Tugas Utilitas Kelompok 5
Tugas Utilitas Kelompok 5
Disusun Oleh :
Kelompok 5
Anggota
1. Untuk industri oil dan gas rata-rata menggunakan Cooling tower jenis induced draft.
Sumber: Azizah, Fitria Nur.2014 .Laporan Kuliah Kerja nyata Praktek. Universitas
Brawijaya.Malang
3. Penggunaan Gas cooling tower pada industri Semen di PT. Holcim TBK
Pada Gas Cooling Tower System (Gct)Di Pt. Holcim Tbk.”.Universitas Diponegoro:
Semarang.
Sumber: Adhitama Muhammad. 2012. Makalah Seminar Kerja Praktek “Proses
Otomatisasi
B. CARA KERJA JENIS-JENIS COOLING TOWER
Berdasarkan Metode Perpindahan Panas:
1. Menara Pendingin Draft Mekanik
Menara Pendingin Draft Mekanik merupakan menara draft mekanik memiliki fan yang
besar untuk mendorong atau mengalirkan udara melalui air yang disirkulasi. Air jatuh
turun diatas permukaan bahan pengisi, yang membantu untuk meningkatkan waktu
kontak antara air dan udara – hal ini membantu dalam memaksimalkan perpindahan
panas diantara keduanya. Laju pendinginan menara draft mekanis tergantung pada
banyak parameter seperti diameter fan dan kecepatan operasi, bahan pengisi untuk
tahanan sistim dll. Menara draft mekanik tersedia dalam range kapasitas yang besar.
Menara tersedia dalam bentuk rakitan pabrik atau didirikan dilapangan – sebagai
contoh menara beton hanya bisa dibuat dilapangan. Banyak menara telah dibangun dan
dapat digabungkan untuk mendapatkan kapasitas yang dikehendaki. Jadi, banyak
menara pendingin yang merupakan rakitan dari dua atau lebih menara pendingin
individu atau “sel”. Jumlah sel yang mereka miliki, misalnya suatu menara delapan sel,
dinamakan sesuai dengan jumlah selnya. Menara dengan jumlah sel banyak, dapat
berupa garis lurus, segi empat, atau bundar tergantung pada bentuk individu sel dan
tempat saluran udara masuk ditempatkan pada sisi atau dibawah sel
Cooling tower ini menggunakan Fan/kipas untuk menghisap udara. Udara dihisap
melalui louver/pengarah dari samping masuk ke dalam Cooling Tower kemudian dihisap
keatas. Udara dingin ini mengalami kontak langsung dengan air yang jatuh dari bak atas
menuju bak bawah, sehingga air panas keluar dari Condenser (500C) dipompa menuju ke
Cooling Tower didinginkan dengan udara sehingga temperaturnya turun menjadi 26–270C.
Prinsip kerja menera pendingin jenis ini adalah di bagian atas Cooling Tower, terdapat
beberapa kipas (fan) yang digerakkan oleh motor listrik melalui rangkaian gigi reduksi
(gearbox) untuk menurunkan putaran motor. Air pendingin yang panas masuk ke header
atas dan di-spraykan ke bawah menuju kisi-kisi yang bertipe pantul (splash).
Udara atmosfir dari samping melalui sirip-sirip akibat hisapan fan dan mengalir ke atas,
bertemu dengan air yang dispray, sehingga mendinginkan air. Udara panas akan
dihembuskan kembali ke atmosfir oleh fan lewat bagian atas cooling tower. Air dingin akan
berkumpul dibak penampung (basin) dibagian bawah cooling tower. Selanjutnya air
pendingin disirkulasikan lagi ke kondensor.
3. Natural Draft Cooling Tower
Menara pendingin jenis natural draft atau hiperbola menggunakan perbedaan suhu
antara udara ambien dan udara yang lebih panas dibagian dalam menara. Begitu udara
panas mengalir keatas melalui menara (sebab udara panas akan naik), udara segar yang
dingin disalurkan ke menara melalui saluran udara masuk dibagian bawah. Tidak
diperlukan fan dan disana hampir tidak ada sirkulasi udara panas yang dapat mempengaruhi
kinerja.
