Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis paru (TB Paru) telah dikenal hampir di seluruh dunia,
sebagai penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan fisik
penderitanya secara serius dan merupakan pembunuh nomor satu di antara
penyakit menular. Hal ini disebabkan oleh terjadinya kerusakan jaringan
paru yang bersifat permanen. Selain proses destruksi terjadi pula secara
simultan proses restorasi atau penyembuhan jaringan paru sehingga terjadi
perubahan struktural yang bersifat menetap secara bervariasi yang
menyebabkan berbagai macam kelainan faal paru (Didik Supardi, 2006).
Tuberkulosis Paru sudah lama ada dan menyebar di dunia. Di
temukan bahwa Indonesia merupakan negara ketiga terbesar di dunia
setelah India dan Cina. Diketahui pula bahwa di Indonesia setiap tahunnya
bertambah dengan seperempat juta kasus baru TB Paru dan sekitar
140.000 kematian terjadi setiap tahunnya.
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim
paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (Somantri,
2008). Dalam mengurangi penyebaran dan masalah TB Paru, diperlukan
tindakan atau penanganan secara awal yaitu penanganan dalam lingkup
keluarga. Mengingat keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat
yang tertdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan
tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan (DEPKES RI, 1998), maka penyakit TB Paru ini akan
mudah atau rentan pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya
terkena TB Paru.
Tuberkulosis Paru menyerang tidak memandang usia produktif,
kelompok ekonomi rendah, dan berpendidikan rendah. Namun TB Paru
lebih banyak ditemukan di daerah miskin. Hal tersebut dikarenakan faktor
lingkungan yang kurang mendukung menjadi penyebab TB Paru.
Beberapa faktor yang erat hubungannya dengan terjadinya infeksi basil
tuberkulosis yaitu antara lain jumlah basil yang cukup banyak dan terus

1
menerus (memapar) calon penderita, adanya sumber penularan,
mikrobakteri tuberculosis keganasan basil serta daya tahan tubuh dimana
daya tahan tubuh ini erat kaitannya dengan faktor lingkungan misalnya
perumahan dan pekerjaan, faktor imunologis, dan juga keadaan penyakit
yang memudahkan infeksi seperti campak dan diabetes melitus.
Penderita TB Paru yang tidak mendapatkan penanganan secara
baik atau tidak mengkonsumsi obat secara teratur maka akan mengalami
komplikasi perdarahan dari saluran pernapasan bagian bawah yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas, penyebaran infeksi, ke organ lain misalnya otak, tulang,
persendian, ginjal dan sebagainya.
Untuk menanggulangi masalah peningkatan penderita tuberklosis
paru ini telah dilakukan berbagai macam usaha antara lain strategi DOTS
dimulai pada tahun 2001 dengan melakukan pelatihan tenaga pelaksana
secara bertahap dan pembentukan forum kemitraan TBC nasional, adanya
tim manajemen di tingkat propinsi, akurasi penegakan diagnosa menjadi
lebih baik dengan adanya pelatihan untuk petugas laboraturium,
pengadaan mikroskop dan reagen dengan kualitas yang lebih baik, serta
pengelolaan obat anti tuberculosis (fixed Dose Combination). Selain itu
untuk tim kesehatan seperti perawat juga harus lebih peka dan peduli
dalam masalah peningkatan penderita TB Paru dengan melaksanakan
berbagai macam usaha seperti pendidikan atau pemberian penyuluhan
tentang TB Paru dan cara pencegahannya. Serta pengetahuan pada
keluarga yang anggota keluarganya menderita TB Paru agar tidak sampai
menularkan pada anggota keluarga yang lain.

B. Rumusan Masalah
“Bagaimana cara melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit tropis TBC?”

2
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk lebih memahami dan mengerti tentang askep pada penyakit
tropis TBC.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dan memahami definisi tbc
b. Untuk mengetahui dan memahami etiologi tbc
c. Untuk mengetahui dan memahami cara penularan tbc
d. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis tbc
e. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi tbc
f. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi tbc
g. Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostic tbc
h. Untuk mengetahui dan memahami komplikasi tbc
i. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksaan tbc
j. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan tbc

3
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi.
(Mansjoer, 2009). Tuberkulosis (TB) penyakit infeksi yang disebabkan
oleh Mycobacterium Tuberculosis yang mampu menginfeksi secara laten
maupun progresif. (Elin, 2009).
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis dan biasanya menjangkiti paru. (Esther,
2010). Tuberculosis adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular
yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini bisanya
mengenai paru, tetapi mungkin menyerang semua organ atau jaringan di
tubuh. (Robins, 2007).
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium
tuberculosis yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya,
tapi yang paling banyak adalah paru-paru (IPD, FK, UI). Tuberculosis
paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
basilMycobacterium tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman berbentuk
batang dengan panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm. (M.Ardiansyah,
2012).
Penyakit tuberculosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium
Tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien
TBC batuk dan percikan ludah yang mngandung bakteri tersebut terhirup
oleh orang lain saat bernafas. (Widoyono, 2008).
TB Paru (Tuberculosis) adalah penyakit menular yang langsung
disebabkan oleh kuman TB (Mycobaterium tuberculosa). Sebagian besar
kuman TBC ini menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya ( Depkes RI, 2011 ).

