REFERAT
OLEH:
ADITYA YUDA KENCANA
NIM: 12016012
Oleh
ADITYA YUDA KENCANA
12016012
Gunung Tampomas merupakan gunung api Kuarter yang dikontrol oleh struktur
regional Sesar Baribis yang berarah WNW-ESE. Struktur tersebut berperan
sebagai pengontrol terbentuknya sesar-sesar kecil yang menjadi zona permeabel
pada sistem hidrotermal Gunung Tampomas. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik fluida hidrotermal dan pola aliran fluida di bawah
permukaan. Analisis yang dilakukan yaitu analisis anion, kation, isotop 18O, 2H,
13
C, dan 222Rn pada air, serta survei udara tanah. Berdasarkan hasil analisis, sistem
panasbumi Gunung Tampomas berada di daerah timurlaut Gunung Tampomas.
Sistem tersebut merupakan sistem panasbumi entalpi tinggi dengan estimasi
temperatur reservoir sebesar 230 ± 10oC. Mataair yang muncul memiliki tipe air
klorida, bikarbonat, dan klorida-bikarbonat. Komposisi kimia pada mataair
menunjukkan proses pencampuran fluida hidrotermal dengan air meteorik dan air
tanah serta interaksi batuan-fluida yang sangat dominan. Semua mataair keluar
pada zona outflow, dengan sesar F1 dan circular features CF1 (Kaldera Cimalaka)
merupakan struktur pengontrol keluarnya fluida hidrotermal ke permukaan. Fluida
hidrotermal dari reservoir mengalir secara lateral dari zona di bawah F1 menuju
pembatas sistem hidrotermal yaitu Kaldera Cimalaka.
i
ABSTRACT
By
ADITYA YUDA KENCANA
12016012
ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang,
saya panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, serta inayah-Nya, sehingga saya bisa menyelesaikan makalah referat ini
tepat waktu.
Makalah ini sudah saya susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak, sehingga memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari segala hal tersebut, saya sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karenanya saya dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah referat ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah referat ini bisa memberikan manfaat,
inspirasi, dan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK…………………………………………………………………………i
ABSTRACT…………………………………………………………………….....ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………………iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...iv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………v
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI……………………………………...…vi
DAFTAR TABEL…………………………………………………………..……vii
Bab I Pendahuluan……………………………………………………………...1
I.1 Latar Belakang…………………………………………………..……2
I.2 Masalah Penelitian……………………………………………………2
I.3 Maksud dan Tujuan Penelitian……………………………....……….2
I.4 Manfaat dan Kontribusi Penelitian…………………………………...2
I.5 Batasan Penelitian………………………………………………….…2
I.6 Metode Penelitian………………………………………………….…3
I.7 Hipotesis…………………………………………………………...…3
Bab IV Penutup…………………………………………………………….……26
IV.1 Kesimpulan………………………………………………………..26
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………27
LAMPIRAN……………………………………………………………………..28
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI
vi
DAFTAR TABEL
vii
Bab I Pendahuluan
Makalah ini membahas mengenai karakteristik kimia fluida termal yang keluar
dari mataair panas, mataair dingin, dan dug well, survei udara tanah, serta
mekanisme pencampuran antara fluida hidrotermal dan air meteorik. Analisis
anion, kation, unsur utama dalam fluida panasbumi, gas udara-tanah, serta isotop
stabil digunakan untuk mengetahui pola aliran fluida dan sumber fluida
hidrotermal (reservoir).
Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui sistem aliran fluida termal
bawah permukaan sistem panasbumi Gunung Tampomas yang merupakan bagian
dari tahapan eksplorasi panasbumi. Dengan mengetahui pola aliran fluida termal,
resiko eksplorasi dan pemboran dapat diminimalkan.
1
b. Pola aliran fluida hidrotermal di bawah permukaan.
Kontribusi penelitian ini yaitu sebagai aplikasi teori analisis geokimia pada
lapangan panasbumi yang sudah berkembang saat ini, referensi yang dapat
digunakan pada tahapan analisis geokimia saat eksplorasi panasbumi, serta
batasan untuk pengembangan kebijakan panasbumi, hidrogeologi, maupun sosial-
masyarakat.
Pada penentuan pola aliran fluida, dibatasi hanya pada penentuan kemungkinan
struktur penyebab keluarnya mataair, struktur pengontrol pencampuran fluida
2
hidrotermal dengan air meteorik, arah pergerakan fluida berdasarkan struktur
tersebut, dan mekanisme pencampuran fluida.
