditimbang Ditambahkan Diultrasonik


standar EPMS etanol 96% 20 selama 5
250,0 mg ml menit

Masukkan labu
ukur 10,0 ml dan Dipipet 4,0 ml Tambahkan etanol 96%
tambahkan dari larutan di labu ukur ad 50,0 ml
etanol 96% ad induk 1 (larutan induk 1)
garis tanda,
kocok ad
homogen
(larutan induk 2)
3.2.2 Pembuatan Baku Kerja
 Baku kerja 6

Dipipet 4,0 ml Dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml +


dari BI 2 etanol 96% ad tanda, kocok ad homogen
 Baku Kerja 5

Dipipet 3,0 ml Dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml +


dari BI 2 etanol 96% ad tanda, kocok ad homogen

 Baku kerja 4

Dipipet 5,0 ml Dimasukkan ke dalam labu ukur 50,0 ml +


dari BI 1 etanol 96% ad tanda, kocok ad homogen

 Baku kerja 3

Dipipet 5,0 ml Dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml +


dari BK 6 etanol 96% ad tanda, kocok ad homogen

 Baku kerja 2

Dipipet 5,0 ml Dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml +


dari BK 5 etanol 96% ad tanda, kocok ad homogen

 Baku kerja 1

Dipipet 5,0 ml Dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 ml +


dari BK 3 etanol 96% ad tanda, kocok ad homogen

3.2.3 Uraian prosedur


a. Ditimbang standar EPMS 250,0 mg
b. Ditambahkan 20,0 ml etanol 96%, aduk ad homogen, dan
masukkan
c. kedalam labu ukur 50,0 ml
d. Tambahkan etanol 96% ad garis tanda (50,0 ml), kocok ad
homogen (larutan baku induk 1 dengan kosentrasi 5000 ppm)
e. Dipipet 4,0 ml larutan induk 1
f. Masukkan kedalam labu ukur 10,0 ml
g. Tambahkan etanol 96% ad garis tanda (10,0 ml) kocok ad
homogen (larutan baku induk 2 dengan konsentrasi 2000 ppm).
Tabel 3.1 Pembuatan Baku kerja
Larutan Konsentrasi Baku induk atau baku Jumlah yang digunakan
Baku kerja yang diambil
Baku 1 200 ppm 5,0 ml baku 3 Ditambah etanol ad 10,0 ml
Baku 2 300 ppm 5,0 ml baku 5 Ditambah etanol ad 10,0 ml
Baku 3 400 ppm 5,0 ml baku 6 Ditambah etanol ad 10,0 ml
Baku 4 500 ppm 5,0 ml LI 1 Ditambah etanol ad 50,0 ml
Baku 5 600 ppm 3,0 ml LI 2 Ditambah etanol ad 10,0 ml
Baku 6 800 ppm 4,0 ml LI 2 Ditambah etanol ad 10,0 ml

3.3 Preparasi sampel


3.3.1 Sampel untuk penetapan kadar EPMS dalam ekstrak kering

Ditimbang sampel Ditambahkan Diultrasonik


20,0 mg, sebanyak pelarut masing- selama 5 menit
3 kali masing 2 ml

Disaring dan Diultrasonik Ditambahkan


ditampung selama 10 menit etanol 96% ad 5,0
filtratnya ml

3.3.2 Sampel dalam penentuan recovery

Ditimbang sampel Ditambahkan Diultrasonik selama


20,0 mg, sebanyak pelarut masing- 5 menit
3 kali masing 2 ml

Disaring dan Ditambahkan Ditambahkan


ditampung filtratnya pelarut ad 5,0 ml, standar EPMS 500
diultrasonik selama ppm sebanyak 1,0
10 menit ml
3.3.3 Penotolan sampel dan standar pada plat KLT