Prinsip kerja menara pendingin jenis ini adalah di bagian bawah Cooling Tower,
terdapat beberapa aliran air panas masuk ke cooling tower. Setelah itu akan terjadi
perpindahan panas mengalir keatas cooling tower, udara dingin disalurkan masuk. Maka
akan terjadi pendinginan yang disebabkan perpindahan panas antara udara panas dan udara
dingin. Udara panas yang tersisa akan terlepas ke atmosfir.
once through
open recirculating
closed recirculating
Seperti pada gambar, air yang telah diteransferi panas selanjutnya didinginkan oleh
udara pada sistem terbuka, sehingga dinamakan opened . Recirculating berarti air
digunkan berkali-kali melalui sistem cooled and reused . Kekurangan dari proses ini
adalah adanya air yang lolos (windage loss dan evaporation loss) sehingga harus ada
make-up water. Kontaknya dengan udara secara langsung juga menambah jumlah
mineral pada air, sehingga konsentrasi mineral ini harus dikontrol (melalui blowdown
water ). Sistem ini biasa ditemui di kilang minyak dan industri petrokimia.
2. CLOSED RECIRCULATING CWS
Sistem closed ini menggunakan tempat tertutup untuk mentransferkan panas dari
medium (air),sehingga mediumnya bisa digunakan lagi. Biasanya digunkan fluida lain
sebagai medium transfer dari air yang panas. Kelebihannya adalah kehilangan air lebi
sedikit karena prosesnya yang tertutup. Sistem ini biasa dijumpai pada sistem pendingin
mesin, bearing, dan AC.
3. ONCE THROUGH CWS
Sistem ini merupakan sistem yang paling boros air karena air hanya digunakan
sekali jalan dan dibuang. Sistem ini biasa digunakan pada industri yang dekat dengan
sumber air yang melimpah, contoh pada sistem distilasi air laut.
Sumber:
Setiadi, Tjandra. 2007. Diktat Kuliah Utilitas I: Pengolahan dan Penyediaan Air. Program Studi
Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung.
Atmadja, S.T.2010.PengendalianKorosiPadaSistemPendinginMenggunakanPenambahanZat
Inhibitor.TeknikMesin, FakultasTeknik, Universitas Diponegoro
Untuk Overall Heat Transfer Coefficient dengan adanya slime pada mikroba, sehingga
penambahan nilai hambatan pada Overall Heat Transfer Coefficient.
Sumber: Incropera, P., Dewitt, D., Bergman, T. 2007. Fundamental of Heat and Mass
Transfer 6th edition. John Willey and Sons
1. Sebelum memulai perhitungan nilai LSI, terlebih dahulu dilakukan pengecekan air
untuk parameter kesadahan total (mg/L CaCO3), alkalinitas (mg/L CaCO3), pH dan
temperatur air.
2. Dilakukan konversi nilai – nilai diatas menjadi faktor konversi untuk perhitungan
Langlier’s Saturation Index
4. Dibandingkan nilai perhitungan yang didapatkan dengan standar nilai LSI untuk
mengetahui tingkat korosifitas air hasil test.
Indeks Stabilitas
Karakteristik Stabilitas
Langelier Index (L.I ) Aggressive Index (A.I) Ryznar Index (R.I)
Keterangan :
L.I = pHa – pHs
A.I = pHa + log10 (A) log10(Ca) ; A = Alkalinitas total dalam mg/L CaCO3
R.I = 2pHs – pHa = pH – 2 ( L.I )
Sumber: http://smk3ae.wordpress.com/2008/07/15/korosifitas-kerak-dan-perhitungannya/
diakses pukul 05.43 pada 24 Desember 2014.
Raw water yang diolah berasal dari air sungai Lematang dengan laju alir 3600 m3/jam.
Tahapan prosesnya adalah sebagai berikut:
1. Raw Water Intake Station
Raw water yang berasal dari sungai Lematang dipompakan masuk ke channel dimana
terdapat dua channel dengan laju alir 1800 m3/jam untuk setiap channel. Channel ini
dilengkapi dengan sensor level untuk mengukur ketinggian air yang masuk. Kedua channel
dilengkapi dengan dua macam screener, yaitu Coarse Screener (80 mm/saringan kasar) dan
Fine Screener (12 mm/saringan halus). Dua penyaring ini bekerja secara otomatis
mengumpulkan polutan–polutan. Untuk coarse screener akan mengumpulkan polutan yang
kasar sedangkan fine screener mengumpulkan polutan yang lebih kecil dan dibuang dalam
kontainer.
