89 Moh Saeri
89 Moh Saeri
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi kelayakan teknis dan sosial
ekonomis model tumpangsari tebu-kedelai dan mendapatkan lahan baru untuk tanaman kedelai
yang tidak mengganggu lahan untuk tanaman pangan lainnya Untuk mencapai tujuan tersebut
dilakukan pengkajian Pengembangan tumpangsari Tebu dan Kedelai Dalam Upaya Peningkatan
Keuntungan Usahatani. Penelitian ini dirancang dengan petak terpisah/splitplot, dengan petak
utama dua sistem tanam yaitu ratun dan bongkar ratun. Anak petak adalah 4 varietas kedelai yaitu
: Anjasmoro, Argomulyo, Grobogan dan Wilis. Pengkajian dilaksanakan di desa Blimbingsari
Kec. Suko Kab. Mojokerto pada musim panen tebu masak awal (bulan Juni-Juli) tahun 2015. Data
hasil, komponen hasil dan data ekonomi komoditas kedelai dan tebu merupakan parameter utama
yang diamati. Tebu dan kedelai ditanam pada bulan Juli 2015. Hasil pengkajian diperoleh
informasi bahwa tanaman kedelai bisa di tumpangsari dengan tanaman tebu pada pertumbuhan
awal. Dari kedua teknologi yang diterapkan yaitu Ratun dan Bongkar ratun masing-masing
memberikan hasil 0.95 ton/hakedelai dan 1,61 ton/ha, dengan tambahan keuntungan petani sebesar
Rp. 1.190.000,- dan 4.217.000,-, dan ditinjau dari tingkat efisiensi kedua teknologi tersebut sama
sama menguntungkan karena nilai R/C Ratio lebih besar dari 1, yaitu masing-masing 1,19 dan
1,57.
Kata kunci : Kedelai, Keuntungan, Model PTT, Tebu, Usahatani.
Pendahuluan
Komoditas kedelai menjadi penting dan strategis karena sering bergejolak baik dari
penyediaan maupun harganya, terutama menjelang hari besar keagamaan sehingga berpengaruh
terhadap perekonomian masyarakat dan Negara. Untuk padi bahkan ditargetkan surplus 10 juta
ton beras pada tahun 2014 dan seterusnya. Sesuai Permentan 45 tahun 2011 (Kementerian
Pertanian, 2011), tugas BPTP adalah menyediakan rakitan teknologi spesifik lokasi. Walaupun
Permentan tersebut ditujukan untuk padi, namun dapat berlaku juga untuk komoditas strategis
lainnya seperti jagung dan kedelai.
Semangat petani untuk menanam tebu dapat dirangsang dengan memadukan tebu dengan
beberapa jenis tanaman semusim lain termasuk tanaman pangan dalam pola pertanaman
tumpangsari (Darmodjo, 1992). Dalam bertanam tebu dan tanaman semusim lain secara
tumpangsari ada 2 kepentingan. 1). Apabila pihak pabrik gula menyewa tanah petani, yang
penting tanaman sela tidak menurunkan hasil tebu karena jarak antarbaris tetap, walaupun hasilnya
rendah tetap menguntungkan, disebut additive series. 2). Apabila petani menanam tebu di
lahannya sendiri, maka hasil tebu boleh turun karena jumlah baris berkurang, asal hasil tanaman
sela cukup tinggi, yang penting hasil total tanaman penyusun tinggi, disebut replacement series
(Palaniappan, 1984; Soemartono, 1985).
Peningkatan produktivitas tebu dapat dilakukan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi.
