Anda di halaman 1dari 8

Kajian Tumpangsari Tebu dan Kedelai (Bule)

dalam Upaya Peningkatan Keuntungan Usahatani


Moh. Saeri1 dan Suyamto1
1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur
Jl Raya Karangploso P.O. Box 188 Malang 65101; Telp (0341) 494052, 485056;
Fax (0341) 471255;
E-mail: saerimoh@yahoo.com

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi kelayakan teknis dan sosial
ekonomis model tumpangsari tebu-kedelai dan mendapatkan lahan baru untuk tanaman kedelai
yang tidak mengganggu lahan untuk tanaman pangan lainnya Untuk mencapai tujuan tersebut
dilakukan pengkajian Pengembangan tumpangsari Tebu dan Kedelai Dalam Upaya Peningkatan
Keuntungan Usahatani. Penelitian ini dirancang dengan petak terpisah/splitplot, dengan petak
utama dua sistem tanam yaitu ratun dan bongkar ratun. Anak petak adalah 4 varietas kedelai yaitu
: Anjasmoro, Argomulyo, Grobogan dan Wilis. Pengkajian dilaksanakan di desa Blimbingsari
Kec. Suko Kab. Mojokerto pada musim panen tebu masak awal (bulan Juni-Juli) tahun 2015. Data
hasil, komponen hasil dan data ekonomi komoditas kedelai dan tebu merupakan parameter utama
yang diamati. Tebu dan kedelai ditanam pada bulan Juli 2015. Hasil pengkajian diperoleh
informasi bahwa tanaman kedelai bisa di tumpangsari dengan tanaman tebu pada pertumbuhan
awal. Dari kedua teknologi yang diterapkan yaitu Ratun dan Bongkar ratun masing-masing
memberikan hasil 0.95 ton/hakedelai dan 1,61 ton/ha, dengan tambahan keuntungan petani sebesar
Rp. 1.190.000,- dan 4.217.000,-, dan ditinjau dari tingkat efisiensi kedua teknologi tersebut sama
sama menguntungkan karena nilai R/C Ratio lebih besar dari 1, yaitu masing-masing 1,19 dan
1,57.
Kata kunci : Kedelai, Keuntungan, Model PTT, Tebu, Usahatani.

Pendahuluan

Komoditas kedelai menjadi penting dan strategis karena sering bergejolak baik dari
penyediaan maupun harganya, terutama menjelang hari besar keagamaan sehingga berpengaruh
terhadap perekonomian masyarakat dan Negara. Untuk padi bahkan ditargetkan surplus 10 juta
ton beras pada tahun 2014 dan seterusnya. Sesuai Permentan 45 tahun 2011 (Kementerian
Pertanian, 2011), tugas BPTP adalah menyediakan rakitan teknologi spesifik lokasi. Walaupun
Permentan tersebut ditujukan untuk padi, namun dapat berlaku juga untuk komoditas strategis
lainnya seperti jagung dan kedelai.
Semangat petani untuk menanam tebu dapat dirangsang dengan memadukan tebu dengan
beberapa jenis tanaman semusim lain termasuk tanaman pangan dalam pola pertanaman
tumpangsari (Darmodjo, 1992). Dalam bertanam tebu dan tanaman semusim lain secara
tumpangsari ada 2 kepentingan. 1). Apabila pihak pabrik gula menyewa tanah petani, yang
penting tanaman sela tidak menurunkan hasil tebu karena jarak antarbaris tetap, walaupun hasilnya
rendah tetap menguntungkan, disebut additive series. 2). Apabila petani menanam tebu di
lahannya sendiri, maka hasil tebu boleh turun karena jumlah baris berkurang, asal hasil tanaman
sela cukup tinggi, yang penting hasil total tanaman penyusun tinggi, disebut replacement series
(Palaniappan, 1984; Soemartono, 1985).
Peningkatan produktivitas tebu dapat dilakukan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi.
Peningkatan produktivitas secara komersial dimaksudkan untuk meningkatkan produksi per satuan
luas lahan melalui peningkatan populasi dengan mempersempit jarak antarbaris tebu. Dengan

