Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH MASALAH KHUSUS AGRONOMI


PNA 620

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS SINGKONG DENGAN TEKNOLOGI


MUKIBAT SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU BIOETHANOL

Oleh :
Purwanto
07/260162/PPN/3219

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGJAKARTA
2007
A. Pendahuluan

Dalam sejarah, manusia tidak pernah lepas dari ketergantungan dengan

energi. Konsumsi energi dalam jumlah besar merupakan ciri dari peradaban

modern. Sejak ditemukannya api manusia melai merekayasa energi. Seiring

dengan kebutuhan, tingkat rekayasa energi semakin besar. Hal ini tak pelak

menuntut pengeksploitasian sumber-sumber energi yang semakin besar dan

gencar. Namun hal ini masih terbatas pada sumber-sumber energi tak terbarukan

(minyak bumi, gas alam dan Batubara) (Anonim, 2007).

Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

produksi minyak nasional yang disebabkan secara alamiah cadangan minyak pada

sumur-sumur yang berproduksi. Dilain pihak pertambahan penduduk telah

mengakibatkan meningkatnya kebutuhan sarana transportasi dan aktivitas industri

yang berimbas pada peningkatan kebutuhan dan konsumsi bahan bakar sehingga

untuk memenuhinya Indonesia harus import.

Besarnya ketergantungan pada bahan bakar import semakin memberatkan

Pemerintah. Ketika harga minyak dunia terus meningkat seperti pada saat ini

mencapai 90 $ US mengakibatkan semaikin berat beban subsidi yang harus

ditanggung Pemerintah sehingga harus dikurangi dan ini berakibat naiknya harga

bahan bakar minyak.

Melihat kodisi ini, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden

Republik Indonesia No. 5 tahun 2006 tentang kebijakan Energi Nasional untuk

mengembangkan sumber-sumber energi alternatif sebagai pengganti Bahan Bakar

Minyak. Walaupun kebijakan ini menekankan penggunaan batubara dan gas


sebagai pengganti bahan bakar minyak, kebijakan tersebut juga menetapkan

sumber daya yang dapat diperbaharui seperti bahan bakar alternatif pengganti

bahan bakar minyak. Selain itu, pemerintah serius untuk mengembangkan bahan

bakar nabati dengan menerbitkan INPRES No. 1 tahun 2006 tanggal 25 Juni 206

tentang penyediaan bahan bakar nabati (Biofuel) sebagai sumber bahan bakar

(Martono dan Sasongko, 2007).

Tabel 1. Jenis Tumbuhan Penghasil Energi

Jenis Tumbuhan Produksi Minyak Ekivalen


(Liter per Ha) Energi(kWh per Ha)

Elaeis guineensis (kelapa sawit) 3.600-4.000 33.900-37.700


Jatropha curcas (jarak pagar) 2.100-2.800 19.800-26.400
Aleurites fordii (biji kemiri) 1.800-2.700 17.000-25.500
Saccharum officinarum (tebu) 2.450 16.000
Ricinus communis (jarak 1.200-2.000 11.300-18.900
kepyar)
Manihot esculenta (ubi kayu) 1.020 6.600

Bahan bakar nabati yang dapat dikembangkan adalah biodiesel dan

bioethanol. Bahan baku hayati biofuel dapat berasal dari produk-produk dan

limbah pertanian yang sangat berlimpah di Indonesia.

Saat ini teknologi yang berpeluang dikembangkan untuk pengadaan energi

biofuel adalah produksi ethanol. Ethanol memiliki kandungan oksigen lebih tinggi

sehingga terbakar lebih sempurna, bernilai oktan lebih tinggi, ramah lingkungan

karena mengandung emisi gas karbon monoksida lebih rendah dibandingkan

dengan bahan bakar minyak (Anonim, 2007).


Tabel. 2 Konvensi biomasa menjadi bioethanol
Biomasa (kg) Kandungan gula (Kg) Jumlah hasil bioethanol Biomasa :Bioethanol
(Liter)

Ubi kayu 1.000 250-300 166,6 6,5 : 1

Ubi jalar 1.000 150-200 125 8:1

Jagung 1.000 600-700 400 2,5 : 1

Sagu 1.000 120-160 90 12 : 1

Tetes 1.000 500 250 4:1

Menurut Martono dan Sasongko (2007) Indonesia memiliki 60 jenis

tanaman yang berpotensi menjadi bahan bakar alternatif diantaranya kelapa sawit,

kelapa, jarak pagar, kapuk yang bisa dijadikan biodiesel untuk bahan bakar

alternatif pengganti solar; dan tebu, jagung, singkong ubi serta sagu yang bisa

dijadikan bioethanol untuk dijadikan bahan bakar alternatif pengganti premium.

Bahan baku biofuel yang potensial untuk diukembangkan di Indonesia terutama

adalah Ubi kayu.

