Anda di halaman 1dari 35

ANALISIS HIDROGEOKIMIA, ISOTOP STABIL, DAN 222Rn

UNTUK MENENTUKAN KARAKTERISTIK DAN


POLA ALIRAN FLUIDA HIDROTERMAL
DI GUNUNG TAMPOMAS JAWA BARAT

REFERAT

Iskandar, I., Dermawan, F.A., Sianipar, J.Y., Suryantini, Notosiswoyo, S.


(2018): Characteristic and Mixing Mechanism of Thermal Fluid at the
Tampomas Volcano, West Java, Using Hydrogeochemistry, Stable Isotope,
and 222Rn Analyses, Geosciences, 8, 103.

OLEH:
ADITYA YUDA KENCANA
NIM: 12016012

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2018
ABSTRAK

ANALISIS HIDROGEOKIMIA, ISOTOP STABIL, DAN 222Rn


UNTUK MENENTUKAN KARAKTERISTIK DAN
POLA ALIRAN FLUIDA HIDROTHERMAL
DI GUNUNG TAMPOMAS JAWA BARAT

Oleh
ADITYA YUDA KENCANA
12016012

Gunung Tampomas merupakan gunung api Kuarter yang dikontrol oleh struktur
regional Sesar Baribis yang berarah WNW-ESE. Struktur tersebut berperan
sebagai pengontrol terbentuknya sesar-sesar kecil yang menjadi zona permeabel
pada sistem hidrotermal Gunung Tampomas. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik fluida hidrotermal dan pola aliran fluida di bawah
permukaan. Analisis yang dilakukan yaitu analisis anion, kation, isotop 18O, 2H,
13
C, dan 222Rn pada air, serta survei udara tanah. Berdasarkan hasil analisis, sistem
panasbumi Gunung Tampomas berada di daerah timurlaut Gunung Tampomas.
Sistem tersebut merupakan sistem panasbumi entalpi tinggi dengan estimasi
temperatur reservoir sebesar 230 ± 10oC. Mataair yang muncul memiliki tipe air
klorida, bikarbonat, dan klorida-bikarbonat. Komposisi kimia pada mataair
menunjukkan proses pencampuran fluida hidrotermal dengan air meteorik dan air
tanah serta interaksi batuan-fluida yang sangat dominan. Semua mataair keluar
pada zona outflow, dengan sesar F1 dan circular features CF1 (Kaldera Cimalaka)
merupakan struktur pengontrol keluarnya fluida hidrotermal ke permukaan. Fluida
hidrotermal dari reservoir mengalir secara lateral dari zona di bawah F1 menuju
pembatas sistem hidrotermal yaitu Kaldera Cimalaka.

Kata kunci: hidrogeokimia, hidrotermal, isotop stabil, panasbumi, radon,


Tampomas.

i
ABSTRACT

HYDROGEOCHEMISTRY, STABLE ISOTOPE, AND 222Rn


ANALYSIS FOR CHARACTERIZATION AND DETERMINE
FLOW MEHCANISM OF HYDROTHERMAL FLUID
IN TAMPOMAS VOLCANO WEST JAVA

By
ADITYA YUDA KENCANA
12016012

Tampomas volcano is a Quartenary volcano that was controlled by regional


structure Baribis Fault which has a trend WNW-ESE. This regional structure
controlled the formation for others fault that act as a permeability zone in
Tampomas Volcano Hydrothermal System. This research aims to know the
characteristic and flow mechanism of hydrothermal fluids. The analysis focus on
the anion, cation, isotope 18O, 2H, 13C, and 222Rn in water and soil survey. Based
on the analysis result, geothermal system of Tampomas Volcano is located on
northeast side of Tampomas Volcano. This system is a high enthalpy geothermal
system, with reservoir temperature estimation is 230 ± 10oC. The springs
manifestation have a chloride, bicarbonate, and chloride-bicarbonate water type.
Springs chemical composition showed a dominant mixing process with meteoric
water, groundwater, and water-rock interaction. All springs discharge on the
outflow zone, with F1 fault and circular features CF1 (Cimalaka Caldera) as a
structures that controlled the discharges of the springs. Hydrothermal fluids from
reservoir flow laterally from zone below the F1 to hydrothermal system boundary,
Cimalaka Caldera.

Keyword: geothermal, hydrogeochemistry, hydrothermal, radon, stable isotope,


Tampomas.

ii
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang,
saya panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, serta inayah-Nya, sehingga saya bisa menyelesaikan makalah referat ini
tepat waktu.

Makalah ini sudah saya susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak, sehingga memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari segala hal tersebut, saya sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karenanya saya dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah referat ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah referat ini bisa memberikan manfaat,
inspirasi, dan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bandung, 19 September 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

ABSTRAK…………………………………………………………………………i
ABSTRACT…………………………………………………………………….....ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………………iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...iv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………v
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI……………………………………...…vi
DAFTAR TABEL…………………………………………………………..……vii

Bab I Pendahuluan……………………………………………………………...1
I.1 Latar Belakang…………………………………………………..……2
I.2 Masalah Penelitian……………………………………………………2
I.3 Maksud dan Tujuan Penelitian……………………………....……….2
I.4 Manfaat dan Kontribusi Penelitian…………………………………...2
I.5 Batasan Penelitian………………………………………………….…2
I.6 Metode Penelitian………………………………………………….…3
I.7 Hipotesis…………………………………………………………...…3

Bab II Dasar Teori……………………………………….………………………4


II.1 Geologi Regional………………………………………….…………4
II.2 Sistem Panasbumi……………………………………………………7
II.3 Geokimia Air Panasbumi……………………………………………8
II.4 Geokimia Isotop Panasbumi………………………...……….………9

Bab III Pembahasan……………………………………………………….…….10


III.1 Analisis Air………………………………………………….…….10
III.1.1 Karakter Fisik-Kimia…………………………..………….10
III.1.2 Tipe Air……………………………………………......….10
III.1.3 Asal Fluida Hidrotermal…………………………….…….14
III.1.4 Geotermometer…………………………………………....15
III.1.5 Hidrogeologi Fluida Bawah Permukaan……………..……16

III.2 Analisis Isotop……………………………………………………..18


III.2.1 Analisis Oksigen-18 dan Deuterium……………………....18
III.2.2 Analisis Karbon-13…………………………………….….19