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 725


Banjarbaru, 20 Juli 2016
peningkatan populasi ini ketersediaan lahan, lengas tanah, unsur hara, dan cahaya matahari dapat
dimanfaatkan tebu semaksimal mungkin sehingga hasil hablur meningkat.
Penelitian tentang jarak antarbaris tebu di lahan sawah telah banyak dilakukan. Di
Quinsland penyempitan jarak antarbaris dari 135 cm menjadi 50 cm dapat meningkatkan berat
batang dan hasil hablur sampai 50 % (Bull and Bull, 2000 cit., Effendi, 2001). Penelitian di lahan
sawah di Kebun Bakalan P3GI menunjukkan bahwa pelebaran jarak antarbaris dari 90 cm menjadi
130 cm dapat menurunkan jumlah batang, berat batang dan hasil hablur, sedangkan pelebaran
jarak antarbaris dari 90 cm menjadi 110 cm pengaruhnya tidak nyata (Rasjid dan Suryani, 1993).
Penelitian di lahan sawah beririgasi di PG Lestari PTPN X menunjukkan bahwa penyempitan jarak
antarbaris dari 105 cm (standar) menjadi 50 cm dapat meningkatkan jumlah tanaman sampai umur
6 bulan, tetapi diameter batang dan rendemen turun dengan nyata, sedang terhadap berat batang
dan hasil hablur tidak berpengaruh nyata. Jarak antar baris ganda (160+50) cm dapat
meningkatkan tinggi tanaman dan rendemen, tetapi terhadap diameter batang, berat batang, dan
hasil hablur tidak berpengaruh nyata (Effendi, 2001).
Untuk meningkatkan produksi tebu dan kedelai di Jawa Timur tahun 2015 dilakukan
melalui peningkatan produktivitas dan penambahan areal tanam. Hasil pengkajian Ernawanto et
al., (2013) menunjukkan bahwa usahatani tebu dengan cara tanam juring ganda yang
ditumpangsarikan dengan bawang merah mampu meningkatkan pendapatan petani selama
tanaman tebu belum panen di Sampang sebesar Rp 11.066.000 (R/C rasio 1,33) dan di
Pamekasan sebesar Rp 7.185.000 (R/C rasio 1,21). Dari pengalaman tersebut, maka peningkatan
produksi tebu dan kedelai dapat dilakukan bersama-sama melalui pengembangan system tanam
tumpangsari tebu-kedelai, baik di lahan tebu yang saat ini telah ada maupun pada areal
pengemabangan baru. Sistem tanam tebu-kedelai disamping dapat meningkatkan optimalisasi
sumberdaya lahan juga mampu mengatasi permasalahan kekurangan lahan untuk tanaman kedelai,
mengingat kedelai pada dasarnya tidak memiliki lahan khusus. Tanaman kedelai yang ada selama
ini adalah karena tanaman padi dan jagung tidak memungkinkan ditanam di lahan tersebut,
meskipun luasnya tidak terlalu banyak, sehinggi hal tersebut jika tidak dipikirkan maka suatu
ketika lahan untuk kedelai menjadi langka.
Penelitian tentang tumpangsari tebu dengan kedelai di lahan sawah perlu dilakukan,
dengan tujuan untuk melihat pengaruh dari masing-masing perlakuan tebu tumpangsari dengan
beberapa varietas kedelai terhadap produksi dan pendapatan usahatani, hasil total tanaman
penyusun serta efisiensi penggunaan lahan.
Program pengembangan kedelai dibawah hutan tanaman industri untuk perluasan areal
telah dicanangkan dan dilaksanakan, antara lain dibawah hutan jati dan tanaman industri lainnya,
tumpangsari dengan jagung dan ubikayu. Yang belum banyak dilakukan adalah penanaman
kedelai pada areal tebu muda, oleh karena itu perlu prospeknya menjadi perhatian mengingat
pengembangan sistem tebu-kedelai berarti pengembangan dua komoditas strategis secara
bersamaan sekaligus, sehingga optimalisasi sumberdaya lahan bisa tercapai. Saat ini luas areal
tebu di Jawa Timur sekitar 191.386 ha, jika 30% dari lahan tersebut bisa ditanamai kedelai, maka
lahan tanaman kedelai bertambah sebesar 57.415 ha. jika produktivitas kedelai rata-rata 1,2 ton
maka ada tambahan pasokan kedelai dari jawa timur sebesar 68.898 ton.
Penyempitan jarak tanam antar baris 100 cm menjadi 90 cm tidak berpengaruh nyata
terhadap diameter batang dan jumlah batang saat tebang (A.T. Soejono, 2004). Menurut Rasjid
dan Suryani (1993). pada tebu monokultur pengaruh jarak antar baris 90 cm dan 110 cm tidak