B. Potensi Produksi Singkong Sebagai Penyedia Bahan Baku Bioethanol

Berdasarkan kontribusi terhadap produksi nasional terdapat sepuluh

propinsi utama penghasil singkong yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung,

Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Sumatera Selatan dan Yogyakarta

yang menyumbang sebesar 89,47 % dari produksi Nasional sedangkan produksi

propinsi lainnya sekitar 11-12 % (Agrica, 2007).

Indonesia termasuk sebagai negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga

(13.300.000 ton) setelah Brazil (25.554.000 ton), Thailand (13.500.000 ton) serta
disusul negara-negara seperti Nigeria (11.000.000 ton), India (6.500.000 ton)dari

total produksi dunia sebesar 122.134.000 ton per tahun (Bigcassava.com, 2007).

Potensi Pengembangan ubi kayu di Indonesia masih sangat luas mengingat

lahan yang tersedia untuk budidaya ubi kayu cukup luas terutama dalam bentuk

lahan di dataran rendah serta lahan-lahan di dataran tinggi dekat kawasan hutan.

Dalam upaya penyediaan bahan baku yang besar dan kontinu untuk bioethanol,

pengusahaan ubi kayu perlu dilakukan dalam bentuk perkebunan dengan luas

areal diatas lima hektar mengingat selama ini belum diusahakan dan masih

merupakan kebun sela atau tumpangsari ataupun hanya merupakan kebun

sambilan.

Permasalahan utama dalam produksi ubi kayu adalah produktivitas yang

masih rendah yaitu 12,2 ton/ha (Agrica, 2007) dibandingkan dengan India (17,57

ton), Angola (14,23 ton/ha), Thailand (13,30 ton/ha) dan China (13,06 ton/ha)

(bigcasssava.com, 2007). Disamping itu, produktivitas ubi kayu di Indonesia

masih sangat berfluktuatif. Di Daerah Istimewa Yogyakarta terutama di

Kabupaten Gunung Kidul dari tahun 1998 sampai dengan 2005 mengalami

fluktuasi produktivitas anatar 127 kw/ha samapi 174 kw/ha dan produksi tertinggi

sebesar 812.321 ton (Martono dan Sasongko, 2007)

Grafik 1. Trend Luas Panen Ubi Kayu (Hektar) di Kabupaten se Daerah


Istimewa Yogyakarta
Grafik 3. Trend ProduksiUbi Kayu (Hektar) Kabupaten Gunung Kidul
Tahun 1998 s/d 2005

Dalam upaya penyediaan bahan baku bioethanol, usaha yang perlu

diperhatikan terutama adalah peningkatan produksi dan produktivitas ubi kayu

dengan masukan teknologi budidaya yang tepat. Rendahnnya produktivitas

disebabkan oleh pengunaan varietas lama dan produksinya masih sampingan.

Oleh karena itu dalam pengusahaannya perlu dilakukan secara perkebunan dengan

bibit yang memiliki kapasitas sink dan source yang kuat.

C. Peningkatan Produktivitas Ubi Kayu Melalui Teknologi Singkong


Mukibat

Peningkatan produksi tanaman ubi kayu dapat dilakukan dengan

pengusahaan secara perkebunan atau pengusahaan dalam skala besar untuk

memenuhi kebutuhan bahan baku untuk bioethanol dengan arah pengembangan di

lahan-lahan marjinal. Permasalahan utama dalam produksi ubi kayu adalah

produktivitas tanaman yang masih rendah.

Dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman ini perlu masukan

teknologi yang dapat meningkatkan hasil per tanaman ubi kayu. Teknologi yang
memungkinkan untuk di introduksi dalam rangka meningkatkan hasil adalah

dengan menggunakan klon-klon ubi kayu yang mempunyai kapasitas sumber

yang besar atau dengan kombinasi antara klon yang mempunyai sumber besar dan

lubuk yang besar pula sehingga produktivitas tanaman meningkat, salah satunya

adalah dengan menggunakan teknologi mukibat.

Ubi kayu mukibat merupakan tanaman hasil sambung atau grafting antara

ubi karet sebagai batang atas dan ubi biasa sebagai batang bawah. Pemilihan ubi

karet sebagai batang atas dengan dasar bahwa ubi karet kapasitas sumber besar,

daun besar, dan warna hijau tua, sehingga tanaman mempunyai luas daun lebih

luas dan laju fotosintesis lebih besar. Menurut Glodsworthy dan Fisher (1992) ubi

kayu secara bersama-sama mengembangkan luas daun dan akar yang secara

ekonomi berguna sehingga persediaan fotosintat/asimilat yang ada dibagi antara

pertumbuhan daun dan akar. Hal ini berarti ada indek luas daun optimum untuk

pertumbuhan akar. Rekayasa meningkatkan keseimbagan antara sumber dan lubuk

dengan menggunakan teknik mukibat diharapkan dapat meningkatkan hasil

tanaman.