III.3 Analisis 222Rn……………………………….…………………….20


III.4 Model Konseptual Sistem Panasbumi Gunung Tampomas….……22

Bab IV Penutup…………………………………………………………….……26
IV.1 Kesimpulan………………………………………………………..26

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………27

LAMPIRAN……………………………………………………………………..28

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jurnal “Characteristic and Mixing Mechanism of Thermal Fluid at


the Tampomas Volcano, West Java, Using Hydrogeochemistry, Stable
Isotope, and 222Rn Analysis”………………………………………28

v
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI

Gambar II.1 Peta geologi regional Gunung Tampomas……………………..……5


Gambar II.2 Peta geomorfologi Gunung Tampomas……………………..………6
Gambar II.3 Peta hasil interpretasi struktur………………………………………6
Gambar III.1 Hasil plot Cl—HCO3—SO42-………………………………………11
Gambar III.2 Hasil plot Cl-Li-B…………………………………………………15
Gambar III.3 Plot 18O dan 2H…………………………………….………..……19
Gambar III.4 Variasi kandungan 13C……………………………………………20
Gambar III.5 Peta distribusi 222Rn pada udara tanah dan air……………………24
Gambar III.6 Model konseptual sistem hidrotermal Gunung Tampomas……….25

vi
DAFTAR TABEL

Tabel III.1 Data hasil analisis air………………………………………………..12


Tabel III.2 Estimasi temperature reservoir………………………………………17
Tabel III.3 Geoindikator…………………………………….………..…………17
Tabel III.4 Data komposisi isotop stabil………………………………………...18
Tabel III.5 Data konsentrasi 222Rn pada sampel udara tanah……………………21
Tabel III.6 Data konsentrasi 222Rn pada sampel udara air………………………22

vii
Bab I Pendahuluan

I.1 Latar Belakang


Sebagian besar lapangan panasbumi di dunia berasosiasi dengan kehadiran
gunungapi. Hal ini berhubungan dengan keberadaan pluton ataupun magma yang
dapat menjadi sumber panas dalam sistem panasbumi. Keberadaan sistem
panasbumi dicirikan dengan beberapa manifestasi permukaan, seperti mataair
panas, fumarol, tanah beruap, kolam lumpur, geyser, dan batuan teralterasi.

Fluida merupakan komponen penting dalam transfer panas pada sistem


panasbumi, sehingga sistem panasbumi disebut juga dengan sistem hidrotermal.
Fluida hidrotermal yang muncul di permukaan membawa informasi mengenai
kondisi reservoir di bawah permukaan, seperti temperatur reservoir, proses-proses
yang terjadi hingga fluida tersebut muncul ke permukaan, dan pola aliran fluida.
Komposisi kimia fluida hidrotermal seperti unsur utama, minor, penjejak (trace
elements), maupun isotop stabil dapat digunakan untuk karakterisasi reservoir.

Makalah ini membahas mengenai karakteristik kimia fluida termal yang keluar
dari mataair panas, mataair dingin, dan dug well, survei udara tanah, serta
mekanisme pencampuran antara fluida hidrotermal dan air meteorik. Analisis
anion, kation, unsur utama dalam fluida panasbumi, gas udara-tanah, serta isotop
stabil digunakan untuk mengetahui pola aliran fluida dan sumber fluida
hidrotermal (reservoir).

Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui sistem aliran fluida termal
bawah permukaan sistem panasbumi Gunung Tampomas yang merupakan bagian
dari tahapan eksplorasi panasbumi. Dengan mengetahui pola aliran fluida termal,
resiko eksplorasi dan pemboran dapat diminimalkan.

I.2 Masalah Penelitian


Masalah yang diangkat pada penelitian ini yaitu sebagai berikut.
a. Karakteristik fluida hidrotermal pada sistem panasbumi Gunung Tampomas.

1
b. Pola aliran fluida hidrotermal di bawah permukaan.

I.3 Maksud dan Tujuan Penelitian


Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik geokimia sistem
panasbumi Gunung Tampomas, Jawa Barat.

Sementara tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.


a. Mengetahui karakteristik fluida hidrotermal pada sistem panasbumi Gunung
Tampomas, meliputi komposisi kimia, tipe fluida, dan temperatur reservoir.
b. Mengetahui pola aliran fluida hidrotermal di bawah permukaan, termasuk
struktur-struktur geologi yang berperan terhadap munculnya fluida tersebut di
permukaan, mekanisme pencampuran dengan air meteorik, dan model aliran
fluida bawah permukaan.

I.4 Manfaat dan Kontribusi Penelitian


Manfaat dari penelitian ini yaitu untuk pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya dalam eksplorasi geokimia panasbumi.

Kontribusi penelitian ini yaitu sebagai aplikasi teori analisis geokimia pada
lapangan panasbumi yang sudah berkembang saat ini, referensi yang dapat
digunakan pada tahapan analisis geokimia saat eksplorasi panasbumi, serta
batasan untuk pengembangan kebijakan panasbumi, hidrogeologi, maupun sosial-
masyarakat.

I.5 Batasan Penelitian


Penelitian ini dibatasi pada penentuan karakteristik kimia fluida hidrotermal dari
analisis anion, kation, dan unsur utama pada fluida hidrotermal, isotop 2H, 18
O,
13
C, dan 222Rn. Data yang digunakan adalah data manifestasi, tanpa menggunakan
data sumur.

Pada penentuan pola aliran fluida, dibatasi hanya pada penentuan kemungkinan
struktur penyebab keluarnya mataair, struktur pengontrol pencampuran fluida

2
hidrotermal dengan air meteorik, arah pergerakan fluida berdasarkan struktur
tersebut, dan mekanisme pencampuran fluida.

Asumsi yang digunakan adalah fluida hidrotermal merupakan larutan ideal. Selain
itu, sistem hidrotermal Gunung Tampomas merupakan sistem hidrotermal terbuka
dengan pengaruh air meteorik yang dominan.

I.6 Metode Penelitian


Metode penelitian yang penulis lakukan yaitu studi literatur, dengan literatur
utama yaitu jurnal yang berjudul “Characteristic and Mixing Mechanism of
Thermal Fluid at the Tampomas Volcano, West Java, Using
Hydrogeochemistry, Stable Isotope, and 222Rn Analyses” karya dari Iskandar et
al. yang diterbitkan pada jurnal Geosciences, Vol. 8, No. 103, 2018.

