Pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia merupakan suatu
bentuk perbuatan yang sangat sensitif dalam kehidupan manusia,
sebab Hak Asasi Manusia merupakan seperangkat hak yang secara kodrati dimiliki oleh setiap orang dan bersifat hakiki. Sehingga dengan adanya suatu bentuk pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia akan menjadi perhatian serius bagi setiap orang, terutama dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia berat. Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat merupakan bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia yang mengancam nyawa seseorang, seperti salah satu contoh dari Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat adalah dalam peristiwa Tanjung Priok (1984). Oleh sebab itulah terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat dibutuhkan suatu penanganan yang bersifat khusus seperti adanya Pengadilan HAM Ad Hoc yaitu pengadilan yang bersifat sementara untuk menangani pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat berikut juga aparatur penegak hukum yang bersifat sementara (ad hoc) di dalam peradilan Hak Asasi Manusia Berat. Didalam penanganan suatu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, terdapat beberapa tahap yang harus dilalui sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yang meliputi Tahap Penyelidikan, Tahap Penyidikan, Tahap Penuntutan, Tahap Pemeriksaan di Sidang Pengadilan, Tahap Pelaksanaan Putusan Pengadilan. Begitu pula halnya dengan peristiwa Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat Tanjung Priok (1984) juga dilakukan serangkaian tahap dalam proses peradilan tersebut salah satunya ialah tahap penuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum Ad Hoc pada tahun 2004 lalu.Dalam paper ini, penulis akan membahas secara lebih mengkhusus mengenai proses penuntutan dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat khususnya dalam perstiwa pelanggaran HAM Berat Tanjung Priok pada tahun 1984 silam.