726 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian


Banjarbaru, 20 Juli 2016
berbeda nyata terhadap panjang batang, diameter batang, jumlah batang, dan hasil hablur.
Penelitian yang dilakukan di Vietnam, penyempitan jarak antarbaris 150 cn menjadi 75 cm dapat
meningkatkan berat batang 2 kali lipat, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap hasil nira (Nguyen,
1996), Demikian pula penyempitan jarak antarbaris 150 cm menjadi 90 cm juga dapat menaikkan
berat batang tetapi hasil nira tidak terpengaruh (Nguyen et al., 1997).
Perubahan jarak antar baris tunggal 100 cm menjadi jarak antarbaris ganda (160 + 40) cm
menunjukkan berat batang tebu tidak berbeda nyata. Perubahan jarak antarbaris tebu ini
sebenarnya tidak merubah jumlah baris tebu, walaupun terjadi penurunan jumlah batang tetapi
dengan terbentuknya jalur lebar dapat memacu pertumbuhan komponen hasil yang lain seperti
panjang batang, diameter batang, dan tingkat kemasakan tebu yang tampak pada hasil hablur.
Berat batang tebu saat tebang dalam tumpangsari dengan tanaman kacangan-kacangan relatif lebih
tinggi dari pada tanaman monokultur. Hal ini karena tebu mendapatkan tambahan unsur hara
Nitrogen mengingat tanaman kacangan mampu bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium untuk
menambat N sehingga tidak respon terhadap pupuk N.
Perubahan jarak antar baris tunggal 100 cm menjadi jarak antarbaris ganda (160+40) cm
menunjukkan berat batang tebu tidak berbeda nyata. Perubahan jarak antar baris tebu ini
sebenarnya tidak merubah jumlah baris tebu, walaupun terjadi penurunan jumlah batang tetapi
dengan terbentuknya jalur lebar dapat memacu pertumbuhan komponen hasil yang lain seperti
panjang batang, diameter batang, dan tingkat kemasakan tebu yang tampak pada hasil hablur.
Berat batang tebu saat tebang dalam tumpangsari dengan tanaman kacangan relatif lebih tinggi
daripada tanaman monokultur, (A.T. Soejono, 2004).
Berdasarkan dari uraian diatas maka tujuan dari Pengkajian ini adalah untuk
Mendapatkan informasi kelayakan teknis dan sosial ekonomis model tumpangsari tebu-kedelai dan
mensosialisasikan konsep tumpangsari tebu dengan kedelai kepada petani dan penyuluh, serta
mendapatkan lahan baru untuk tanaman kedelai yang tidak mengganggu lahan untuk tanaman
pangan lainnya, serta keluaran dari pengkajian ini adalah informasi rakitan teknologi usahatani
tebu tumpangsari dengan kedelai untuk memperoleh keuntungan maksimum.