I.7 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah karakteristik fluida hidrotermal dipengaruhi
oleh pencampuran fluida hidrotermal dengan air meteorik yang terjadi di
sepanjang aliran fluida tersebut dan pada zona rekahan (zona sesar).

3
Bab II Dasar Teori

II.1 Geologi Regional


Secara geografis, Gunung Tampomas terletak di Provinsi Jawa Barat. Gunung
Tampomas merupakan gunung api Kuarter dengan ketinggian puncak 1.685 meter
di atas permukaan air laut. Struktur regional pengontrol Gunung Tampomas yaitu
Sesar Baribis yang memiliki tren arah pada WNW-ESE (Fauzi, et al., 2015; dalam
Iskandar, 2018). Berdasarkan sejarah erupsinya, Gunung Tampomas tidak tercatat
meletus setelah tahun 1600, tetapi masih menunjukkan aktivitas termal berupa
mataair panas, sehingga diklasifikasikan ke dalam gunungapi aktif tipe C,
walaupun tidak menunjukkan kehadiran fumarol (Alzwar, 1986; dalam Iskandar,
et al., 2018).

Berdasarkan peta geologi oleh Muhardjo et al. (1983) (Gambar 2.1), Gunung
Tampomas tersusun atas enam unit stratigtafi, dengan urutan dari tua ke muda
sebagai berikut: (1) Formasi Subang, tersusun atas batulempung dan batupasir; (2)
Formasi Kaliwangu, tersusun atas batupasir tufan, konglomerat, sedikit
batugamping dan batulempung; (3) Formasi Citalang, terdiri dari batupasir tufan,
breksi, dan konglomerat; (4) produk volkanik tua dan batuan beku, tersusun dari
breksi volkanik, lahar dan lava, serta batuan beku andesitik – basaltik; (5) produk
vulkanik muda, terdiri dari pasir tufan, lapili, lava, agglomerat, dan pumice; (6)
Aluvial, berupa lempung, lanau, pasir, dan gravel (Iskandar et al., 2018).

Aktivitas Gunung Tampomas berawal sejak umur Plio-Plistosen dengan beberapa


periode pembentukan tubuh gunung api. Fase pertama yaitu pembentukan Gunung
Sumedang di atas Formasi Subang. Fase kedua berupa fase letusan Gunung
Sumedang hingga membentuk Kaldera Sumedang. Pada fase ketiga, yaitu
pembentukan Gunung Tampomas Tua di dalam Kaldera Sumedang. Kemudian
terjadi fase destruktif hingga membentuk Kaldera Cimalaka dengan Gunung
Tampomas muda di dalamnya. Gambar 2.2 menunjukkan geomorfologi Gunung
Tampomas saat ini (Bronto et al., 2005; dalam Iskandar et al., 2018).

4
Analisis struktur geologi di Gunung Tampomas dilakukan dengan penginderaan
jauh berupa analisis kelurusan, pola aliran sungai, morfologi penunjuk sesar
seperti air terjun, alterasi batuan, dan kelurusan mataair. Gambar 2.3
menunjukkan kelurusan sesar (F) dan circular features (CF) hasil interpretasi.
Struktur tersebut berada di dalam Kaldera Cimalaka

Gambar 2.1 Peta Geologi Regional Gunung Tampomas. Batuan penyusun bagian
luar zona lingkaran yaitu batuan sedimen Tersier, dan bagian dalam
lingkaran berupa batuan volkanik kuarter (Iskandar, et al., 2018).

Terdapat dua cekungan air tanah di daerah Gunung Tampomas, yaitu cekungan
Sukamantri di bagian utara, dan cekungan Sumedang di bagian selatan. Litologi
cekungan tersebut yaitu material volkanik berupa batupasir tufan dan breksi
volkanik (Wardhana, et al., 2016; dalam Iskandar, et al., 2018).

5
Gambar 2.2 Peta geomorfologi Gunung Tampomas yang menunjukkan dua
kaldera, Kaldera Sumedang berwarna merah, dan Kaldera
Cimalaka berwarna kuning, sebagai hasil dari dua peristiwa
pembentukan gunungapi Tampomas Tua dan Tampomas (Iskandar
et al., 2018).

kaldera (Iskandar et al., 2018).

Gambar 2.3 Peta hasil interpretasi struktur geologi dari citra satelit, pemetaan,
dan distribusi mataair. Terdapat juga titik sampling 222Rn (Iskandar
et al., 2018).

6
II.2 Sistem Panasbumi
Menurut Hochstein dan Browne (2000), Sistem panasbumi didefinisikan sebagai
transfer panas alami di dalam kerak bumi dari sumber panas ke penampung panas.
Sistem panasbumi akan berhubungan dengan sistem hidrotermal. Pada sistem
tersebut perpindahan panas terjadi dari sumber panas (umumnya pluton) ke
permukaan secara konveksi. Perpindahan panas tersebut melibatkan air meteorik
yang dapat bercampur dengan air magmatik.

Komponen penting dalam sistem hidrotermal diantaranya yaitu sumber panas,


reservoir, batuan penudung, fluida, dan permeabilitas (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Model sistem panasbumi topografi tinggi. Beberapa komponen


utama dalam sistem panasbumi yaitu sumber panas, reservoir,
batuan penudung, recharge dan discharge areas (Nicholson, 1993).

Berdasarkan topografinya, sistem hidrotermal dibedakan menjadi sistem


hidrotermal topografi datar dan topografi tinggi. Perbedaan mendasar dari kedua
sistem tersebut selain topografinya yaitu letak zona keluarannya (discharge). Pada
sistem hidrotermal topografi datar, semua jenis manifestasi dapat keluar pada zona
yang sama, sementara pada sistem hidrotermal topografi tinggi, manifestasi

7
fumarol dan mataair sulfat keluar pada topografi tinggi, sedangkan mataair klorida
muncul pada topografi rendah, dan mataair bikarbonat di antara keduanya.

Menurut Hochstein dan Browne (2000), sistem hidrotermal dapat dibedakan


berdasarkan entalpinya, yaitu entalpi tinggi (temperatur reservoir lebih dari
225oC), entalpi sedang (125 – 225oC), dan entalpi rendah (kurang dari 125oC).
Sistem hidrotermal juga dapat dibedakan berdasarkan fluida dominan di dalam
reservoirnya, yaitu sistem hidrotermal dominasi air (saturasi air (S) lebih dari 0,7),
campuran air dan uap (0,4 < S < 0,7), dan dominasi uap (S kurang dari 0,4).

II.3 Geokimia Air Panasbumi


Menurut Nicholson (1993), umumnya fluida pada sistem hidrotermal di
kedalaman pada sistem panasbumi entalpi tinggi didominasi oleh fluida netral
dengan kandungan klorida yang tinggi. Beberapa fluida yang muncul di
permukaan sebagai manifestasi mataair adalah sebagai berikut.
a. Klorida, tipe air dengan kandungan klorida tinggi merupakan fluida
reservoir atau brine water. Pada sistem hidrotermal topografi tinggi,
mataair klorida umumnya dijumpai pada zona outflow, hal ini dikarenakan
tipe air klorida memiliki densitas yang berat. Sementara pada sistem
topografi rendah, mataair klorida dapat keluar di zona upflow.
b. Bikarbonat, tipe air ini dihasilkan dari kondensasi uap kaya gas CO2,
sehingga disebut juga sebagai air kondensat. Umumnya dijumpai pada
bagian tepi dari zona prospek suatu lapangan panasbumi.
c. Sulfat, tipe air ini disebut juga air kondensat, karena terbentuk dari
kondensasi uap kaya gas H2S di dekat permukaan. Pada sistem hidrotermal
topografi tinggi dan rendah, mataair ini dijumpai pada zona upflow,
permeabel, dan zona boiling.
d. Sulfat-klorida, tipe air ini dapat terbentuk karena pencampuran air klorida
dan air sulfat, kondensasi gas vulkanik dan bercampur dengan air
meteorik, kondensasi uap magmatik di kedalaman, serta reaksi air klorida
dengan batuan pembawa mineral sulfat (e.g. evaporit).

8
e. Klorida-bikarbonat, tipe air ini dapat dihasilkan dari pencampuran air
klorida dengan air tanah pada sistem aliran lateral. Tipe air ini juga
seringkali muncul pada zona batas antara outflow dan upflow.

II.4 Geokimia Isotop Panasbumi


Analisis isotop stabil umumnya berupa analisis δD, δ3H, δ18O, dan δ13C.
Kandungan δD pada fluida panasbumi sebanding dengan air meteorik lokal, akan
tetapi jumlah δ18O lebih tinggi pada fluida panasbumi seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.5. Penambahan 18O disebabkan oleh interaksi antara batuan dan fluida
saat fluida tersebut mengalir ke permukaan. Hubungan kedua isotop tersebut dapat
digunakan untuk penentuan recharge zone. Proses mixing fluida panasbumi
dengan air meteorik akan menghasilkan kandungan isotop yang lebih ringan. Hal
ini disebabkan karena kandungan isotop air meteorik lebih ringan dibanding air
hidrotermal. (Nicholson, 1993).

Gambar 2.5 Plot isotop oksigen-18 terhadap deuterium pada lapangan panasbumi.
Fluida hidrotermal memiliki kandungan oksigen-18 yang lebih
tinggi dibandingkan air meteorik (Nicholson, 1993).

9
Bab III Pembahasan

III.1 Analisis Air


III.1.1 Karakter Fisik-Kimia
Tabel 3.1 menunjukkan hasil analisis kimia mataair panas, mataair dingin, dan
dug well. Berdasarkan Tabel 3.1, temperatur mataair dingin dan dug well berkisar
21,9–29,1oC. Sementara mataair panas memiliki temperatur 34,2-50,5oC. Derajat
keasaman (pH) terukur pada manifestasi mataair dingin dan dug well berkisar
pada 6,47-8,11, pada mataair panas pH manifestasi memiliki nilai 6,49-6,63
(Iskandar, et al., 2018). Semua sampel menunjukkan ion balance (IB) lebih besar
dari 5%, kecuali CS7 (1%). Nilai IB kurang dari 5% menunjukkan bahwa fluida
keluar langsung dari reservoir (Azka, et al., 2015). Sehingga semua manifestasi
tidak keluar dari reservoir secara langsung.

Mataair CS6 memiliki temperatur tertinggi diantara mataair dingin dan dug well,
serta memiliki pH terendah. Di sekitar mataair ini dijumpai endapan oksida besi
dan travertin (Iskandar, et al., 2018). Karena itu kemungkinan mataair ini awalnya
merupakan manifestasi termal berupa air kondensat bikarbonat. Mataair CS6
kemudian mendingin hingga temperatur 29.1oC saat ini.

Total Dissolved Solid (TDS) pada mataair dingin dan dug well memiliki nilai 173-
11.497 mg/L, mataair panas 682-2.219 mg/kg. Manifestasi CS7 memiliki TDS
tertinggi, yaitu 11.497 mg/L. Menurut Iskandar (2018), mataair CS7 berasal dari
air formasi (connate water) dari Formasi Subang yang terendapkan pada
lingkungan laut. Hal ini ditunjukkan juga dengan kandungan ion Na+ dan Cl- yang
tinggi dibanding ion lainnya. Kondisi ini menurut Nicholson (1993), sesuai
dengan karakteristik air asin/laut.

III.1.2 Tipe Air


Gambar 3.1 menunjukkan hasil plot ion Cl--HCO3--SO42- pada diagram Terner.
Semua mataair dingin dan dug well termasuk ke dalam tipe air bikarbonat
(Gambar 3.1), kecuali CS7 yang berada di zona mature waters. Seperti disebutkan

10
sebelumnya, CS7 bukan merupakan air reservoir (brine water)., tetapi air formasi.
Mataair TS3, TS4, TS5, TS6, dan TS7 termasuk ke dalam air bikarbonat,
sementara TS1 dan TS2 merupakan air klorida-bikarbonat, dengan kandungan Na
(519 dan 261 mg/kg), K (31,9 dan 15,1 mg/kg) dan Cl (681 dan 309 mg/kg) yang
tinggi. Kemunculan TS1 dan TS2 pada sesar F1, menunjukkan bahwa F1
merupakan struktur yang membawa aliran dari bawah permukaan. Disamping itu,
TS6 dan TS7 memiliki kandungan Na (197,00 dan 26,56 mg/kg), K (19,70 dan
7,21 mg/kg), serta Cl (114,00 dan 4,45 mg/kg) yang relatif kecil dibanding
mataair yang lain; hal ini mengindikasikan bahwa TS6 dan TS7 keluar di zona
outflow dari sistem.

Gambar 3.1 Plot data Cl—HCO3—SO42- mataair dan dug well. Terdapat satu
mataair yang merupakan air klorida yaitu CS7, sementara semua
mataair dan dug well termasuk ke dalam air klorida-bikarbonat
maupun bikarbonat (Iskandar et al., 2018).

11
Tabel 3.1 Data hasil analisis air pada sampel dug well (DG), mataair dingin (CS), dan mataair panas (TS) dalam mg/kg (modifikasi dari
Iskandar et al., 2018).

ID pH T TDS Li Na K Ca Mg SiO2 B Cl F SO4 HCO3 Ion


(oC) Balance
DG1 7.21 24.1 323 0.01 8.00 12.78 24.4 8.30 57.7 0.28 6.16 4.47 5.59 195.87 -18%
DG2 7.07 26.2 396 0.00 8.93 2.46 17.8 11.04 122.0 0.09 6.69 0.55 9.80 217.00 -28%
DG3 6.84 26.3 174 0.01 3.51 2.06 8.7 4.45 82.0 0.03 5.04 0.48 6.46 62.00 -13%
CS1 8.11 21.9 173 0.01 6.50 2.89 5.6 4.81 55.6 0.61 0.90 0.33 9.00 42.00 6%
CS2 7.27 24.1 293 0.00 7.24 3.85 17.1 15.12 12.9 0.12 4.00 0.50 1.40 227.20 -22%
CS3 7.28 24.2 265 0.01 7.53 3.57 15.7 6.86 76.7 0.84 4.15 4.48 1.70 143.54 -22%
CS4 7.63 24.4 173 0.00 4.07 2.10 9.1 4.08 85.9 0.08 3.95 4.51 1.39 58.00 -13%
CS5 7.08 25.5 291 0.01 8.50 3.40 25.4 14.00 54.5 0.54 1.00 0.08 16.00 123.00 9%
CS6 6.47 29.1 398 0.02 15.10 4.18 36.4 17.80 82.7 0.39 1.40 0.09 6.00 185.00 12%
CS7 7.75 28.8 11497 2.82 3910.00 83.60 34.3 30.90 23.5 142.00 4630.00 1.26 2.00 2620.00 1%
TS1 6.59 47.3 2219 1.55 519.00 31.90 83.8 49.40 180.0 5.92 681.00 0.18 2.00 598.00 5%
TS2 6.63 40.4 1245 0.74 261.00 15.10 46.6 27.10 149.0 2.66 309.00 0.10 2.00 370.00 5%
TS3 6.59 50.5 1479 0.35 234.00 23.20 73.3 48.00 200.0 4.91 248.00 0.16 2.00 581.00 5%
TS4 6.60 49.9 1489 0.35 242.00 23.50 77.9 50.20 203.0 4.81 248.00 0.14 2.00 572.00 8%
TS5 6.60 44.0 1446 0.42 227.00 22.60 72.7 49.20 195.0 4.78 235.00 0.16 2.00 576.00 6%
TS6 6.57 35.9 1648 0.36 197.00 19.70 124.0 84.70 170.0 2.16 114.00 0.15 2.00 854.00 13%
TS7 6.49 34.2 682 0.08 26.56 7.21 49.1 55.09 146.0 0.21 4.45 4.51 7.77 380.00 10%

12
Terdapat beberapa tipe air yang muncul sebagai manifestasi mataair di daerah
studi Gunung Tampomas, diantaranya yaitu:
a. Air klorida
Berdasarkan plot pada diagram Terner (Gambar 3.1), hanya ada satu
mataair yang dikelompokkan sebagai mataair klorida, yaitu CS7. Nilai
TDS yang tinggi menunjukkan bahwa CS7 dipengaruhi oleh air formasi.
Konsentrasi K+ yang rendah dan bikarbonat yang relatif tinggi
menunjukkan bahwa elemen tersebut muncul dari lempung di dekat
permukaan ataupun batuan sedimen (Iskandar, et al., 2018).

b. Air klorida-bikarbonat
TS1 dan TS2 yang keluar dari F1 merupakan tipe air klorida-bikarbonat.
Air tersebut terbentuk dari proses mixing fluida hidrotermal dengan air
tanah atau air bikarbonat selama aliran lateral. Tipe air ini menunjukkan
batas antara zona outflow dan upflow pada sistem panasbumi Gunung
Tampomas (Iskandar et al., 2018).

c. Air bikarbonat dengan kandungan Cl kecil


Karakteristik air ini keluar dari mataair yang keluar dari CF1 (TS3, TS4,
TS5). Tipe air tersebut juga terbentuk dari pencampuran air klorida dengan
air tanah atau bikarbonat yang mengandung bikarbonat tinggi. Proporsi air
tanah yang bercampur dengan mataair tersebut diperkirakan lebih banyak
dibanding dengan mataair TS1 dan TS2.

d. Air Bikarbonat
Semua mataair dingin (kecuali CS7), TS6, dan TS7 termasuk ke dalam
tipe air bikarbonat. Konsentrasi kation tertinggi pada mataair tersebut yaitu
kalsium dan magnesium. Hal ini menunjukkan mataair tersebut telah
mengalami pengenceran dengan air tanah dengan proporsi yang tinggi.

13
III.1.3 Asal Fluida Hidrotermal
Asal dari fluida hidrotermal dapat diidentifikasi dari beberapa geoindikator.
Diagram terner Cl-Li-B dapat digunakan untuk menentukan proses yang terjadi
pada fluida di bawah permukaan, kematangan sistem, dan asal fluida hidrotermal.
Plot mataair pada diagram tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Distribusi data pada diagram Cl-Li-B menunjukkan terdapat dua zona kluster.
Rasio Cl/B pada sampel TS1 – TS7 secara berturut-turut yaitu 35,1; 35,4; 15,4;
15,7; 15,0; 16,1; 12,5. Rasio Cl/B yang berbeda menunjukkan sumber fluida
hidrotermal yang berbeda (Nicholson, 1993). Akan tetapi perbedaan rasio Cl/B
pada manifestasi yang keluar dari F1 (TS1 dan TS2) dan CF1 (TS3 – TS7) tidak
mengindikasikan adanya reservoir yang berbeda, hal ini disebabkan tidak ada
pembatas/barrier geologi yang memisahkan reservoir menjadi dua. Perbedaan
rasio Cl/B menunjukkan adanya pembentukan uap kondensat, proses tersebut
terbentuk karena adanya boiling dan kondensasi. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya pengayaan unsur boron. Indikasi adanya boiling di bawah permukaan juga
menunjukkan bahwa sistem hidrotermal Gunung Tampomas adalah sistem
hidrotermal entalpi tinggi. Sementara, rasio B/Cl yang rendah mengindikasikan
bahwa sistem panasbumi Gunung Tampomas merupakan sistem panasbumi tua
atau mature (Giggenbach dan Soto, 1992; dalam Iskandar, et al., 2018).