Asumsi yang digunakan adalah fluida hidrotermal merupakan larutan ideal. Selain
itu, sistem hidrotermal Gunung Tampomas merupakan sistem hidrotermal terbuka
dengan pengaruh air meteorik yang dominan.
I.7 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah karakteristik fluida hidrotermal dipengaruhi
oleh pencampuran fluida hidrotermal dengan air meteorik yang terjadi di
sepanjang aliran fluida tersebut dan pada zona rekahan (zona sesar).
3
Bab II Dasar Teori
Berdasarkan peta geologi oleh Muhardjo et al. (1983) (Gambar 2.1), Gunung
Tampomas tersusun atas enam unit stratigtafi, dengan urutan dari tua ke muda
sebagai berikut: (1) Formasi Subang, tersusun atas batulempung dan batupasir; (2)
Formasi Kaliwangu, tersusun atas batupasir tufan, konglomerat, sedikit
batugamping dan batulempung; (3) Formasi Citalang, terdiri dari batupasir tufan,
breksi, dan konglomerat; (4) produk volkanik tua dan batuan beku, tersusun dari
breksi volkanik, lahar dan lava, serta batuan beku andesitik – basaltik; (5) produk
vulkanik muda, terdiri dari pasir tufan, lapili, lava, agglomerat, dan pumice; (6)
Aluvial, berupa lempung, lanau, pasir, dan gravel (Iskandar et al., 2018).
4
Analisis struktur geologi di Gunung Tampomas dilakukan dengan penginderaan
jauh berupa analisis kelurusan, pola aliran sungai, morfologi penunjuk sesar
seperti air terjun, alterasi batuan, dan kelurusan mataair. Gambar 2.3
menunjukkan kelurusan sesar (F) dan circular features (CF) hasil interpretasi.
Struktur tersebut berada di dalam Kaldera Cimalaka
Gambar 2.1 Peta Geologi Regional Gunung Tampomas. Batuan penyusun bagian
luar zona lingkaran yaitu batuan sedimen Tersier, dan bagian dalam
lingkaran berupa batuan volkanik kuarter (Iskandar, et al., 2018).
Terdapat dua cekungan air tanah di daerah Gunung Tampomas, yaitu cekungan
Sukamantri di bagian utara, dan cekungan Sumedang di bagian selatan. Litologi
cekungan tersebut yaitu material volkanik berupa batupasir tufan dan breksi
volkanik (Wardhana, et al., 2016; dalam Iskandar, et al., 2018).
5
Gambar 2.2 Peta geomorfologi Gunung Tampomas yang menunjukkan dua
kaldera, Kaldera Sumedang berwarna merah, dan Kaldera
Cimalaka berwarna kuning, sebagai hasil dari dua peristiwa
pembentukan gunungapi Tampomas Tua dan Tampomas (Iskandar
et al., 2018).
Gambar 2.3 Peta hasil interpretasi struktur geologi dari citra satelit, pemetaan,
dan distribusi mataair. Terdapat juga titik sampling 222Rn (Iskandar
et al., 2018).
6
II.2 Sistem Panasbumi
Menurut Hochstein dan Browne (2000), Sistem panasbumi didefinisikan sebagai
transfer panas alami di dalam kerak bumi dari sumber panas ke penampung panas.
Sistem panasbumi akan berhubungan dengan sistem hidrotermal. Pada sistem
tersebut perpindahan panas terjadi dari sumber panas (umumnya pluton) ke
permukaan secara konveksi. Perpindahan panas tersebut melibatkan air meteorik
yang dapat bercampur dengan air magmatik.
7
fumarol dan mataair sulfat keluar pada topografi tinggi, sedangkan mataair klorida
muncul pada topografi rendah, dan mataair bikarbonat di antara keduanya.
8
e. Klorida-bikarbonat, tipe air ini dapat dihasilkan dari pencampuran air
klorida dengan air tanah pada sistem aliran lateral. Tipe air ini juga
seringkali muncul pada zona batas antara outflow dan upflow.
Gambar 2.5 Plot isotop oksigen-18 terhadap deuterium pada lapangan panasbumi.
Fluida hidrotermal memiliki kandungan oksigen-18 yang lebih
tinggi dibandingkan air meteorik (Nicholson, 1993).
