Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Produksi Kebutuhan Dasar


Memproduksi sektor dlaruriat (kebutuhan primer) harus lebih didahulukan
daripada sektor hajiyat (kebutuhan dasar) dan tahsiniyat (kebutuhan tersier). Jika kalau
kebutuhan tahsiniyat lebih tercukupi daripada dlaruriat, maka kehidupan manusia akan
terancam. Hal ini dengan berseberangan dengan tujuan maqoshid al-syariah, yaitu
perwujudan kemaslahatan diantara manusia.
Aktivitas produksi adalah menambah kegunaan suatu barang, hal ini bisa
direalisasikan apabila kegunaan suatu barang bertambah, baik dengan cara memberikan
manfaat yang benar-benar baru maupun manfaat yang melebihi manfaat yang telah ada
sebelumnya.
Ekonomi Islam yang cukup concern dengan teori produksi adalah Imam Al-
Ghazali. Ia menganggap pencarian ekonomi bagian dari ibadah individu. Produksi
barang-barang kebutuhan dasar secara khusus dipandang sebagai kewajiban sosial
(fardh al-kifayah) jika sekelompok orang sudah berkecimpung dalam memproduksi
barang-barang tersebut dalam jumlah yang sudah mencukupi kebutuhan masyarakat,
maka kewajiban seluruh masyarakat sudah terpenuhi.
Namun jika ada seorang pun yang melibatkan diri dalam kegiatan tersebut atau
jika jumlah yang diproduksi tidak mencukupi, maka semua orang akan dimintai
pertanggung jawaban diakhirat kelak. Pokok permasalahan adalah Negara harus
bertanggung jawab dalam menjamin bahwa barang-barang kebutuhan pokok
diproduksi dalam jumlah yang cukup.
Al-Ghazali beralasan bahwa sesungguhnya ketidak keseimbangan yang
menyangkut barang-barang kebutuhan pokok akan cenderung menciptakan kondisi
kerusakan dalam masyarakat. AL-Ghazali menyebutkan bahwa produksi adalah
pengerahan secara maksimal sumber daya alam (raw material) dan sumber daya
manusia, agar menjadi barang yang bermanfaat bagi manusia. Pemenuhan kebutuhan
manusia pada tingkatan yang moderat menimbulkan dua implikasi, yaitu :
1. Produsen hanya menghasilkan barang/jasa menjadi kebutuhan (needs), meskipun
belum tentu merupakan keinginan (wants) konsumen, barang/jasa yang dihasilkan
harus memiliki manfaat riil bagi kehidupan yang islami, bukan sekedar memberikan
kepuasan maksimum bagi konsumen. Karena prinsip consumer satisfaction atau
given gemend hiypotesis yang banyak di jadikan pengangan bagi produsen kapitalis,
tidak dapat diimplementasikan begitu saja.
2. Kuantitas produksi tidak akan berlebihan, tetapi hanya batas kebutuhan yang wajar.
Produksi barang/jasa secara berlebihan tidak saja menimbulkan mis-alokasi sumber
daya alam ekonomi dan kemubaziran (wastage), tetapi akan menyebabkan
terkurasnya sumber daya ekonomi ini secara cepat. Semakin menipisnya persedian
sumber daya alam dan kerusakan lingkungan hidup merupakan salah satu masalah
serius dalam pembangunan ekonomi modern saat ini.

3
Ada beberapa kaidah dalam berproduksi yang di temukan dalam fiqih ekonomi
Umar bin khattab, di antaranya : pertama, aspek akidah yang muncul karena seorang
muslim dalam setiap aktivitas perekonomiannya tercakup dalam wilayah ibadah; kedua,
aspek ilmu yang sama seorang muslim harus mempelajari hukum-hukum syariah yang
berkaitan denga aktivitas perekonomian, sehingga mengetahui apa yang baik dan buruk
di dalamnya, agar muamalah nya lancar, usahanya lancar, dan mendapatkan hasil yang
halal; ketiga ,aspek amal yang sama bagian ini adalah aplikasi terhadap aspek akidah
dan ilmu yang berdampak pada adanya kualitas produksi yang baik, berimplikasi pada
distribusi yang baik pula.
Islam menganjurkan umatnya untuk memproduksi dan berperan dalam berbagai
bentuk aktivitas ekonomi: pertanian, perkebunan, perikanan, perindustrian dan
perdagangan.islam memberkahi pekerjaan dunia dan menjadikannya bagian dari ibadah
dan jihad,jika sang pekerja bersikap konsisten terhadap peraturan allah,suci niatnya,
dan tidak melupakan-Nya.
Dari jabir, diriwayatkan oleh baihaqi bahwa Rasulullah SAW bersabda :
"Kejahatan yang paling berbahaya di muka bumi ini ialah pengangguran". Pada masa
Rasulullah SAW, beliau tidak pernah menyuruh seorang sahabat pun untuk
meninggalkan keterampilannya. Karena pada dasarnya, pekerjaan duniawi tidak hanya
bermanfaat bagi individu pelakunya,tetapi juga penting untuk mencapai kemaslahatan
masyarakat secara umum.
Tidak logis jika dalam kehidupan di dunia ini, manusia mengambil tanpa pernah
memberi apapun kepada orang lain atau masyarakat, baik berbentu ilmu maupun
tenaga. Seorang muslim di minta bekerja untuk hidupnya sebagaimana ia diminta
bekerja untuk akhiratnya dan, bekerja di dunia adalah kewajiban bagi seorang muslim.