Air keluaran dari channel akan dialirkan ke slit sludge (desalting tank) untuk
memisahkan lumpur dan pasir dengan mengalirkan udara yang akan menyebabkan densitas
campuran menjadi rendah dan terjadi pengendapan. Air tersebut akan dipompakan ke splitter
box (untuk diolah lebih lanjut) dengan dua buah pompa sentrifugal vertikal. Pada raw water
intake station ini terdapat satu pompa yang secara otomatis akan berfungsi bila terjadi
kebakaran, disebut sebagai diesel fire water pump (tipe sentrifugal horizontal), yang akan
mendistribusikan air ke mill site.
2. Splitter Box
Pada splitter box ini terjadi proses klarifikasi, yaitu penghilangan padatan tersuspensi
dalam air dengan menggunakan bahan kimia. Splitter box dilengkapi dengan alat ukur
turbidity, pH, dan temperatur. Pengukuran tiga variabel tersebut digunakan sebagai parameter
untuk menentukan dosis koagulan dan flokulan yang harus ditambahkan pada pengolahan air
selanjutnya.
Pengolahan air pada splitter box ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
a. Penambahan Desinfektan
Tahap ini merupakan tahap pembebasan air dari bakteri dan alga yang sangat berbahaya dengan
menggunakan bahan kimia sodium hypochloride (NaOCl). Penginjeksian hypo ini dilakukan
dari bawah permukaan air, untuk menghindari kontak dengan udara, sehingga penguapan hypo
yang bersifat volatile ini dapat dihindari.
b. Penambahan Koagulan
Koagulasi merupakan proses pembesaran ukuran partikel menjadi flok–flok yang kecil dengan
menggunakan poly aluminium chloride (Al2(OH)3Cl3). Pada splitter box ini terjadi pengadukan
alamiah tanpa menggunakan mixer, tapi dengan memanfaatkan desain splitter box, dimana air
yang telah ditambahkan bahan–bahan kimia akan jatuh secara gravitasi ke bagian yang
berbentuk slope, sehingga gerakan turbulensi air tersebutlah yang berfungsi sebagai
pengadukan. Setelah melewati dua tahapan di atas, air akan dipompakan ke dua unit clarifier
(pulsator) dengan laju alir 1800 m3/jam. Pada splitter box juga terdapat dirty wash water yang
berasal dari air backwash sand filter dan pressure sand filter dan air kotor (sump pit) hasil
penggunaan dalam pabrik seperti kamar mandi, laboratorium pencucian alat, dan lain–lain.
3. Pulsator (clarifier)
Air masuk ke clarifier melalui vacuum chamber, mengalir secara vertikal dari pipa
perforated. Pada tahap ini terjadi pencampuran air yang mengandung partikel–partikel halus
(aluminium hidroksida) dengan reagent Polymer Anionic Polyacrilamide. Reagent ini
berfungsi sebagai flokulan yang akan membantu proses flokulasi, yaitu pembentukan flok–flok
kecil menjadi flok besar sehingga dapat mengendap. Pada pulsator ini juga dilengkapi dengan
alat ukur pH, sehingga penurunan pH akibat penambahan PAC dapat dilihat dan segera
ditangani dengan penambahan natrium hidroksida (NaOH) sebagai pH adjustment. Pada
pulsator ini terjadi proses sedimentasi, dimana flok–flok besar yang telah terbentuk akan
mengendap. Pulsator bekerja secara pulsasi, dimana secara otomatis sludge akan
terkonsentrasi ke konsentrator, kemudian sludge ini akan dialirkan ke sludge basin untuk diolah
lebih lanjut oleh Unit Effluent Treatment. Air yang telah terbebas dari sludge akan dikirim ke
unit sand filter untuk penyaringan.
