Anda di halaman 1dari 8

PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PPH

A. Apa itu PPH, Apa saja Objek PPh, Apa Sanksi


PPH adalah pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperolehnya dalam tahun pajak (PPH pasal 1 UU Nomor 36 Thn 2008).
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun
luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak
yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. (PPh pasal 4 ayat 1, UU Nomor
36 Thn 2008).
Yang menjadi objek pajak bentuk usaha tetap adalah: (PPh pasal 5 ayat 1, UU No. 10
thn 1994)
a. Penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang
dimiliki atau dikuasai.
b. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan penjualan barang atau pemberian jasa di
Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan oleh bentuk usaha tetap di
Indonesia.
c. Penghasilan sebagai mana tersebut dalam pasal 26 yang diterima atau diperoleh Kantor
Pusat sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau
kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.

B. Siapa
Yang menjadi subjek pajak adalah: (PPh pasal 2 ayat 1, UU No. 36 thn 2008)
a. 1) orang pribadi
1) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
b. Badan
c. Bentuk usaha tetap
Subjek pajak dibedakan menjadi 2 yaitu subjek pajak dalan negeri dan subjek pajak luar
negeri (PPh pasal 2 ayat 2, UU No. 36 thn 2008).
Subjek pajak dalam negeri adalah: (PPh pasal 2 ayat 3, UU No. 36 thn 2008)
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia
lebih dari 183 hari, dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun
pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari
badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
2. Pembiayaannya bersumber dari APBN atau APB
3. Penerimaannya dimasukan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah
daerah.
4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
Subjek pajak luar negeri adalah: (PPH pasal 2 ayat 4, UU NO. 36 tahun 2008)
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari, dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari, dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang
tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia (PPh
pasal 2 ayat 5, UU No. 36 tahun 2008).
Siapa yang berhak memotong dan memungut pajak
Pemotong dan pemungut pajak

1. Pph pasal 21
Ketentuan ini mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui
pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak orang
pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan. PPh pasal 21 adalah
pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan dan pembayaran lain dengan
nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan
kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri.
Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, meliputi:
a. pemberi kerja yang terdiri dari:
1) orang pribadi dan badan;
2) cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau seluruh
administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, atau unit tersebut.
b. bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas
pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi
atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar
Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan
c. dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan
lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua;
d. orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan
yang membayar:
1) honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak
dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan
bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama
persekutuannya;
2) honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar
negeri;
3) honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kepada peserta pendidikan dan
pelatihan, serta pegawai magang;
e. penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan
dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu
kegiatan.
Yang tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk
melakukan pemotongan PPh pasal 21 adalah:
a. Kantor Perwajilan Negara Asing
b. Organisasi-organisasi internasional yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
c. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan
rumah tangga atau pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Tarif Pajak dan Penerapannya menurut ketentuan dalam Pasal 21 UU PPh adalah:
a. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas PKP dari:
- Pegawai tetap;
PPh pasal 21 = (penghasilan neto – PTKP) x tariff Ps 17 UU PPh
- Penerima pensiun berkala yang dibayarkan secara bulanan;
- Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan secara bulanan;
PPh pasal 21 = (penghasilan bruto – PTKP x tariff ps 17 UU PPh
- Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan
b. Tarif pemotongan PPh pasal 21 bagi Penerima Penghasilan yang tidak mempunyai
NPWP: dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif 20% daripada tariff yang
diterapkan terhadap WP yang memiliki NPWP. Artinya jumlah PPh Pasal 21 yang
harus dipotong adalah sebesar 120% dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya
dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP. Pemotongan PPh Pasal 21
seperti ini hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final.
c. Saat Terutang: PPh Pasal 21 dibagi menjadi 2 yaitu bagi penerima penghasilan dan
Pemotong Penghasilan. Bagi Penerima Penghasilan adalah pada saat dilakukan
pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan, sedangkan
bagi Pemotong PPh Pasal 21 adalah akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada
akhir belum terutangnya penghasilan yang bersangkutan.