9
Bab III Pembahasan
Mataair CS6 memiliki temperatur tertinggi diantara mataair dingin dan dug well,
serta memiliki pH terendah. Di sekitar mataair ini dijumpai endapan oksida besi
dan travertin (Iskandar, et al., 2018). Karena itu kemungkinan mataair ini awalnya
merupakan manifestasi termal berupa air kondensat bikarbonat. Mataair CS6
kemudian mendingin hingga temperatur 29.1oC saat ini.
Total Dissolved Solid (TDS) pada mataair dingin dan dug well memiliki nilai 173-
11.497 mg/L, mataair panas 682-2.219 mg/kg. Manifestasi CS7 memiliki TDS
tertinggi, yaitu 11.497 mg/L. Menurut Iskandar (2018), mataair CS7 berasal dari
air formasi (connate water) dari Formasi Subang yang terendapkan pada
lingkungan laut. Hal ini ditunjukkan juga dengan kandungan ion Na+ dan Cl- yang
tinggi dibanding ion lainnya. Kondisi ini menurut Nicholson (1993), sesuai
dengan karakteristik air asin/laut.
10
sebelumnya, CS7 bukan merupakan air reservoir (brine water)., tetapi air formasi.
Mataair TS3, TS4, TS5, TS6, dan TS7 termasuk ke dalam air bikarbonat,
sementara TS1 dan TS2 merupakan air klorida-bikarbonat, dengan kandungan Na
(519 dan 261 mg/kg), K (31,9 dan 15,1 mg/kg) dan Cl (681 dan 309 mg/kg) yang
tinggi. Kemunculan TS1 dan TS2 pada sesar F1, menunjukkan bahwa F1
merupakan struktur yang membawa aliran dari bawah permukaan. Disamping itu,
TS6 dan TS7 memiliki kandungan Na (197,00 dan 26,56 mg/kg), K (19,70 dan
7,21 mg/kg), serta Cl (114,00 dan 4,45 mg/kg) yang relatif kecil dibanding
mataair yang lain; hal ini mengindikasikan bahwa TS6 dan TS7 keluar di zona
outflow dari sistem.
Gambar 3.1 Plot data Cl—HCO3—SO42- mataair dan dug well. Terdapat satu
mataair yang merupakan air klorida yaitu CS7, sementara semua
mataair dan dug well termasuk ke dalam air klorida-bikarbonat
maupun bikarbonat (Iskandar et al., 2018).
11
Tabel 3.1 Data hasil analisis air pada sampel dug well (DG), mataair dingin (CS), dan mataair panas (TS) dalam mg/kg (modifikasi dari
Iskandar et al., 2018).
12
Terdapat beberapa tipe air yang muncul sebagai manifestasi mataair di daerah
studi Gunung Tampomas, diantaranya yaitu:
a. Air klorida
Berdasarkan plot pada diagram Terner (Gambar 3.1), hanya ada satu
mataair yang dikelompokkan sebagai mataair klorida, yaitu CS7. Nilai
TDS yang tinggi menunjukkan bahwa CS7 dipengaruhi oleh air formasi.
Konsentrasi K+ yang rendah dan bikarbonat yang relatif tinggi
menunjukkan bahwa elemen tersebut muncul dari lempung di dekat
permukaan ataupun batuan sedimen (Iskandar, et al., 2018).
b. Air klorida-bikarbonat
TS1 dan TS2 yang keluar dari F1 merupakan tipe air klorida-bikarbonat.
Air tersebut terbentuk dari proses mixing fluida hidrotermal dengan air
tanah atau air bikarbonat selama aliran lateral. Tipe air ini menunjukkan
batas antara zona outflow dan upflow pada sistem panasbumi Gunung
Tampomas (Iskandar et al., 2018).
d. Air Bikarbonat
Semua mataair dingin (kecuali CS7), TS6, dan TS7 termasuk ke dalam
tipe air bikarbonat. Konsentrasi kation tertinggi pada mataair tersebut yaitu
kalsium dan magnesium. Hal ini menunjukkan mataair tersebut telah
mengalami pengenceran dengan air tanah dengan proporsi yang tinggi.
13
III.1.3 Asal Fluida Hidrotermal
Asal dari fluida hidrotermal dapat diidentifikasi dari beberapa geoindikator.