4. Sand filter
Water Treatment Plant di PT. Tanjungenim Lestari Pulp and Paper ini memiliki enam
unit sand filter. Sand filter ini berfungsi untuk menyaring berbagai macam impurities yang
masih terdapat dalam air. Komposisi sand filter adalah di bagian bawah yang berfungsi sebagai
penyangga, disusun gravel (koral halus) dan dibagian atasnya dilapisi pasir (susunannya dari
bawah ke atas adalah koral kasar–koral halus–pasir kasar–pasir halus). Air akan dialirkan dari
atas, sehingga air yang keluar merupakan air yang telah memenuhi syarat untuk digunakan
pada proses.
Pada selang waktu tertentu, sand filter ini harus mengalami backwash untuk menjaga
keefektifan proses penyaringannya. Backwash yang dilakukan ada dua macam yang pertama
adalah Backwash berdasarkan waktu. Backwash ini dilakukan setiap 48 jam sekali, yang kedua
adalah Backwash berdasarkan kejenuhan. Kejenuhan dihitung dengan menggunakan sensor,
yaitu siphon yang akan memberikan data berupa tekanan. Semakin rendah tekanan
menunjukkan semakin tinggi kejenuhannya. Batas tekanan maksimal adalah 10 kPa. Jika
tekanan telah mencapai 10 kPa, maka harus dilakukan backwash. Tahapan–tahapan proses
backwash, yaitu:
a. Aliran air masuk dari clarifier ditutup dan air pada bagian atas filter dibuang ke dirty
wash water basin sampai ketinggian pada filter mencapai wear.
b. Udara disemprotkan dari bagian bawah filter untuk melepaskan kotoran–kotoran yang
menempel pada pori–pori filter tersebut. Udara bersih tersebut disemprotkan selama 2
menit, sedangkan waktu total udara yang disemprotkan selama 10 menit.
c. Setelah 2 menit udara disemprotkan, air inlet dari clarifier dialirkan untuk menyapu
kotoran–kotoran yang telah terangkat sehingga mengalir ke dirty wash water basin.
d. Setelah 10 menit, backwash dengan udara dihentikan dan diganti dengan
menyemprotkan air dari bagian bawah filter, sedangkan air inlet clarifier terus mengalir
secara kontinyu sampai proses backwash selesai.
e. Proses backwash secara keseluruhan membutuhkan waktu selama 20 menit.
f. Setelah backwash selesai, maka aliran dari bawah filter dihentikan, sedangkan aliran
air dari clarifier dibuka, dan penyaringan dapat dilakukan kembali.
5. Clearwell basin
Air bersih dari sand filter akan dialirkan ke clearwell sebagai tempat penyimpanan
(storage) dengan kapasitas 24.000 m3/jam, pada penggunaan selanjutnya dihubungkan dengan
treatment water basin, yang kemudian akan didistribusikan ke berbagai proses, yaitu:
a. Sebagai mill water, dimana pendistribusiannya menggunakan tiga buah pompa dengan
kapasitas laju alir 2.085 m3/jam per unit. Biasanya dalam pengoperasian yang normal
hanya memakai dua pompa, jika ada pemakaian yang berlebih bisa digunakan ketiganya
sekaligus.
b. Fire water (air pemadam kebakaran).
c. Backwash water untuk sand filter.
d. Bahan baku air untuk potable water.
6. Portable water
Untuk pengolahan potable water digunakan sebuah pressure sand filter yang bekerja
seperti saringan gravitasi untuk meningkatkan kualitas air. Penyaringan dilakukan di dalam
tangki tertutup, dimana air akan melewati media penyaring dalam tekanan yang cukup tinggi.
Untuk mencegah penyumbatan, saringan akan di–backwash oleh air dari potabale water basin.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, Fitria Nur.2014 .Laporan Kuliah Kerja nyata Praktek. Universitas Brawijaya.Malang
http://digilib.unila.ac.id/22/12/BAB%20VI.%20Utilitas78-98.pdf
http://smk3ae.wordpress.com/2008/07/15/korosifitas-kerak-dan-perhitungannya/diakses
pukul 05.43 pada 24 Desember 2014.
Incropera, P., Dewitt, D., Bergman, T. 2007. Fundamental of Heat and Mass Transfer 6 th
edition. John Willey and Sons
Setiadi, Tjandra. 2007. Diktat Kuliah Utilitas I: Pengolahan dan Penyediaan Air. Program Studi
Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung.