Purwanto
Purwanto
Oleh :
Purwanto
07/260162/PPN/3219
energi. Konsumsi energi dalam jumlah besar merupakan ciri dari peradaban
dengan kebutuhan, tingkat rekayasa energi semakin besar. Hal ini tak pelak
gencar. Namun hal ini masih terbatas pada sumber-sumber energi tak terbarukan
produksi minyak nasional yang disebabkan secara alamiah cadangan minyak pada
yang berimbas pada peningkatan kebutuhan dan konsumsi bahan bakar sehingga
Pemerintah. Ketika harga minyak dunia terus meningkat seperti pada saat ini
ditanggung Pemerintah sehingga harus dikurangi dan ini berakibat naiknya harga
Republik Indonesia No. 5 tahun 2006 tentang kebijakan Energi Nasional untuk
sumber daya yang dapat diperbaharui seperti bahan bakar alternatif pengganti
bahan bakar minyak. Selain itu, pemerintah serius untuk mengembangkan bahan
bakar nabati dengan menerbitkan INPRES No. 1 tahun 2006 tanggal 25 Juni 206
tentang penyediaan bahan bakar nabati (Biofuel) sebagai sumber bahan bakar
bioethanol. Bahan baku hayati biofuel dapat berasal dari produk-produk dan
biofuel adalah produksi ethanol. Ethanol memiliki kandungan oksigen lebih tinggi
sehingga terbakar lebih sempurna, bernilai oktan lebih tinggi, ramah lingkungan
tanaman yang berpotensi menjadi bahan bakar alternatif diantaranya kelapa sawit,
kelapa, jarak pagar, kapuk yang bisa dijadikan biodiesel untuk bahan bakar
alternatif pengganti solar; dan tebu, jagung, singkong ubi serta sagu yang bisa
propinsi utama penghasil singkong yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung,
(13.300.000 ton) setelah Brazil (25.554.000 ton), Thailand (13.500.000 ton) serta
disusul negara-negara seperti Nigeria (11.000.000 ton), India (6.500.000 ton)dari
total produksi dunia sebesar 122.134.000 ton per tahun (Bigcassava.com, 2007).
lahan yang tersedia untuk budidaya ubi kayu cukup luas terutama dalam bentuk
lahan di dataran rendah serta lahan-lahan di dataran tinggi dekat kawasan hutan.
Dalam upaya penyediaan bahan baku yang besar dan kontinu untuk bioethanol,
pengusahaan ubi kayu perlu dilakukan dalam bentuk perkebunan dengan luas
areal diatas lima hektar mengingat selama ini belum diusahakan dan masih
sambilan.
masih rendah yaitu 12,2 ton/ha (Agrica, 2007) dibandingkan dengan India (17,57
ton), Angola (14,23 ton/ha), Thailand (13,30 ton/ha) dan China (13,06 ton/ha)
Kabupaten Gunung Kidul dari tahun 1998 sampai dengan 2005 mengalami
fluktuasi produktivitas anatar 127 kw/ha samapi 174 kw/ha dan produksi tertinggi
Oleh karena itu dalam pengusahaannya perlu dilakukan secara perkebunan dengan
teknologi yang dapat meningkatkan hasil per tanaman ubi kayu. Teknologi yang
memungkinkan untuk di introduksi dalam rangka meningkatkan hasil adalah
yang besar atau dengan kombinasi antara klon yang mempunyai sumber besar dan
lubuk yang besar pula sehingga produktivitas tanaman meningkat, salah satunya
Ubi kayu mukibat merupakan tanaman hasil sambung atau grafting antara
ubi karet sebagai batang atas dan ubi biasa sebagai batang bawah. Pemilihan ubi
karet sebagai batang atas dengan dasar bahwa ubi karet kapasitas sumber besar,
daun besar, dan warna hijau tua, sehingga tanaman mempunyai luas daun lebih
luas dan laju fotosintesis lebih besar. Menurut Glodsworthy dan Fisher (1992) ubi
kayu secara bersama-sama mengembangkan luas daun dan akar yang secara
pertumbuhan daun dan akar. Hal ini berarti ada indek luas daun optimum untuk
tanaman.
Karakteristik daun ubi karet dengan daun besar dan hijau diharapkan dapat
sebagian besar awal pertumbuhan dalam bentuk penambahan luas daun, yang
bahwa beberapa sifat tipe tanaman yang akan memberikan hasil lebih tinggi yaitu
luas daun terbesar harus tidak kurang dari 500 cm2, cabang pertama harus
terbentuk enem bulan pertama setelah penanaman, dan umur daun individual
harus lebih dari seratus hari, sehingga tanaman akan memberikan keseimbangan
optimum antara luas daun (source) dan pertumbuhan akar (sink). Dengan
pertumbuhan tanaman per satuan luas daun. Penggunaan ubi karet sebagai batang
atas dengan morfologi daun yang lebih luas dan hijau berarti mempunyai
jangka waktu yang panjang. Pada tanaman ubi kayu penyimpanan dalam akar
terjadi apabila daun secara fotosintesis aktif, bukan pada saat laju fotosintesisnya
meningkatkan hasil umbi sampai dua kali lipat peningkatan laju pertumbuhan
tanaman dan juga akan meningkatkan LAI optimum. Menurut Alves (2002) pada
tanaman singkong terdapat korelasi yang positif antara luas daun atau lamanya
luas daun terhadap hasil umbi, hal ini mengindikasikan bahwa luas daun
merupakan hal penting yang menentukan laju pertumbuhan tanaman dan laju
lebih tinggi yaitu tanaman memiliki stuktur tanaman lebih tinggi, diameter akar
yang lebat dengan bobot yang lebih tinggi serta LAI yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tanaman ubi kayu biasa. De Bruijn dan Guritno (1990)
wilayah penanaman.
D. Penutup
dunia yang semakin tinggi perlu disikapi dengan mencari sumber energi alternatif
bersumber pada bahan terbaharui atau bahan bakar nabati. Bioethanol berbahan
Ahit, O.P.; S.E. Abit and M.B. Posas. Growth and development of Cassava Under
The Traditional and The Mukibat System of Planting. Annal of
Tropical Research 3(3): 187-198.
Cock, J.H. 1992. Ubi Kayu. in Goldsworthy, P.R. dan N.M. Fisher. 1992. Fisiologi
Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta
Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Goldsworthy, P.R. dan N.M. Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.