Kandungan Br- pada fluida hidrotermal umumnya kurang dari 60 mg/L;


konsentrasi Br- yang tinggi menunjukkan asal fluida dari sedimen laut (Nicholson,
1933; dalam Iskandar, et al., 2018). Pada mataair TS1, TS3, TS4, dan TS6,
konsentrasi ion Br lebih dari 60 mg/kg; kondisi ini berhubungan dengan
keberadaan formasi batuan sedimen bawah permukaan. Iskandar, et al. (2018)
menyebutkan bahwa pada awal pembentukan sistem panasbumi gunung
Tampomas, batolit yang mengintrusi batuan sedimen membawa fluida dalam
batuan sedimen yang mengandung ion Br. Kemudian ion Br tersebut terbawa ke
reservoir melalui zona rekahan atau sesar

14
Kluster 1

Kluster 2

Gambar 3.2 Hasil plot Cl-Li-B pada diagram terner. Mataair TS1 dan TS2
menunjukkan kluster 1 dan TS3-TS7 kluster 2. CS7 menunjukkan
karakter yang sama dengan mataair panas (Iskandar et al., 2018).

III.1.4 Geotermometer
Temperatur reservoir dapat diestimasi menggunakan geotermometer. Prinsip
utama geotermometer ialah kesetimbangan unsur-unsur pada suhu tertentu akan
menghasilkan konsentrasi yang spesifik. Terdapat beberapa jenis geotermometer
yang diaplikasikan pada mataair panas di sistem panasbumi Gunung Tampomas
(Tabel 3.2).

Tipe air yang dapat digunakan untuk geotermometer yaitu air klorida. Hal ini
dikarenakan air klorida merupakan air yang keluar langsung dari reservoir. Air
kondensat (bikarbonat dan sulfat) tidak valid sebab telah mengalami proses
kondensasi dan pencampuran dengan air meteorik maupun air tanah.

15
Iskandar et al. (2018) menyebutkan bahwa estimasi temperatur reservoir
berdasarkan geotermometer yaitu 170 ± 10oC. Sementara itu, secara geologi
sistem hidrotermal Gunung Tampomas merupakan sistem panasbumi vulkanik
yang kemungkinan besar memiliki temperatur tinggi, walaupun tidak dijumpai
manifestasi fumarol. Sehingga estimasi temperatur reservoir yang relevan adalah
geotermometer Na-K Giggenbach (1988) yang menunjukkan temperatur reservoir
sekitar 230 ± 10oC. Geotermometer tersebut dipilih sebab laju kesetimbangan Na-
K lebih lambat dibanding K-Mg dan proses pengendapan-pelarutan silika
(Nicholson, 1933).

Nilai eror yang tinggi pada temperatur hasil estimasi tersebut dikarenakan fluida
sampel bukan merupakan air reservoir, melainkan sudah mengalami pencampuran
dengan air meteorik atau airtanah. Proses pencampuran dan pelarutan dengan air
meteorik membuat ketidakpastian estimasi temperatur reservoir.

III.1.5 Hidrogeologi Fluida Bawah Permukaan


Tabel 3.3 menunjukkan beberapa geoindikator unsur terlarut pada sistem
hidrotermal Gunung Tampomas. Rasio Na/K yang kurang dari 15 dan HCO3/SO4
yang relatif rendah menunjukkan zona upflow (Azka, et al., 2015). Pada TS1 –
TS6, nilai Na/K menunjukkan nilai lebih dari 15, sementara nilai HCO3/SO4
sangat besar. Hal tersebut diinterpretasikan bahwa TS1 – TS6 keluar dari zona
outflow.

Nilai Na/K pada TS3 – TS6 yang relatif sama menunjukkan batas dari sistem.
Sehingga struktur CF1 merupakan batas dari sistem panasbumi Gunung
Tampomas (Iskandar, et al., 2018). Rasio Cl/B yang memiliki trend turun dari F1
ke CF1, serta rasio B/Li yang naik dari F1 ke CF1, menunjukkan bahwa fluida
mengalir secara lateral dari F1 ke CF1 di bawah permukaan. Arah aliran fluida
juga diperkuat dengan rasio Na/Ca dan Na/Mg yang semakin kecil nilainya dari
F1 ke CF1. Sebab semakin jauh fluida mengalir, konsentrasi Ca dan Mg semakin
besar (Nicholson, 1993).

16
Tabel 3.2 Estimasi temperatur reservoir (dalam oC) dengan geotermometer.

Na/K
Na-K- Na/K Na/K Na/K Na/K Na/K K/Mg
Quartz Quartz Nieva &
SAMPEL Ca Fournier Truesdell Giggenbach Tonani Arnorsson Giggenbach
conductive adiabatic Nieva
1979 1976 1988 1980 1983 1986
1987
TS1 173 162 162 179 140 196 170 166 150 76
TS2 161 152 153 174 135 192 164 162 145 65
TS3 181 168 174 216 187 232 222 203 194 69
TS4 182 169 173 214 184 230 219 201 192 68
TS5 179 167 174 217 187 232 222 203 195 68
TS6 170 159 89 217 188 232 223 204 195 59
TS7 160 151 56 321 328 327 383 305 325 42

Tabel 3.3 Geoindikator unsur terlarut untuk zona upflow, permeabel, boiling, dan temperatur tinggi (Iskandar, et al., 2018).

Geoindikator Unsur Terlarut


Label Na/K Na/Mg Na/Ca HCO3/SO4
TS1 27,7 11,1 10,8 470,6
TS2 29,4 10,2 9,8 291,1
TS3 17,2 5,2 5,6 457,2
TS4 17,5 5,1 5,4 450,1
TS5 17,1 4,9 5,4 453,2
TS6 17,0 2,5 2,8 672,0
TS7 7,5 0,8 1,4 10,5

17
III.2 Analisis Isotop
III.2.1 Analisis Oksigen-18 dan Deuterium
Beberapa sampel air hujan dari ketinggian 100, 300, 525, dan 743 m dikumpulkan
untuk menentukan garis air meteorik lokal (Local Meteorik Water Line/LMWL).
Berdasarkan data δ18O dan δ2H pada Tabel 3.4, didapatkan persamaan regresi
untuk LMWL pada Gunung Tampomas sebagai berikut.
δ2H = 7.87 δ18O + 12.8 (Pers. I)
Tabel 3.4 Komposisi isotop stabil pada sampel air di Gunung Tampomas.

TIPE ID δ18O (‰) δ2H (‰) δ13CCO2 (‰)


Dug Well DG2 -7.86 -51.2 -
CS1 -9.43 -62.1 -
CS2 -8.61 -53.9 -
Mata Air
CS5 -6.92 -51.9 -
Dingin
CS6 -7.12 -45.6 -
CS7 2.64 -24.2 -
TS1 -8.19 -50.0 -6.363
TS2 -7.02 -40.2 -9.940
Mata Air TS3 -5.49 -46.0 -11.212
Panas TS5 -6.22 -47.2 -5.915
TS6 -7.02 -40.6 -6.035
TS7 -8.01 -45.3 -
MW1 -4.99 -27.4 -
MW2 -5.37 -27.4 -
Air Hujan
MW3 -5.68 -32.9 -
MW4 -8.58 -54.7 -

18
Gambar 3.3 menunjukkan diagram O terhadap deuterium. Terdapat perbedaan
nilai LMWL terhadap garis air meteorik global (GMWL). Deuterium excess (DE)
pada garis air meteorik global yaitu 10 (Craig, 1963; dalam Iskandar, et al., 2018),
sementara pada LMWL nilai DE yaitu 12,8. Nilai DE bergantung pada faktor
geografis lokal. Sebagai contoh, lapangan Wayang Windu dan Kamojang
memiliki nilai DE sebesar 12,98 dan 16,48 (Hendrasto, 2005; dalam Iskandar et
al., 2018).

18
Secara umum, hasil plot O dan deuterium dari mataair dan dug well berada di
LMWL, kecuali TS3, TS5, dan CS5. Air dengan kandungan isotop yang berada
atau dekat LMWL menunjukkan pencampuran dengan air meteorik atau air di

18
18
dekat permukaan. Sementara TS3, TS5, dan CS5 menunjukkan penambahan O.
Hal ini disebabkan fluida membawa isotop stabil ketika mengalami aliran lateral
18
kemudian keluar di sepanjang CF1. Penambahan O pada CS5 disebabkan oleh
proses pencampuran dengan air tanah pada zona permeabel (Iskandar et al., 2018)

Gambar 3.3 Hubungan antara oksigen-18 dan deuterium pada mataair dengan
garis air meteorik lokal (LMWL) dan garis air meteorik global
(GMWL) (modifikasi dari Iskandar, et al., 2018).

III.2.2 Analisis 13C


13
Analisis C digunakan untuk menentukan asal fluida hidrotermal dan proses
fluida bergerak serta bereaksi. Kandungan δ13CCO2 tiap sumber karbon sangat
spesifik dan berbeda. Perbandingan konsentrasi δ13CCO2 pada sampel dan
beberapa sumber karbon ditunjukkan pada Gambar 3.4.

Konsentrasi δ13CCO2 pada sampel berkisar pada nilai -5,91‰ sampai -11.21‰.
Nilai tersebut berpotongan dengan CO2 atmosfer, CO2 magmatik, bikarbonat laut,
dan karbon anorganik terlarut dalam airtanah (DIC).

19
Air meteorik yang masuk ke dalam sistem mengalami proses kesetimbangan dan
pencampuran dengan fluida magmatik selama reaksi air-batuan. Fluida magmatik
tersebut membawa elemen bikarbonat laut karena pluton yang mengintrusi
formasi batuan sedimen (Formasi Subang). Kemudian fluida reservoir tersebut
membawa δ13CCO2 ke permukaan dan bercampur dengan air tanah (Iskandar et al.,
2018).

Gambar 3.4 Variasi kandungan karbon-13 pada beberapa sumber. Konsentrasi


karbon-13 pada sampel menunjukkan perpotongan dengan beberapa
sumber, yaitu bikarbonat laut, CO2 magmatik, airtanah, dan atmosfer
(Iskandar, et al., 2018).

III.3 Analisis 222Rn


222
Analisis Rn dalam udara tanah digunakan untuk menentukan struktur yang
222
efektif sebagai zona permeabilitas. Nilai Rn disajikan pada Tabel 3.5 dan
222
distribusinya pada Gambar 3.5. Nilai latar belakang dari konsentrasi Rn di
sistem panasbumi Gunung Tampomas yaitu R42 (26 Bg/m3) dan R13 (152
Bq/m3). Nilai latar belakang di daerah tersebut disebabkan oleh tidak adanya
struktur geologi. Sementara nilai yang relatif tinggi keluar pada daerah CF1, F1,
F2, dan F5. Struktur tersebut diinterpretasikan sebagai struktur yang mengontrol
keluarnya fluida hidrotermal dari bawah permukaan (Iskandar et al., 2018).

20
222
Analisis Rn terlarut dari mataair perlu dilakukan sebab daerah penelitian
merupakan daerah dengan curah hujan tinggi, muka air tanah sangat dangkal, dan
mataair muncul di banyak tempat. Hasil analisis tersebut dapat digunakan untuk
memperkuat interpretasi struktur pengontrol keluarnya fluida hidrotermal.

Tabel 3.5 Data konsentrasi 222Rn pada sampel udara tanah. Nilai terkecil ada pada
sampel R42.

Kode UTM 48S Konsentrasi 222Rn


Sampling Easting Northing dalam udara tanah
(Bq/m3)
R1 829436 9256241 2838
R2 829630 9256231 1684
R3 829532 9256231 907
R4 831050 9255753 2825
R5 831084 9255760 640
R9 831936 9254022 12969
R13 825999 9247881 152
R14 831506 9252393 2888
R17 832189 9253817 517
R18 831206 9254367 1754
R20 831469 9255146 1016
R21 828997 9255636 3109
R23 824117 9255961 1944
R24 824154 9256022 829
R26 824274 9254039 2390
R29 830169 9252640 2923
R30 830134 9252684 30475
R31 825446 9255391 1236
R32 825400 9255275 1104
R33 825518 9256039 764
R34 825038 9255252 684
R35 824885 9255293 1151
R36 824581 9255448 544
R37 830461 9254267 438
R38 830788 9254522 2472
R39 826351 9254780 1347
R40 828069 9255549 1947
R41 831685 9252143 5295
R42 830664 9247337 26

222
Tabel 3.6 menunjukkan hasil analisis Rn terlarut dalam air. Nilai tertinggi ada
pada RW22 (10.336 Bq/m3), kemudian nilai tertinggi kedua yaitu RW25 (6.442

21
Bq/m3). Kedua lokasi tersebut berada di daerah baratlaut dari Gunung Tampomas.
Nilai tersebut mungkin berkaitan dengan aliran air tanah di sepanjang F3 dan F8,
sehingga terjadi akumulasi 222Rn. Konsentrasi 222Rn akan bertambah karena aliran
yang jauh dan kontak dengan air tanah (Iskandar et al., 2018).