Diagram terner Cl-Li-B dapat digunakan untuk menentukan proses yang terjadi
pada fluida di bawah permukaan, kematangan sistem, dan asal fluida hidrotermal.
Plot mataair pada diagram tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.2.
Distribusi data pada diagram Cl-Li-B menunjukkan terdapat dua zona kluster.
Rasio Cl/B pada sampel TS1 – TS7 secara berturut-turut yaitu 35,1; 35,4; 15,4;
15,7; 15,0; 16,1; 12,5. Rasio Cl/B yang berbeda menunjukkan sumber fluida
hidrotermal yang berbeda (Nicholson, 1993). Akan tetapi perbedaan rasio Cl/B
pada manifestasi yang keluar dari F1 (TS1 dan TS2) dan CF1 (TS3 – TS7) tidak
mengindikasikan adanya reservoir yang berbeda, hal ini disebabkan tidak ada
pembatas/barrier geologi yang memisahkan reservoir menjadi dua. Perbedaan
rasio Cl/B menunjukkan adanya pembentukan uap kondensat, proses tersebut
terbentuk karena adanya boiling dan kondensasi. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya pengayaan unsur boron. Indikasi adanya boiling di bawah permukaan juga
menunjukkan bahwa sistem hidrotermal Gunung Tampomas adalah sistem
hidrotermal entalpi tinggi. Sementara, rasio B/Cl yang rendah mengindikasikan
bahwa sistem panasbumi Gunung Tampomas merupakan sistem panasbumi tua
atau mature (Giggenbach dan Soto, 1992; dalam Iskandar, et al., 2018).
14
Kluster 1
Kluster 2
Gambar 3.2 Hasil plot Cl-Li-B pada diagram terner. Mataair TS1 dan TS2
menunjukkan kluster 1 dan TS3-TS7 kluster 2. CS7 menunjukkan
karakter yang sama dengan mataair panas (Iskandar et al., 2018).
III.1.4 Geotermometer
Temperatur reservoir dapat diestimasi menggunakan geotermometer. Prinsip
utama geotermometer ialah kesetimbangan unsur-unsur pada suhu tertentu akan
menghasilkan konsentrasi yang spesifik. Terdapat beberapa jenis geotermometer
yang diaplikasikan pada mataair panas di sistem panasbumi Gunung Tampomas
(Tabel 3.2).
Tipe air yang dapat digunakan untuk geotermometer yaitu air klorida. Hal ini
dikarenakan air klorida merupakan air yang keluar langsung dari reservoir. Air
kondensat (bikarbonat dan sulfat) tidak valid sebab telah mengalami proses
kondensasi dan pencampuran dengan air meteorik maupun air tanah.
15
Iskandar et al. (2018) menyebutkan bahwa estimasi temperatur reservoir
berdasarkan geotermometer yaitu 170 ± 10oC. Sementara itu, secara geologi
sistem hidrotermal Gunung Tampomas merupakan sistem panasbumi vulkanik
yang kemungkinan besar memiliki temperatur tinggi, walaupun tidak dijumpai
manifestasi fumarol. Sehingga estimasi temperatur reservoir yang relevan adalah
geotermometer Na-K Giggenbach (1988) yang menunjukkan temperatur reservoir
sekitar 230 ± 10oC. Geotermometer tersebut dipilih sebab laju kesetimbangan Na-
K lebih lambat dibanding K-Mg dan proses pengendapan-pelarutan silika
(Nicholson, 1933).
Nilai eror yang tinggi pada temperatur hasil estimasi tersebut dikarenakan fluida
sampel bukan merupakan air reservoir, melainkan sudah mengalami pencampuran
dengan air meteorik atau airtanah. Proses pencampuran dan pelarutan dengan air
meteorik membuat ketidakpastian estimasi temperatur reservoir.
Nilai Na/K pada TS3 – TS6 yang relatif sama menunjukkan batas dari sistem.
Sehingga struktur CF1 merupakan batas dari sistem panasbumi Gunung
Tampomas (Iskandar, et al., 2018). Rasio Cl/B yang memiliki trend turun dari F1
ke CF1, serta rasio B/Li yang naik dari F1 ke CF1, menunjukkan bahwa fluida
mengalir secara lateral dari F1 ke CF1 di bawah permukaan. Arah aliran fluida
juga diperkuat dengan rasio Na/Ca dan Na/Mg yang semakin kecil nilainya dari
F1 ke CF1. Sebab semakin jauh fluida mengalir, konsentrasi Ca dan Mg semakin
besar (Nicholson, 1993).