4
2. ETIOLOGI
Penyebab penyakit Tuberculosis adalah bakteri Mycobacterium
Tuberculosis dan Mycobacterium Bovis. Kuman tersebut mempunyai
ukuran 0,5–4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus
atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi
mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam
mikolat).Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan
terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering
disebut Basil Tahan Asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik.
Kuman Tuberculosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat
dorman dan aerob.
Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100°C selama 5-10
menit atau pada pemanasan 60°C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-
95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara
terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun
tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara (Widoyono, 2008).

3. PENULARAN
Penyakit tuberculosis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
Tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien
tuberculosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut
terhirup oleh orang lain saat bernafas. Bila penderita batuk, bersin, atau
berbicara saat berhadapan dengan orang lain, basil tuberculosis tersembur
dan terhisap ke dalam paru orang sehat. Masa inkubasinya selama 3-6
bulan.
Risiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas paparan
dengan sumber infeksi dan tidak berhubungan dengan faktor genetik dan
faktor pejamu lainnya. Risiko tertinggi berkembangnya penyakit yaitu
pada anak berusia dibawah 3 tahun, risiko rendah pada masa kanak-kanak,
dan meningkat lagi pada masa remaja, dewasa muda, dan usia lanjut.
Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan dan
bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah, pembuluh

5
limfe, atau langsung ke organ terdekatnya. Setiap satu BTA positif akan
menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga kemungkinan setiap
kontak untuk tertular TBC adalah 17%.hasil studi lainnya melaporkan
bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga serumah)akan 2 kali lebih
berisiko dibandingkan kontak biasa(tidak serumah).
Seseorang penderita dengan BTA (+) yang derajat positifnya tinggi
berpotensi menularkan penyakit ini. Sebaliknya, penderita dengan BTA (-)
dianggap tidak menularkan. Angka risiko penularan infeksi TBC di
Amerika Serikat adalah sekitar 10/100.000 populasi. Di Indonesia angka
ini sebesar 1-3% yang berarti di antara 100 penduduk terdapat 1-3 warga
yang akan terinfeksi TBC. Setengah dari mereka BTA-nya akan positif
(0,5%). (Widoyono, 2008).

4. MANIFESTASI KLINIS
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu
penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang
juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah
penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan
kadang-kadang asimtomatik. Gambaran klinis TB paru dapat dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik (
Djojodibroto, 2009):
a. Gejala respiratorik
1) Batuk. Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan
yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif
kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada
kerusakan jaringan.
2) Batuk darah. Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,
mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan
darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah
terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk
darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah.

6
3) Sesak napas. Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru
sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperi efusi
pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
4) Nyeri dada. Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik
yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura
terkena.
b. Gejala sistemik, meliputi:
1) Demam. Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul
pada sore dan malam hari mirip demam ifluenza, hilang timbul
dan makin panjang serangannya. Sedangkan masa bebas serangan
makin pendek.
2) Gejala sistemik lain. Keringat malam, aoreksia, penurunan berat
badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam
beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan
batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul
menyertai gejala pneumonia.

Gejala klinis Haemoptoe :


Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan
cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Batuk darah
1) Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
2) Darah berbuih bercampur udara
3) Darah segar berwarna merah muda
4) Darah bersifat alkalis
5) Anemia kadang-kadang terjadi
6) Benzidine test negatif
b. Muntah darah
1) Darah dimuntahkan dengan rasa mual
2) Darah berampur sisa makanan
3) Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
4) Darah bersifat asam

7
5) Anemia sering terjadi
6) Benzidin test positif
c. Epistaksis
1) Darah menetes dari hidung.
2) Batuk pelan kadang keluar.
3) Darah berwrna merah segar.
4) Darah bersifat alkalis.
5) Anemia jarang terjadi.

5. PATOFISIOLOGI
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberkulosis.
Kuman adalah kuman berbentuk batang aerobik dan tahan asam yang yang
merupakan organisme patogen maupun saprofit. Organisme ini berukuran
0,3 x 2 sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil dari ukuran sel darah
merah (Sylvia & Marry, 2006). Sebagian besar komponen M.
Tuberkulosis adalah berupa lemak/ lipid sehingga kuman mampu tahan
terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan factor
fisik.Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah
yang banyak oksigen. Oleh karena itu, M. Tuberkulosis senang tinggal di
daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tersebut menjadi
tempat yang kondusif untuk penyakit tuberculosis(Somantri, 2008).
Port de’entri kuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan
infeksi terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droplet
yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang terinfeksi. Basil
tuberkel yang mencapai alveolus dan di inhalasi biasanya terdiri atas satu
sampai tiga gumpalan. Basil yang lebih besar cenderung bertahan di
saluran hidung dan cabang besar bronkus, sehingga tidak menyebabkan
penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, kuman akan mulai
mengakibatkan peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak
memfagosit bakteri di tempat ini, namun tidak membunuh organisme
tersebut.

8
Sesudah hari pertama, maka leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala
pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya,
sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat berjalan terus dan
bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga
menyebar melalui getah bening menuju getah bening regional. Makrofag
yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu,
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit yang dikelilingi oleh fosit.
Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-20 jam. ( Ardiansyah, 2012).

PATHWAY
Udara tercemar Dihirup individu Kurang informasi
Mycobacterium rentan
Tuberculose
Masuk paru Kurang
pengetahuan
Reaksi
infeksi/peradangan

Penumpukan eksudat dalam elveoli

Tuberkel Produksi secret berlebih

Meluas Mengalami perkejuan Secret susah dikeluarkan Bersin

Penyebaran Klasifikasi Ketidak efektifan


hematogen bersihan jalan napas
limfogen
Mengganggu perfusi Resiko
penyebaran
Peritoneum
infeksi pada
& difusi 02 Gangguan pertukaran gas
orang lain

Asam lambung
Resiko penyebaran infeksi pada diri sendiri
naik

Mual, Perubahan nutrisi


anoreksia kurang dari kebutuhan
tubuh

9
6. KLASIFIKASI
Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinis, bakteriologik,
radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifiksi ini penting
karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menentukan strategi
terapi. Klasifikasi TB paru di bagi sebagai berikut :
a. TB Paru BTA positif dengan kriteria :
1) Dengan atau tanpa gejala klinik
2) BTA positif : mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali
disokong biakan positif 1
3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA negatif dengan kriteria :
1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB Paru aktif
2) BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif
c. Bekas TB Paru dengan kriteria :
1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif.
2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan
serial foto yang tidak berubah.
4) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (mendukung).

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK:
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2235), pemeriksaan diagnostic
yang dapat dilakukan pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
a. Pemeriksaan radiologis (Photo Thorax)
Lokasi lesi tuberculin umumnya di daerah apex paru (segmen
apical lobus atas atau segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga
mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus
menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis endobronkial).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang
pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan
dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi

10
jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas
yang tegas. Lesi ini dikenal dengan tuberkuloma .
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula
berdinding tipis. lama-lama dinding menjadi sklerotik dan terlihat
menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis.
Pada klasifikasi bayangannya tambak sebagai bercak-bercak padat
dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang
luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu
lobus maupun pada satu bagian paru. Gambaran tuberculosis millier
terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata
pada seluruh lapang paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis
paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan dibagian bawah
paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radioulsen di pinggir
paru/pleura (pnemothorax).
Pada satu foto dada sering di dapatkan bermacam-macam
bayangan sekaligus (pada tuberculosis yang sudah lanjut) seperti
infiltrate, garis-garis fibrotik, klasivikasi kavitas (non
sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema.

b. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)


Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini
sudah banyak dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed
Tomography Scanning (CT-Scan). Pemeriksaan ini lebih superior
dibandingkan dengan radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan
terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.

c. Magnetic Resonsnce Imaging ( MRI )


Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT-Scan, tetapi dapat
mengevalusai proses-proses dekat apek paru, tulang belakang,
perbatasan dada perut. Sayatan dapat dibuat transversal, segital dan
koronal.