Tabel 3.6 Hasil analisis 222Rn pada sampel air. Konsentrasi tertinggi ada pada
sampel air dingin (RW22).
Kode UTM 48S Konsentrasi 222Rn
Sampling Easting Northing dalam Air (Bq/m3)
RW6 831580 9254587 4047
RW7 831284 9254332 4141
RW8 831209 9254022 489
RW10 831928 9254008 5557
RW11 829075 9255643 3245
RW12 826185 9248054 2878
RW15 831556 9252390 4234
RW16 831600 9252305 4405
RW19 831386 9255027 6352
RW22 824097 9255982 10336
RW25 824149 9253992 6443
RW27 829514 9256219 1973
RW28 831040 9255800 1015

III.4 Model Konseptual Sistem Panasbumi Gunung Tampomas


Model sistem hidrotermal Gunung Tampomas dibuat sebagai analisis akhir
(Gambar 3.6). Penampang yang dibuat berada di bagian timurlaut Gunung
Tampomas dan memotong struktur F1, F5, dan CF1 yang berperan sebagai
pengontrol utama aliran fluida dari bawah ke permukaan, sehingga penampang
memiliki arah barat-timur. Struktur tersebut juga berperan sebagai zona recharge
air meteorik. Interpretasi ini juga didasarkan pada analisis isotop dan geoindikator
yang menunjukkan kontribusi air meteorik.

Sumber panas pada sistem panasbumi Gunung Tampomas berasal dari pluton
yang mengintrusi batuan sedimen sejak Plio-Plistosen. Sumber panas tersebut
memanaskan air meteorik di kedalaman menjadi fluida hidrotermal. Fluida
hidrotermal tersebut mengalami aliran lateral dan bereaksi dengan batuan yang
dicirikan dengan penambahan oksigen-18. Berdasarkan geotermometer, fluida

22
hidrotermal yang mengalir di bawah permukaan memiliki temperatur 230 ± 10oC.
Sehingga sistem panasbumi Gunung Tampomas diklasifikasikan sebagai sistem
panasbumi entalpi tinggi (Hochstein dan Browne, 2000).

Aliran fluida di bawah permukaan naik melalui struktur F1 dan mengalir secara
lateral hingga zona outflow. Aliran lateral fluida dibatasi oleh struktur CF1 yang
berperan sebagai batas dari sistem. Struktur F1 berperan sebagai struktur utama
dalam mengontrol keluarnya fluida hidrotermal ke permukaan. Sementara F5 dan
CF1 mengontrol terbentuknya air kondensat dengan tinggi kandungan gas radon
dan isotop stabil.

23
Water

Gambar 3.5 Peta distribusi 222Rn pada sampel (a) udara tanah dan (b) air (Iskandar et al., 2018).

24
Boiling

Boiling

Gambar 3.6 Model konseptual sistem panasbumi Gunung Tampomas pada arah E-W. Penampang tersebut memotong struktur F1, F5,
dan CF1. Temperatur fluida di reservoir yaitu 230 ± 10oC. Posisi reservoir tidak dapat diidentifikasi.

25
Bab IV Penutup
IV.1 Kesimpulan
Aktivitas hidrotermal Gunung Tampomas berada di daerah timur laut Gunung
Tampomas. Sesar Baribis berperan sebagai pengontrol terbentuknya sesar-sesar
kecil di Gunung Tampomas. Sesar-sesar kecil tersebut merupakan struktur
pembawa fluida hidrotermal ke permukaan. Tipe air pada mataair yang keluar
berupa air klorida, air klorida-bikarbonat, dan air bikarbonat. Sementara semua
manifestasi mataair panas menunjukkan proses pencampuran dengan air meteorik
dan air tanah. Fluida di reservoir memiliki temperatur 230 ± 10oC. Fluida
hidrotermal yang keluar sebagai manifestasi berada pada zona outflow. Fluida di
bawah permukaan mengalir secara lateral dari zona F1 menuju CF1. Struktur CF1
yang berupa Kaldera Cimalaka berperan sebagai batas dari sistem hidrotermal
Gunung Tampomas. Selama fluida mengalami aliran lateral, fluida bercampur
dengan air meteorik, airtanah, dan bereaksi dengan batuan.

26
Daftar Pustaka

Azka, G., Suryanto, S., Yani, A. (2015): Geothermometer, Geoindicator, and


Isotope Monitoring in Lahendong Wells during 2010 – 2012, Proceedings World
Geothermal Congress 2015.

Giggenbach, W. F. (1988): Geothermal Solute Equilibria. Derivation of Na-K-


Mg-Ca Geoindicators, Geochimica et Cosmochimica Acta, Vol. 52, p. 2749 –
2765.

Hochstein, M.P., Browne, P.R.L. Surface Manifestation of Geothermal Systems


with Volcanic Heat Sources. In Encyclopedia of Volcanoes, 1st ed.; Sigurdsson,
H., Houghton, B.F., McNutt, S.R., Rymer, H., Stix, J., Eds.; Academic Press:
Cambridge, MA, USA, 2007; Volume 6, pp. 835-856, ISBN 9780080547985.

Iskandar, I., Dermawan, F.A., Sianipar, J.Y., Suryantini, Notosiswoyo, S. (2018):


Characteristic and Mixing Mechanism of Thermal Fluid at the Tampomas
222
Volcano, West Java, Using Hydrogeochemistry, Stable Isotope, and Rn
Analyses, Geosciences, 8, 103.

Nicholson, K. Geothermal Fluids: Chemistry and Exploration Techniques, 1st


ed.; Springer-Verlag: Berlin/Heidelberg, Germany, 1993. ISBN 3540560173.

27

Anda mungkin juga menyukai