Karakteristik daun ubi karet dengan daun besar dan hijau diharapkan dapat

memanfaatlkan radiasi sinar matahari secara efisien. Menurut Gardner et al.,

1991) spesies tanaman budidaya yang efisien cenderung menginvestasikan

sebagian besar awal pertumbuhan dalam bentuk penambahan luas daun, yang

berakibat pemanfaatan radiasi matahari yang efisien. Cock (1992) menyatakan

bahwa beberapa sifat tipe tanaman yang akan memberikan hasil lebih tinggi yaitu

luas daun terbesar harus tidak kurang dari 500 cm2, cabang pertama harus
terbentuk enem bulan pertama setelah penanaman, dan umur daun individual

harus lebih dari seratus hari, sehingga tanaman akan memberikan keseimbangan

optimum antara luas daun (source) dan pertumbuhan akar (sink). Dengan

demikian untuk meningkatkan hasil tanaman dilakukan dengan meningkatkan laju

pertumbuhan tanaman per satuan luas daun. Penggunaan ubi karet sebagai batang

atas dengan morfologi daun yang lebih luas dan hijau berarti mempunyai

kemampuan untuk mempertahankan fotosintesisnya sampai laju maksimum untuk

jangka waktu yang panjang. Pada tanaman ubi kayu penyimpanan dalam akar

terjadi apabila daun secara fotosintesis aktif, bukan pada saat laju fotosintesisnya

menurun karena umur tanaman. Laju pertumbuhan yang meningkat akan

meningkatkan hasil umbi sampai dua kali lipat peningkatan laju pertumbuhan

tanaman dan juga akan meningkatkan LAI optimum. Menurut Alves (2002) pada

tanaman singkong terdapat korelasi yang positif antara luas daun atau lamanya

luas daun terhadap hasil umbi, hal ini mengindikasikan bahwa luas daun

merupakan hal penting yang menentukan laju pertumbuhan tanaman dan laju

akumulasi fotosintat pada bagian penyimpanan pada tanaman singkong.

Hasil penelitian Ahit et al., (1981) menunjukan bahwa penggunaan

teknologi mukibat dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil yang

lebih tinggi yaitu tanaman memiliki stuktur tanaman lebih tinggi, diameter akar

yang lebat dengan bobot yang lebih tinggi serta LAI yang lebih tinggi

dibandingkan dengan tanaman ubi kayu biasa. De Bruijn dan Guritno (1990)

menyatakan bahwa peningkatan produksi ubi kayu sistem mukibat maningkat


30% dan bahkan dapat mencapai lebih dari 100 % tergantung pada kondisi

wilayah penanaman.

D. Penutup

Penurunan produksi minyak bumi nasional dan kenaikan harga minyak

dunia yang semakin tinggi perlu disikapi dengan mencari sumber energi alternatif

bersumber pada bahan terbaharui atau bahan bakar nabati. Bioethanol berbahan

baku singkong cukup potensial untuk dikembangkan mengingat masih tersedianya

lahan untuk budidayanya dengan didukung teknologi budidaya. Teknologi

singkong mukibat dapat dikembangkan untuk peningkatan produksi singkong

untuk bioethanol. Penggunaan teknologi mukibat dapat meningkatkan produksi

singkong antara 30 % sampai dengan 100 %.


DAFTAR PUSTAKA

Agrica. 2007. Bensin Singkong. Lembaga Pers Mahasiswa AGRICA Fakultas


Pertanian Unsoed Purwokerto, Edisi XIX/Tahun XXI September 2007

Ahit, O.P.; S.E. Abit and M.B. Posas. Growth and development of Cassava Under
The Traditional and The Mukibat System of Planting. Annal of
Tropical Research 3(3): 187-198.

Alves, A.A.C. 2002. Cassava Botany and Physiology. CAB International.

Anonim. 2007. Saatnya Eksplorasi Bahan Bakar Hayati. http://www.bppt.go.id

Bigcassava.com. 2007. Proyek Pengembangan Budi Daya Singkong Varietas


Darul Hidayah Sebagai Upaya Meningkatkan Tarap Kehidupan
Ekonomi Petani, Sekaligus Mengintip Peluang Pengembangan Bahan
Baku Biofuel. http://www.bigcassava.com

Cock, J.H. 1992. Ubi Kayu. in Goldsworthy, P.R. dan N.M. Fisher. 1992. Fisiologi
Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta

De Bruijn, G.H. and Bambang Guritno. 1990. Farmer Experimentation With


Cassava Planting in Indonesia. Departemen of Tropical Crop Science.
Wageningen Agriculture University, Netherlands

Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Goldsworthy, P.R. dan N.M. Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Martono, B. dan Sasongko. 2007. Prospek Pengembangan Ubi Kayu Sebagai


Bahan Baku Bioethanol. http://www.diy.go.id

Anda mungkin juga menyukai