11
d. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya
kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitive dan tidak spesifik.
Pada saat tuberculosis baru mulai aktif akan didapatkan jumlah
leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri.
Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai
meningkat. Bila penyakit mulai sembuh jumlah leukosit kembali
normal dan jumlah limfosit masih tinggi, laju endap darah mulai turun
kearah normal lagi.

e. Sputum (BTA)
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain
diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.

f. Tes tuberculin/ tes mantoux


Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu
menegakan diagnosis tuberculosis terutama pada anak-anak (balita).
Biasanya dipakai tes mantoux yakini dengan menyuntikan 0,1 cc
tuberculin P.P.D (purified protein derivative).
Tes mantoux ini dapat dibagi kedalam beberapa kategori yaitu :
1) Indurasi 0-5 mm (diameternya ) mantoux negative =
golongan non sensitivity.
2) Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade
sensitivity. Disini peran antibody normal masih menonjol.
3) Indurasi 10-15 mm: mantoux positif kuat = golongan
hypersensitivity disini peran antibody selular paling menonjol.

12
8. KOMPLIKASI
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan
komplikasi lanjut:

Komplikasi lanjut

a. Obstruksi jalan napas : SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis).


b. Kerusakan parenkim berat : SOPT/Fibrosis paru, kor pulmonal.
c. Amiloidosis.
d. Karsinoma paru.
e. Sindrom gagal napas dewasa (ARDS).

Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2238), komplikasi yang dapat


terjadi pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
a. Pleuritis tuberkulosa. Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau
melalui aliran getah bening, sebab lain dapat juga dari robeknya
perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju ronggal pleura,
iga atau columna vertebralis.
b. Efusi pleura. Keluarnya cairan dari pembuluh darah atau pembuluh
limfe ke dalam jaringan selaput paru, yang disebabkan oleh adanya
penjelasan material masuk ke rongga pleura. Material mengandung
bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi inflamasi dan exudat
pleura yang kaya akan protein.
c. Empisema. Penumpukan cairan terinfeksi atau pus (nanah) pada
cavitas pleura, rongga pleura yang di sebabkan oleh terinfeksinya
pleura oleh bakteri mycobacterium tuberculosis (pleuritis
tuberculosis).
d. Laryngitis. Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian
menyebabkan laryngitis tuberculosis.
e. TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe). Bakteri mycobacterium
tuberculosis bila masuk dan berkumpul di dalam saluran pernapasan
akan berkembang biak terutama pada orang yang daya tahan tubuhnya

13
lemah, dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar
getah bening, oleh karena itu infeksi mycobacterium tuberculosis
dapat menginfeksi seluruh organ tubuh seperti paru, otak, ginjal, dan
saluran pencernaan.
f. Keruskan parenkim paru berat. Mycobacterium tuberculosis dapat
menyerang atau menginfeksi parenkim paru, sehingga jika tidak
ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada parenkim
yang terinfeksi.
g. Sindrom gagal napas (ARDS). Disebabkan oleh kerusakan jaringan
dan organ paru yang meluas, menyebabkan gagal napas atau ketidak
mampuan paru-paru untuk mensuplay oksigen ke seluruh jaringan
tubuh.

9. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati
juga mnecegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap
OAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis
terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7
bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi
WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol.
Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan
Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH. Cara kerja,
potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel
berikut:

OBAT ANTI AKSI POTENSI PERHARI PERMINGGU


TB ESENSIAL 3x 2x

Isoniazid (H) Bakterisidal Tinggi 5 10 15


Rifampisin (R) Bakterisidal Tinggi 10 10 10
Pirasinamid (Z) Bakterisidal Rendah 15 35 50

14
Streptomisin (S) Bakterisidal Rendah 15 15 15
Etambutol (E) Bakteriostatik Rendah 15 30 45

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih


dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil
pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan
sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment
Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari
lima komponen yaitu:

a. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam


penanggulangan TB.
b. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung
sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan
kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
c. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan
pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
d. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
e. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

PRO TB 4 TABLET (KOMBINASI)


Pro TB 4 tablet adalah obat yang digunakan untuk mengobati TBC
dan infeksi bakteri mycobacterium tertentu. Pro TB 4 tablet ini
mengandung kombinasi rifampicin, isoniazid, pyrazinamide dan
ethambutol. Obat ini harus digunakan sesuai resep dokter. Obat digunakan
saat perut kosong dengan dosis yang berbeda-beda tergantung berat badan
klien.

Berat badan Dosis


>71 kg 5 tablet sehari
55-70 kg 4 tablet sehari

15
38-54 kg 3 tablet sehari
30-37 kg 2 tablet sehari

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi


mycobacterium tuberkuloisi adalah sebagai berikut :

a. Oleh penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk, dan
membuang dahak tidak di sembatang tempat (di dalam larutan disinfektan).
b. Dengan memberikan vaksin BCG pada bayi
c. Disinfeksi, cuci tangan, dan tata rumah tangga dan kebersihan yang ketat,
perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah, memperbaiki ventilasi,
sirkulasi udara, dan penyinaran matahari di rumah.
d. Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan
kotor (polusi).
e. Mencegah kontak langsung dengan penderita tuberculosis paru.

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan Data
1) Identitas. Identitas Px meliputi : nama, jenis kelamin, umur (TBC
dapat menyerang semua usia), pekerjaan, pendidikan, status
perkawinan, agama, kebangsaan, suku, alamat, tipe rumah
(permanen/ tidak), tanggal dan jam masuk RS, No. Reg, ruangan,
serta identitas yang bertanggung jawab.
2) Keluhan Utama. Biasanya Px TB Paru ditandai dengan sesak nafas,
batuk dan berat badan menurun.
3) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang. Pada umumnya Px TB Paru
sering mengalami panas lebih dari 2 minggu sering terjadi
bentuk berulang-ulang, anorexia, lemah, berkeringat banyak
pada malam hari dan kadang disertai dengan hemaptoe.

16
b) Riwayat kesehatan lalu. Keadaan atau penyakit yang pernah
diderita oleh penderita yang mungkin berhubungan dengan
TBC antara lain ISPA, Efusi pleura, dan TB paru yang kembal
aktif.
c) Riwayat kesehatan keluarga. Px keluarganya tidak mempunyai
penyakit menular atau mempunyai penyakit menular
d) Riwayat psikososial. Riwayat psikososial sangat berpengaruh
dalam psikologis Px dimana status ekonomi menengah ke
bawah serta sanitasi yang kurang dengan padatnya penduduk
mengakibatkan klien merasa diasingkan dengan penyakitnya
yang dianggap menular.
4) Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan sistem tubuh:
a) B1 (Breathing)
Pada sistem pernafasan didapatkan pemeriksaan fisik:
- Inspeksi : adanya tanda-tanda retraksi dada, diafragma,
pergerakan nafas yang tertinggal, suara nafas melemah,
adanya penggunaan otot bantu nafas, takipneu.
- Palpasi: fremitus vokal meningkat
- Perkusi : redup
- Auskultasi : suara nafas bronkhial dengan atau tanpa ronchi
basah dan kasar
b) B2 (Blood)
Takikardi, cyanosis.
c) B3 (Brain)
Kesadaran pasien Composmentis dengan GCS 456.
d) B4 (Blader)
Biasanya klien jarang mengalami gangguan pada sistem ini
kecuali ada komplikasi lebih lanjut.
e) B5 (Bowel)
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, BB turun.
f) B6 (Bone)

17
Adanya keterbatasan aktivitas akibat adanya kelemahan,
kurang tidur dan keadaan sehari-hari yang kurang
menyenangkan. Pada kulit terjadi cyanosis, dingin dan lembab,
turgor kuli menurun.
5) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan penunjang
- LED meningkat.
- Leukosit meningkat.
- Hb menurun.
- Blood gas (PaCo2, PaCo3, PaO2)
b) X-foto
- Di dapatkan pembesaran kelenjar para tracheal atau hiler
dengan atau tanpa adanya infiltrat.
- Gambaran milier atau bercak kalsifikasi.
c) Pemeriksaan sputum / Bakteriologis
- Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB Paru,
namun pemeriksaan ini tidak sensitif karena hanya 30-70 %
Px TB yang dapat di diagnoisis berdasarkan pemeriksaan
ini.
- Pemeriksaan sputum dilakukan dengan cara pengambilan
cairan di lambung dan dilakukan setiap pagi 3 hari berturut-
turut yaitu sewaktu pagi – sewaktu (SPS).
d) Pemeriksaan mantoox test / uji tuberkulis
- Sebagai standar dipakai PPO SIU atau OT 0,1 mg.
a) Indurasi 10 mm atau lebih : reaksi positif.
b) Indurasi 5 mm – 9 mm : reaksi meragukan.
c) Indurasi 0-5 mm : reaksi negatif.
- Tes Tuberkulin dapat negatif pada Px HIV / AIDS,
malnutrisi berat, TB milier, morbili meskipun orang
tersebut menderita tuberkulosis.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

18
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret
yang kental
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru.
c. Gangguan pola nafas berhubungan dengan penyempitan bronkus
d. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan produksi sputum atau batuk, dyspnea atau
anoreksia.
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer/ sistem imun, penurunan gerakan silia, stasis dari
sekresi.
f. Resiko penyebaran infeksi pada orang lain berhubungan dengan
terpajan lingkungan, kerusakan jaringan atau tambahan infeksi.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan
berhubungan dengan informasi kurang atau tidak akurat.

19

Anda mungkin juga menyukai