16
Tabel 3.2 Estimasi temperatur reservoir (dalam oC) dengan geotermometer.
Na/K
Na-K- Na/K Na/K Na/K Na/K Na/K K/Mg
Quartz Quartz Nieva &
SAMPEL Ca Fournier Truesdell Giggenbach Tonani Arnorsson Giggenbach
conductive adiabatic Nieva
1979 1976 1988 1980 1983 1986
1987
TS1 173 162 162 179 140 196 170 166 150 76
TS2 161 152 153 174 135 192 164 162 145 65
TS3 181 168 174 216 187 232 222 203 194 69
TS4 182 169 173 214 184 230 219 201 192 68
TS5 179 167 174 217 187 232 222 203 195 68
TS6 170 159 89 217 188 232 223 204 195 59
TS7 160 151 56 321 328 327 383 305 325 42
Tabel 3.3 Geoindikator unsur terlarut untuk zona upflow, permeabel, boiling, dan temperatur tinggi (Iskandar, et al., 2018).
17
III.2 Analisis Isotop
III.2.1 Analisis Oksigen-18 dan Deuterium
Beberapa sampel air hujan dari ketinggian 100, 300, 525, dan 743 m dikumpulkan
untuk menentukan garis air meteorik lokal (Local Meteorik Water Line/LMWL).
Berdasarkan data δ18O dan δ2H pada Tabel 3.4, didapatkan persamaan regresi
untuk LMWL pada Gunung Tampomas sebagai berikut.
δ2H = 7.87 δ18O + 12.8 (Pers. I)
Tabel 3.4 Komposisi isotop stabil pada sampel air di Gunung Tampomas.
18
Gambar 3.3 menunjukkan diagram O terhadap deuterium. Terdapat perbedaan
nilai LMWL terhadap garis air meteorik global (GMWL). Deuterium excess (DE)
pada garis air meteorik global yaitu 10 (Craig, 1963; dalam Iskandar, et al., 2018),
sementara pada LMWL nilai DE yaitu 12,8. Nilai DE bergantung pada faktor
geografis lokal. Sebagai contoh, lapangan Wayang Windu dan Kamojang
memiliki nilai DE sebesar 12,98 dan 16,48 (Hendrasto, 2005; dalam Iskandar et
al., 2018).
18
Secara umum, hasil plot O dan deuterium dari mataair dan dug well berada di
LMWL, kecuali TS3, TS5, dan CS5. Air dengan kandungan isotop yang berada
atau dekat LMWL menunjukkan pencampuran dengan air meteorik atau air di
18
18
dekat permukaan. Sementara TS3, TS5, dan CS5 menunjukkan penambahan O.
Hal ini disebabkan fluida membawa isotop stabil ketika mengalami aliran lateral
18
kemudian keluar di sepanjang CF1. Penambahan O pada CS5 disebabkan oleh
proses pencampuran dengan air tanah pada zona permeabel (Iskandar et al., 2018)
Gambar 3.3 Hubungan antara oksigen-18 dan deuterium pada mataair dengan
garis air meteorik lokal (LMWL) dan garis air meteorik global
(GMWL) (modifikasi dari Iskandar, et al., 2018).
Konsentrasi δ13CCO2 pada sampel berkisar pada nilai -5,91‰ sampai -11.21‰.
Nilai tersebut berpotongan dengan CO2 atmosfer, CO2 magmatik, bikarbonat laut,
dan karbon anorganik terlarut dalam airtanah (DIC).
19
Air meteorik yang masuk ke dalam sistem mengalami proses kesetimbangan dan
pencampuran dengan fluida magmatik selama reaksi air-batuan. Fluida magmatik
tersebut membawa elemen bikarbonat laut karena pluton yang mengintrusi
formasi batuan sedimen (Formasi Subang). Kemudian fluida reservoir tersebut
membawa δ13CCO2 ke permukaan dan bercampur dengan air tanah (Iskandar et al.,
2018).
20
222
Analisis Rn terlarut dari mataair perlu dilakukan sebab daerah penelitian
merupakan daerah dengan curah hujan tinggi, muka air tanah sangat dangkal, dan
mataair muncul di banyak tempat. Hasil analisis tersebut dapat digunakan untuk
memperkuat interpretasi struktur pengontrol keluarnya fluida hidrotermal.
Tabel 3.5 Data konsentrasi 222Rn pada sampel udara tanah. Nilai terkecil ada pada
sampel R42.
222
Tabel 3.6 menunjukkan hasil analisis Rn terlarut dalam air. Nilai tertinggi ada
pada RW22 (10.336 Bq/m3), kemudian nilai tertinggi kedua yaitu RW25 (6.442
21
Bq/m3). Kedua lokasi tersebut berada di daerah baratlaut dari Gunung Tampomas.
Nilai tersebut mungkin berkaitan dengan aliran air tanah di sepanjang F3 dan F8,
sehingga terjadi akumulasi 222Rn. Konsentrasi 222Rn akan bertambah karena aliran
yang jauh dan kontak dengan air tanah (Iskandar et al., 2018).
Tabel 3.6 Hasil analisis 222Rn pada sampel air. Konsentrasi tertinggi ada pada
sampel air dingin (RW22).
Kode UTM 48S Konsentrasi 222Rn
Sampling Easting Northing dalam Air (Bq/m3)
RW6 831580 9254587 4047
RW7 831284 9254332 4141
RW8 831209 9254022 489
RW10 831928 9254008 5557
RW11 829075 9255643 3245
RW12 826185 9248054 2878
RW15 831556 9252390 4234
RW16 831600 9252305 4405
RW19 831386 9255027 6352
RW22 824097 9255982 10336
RW25 824149 9253992 6443
RW27 829514 9256219 1973
RW28 831040 9255800 1015
Sumber panas pada sistem panasbumi Gunung Tampomas berasal dari pluton
yang mengintrusi batuan sedimen sejak Plio-Plistosen. Sumber panas tersebut
memanaskan air meteorik di kedalaman menjadi fluida hidrotermal. Fluida
hidrotermal tersebut mengalami aliran lateral dan bereaksi dengan batuan yang
dicirikan dengan penambahan oksigen-18. Berdasarkan geotermometer, fluida
22
hidrotermal yang mengalir di bawah permukaan memiliki temperatur 230 ± 10oC.
Sehingga sistem panasbumi Gunung Tampomas diklasifikasikan sebagai sistem
panasbumi entalpi tinggi (Hochstein dan Browne, 2000).
Aliran fluida di bawah permukaan naik melalui struktur F1 dan mengalir secara
lateral hingga zona outflow. Aliran lateral fluida dibatasi oleh struktur CF1 yang
berperan sebagai batas dari sistem. Struktur F1 berperan sebagai struktur utama
dalam mengontrol keluarnya fluida hidrotermal ke permukaan. Sementara F5 dan
CF1 mengontrol terbentuknya air kondensat dengan tinggi kandungan gas radon
dan isotop stabil.
23
Water
Gambar 3.5 Peta distribusi 222Rn pada sampel (a) udara tanah dan (b) air (Iskandar et al., 2018).
24
Boiling
Boiling
Gambar 3.6 Model konseptual sistem panasbumi Gunung Tampomas pada arah E-W. Penampang tersebut memotong struktur F1, F5,
dan CF1. Temperatur fluida di reservoir yaitu 230 ± 10oC. Posisi reservoir tidak dapat diidentifikasi.
25
Bab IV Penutup
IV.1 Kesimpulan
Aktivitas hidrotermal Gunung Tampomas berada di daerah timur laut Gunung
Tampomas. Sesar Baribis berperan sebagai pengontrol terbentuknya sesar-sesar
kecil di Gunung Tampomas. Sesar-sesar kecil tersebut merupakan struktur
pembawa fluida hidrotermal ke permukaan. Tipe air pada mataair yang keluar
berupa air klorida, air klorida-bikarbonat, dan air bikarbonat. Sementara semua
manifestasi mataair panas menunjukkan proses pencampuran dengan air meteorik
dan air tanah. Fluida di reservoir memiliki temperatur 230 ± 10oC. Fluida
hidrotermal yang keluar sebagai manifestasi berada pada zona outflow. Fluida di
bawah permukaan mengalir secara lateral dari zona F1 menuju CF1. Struktur CF1
yang berupa Kaldera Cimalaka berperan sebagai batas dari sistem hidrotermal
Gunung Tampomas. Selama fluida mengalami aliran lateral, fluida bercampur
dengan air meteorik, airtanah, dan bereaksi dengan batuan.
26
Daftar Pustaka
27