Metodologi

Pengkajian dilakukan di sentra produksi tebu di lahan sawah irigasi Dsn. Gayaman, Desa
Blimbingsari, Kecamatan Suko, Kabupaten Mojokerto, pada tanah grumosol dengan ketinggian
tempat 60 m di atas permukaan laut, Penelitian ini menggunakan pendekatan on-farm
research/dilakukan langsung di lahan petani dengan melibatkan petani secara partisipatif,
menggunakan lahan milik petani dengan luas total sekitar 0,7 hektar, sehingga luas per perlakuan
rata-rata adalah 7.000 M2 dibagi jumlah perlakuan, Pengkajian dimulai bulan Juli 2015 s/d Juni
2016. Kajian ini menggunakan rancangan acak petak terpisah (Split Plot Design),terdiri atas 2
faktor perlakuan dan 3 ulangan. Faktor pertama sebagai petak utama adalah 1). sistem tanam tebu
Ratun terdiri dari 5 sub anak petak yaitu : (a. Tebu +Kedelai Anjasmoro; b.Tebu+ Kedelai
Argomulyo; c. Tebu+Kedelai Grobogan; d. Tebu+ Kedelai Wilis; e. Tebu Monokultur)dan ke 2).
tebu bongkar ratun dengan sub anak petak yang sama yaitu: (a. Tebu +Kedelai Anjasmoro; b.
Tebu+ Kedelai Argomulyo; c. Tebu+Kedelai Grobogan; d. Tebu+ Kedelai Wilis; e. Tebu
Monokultur).
Ukuran petak perlakuan mengikuti ukurang jarak tanam tebu dengan Pusat ke pusat
(PKP) tebu ratun adalah 100 cm sedangkan PKP bongkar ratun adalah 135 cm. varietas tebu yang

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 727


Banjarbaru, 20 Juli 2016
ditanam adalah PS.881 atau yang umum ditanam petani setempat yang termasuk kategori masak
awal, sebagai ulangan panjang guludan dibagi tiga. Budidaya kedelai menggunakan pendekatan
PTT. Kedelai di tanam dengan jarak tanam, jajar legowo 40x20x15 cm. Benih ditugal 2-3 biji
perlubang kemudian ditutup dengan pupuk organik/bokasi, bersamaan dengan itu campuran pupuk
urea dan phonska diberikan pada jarak larikan 10 cm ditugal, selanjutnya ditutup pupuk organik.
Pupuk dasar pada tebu digunakan pupuk phonska sebanyak 150 kg/ha, pupuk ZA
diberikan dua kali pada umur 2 minggu 400 kg dan umur 5 minggu 300 kg/ha. Pengamatan
komponen pertumbuhan tanaman dilakukan terhadap tanaman sampel, sedang komponen hasil dan
hasil tanaman diambil dari petak sampel. Data utama yang diamati adalah hasil tebu dan kedelai
serta analisis usahataninya. Berdasarkan data hasil masing-masing jenis tanaman dalam
pertanaman tumpangsari maupun monokultur dapat dicari nisbah setara lahan (NSL) sebagai
berikut : YPts/YPm + YTts/YTm

NSL = + YTts = hasil tebu tumpangsari


YPm = hasil palawija monokultur
YPts = hasil palawija tumpangsari
YTm = hasil tebu monokultur

Bila NSL > 1, berarti pertanaman tumpangsari lebih efisien dalam penggunaan lahan dari
pada pertanaman monokultur. Data komponen pertumbuhan tanaman, komponen hasil dan hasil
dianalisis dengan sidik ragam pada taraf nyata 5%. Bila ada beda nyata dilanjutkan uji jarak ganda
Duncan (UJGD) pada taraf 5%. Tahapan kegiatan antara lain : (i) penentuan lokasi/hamparan dan
petani pelaksana berkoordinasi dengan PPL/petugas Lapang setempat, (ii) sosialisai rencana
kegiatan kepada petanikooperator dan petugas lapang, (iii) implementasi kegiatan on farm, (iv)
pemeliharan tanaman dilakukan secara optimal dan monitoring, (v) temu lapang dan panen, (vi)
pelaporan hasil kegiatan. Hasil tebu dan kedelai, analisis usahatani tebu dan kedelai merupakan
data utama yang dikumpulkan.