Peningkatan produktivitas secara komersial dimaksudkan untuk meningkatkan produksi per satuan
luas lahan melalui peningkatan populasi dengan mempersempit jarak antarbaris tebu. Dengan
Metodologi
Pengkajian dilakukan di sentra produksi tebu di lahan sawah irigasi Dsn. Gayaman, Desa
Blimbingsari, Kecamatan Suko, Kabupaten Mojokerto, pada tanah grumosol dengan ketinggian
tempat 60 m di atas permukaan laut, Penelitian ini menggunakan pendekatan on-farm
research/dilakukan langsung di lahan petani dengan melibatkan petani secara partisipatif,
menggunakan lahan milik petani dengan luas total sekitar 0,7 hektar, sehingga luas per perlakuan
rata-rata adalah 7.000 M2 dibagi jumlah perlakuan, Pengkajian dimulai bulan Juli 2015 s/d Juni
2016. Kajian ini menggunakan rancangan acak petak terpisah (Split Plot Design),terdiri atas 2
faktor perlakuan dan 3 ulangan. Faktor pertama sebagai petak utama adalah 1). sistem tanam tebu
Ratun terdiri dari 5 sub anak petak yaitu : (a. Tebu +Kedelai Anjasmoro; b.Tebu+ Kedelai
Argomulyo; c. Tebu+Kedelai Grobogan; d. Tebu+ Kedelai Wilis; e. Tebu Monokultur)dan ke 2).
tebu bongkar ratun dengan sub anak petak yang sama yaitu: (a. Tebu +Kedelai Anjasmoro; b.
Tebu+ Kedelai Argomulyo; c. Tebu+Kedelai Grobogan; d. Tebu+ Kedelai Wilis; e. Tebu
Monokultur).
Ukuran petak perlakuan mengikuti ukurang jarak tanam tebu dengan Pusat ke pusat
(PKP) tebu ratun adalah 100 cm sedangkan PKP bongkar ratun adalah 135 cm. varietas tebu yang
Bila NSL > 1, berarti pertanaman tumpangsari lebih efisien dalam penggunaan lahan dari
pada pertanaman monokultur. Data komponen pertumbuhan tanaman, komponen hasil dan hasil
dianalisis dengan sidik ragam pada taraf nyata 5%. Bila ada beda nyata dilanjutkan uji jarak ganda
Duncan (UJGD) pada taraf 5%. Tahapan kegiatan antara lain : (i) penentuan lokasi/hamparan dan
petani pelaksana berkoordinasi dengan PPL/petugas Lapang setempat, (ii) sosialisai rencana
kegiatan kepada petanikooperator dan petugas lapang, (iii) implementasi kegiatan on farm, (iv)
pemeliharan tanaman dilakukan secara optimal dan monitoring, (v) temu lapang dan panen, (vi)
pelaporan hasil kegiatan. Hasil tebu dan kedelai, analisis usahatani tebu dan kedelai merupakan
data utama yang dikumpulkan.
Lahan yang digunakan untuk pengkajian adalah lahan milik petani dengan luas sekitar 0,7
ha. Merupakan lahan bekas tanaman tebu yang telah panen. Lahan tersebut dibagi menjadi dua
bagian, sebagian dikepras/diratun dan sebagian lagi dibongkar ratun. Biasanya petani
membongkar tebu jika sudah 3-5 kali keprasan tergantung keseragaman bibit tebu atau cara
pemeliharaan tebu, sehingga berpengaruh pada produktivitas. biasanya produktivitas tebu
perhektar mencapai 27 ton perhektar. Gambar lokasin disajikan di bawah ini.
Tabel 1. Hasil Kedelai t/ha, Jumlah Polong/tanaman Tebu Kedelai, Mojokerto, 2015.
Tinggi tanaman dipengaruhi oleh sistem olah tanah maupun varietas. Anjasmoro dan
wilis memberikan pengaruh yang nyata pada perlakuan keprasan karena tebu keprasan
pertumbuhannya lebih cepat.
Tabel 3. Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang/batang, Tumpangsari Tebu Kedelai, Mojokerto, 2015.
Biaya Penerimaan
Prod. Keuntungan R/C
Lahan Rp/ha Rp/ha
Ton/ha Rp/ha (000) Ratio
(000) (000)
Tebu Ratoon 29,750 120 64,080 34,330 2.15
Tebu Bongkar Ratun 31,772 130 69,420 37,648 2.18
Tebu Monokultur 29,750 131 69,954 40,204 2.35
Kedelai tebu Ratun 5,255 0,95 6,840 1,585 1.19
Kedelai tebu bongkar 7,375 1,61 11,592 4,217 1.57
Kedelai Monokultur 5,000 1,8 12,960 7,960 2.59
Tebu Ratoon+ Kedelai 36,027 120+0,95 70,920 34,893 1.97
Tebu Bongkar Ratun+kedelai 39,147 130+1,61 81,012 41,865 2.07
Analisis usahatani tebu tumpangsari dengan kedelai inimenggunakan data yang telah
dikumpulkan oleh petani berdasarkan anjuran dari peneliti, direkap secara lengkap semua biaya
baik biaya usahatani tebu maupun biaya usahatani kedelai. Situasi biaya usahatani tebu dan
kedelai disajikan pada tabel 4. Harga tebu/ton = Rp.534.000,- Hasil tebu pada 2 macam perlakuan
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari data dan hasil pengkajian tamanan tebu tumpangsari dengan
kedelai di Mojokerto adalah :
1. Tanaman kedelai yang ditanam pada lahan diantara tanaman tebu muda bisa tumbuh cukup
normal dan mampu memberikan hasil rata-rata sebesar 0,95 ton/ha pada teknologi Raton dan
1,61 ton/ha pada teknologi bongkar raton dengan tambahan keuntungan sebesar Rp.
1.585.000,- pada teknologi Ratun dan Rp.4.217.000,- pada teknologi bongkar ratoon
2. Teknologi tanaman tebu tumpangsari kedelai baik raton maupun bongkar ratun layak untuk
dikembangkan karena mampu menambah areal tanam dan produksi kedelai di jawa timur
dengan tingkat efisiensi keuntungan 1,09 pada tebu ratun dan 1,57 pada tebu bongkar ratun.
Daftar Pustaka
Darmodjo, S., 1992. Falsafah Usaha Tumpangsari Tebu dan Non Tebu dalam Usaha
Mensinkronisasikan Kepentingan Pengusaha Tebu dengan Petani. Pros. Seminar Prospek
Industri Gula/Pemanis. P3GI Pasuruan. 23p.
A.T.Soejono., 2004. Kajian Jarak Antar Baris Tebu Dan Jenis Tanaman Palawija Dalam
Pertanaman Tumpangsari. Ilmu Pertanian Vol. 11 No. 1, 2004 : 32 - 41
Darmodjo, S., 1992. Falsafah Usaha Tumpangsari Tebu dan Non Tebu dalam Usaha
Mensinkronisasikan Kepentingan Pengusaha Tebu dengan Petani. Pros. Seminar Prospek
Industri Gula/Pemanis. P3GI Pasuruan. 23p.
Effendi, H., 2001. Budidaya Tebu Populasi Tinggi (Hight Density Planting) untuk Meningkatkan
Produktivitas. Buletin Ilmiah INSTIPER 8(2):52-60.
Fitter, A.H. and R.K.M.Hay, 1981. Environmental Physiology of Plant (Fisiologi Lingkungan
Tanaman, alih bahasa Sri Andani dan E.D Purbayanti). Gadjah Mada University Press.
Palaniappan, S.P., 1984. Cropping System in the Tropics, Principles and Management.. Wiley
Eastern Limited. 215p.
Rasjid, A. dan Atik Suryani, 1993. Kajian Jarak Juringan (PKP) Tebu Lahan Sawah Alluvial di
Pasuruan. Pros.Pertemuan Teknis Tahunan I/1993. P3GI Pasuruan. pp :1-8 Soemartono,
1988. Sistem Pertanaman (Cropping System) pada Lahan Tadah H. ujan dan Lahan
Berpengairan Integrated Land Development Training Program Faculty of Technology,
Gadjah Mada University. Yogyakarta.