2. Pph pasal 22
PPh pasal 22 merupakan PPh dalam tahun berjalan yang dipungut oleh:
a. Bendarahara pemerintah, termasuk bendahara pada pemerintah pusat, pemda, instansi
atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan
pembayaran atas penyerahan barang, termasuk juga dalma pengertian bendahara
adalah pemegang kas dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama.
b. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta, berkenaan dengan
kegiatan di bidang impor suatu kegiatan usaha di bidang lain, seperti kegiatan usaha
produksi barang tertentu antara lain otomotif dan semes, dan:
c. Wajib pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang
yang tergolong sangat mewah, Pemungutan pajak oleh WP badan tertentu ini akan
dikenakan terhadap pembelian barang yang memenuhi kriteria tertentu sebagai barang
yang tergolong sangat mewah baik dilihat dari jenis barangnya maupun harganya,
seperti kapal pesiar, rumah sangat mewah, apartemen dan kondominium sangat
mewah seperti kendaraan sangat mewah.
Pemungut PPh Pasal 22 adalah:
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor dan ekspor barang;
Cara Pemungutan: PPh 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara penyetoran
oleh importer yang bersangkutan atau Direktorat Jendral Bea dan Cukai ke kas negara
melalui kantor pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Pemungutan PPh Pasal 22 atas ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam,
dan mineral bukan logam dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh eksportir yang
bersangkutan ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan, atau melalui Pos persepsi, Bank Devisa Persepsi atau Bank
Persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Penyetoran ini dilakukan dengan
menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai bukti pemungutan
pajak.
b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak
pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
barang;
- bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
- Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah
Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA),
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga
yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
Cara Pemungutan: Pemungutan PPh 22 wajib disetor oleh pemungut pajak ke kas
negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan, dengan menggunakan SSP yang telah diisi atas nama rekanan serta
ditandatangani oleh pemungut pajak. SSP tersebut berlaku sebagai bukti
pemungutan pajak.
c. Badan Usaha Milik Negara yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:
1) PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan
Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT
Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT
Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya
(Persero), PT Krakatau Steel (Persero); dan
2) Bank-bank Badan Usaha Milik Negara, berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
Cara Pemungutan: Pemungutan PPh 22 Wajib disetor oleh pemungut ke kas negara
melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
dengan menggunakan SSP. Pemungut pajak wajib menerbitkan Bukti Pemungutan
Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3 (tiga) yaitu: lembar kesatu untuk WP
yang dipungut; lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada KPP
(dilampirkan pada SPTMasa PPh pasal 22); dan lembar ketiga sebagai arsip
pemungut pajak yang bersangkutan.
d. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas,
industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya
kepada distributor di dalam negeri;
Cara Pemungutan: sama seperti point c.
e. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam
negeri;
Cara Pemungutan: sama seperti point c dan d.
f. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
Cara Pemungutan: sama seperti point c, d dan e.
g. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul
untuk keperluan industrinya atau ekspornya.

3. Pph pasal 23
PPh pasal 23 mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
WP dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau
penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh 21, yang dibayarkan, disediakan
untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak
badan dalan negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya.
Pemotong PPh Pasal 23
1) Badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk
usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
2) Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang ditunjuk sebagai pemotong PPh 23,
yaitu:
a. Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali
PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan
pekerjaan bebas;
b. Orang Pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keputusan Penunjukan sebagai
Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri
tertentu yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak.
Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri tertentu wajib memotong Pajak Penghasilan
Pasal 23 atas pembayaran berupa sewa.

4. PPh Pasal 24
Pada dasarnya WP dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk meringankan beban pajak
ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh di luar negeri, ketentuan ini mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak
yang terutang atas seluruh penghasilan WP dalam negeri.
Ketentuan pasal 24 UU PPh mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak
penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan WP dalam negeri. Pengkreditan pajak luar
negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan
penghasilan di Indonesia. Indonesia menganut tax credit yang ordinary credit method dengan
menerapkan per country limition.
5. Pemabayaran Pajak Penghasilan Bagi Orang Pribadi yang Bertolak ke Luar
Negeri
Yang dikenakan kewajiban membayar PPh: adalah WP orang pribadi dalam negeri yang
tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21 tahun yang bertolak ke luar negeri, termasuk istri,
anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak
angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya WP yang bersangkutan.

6. PPh Pasal 26
Mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia dan
diterima atau diperoleh WP Luar Negeri (baik orang pirbadi maupun badan) selain Bentuk
Usaha Tetap. Pemotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 26 wajib dilakukan oleh:
a. Badan pemerintah
b. Subjek pajak dalam negeri
c. Penyelenggara kegiatan
d. Bentuk usaha tetap
e. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
f. Pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong PPh pasal 26

7. Pph pasal 4 ayat 2 (PPh yang bersifat final)


Pemotong Pajak adalah:
2. Bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
3. Cabang bank luar negeri di Indonesia
4. Bank Indonesia

8. Pph pasal 15

C. Kenapa, Kena Pajak dan Tidak Kena Pajak (PPh)


Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi: (PPh pasal 17 ayat 1, UU
No. 36 thn 2008)
a. Wajb pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:
0-50jt = 5%
50-250= 15%
250-500= 25%
>500= 30%
b. Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28%
Tarif tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dapat diturunkan menjadi
paling rendah 25% yang diatur dengan peraturan pemerintah (PPh pasal 17 ayat 2, UU No. 36
thn 2008).
Tarif tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b menjadi 25% yang mulai
berlaku sejak tahun pajak 2010 (PPh pasal 17 ayat 2a, UU No. 36 thn 2008).
Wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit
40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% lebih rendah
dari pada tarif sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dan ayat 2a yang diatur dengan
atau berdasarkan PP. (PPh pasal 17 ayat 2b, UU No. 36 thn 2008).
Tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada wajib
pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sebesar 10% dan bersifat final. (PPh
pasal 17 ayat 2c, UU No. 36 thn 2008).
Penghasilan tidak kena pajak: (PPh pasal 7 ayat 1, UU No. 36 thn 2008)
Penghasilan tidak kena pajak per tahun diberikan paling sedikit sebesar:
a. 15.840.000 untuk diri wajb pajak orang pribadi.
b. 1.320.000 tambahan untuk wajib pajak yang kawin.
c. 15.840.000 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 1
d. 1.320.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda
dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling
banyak 3 orang untuk setiap keluarga.

D. Bagaimana Cara Pembayaran Dan Penyetoran Pajak


Penghasilan
Cara pembayaran pajak:
a) Dengan menggunakan e-billing, semua pajak yang di bayar harus dibuatkan e-biling
terlebih dahulu 1 ebiliing hanya untuk 1 transaksi dan 1 pajak ebiling dpat di buat
dikantor pajak melalui halaman djp (sse3.ajak.go.id,djp online.co.id, toko pedia)
kemudian dengan kode biliing tersebut wajib pajak dapat membayar ke bank dan
kantor pos

E. Kapan Waktu Jatuh Tempo Pembayaran Dan Penyetoran


Pajak Penghasilan
Jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak penghasilan dengan menggunakan dua
jenis pajak anatara lain:
 PPH Masa:
1. PPH Pasal 4 ayat (2) pemotongan, batas waktu setor SSP tanggal 10 bulan
berikutnya, Batas waktu Lapor SPT Tanggal 20 Bulan berikutnya.
2. PPH Pasal 4 ayat (2) setor sendir, batas waktu setor SSP tanggal 15 bulan
berikutnya, Baatas Waktu Lapor SPTtanggal 20 bulan berikutnya.
3. PPH Final PP 46/2013, Batas waktu setor SSP tanggal 15 bulan berikutnya,
sedangakan batas waktu lapor SPT nya tidak ada
4. PPH pasal 21/26, batas waktu setor SPP tanggal 10 bulan berikutnya, Batas
waktu lapor SPT tanggal 20 bulan berikutnya
5. PPH Pasal 22 (bendaharawan), batas waktu setor SSP pada hari yang sama saat
penyerahan barang, batas waktu lapor SPT 14 hari setelah masa pajak berakhir.
6. PPH pasal 22 atas penyerahan bahan baku minyak, gas dan pelumas kepada
penyalur agen yang di pungut oleh wajib pajak badan yang bergerak dalam
bidang produksi bahan minyak gas dan pelumas, batas waktu seor SSP tanggal 10
bulan berikutnya, batas tanggal 20 bulan berikutnya.
7. PPH Pasal 22 (pemungut tertentu), batas waktu setor SSP tgl 10 bulan berikutnya,
batas waktu lapor SPT tgl 20 bulan berikutnya.
8. PPH Pasal 22, atas impor yang dipungut oleh Dirjen Bea Cukai, batas waktu setor
SSP 1 hari setelah dipungut, batas waktu lapor SPT hari kerja terakhir minggu
berikutnya.
9. PPH Pasal 23 atau 26, batas waktu sektor SSP tgl 10 bulan berikutnya, batas
waktu lapor SPT tgl 20 bulan berikutnya.
10. PPh Pasal 25 (WP OP dan WP Badan), batas waktu sektor SSP tgl 15 bulan
berikutnya, batas waktu lapor selanjutnya.
 PPH Tahunan
1. PPH Tahunan WP orang Pribadi, Batas waktu Setor SSP sebelum SPT
disampaikan, batas waktu lapor SPT akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun
pajak.
2. PPH tahunan WP badan , Batas waktu Setor SSP sebelum SPT disampaikan,
Batas waktu lapor SPT akhir bulan keempat setelah berakhirnya tahun pajak.

F. Dimana Pph Bisa Dibayarkan Atau Disetor


a. Kantor pos
b. Bank
Berikut ini, tahapan yang harus dilalui jika ingin membayar pajak melalui layanan
online bank persepsi. Seperti contoh kasus pembayaran pajak PPh Pasal 21:
1. Hitung manual pajak anda menggunakan Excel.
2. Akses e-SPT DJP Online untuk input hasil perhitungan pajak.
3. Dapatkan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan harus dibayar.
4. Jika belum mengaktivasi EFIN, segera lakukan aktivasi dengan mengunduh dan
mengajukan formulir EFIN ke KPP terdekat.
5. Akses DJP Online untuk membuat ID billing.
6. Selanjutnya, lakukan pembayaran. Gunakan layanan bank persepsi dengan pilihan:
a. ATM. Cari ATM dan lakukan pembayaran dengan mengikuti urutan
langkah pembayarannya
b. SMS/ Internet Banking. Akses layanan dan lakukan perintah pembayaran
dengan mengikuti arahan yang tersedia
7. Setelah melakukan pembayaran, simpan atau cetak bukti pembayaran yang
memuat NTPN.
8. Input NTPN di e-SPT untuk memperoleh file CSV.
9. Lapor pajak melalui e-filling dengan mengunduh file CSV.
10. Dapatkan Bukti Penerimaan Elektronik (BPE)

Anda mungkin juga menyukai