Hasil dan Pembahasan

Lahan yang digunakan untuk pengkajian adalah lahan milik petani dengan luas sekitar 0,7
ha. Merupakan lahan bekas tanaman tebu yang telah panen. Lahan tersebut dibagi menjadi dua
bagian, sebagian dikepras/diratun dan sebagian lagi dibongkar ratun. Biasanya petani
membongkar tebu jika sudah 3-5 kali keprasan tergantung keseragaman bibit tebu atau cara
pemeliharaan tebu, sehingga berpengaruh pada produktivitas. biasanya produktivitas tebu
perhektar mencapai 27 ton perhektar. Gambar lokasin disajikan di bawah ini.

Gambar 1. Lokasi/lahan yang digunakan kegiatan Pengkajian

728 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian


Banjarbaru, 20 Juli 2016
Lahan petani yang sudah ditentukan kemudian di bagi dua dan selanjutnya diolah, cara
pengolahan ada 2 macam. 1 sistem keprasan/ ratun dan 2 sistem bongkar ratun. pada sistem
keprasan bekas tebu yang sudah panen terus dikepras pada permukaan pangkal tebu dilakukan
sedemikian rupa agar bonggol tebu bisa tumbuh kembali dan dipelihara sebagai mana mestinya.
Bekas keprasan tebu ditata diolah untuk selanjutnya ditanami kedelai. Pada tebu keprasan jarak
tanam/pusat ke pusah (PKP) 100 cm. pada lorong antar tebu yang telah diolah tersebut kemudian
ditanami kedelai, jarak tanam kedelai 40 x 10 cm jadi ada dua baris tanaman kedelai dalam lorong
tebu. Selanjutnya pada sistem bongkar Ratun, lahan tebu yang sudah di panen kemudian diolah
dengan cara dibajak menggunakan traktor besar. Setelah dibajak lahan tersebut di tata sedemikian
rupa dalam bentuk guludan dengan jarak pusat ke pusat guludan adalah 130 cm dengan tujuan
bibit tebu di tanam 2 baris per lubang atau disebut baris ganda. Sedangkan kedelai ditanam 3 baris
tiap guludan dengan jarak tanam 40 cm. seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2. Tanaman kedelai

Tabel 1. Hasil Kedelai t/ha, Jumlah Polong/tanaman Tebu Kedelai, Mojokerto, 2015.

Hasil T/ha Jumlah Polong/Tanaman


Varietas
Bongkar Keprasan Bongkar Keprasan
Rata2 Rata2
(0,66 ha) (0,7 ha) (0,66 ha) (0,7 ha)
Anjasmoro 1.76 1.12 1.44 71.10 b 53.07 a 62.08
Argomulyo 1.2 0.96 1.08 37.07 c 39.63 b 38.35
Grobogan 1.73 0.78 1.26 37.47 c 36.37 b 36.92
Wilis 1.75 0.94 1.35 90.30 a 62.80 a 76.55
Rata 1.61 a 0.95 b 58.98 47.97
Hasil kedelai pada perlakuan bongkar ratun dibanding pada perlakuan keprasan adalah
berbeda nyata yaitu 1.61 ton/ha pada bongkar ratun dan 0.95 t/ha pada perlakuan keprasan. dan
tidak berbeda nyata pada perlakuan varietas kedelai. sedangkan jumlah polong per tanaman
perlakuan keprasan tidak berbeda nyata dengan bongkar ratun tetapi berbeda nyata antar varietas.
polong tertinggi pada varietas Anjasmoro sedangkan varietas yang lain tidak berbeda nyata, data
disajikan pada Tabel 2.

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 729


Banjarbaru, 20 Juli 2016
Tabel 2. Jumlah Polong Isi/Tanaman, Jumlah polong Hampa pertanaman Polong/ tanaman
Tumpangsari Tebu Kedelai, Mojokerto, 2015.

Jumlah Polong isi /Tanaman Jumlah Polong hampa/Tanaman


Varietas
Bongkar Keprasan Bongkar Keprasan
Rata2 Rata2
(0,66 ha) (0,7 ha) (0,66 ha) (0,7 ha)
Anjasmoro 67.17 b 45.37 b 56.27 3.93 a 7.70 a 5.82
Argomulyo 34.57 c 37.43 bc 36.00 2.50 b 2.20 c 2.35
Grobogan 36.10 c 32.90 c 34.50 1.37 b 3.47 c 2.42
Wilis 88.13 a 57.90 a 73.02 2.17 b 4.90 b 3.53
Rata 56.49 43.40 2.49 4.57

Tinggi tanaman dipengaruhi oleh sistem olah tanah maupun varietas. Anjasmoro dan
wilis memberikan pengaruh yang nyata pada perlakuan keprasan karena tebu keprasan
pertumbuhannya lebih cepat.

Tabel 3. Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang/batang, Tumpangsari Tebu Kedelai, Mojokerto, 2015.

Tinggi Tanaman Jumlah Cabang/ batang


Varietas Bongkar
Rata2 (0,66 Ratun Rata2
Bongkar (0,66 ha) Ratun (0,7 ha) ha) (0,7 ha)
Anjasmoro 49.70 b 74.30 a 62.00 4.53 4.13 4.33 a
Argomulyo 37.00 c 45.63 b 41.32 2.00 2.77 2.38 b
Grobogan 36.57 c 47.57 b 42.07 1.83 2.30 2.07 b
Wilis 54.17 a 76.87 a 65.52 3.60 3.90 3.75 a
Rata 44.36 61.09 2.99 3.28

Tabel 4. Analisis Usahatani Tebu tumpangsari dengan Kedelai, di Mojokerto, 2015.

Biaya Penerimaan
Prod. Keuntungan R/C
Lahan Rp/ha Rp/ha
Ton/ha Rp/ha (000) Ratio
(000) (000)
Tebu Ratoon 29,750 120 64,080 34,330 2.15
Tebu Bongkar Ratun 31,772 130 69,420 37,648 2.18
Tebu Monokultur 29,750 131 69,954 40,204 2.35
Kedelai tebu Ratun 5,255 0,95 6,840 1,585 1.19
Kedelai tebu bongkar 7,375 1,61 11,592 4,217 1.57
Kedelai Monokultur 5,000 1,8 12,960 7,960 2.59
Tebu Ratoon+ Kedelai 36,027 120+0,95 70,920 34,893 1.97
Tebu Bongkar Ratun+kedelai 39,147 130+1,61 81,012 41,865 2.07

Analisis usahatani tebu tumpangsari dengan kedelai inimenggunakan data yang telah
dikumpulkan oleh petani berdasarkan anjuran dari peneliti, direkap secara lengkap semua biaya
baik biaya usahatani tebu maupun biaya usahatani kedelai. Situasi biaya usahatani tebu dan
kedelai disajikan pada tabel 4. Harga tebu/ton = Rp.534.000,- Hasil tebu pada 2 macam perlakuan

730 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian


Banjarbaru, 20 Juli 2016
ratun dan bongkar ratun menggunakan data ubinandengan ukuran 3 x 2,7 m. Data hasil panen tebu
adalah 120 ton/ha pada tebu ratun+kedelai, 130 ton/ha pada tebu bongkar ratun+kedelai dan 131
ton/ha pada tebu monokultur. sedangkan data hasil kedelai menggunakan data hasil ubinan pada
masing masing perlakuan, hasil kedelai pada tebu ratun sebesar 0,95 ton/ha, dan 1,61 ton/ha
kedelai pada tebu bongkar ratun, sedangkan kedelai monomultur menghasilkan 1,8 ton/ha, harga
rata-rata kedelai/kg Rp. 7200. Dari hasil Analisis usahatani diperoleh informasi bahwa efisiensi
usahatani tebu bongkar ratun + kedelai memberikan efisiensi yang tinggi sebesar 2,07, sedangkan
tebu ratun + kedelai adalah sebesar 1,97. Selanjutnya untuk mengetahui efisiensi dalam
penggunaan lahan tanaman tebu dan kedelai menggunakan Analisis NSL. (Nisbah Setara Lahan)
NSL Ratun = + = (1.585/7.960)+(35.915/40.204) = 1,09