Gambar 3.1 Skema penotolan sampel


Keterangan :
1, 2, 3, 4, 5 : Standar EPMS
S1, S2, S3 : Sampel 1,2,3
R1, R2, R3 : sampel recovery 1,2,3
3.3.4 Uraian prosedur
3.3.4.1 Sampel untuk penetapan kadar EPMS dalam ekstrak
kering
a. Ditimbang sampel sebanyak 20,0 mg masing-masing
sebanyak 3 kali
b. Ditambah pelarut masing-masing 2 ml
c. Diultrasonik selama 5 menit
d. Ditambah etanol 96% ad 5,0 ml
e. Diultrasonik selama 10 menit
f. Kemudian disaring dan ditampung filtratnya
3.3.4.2 Sampel untuk penentuan recoveri
a. Ditimbang sampel sebanyak 20,0 mg masing-masing
sebanyak 3 kali
b. Ditambah pelarut masing-masing 2 ml
c. Diultrasonik selama 5 menit
d. Ditambah standar EPMS 500 ppm sebanyak 1,0 ml
e. Ditambah etanol 96% ad 5,0 ml
f. Diultrasonik selama 10 menit
g. Kemudian disaring dan ditampung filtratnya
3.3.4.3 Penotolan sampel dan standar pada plat KLT
Ditotolkam sampel dan sampel recoveri sebanyak 2 µl dan
standar EPMS sebanyak 2 µl pada plat KLT
3.4 cara kerja analisis dengan Thin Layer Chromatography (TLC) scanner
3.4.1 Penentuan panjang gelombang maksimal
Plat KLT yang sudah di scan pada panjang gelobang 254 dan 365
nm. Kemudian di scan panjang gelombang 200-400 nm. Dari sini dapat
diketahui pada panjang gelombang berapa EPMS memberikan
absorban maksimum. Panjang gelombang tersebut yang digunakan
untuk pengukuran.
3.4.2 Pengukuran Linearitas
Linearitas ditentukan dari larutan standar EPMS pada
lempengKLT, kemudian dianalisis dengan KLT-densitometer pada
panjang gelombang maksimum. Dihitung berapa regresi linear antar
kedar dan luas area noda.
3.4.3 Penentuan Presisi
Untuk menghitung presis, ditotolkan sampel masing-masing 2 µl
dan larutan standar EPMS masing-masing 2 µl pada palat KLT. Plate
ini kemudian dieluasi dengan fase gerak dan dianalisis menggunakan
KLT-densitometer pada panjang gelombang maksimum. Sehingga
dapat dihitung berupa standar deviasi (SD) dan koefisien variasinya
(KV).
3.4.4 Penentu akurasi
Untuk menentukan persen recovery, ditotolkan sampel recovery
masing-masing 2 µl dan larutan standar EPMS masing-masing 2 µl
pada pelat KLT. Pelat ini kemudian dieluasi dengan fase gerak dan di
analisis menggunakan KLT-densitometer pada panjang gelombang
maksimum.
kadar yang diperoleh 𝐶𝑡
% 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 = = 𝑥 100 %
kadar sebenarnya 𝐶𝑝 + 𝐶𝑠𝑡
Keterangan Ct = kadar EPMS yang diperoleh
Cp = kadar EPMS dalam sampel
Cst = kadar standar EPMS yang
ditambahkan
Hasil yang diperoleh kemudian dihitung standar seviasi (SD) dan
koefisien variasinya (KV).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
4.2 PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Achmad. 1986. Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta: Karunika.
Afriastini.J.J, 1990, Bertanam Kencur, Jakarta: Wakarta Penebar Swadaya.

Aiache, J.M. (1993). Farmasetika 2 Biofarmasi. Edisi ke-2. Penerjemah: Dr. Widji
Soeratri. Surabaya: Penerbit Airlangga University Press. Hal. 444.

Anonim, 2007, WHO Guidelines on Good Manufacturing Practices (GMP) for


Herbal Medicines, WHO.

Daintith, J. 1994. Kamus Lengkap Kimia (diterjemahkan dari: A Concise


Dictionary of Chemistry, penerjemah: M. Sitohang dan S.S. Achmadi). Jakarta
: Erlangga.

Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
R.I.

Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan
Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Gandjar, I. G. & Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.

Harborne, J. B.. 1996. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan, Edisi kedua, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang
Soedira, edisi II, Hal. 4-7 : 69-76. Bandung : ITB Press.

Liang, Y.Z., Xie, P., and Chan, K., 2004, Quality control of herbal medicines,
Journal of Chromatography B, Vol 812.

Muhlisah F. 1999. Temu-temuan dan Empon- empon, Budidaya dan Manfaatnya,


Cetakan 1. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Prasetiyo, 2003, Instan jahe, kunyit, kencur, temulawak, Yogyakarta: Kanisius.

Stahl, E., 1985, Analisis Obat Secara kromatografi dan Mikroskopi, diterjemahkan
oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, ITB, Bandung.
Syukur, C., dan Hernani, 2001, Budidaya Tanaman Obat Komersial, Jakarta:
Penebar Swadaya, 65.

Tewtrakul, S. dan Subhadhirasakul S., 2007, Anti-allergic activity of some selected


plants in the Zingiberaceae family, Journal of ethnopharmacology 109(3), 535-
538.

Thomas, A. N. S., 1989, Tanaman Obat Tradisional, Kanisius, Yogyakarta:


Kanisius.

Totoli, E., and Herida R. N. Salgado. 2014. Development of An Innovative,


Ecological and Stability Indicating Analytical Method for Semiquantitative
Analysis of Ampicillin Sodium for Injection by Thin Layer Chromatography
(TLC).

Trubus, 2009, Minyak Atsiri. Trubus Info Kit Vol. 07, Depok: PT Trubus Swadaya.

Wahyuono, S., Hartati, M.S., Khirlan, Alam, G., Prihatiningsih, W. 2006. Isolasi
dan identifikasi senyawa marker dari daun sirih (Piper betle L.). Majalah Obat
Tradisional.

Anda mungkin juga menyukai