NSL Bongkar Ratun = + = (4.217/7.960)+(41.865/40.204) = 1,57


Dari hasil analisis Nisbah setara lahan diperoleh informasi bahwa kedua teknologi ini
baik ratun maupun bongkar ratun memperoleh nilai lebih besar dari 1, ini berarti kedua teknologi
layak untuk dilanjutkan, namun dari kedua teknologi ini bahwa teknologi bongkar ratun
memberikan hasil lebih tinggi 44% dibanding tebu ratun.

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari data dan hasil pengkajian tamanan tebu tumpangsari dengan
kedelai di Mojokerto adalah :
1. Tanaman kedelai yang ditanam pada lahan diantara tanaman tebu muda bisa tumbuh cukup
normal dan mampu memberikan hasil rata-rata sebesar 0,95 ton/ha pada teknologi Raton dan
1,61 ton/ha pada teknologi bongkar raton dengan tambahan keuntungan sebesar Rp.
1.585.000,- pada teknologi Ratun dan Rp.4.217.000,- pada teknologi bongkar ratoon
2. Teknologi tanaman tebu tumpangsari kedelai baik raton maupun bongkar ratun layak untuk
dikembangkan karena mampu menambah areal tanam dan produksi kedelai di jawa timur
dengan tingkat efisiensi keuntungan 1,09 pada tebu ratun dan 1,57 pada tebu bongkar ratun.

Daftar Pustaka

Darmodjo, S., 1992. Falsafah Usaha Tumpangsari Tebu dan Non Tebu dalam Usaha
Mensinkronisasikan Kepentingan Pengusaha Tebu dengan Petani. Pros. Seminar Prospek
Industri Gula/Pemanis. P3GI Pasuruan. 23p.

A.T.Soejono., 2004. Kajian Jarak Antar Baris Tebu Dan Jenis Tanaman Palawija Dalam
Pertanaman Tumpangsari. Ilmu Pertanian Vol. 11 No. 1, 2004 : 32 - 41

Darmodjo, S., 1992. Falsafah Usaha Tumpangsari Tebu dan Non Tebu dalam Usaha
Mensinkronisasikan Kepentingan Pengusaha Tebu dengan Petani. Pros. Seminar Prospek
Industri Gula/Pemanis. P3GI Pasuruan. 23p.

Effendi, H., 2001. Budidaya Tebu Populasi Tinggi (Hight Density Planting) untuk Meningkatkan
Produktivitas. Buletin Ilmiah INSTIPER 8(2):52-60.

Fitter, A.H. and R.K.M.Hay, 1981. Environmental Physiology of Plant (Fisiologi Lingkungan
Tanaman, alih bahasa Sri Andani dan E.D Purbayanti). Gadjah Mada University Press.

Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 731


Banjarbaru, 20 Juli 2016
Nyuyen, T.M., 1996. Effect of Management Practices on Yield and Quality of Sugarcane and on
Soil Fertility. Pros.Of.a Workshop. http//www. husdyr.kvl.dk/htm/php/tune96/20Mui.ht.
Diaskes 20 Okt.2004

Palaniappan, S.P., 1984. Cropping System in the Tropics, Principles and Management.. Wiley
Eastern Limited. 215p.

Rasjid, A. dan Atik Suryani, 1993. Kajian Jarak Juringan (PKP) Tebu Lahan Sawah Alluvial di
Pasuruan. Pros.Pertemuan Teknis Tahunan I/1993. P3GI Pasuruan. pp :1-8 Soemartono,
1988. Sistem Pertanaman (Cropping System) pada Lahan Tadah H. ujan dan Lahan
Berpengairan Integrated Land Development Training Program Faculty of Technology,
Gadjah Mada University. Yogyakarta.

732 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian


Banjarbaru, 20 Juli 2016

Anda mungkin juga menyukai