Kesimpulan :
Dalam produksi kebutuhan dasar, perwujudan kemaslahatan terjadi apabila
kebutuhan primer lebih dahulu terpenuhi. Penggunaaan suatu barang dalam produksi
memberikan suatu manfaat bila menambah nilai guna barang sesuai kebutuhan
masyarakat. Kegiatan produksi dalam islam adalah dianjurkan karena merupakan
bentuk aktivitas ekonomi. Tanpa produksi kegiatan dalam susatu perekonomian akan
kacau, untuk itu perlu adanya produksi sebagai kebutuhan dasar untuk memenuhi
kebutuhan dan kelangsungan hidup manusia dalam mencapai kemakmuran.

2.2 Faktor-faktor Produksi Dalam Islam


Perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi konvesional terletak pada filosofi
ekonomi, ketidaksamaan tentang definisi, karakteristik, maupun peran dari masing-
masing faktor produksi dalam menghasilkan output. Bukan pada ilmu ekonominya.
Filosofi ekonomi memberikan pemikiran tentang nilai-nilai islam dan batasan-batasan
syariah, sedangkan ilmu ekonomi berisi alat-alat analisis ekonomi yang dapat
digunakan. Dengan kata lain, faktor produksi ekonomi islam dengan ekonomi
konvesional tidak berbeda, factor produksi yang secara umum dapat dinyatakan dalam
empat golongan yaitu, tanah, tenaga kerja, modal dan kewirausahaan.
1. Modal

4
Modal menduduki tepat yang spesifik. Dalam masalah modal, ekonomi islam
memandang harus bebas dari adanya bunga, sedangkan dalam ekonomi
konvensional diberlakukan sistem bunga. Modal adalah barang-barang atau
peralatan yang dapat digunakan untuk melakukan proses produksi. Modal menurut
pengertian ekonomi adalah barang atau hasil produksi yang digunakan untuk
menghasilkan produk lebih lanjut. Tanpa adanya modal, produsen tidak akan bisa
menghasilkan suatu barang/jasa. Modal dapat digolongkan berdasarkan sumbernya,
bentuk, berdasarkan kepemilikan dan sifatnya:
a) Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua yaitu modal sendiri dan
modal asing. Modal sendiri seperti setoran dari pemilik prusahaan, sementara
modal asing seperti modal yang berupa pinjaman bank.
b) Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi modal kongkret dan modal
abstrak. Modal kongkret adalah rumah pribadi yang disewakan, sedangkan modal
abstrak adalah nama baik dan hak merk.
c) Berdasarkan kepemilikannya, modal dibagi menjadi modal indvidu dan modal
masyarakat. Modal individu adalah rumah pribadi yag disewakan dan modal
masyarakat seperti rumah sakit umum milik pemerintah.
d) Modal dibagi berdasarkan sifatnya, modal tetap dan modal lancer. Contoh dari
modal tetap yaitu mesin dan bangunan pabrik. Sedangkan contoh dari modal
lancar adalah bahan-bahan baku.
2. Tenaga kerja
Tenaga kerja merupakan faktor produksi insani yang secara langsung maupun
tidak langsung menjalankan kegiatan produksi. Faktor produksi tenaga kerja juga
dikategorikan sebagai faktor produksi asli. Di berbagai macam jenis produksi,
tenaga kerja merupakan asset bagi keberhasilan suatu perusahaan. Kesuksesan suatu
produksi terletak pada kinerja sumber daya manusia yang ada di dalamnya, termasuk
di antaranya kinerja para tenaga kerja.
Tenaga kerja manusia adalah segala kegiatan manusia baik jasmani maupun
rohani yang dicurahkan dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa.
Tenaga kerja manusia dapat diklasifikasikan menurut tingkatannya (kualitasnya)
yang terbagi atas:
a) Tenaga kerja terdidik (skilled labour), adalah tenaga kerja yang memperoleh
pendidikan formal maupun non formal sehingga memiliki keahlian di bidangnya.
Misalnya dokter, insinyur, akuntan, dan ahli hukum.
b) Tenaga kerja terlatih (trained labour), adalah tenaga kerja yang memperoleh
keahlian berdasarkan latihan dan pengalaman sehingga terampil di bidangnya.
Misalnya tukang listrik, montir, tukang las, dan sopir.
c) Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih (unskilled and untrained labour),
adalah tenaga kerja yang mengandalkan kekuatan jasmani dari pada rohani.
tenaga kerja yang tidak membutuhkan pendidikan dan latihan dalam menjalankan
pekerjaannya. Misalnya tukang sapu, pemulung, dan lain-lain.

Dalam islam tenaga kerja bukan hanya suatu jumlah usaha atau jasa abstrak yang
ditawarkan untuk dijual pada pencari tenaga kerja manusia. Seperti halnya mereka

5
yang memperkerjakan buruh punya tanggung jawab moral dan sosial. Kesuksesan
suatu produksi terletak pada kinerja sumber daya manusia yang ada di dalamnya,
termasuk di antaranya kinerja para tenaga kerja.
Sangat banyak sekali ajaran yang tertulis dalam AL-Qur'an dan hadist tentang
bagaimana seharusnya hubungan antara atasan dan bawahannya terbangun, sehingga
dasar-dasar ajaran tersebut bisa di terapkan di antara komisaris dengan direksi, antara
direksi dan karyawan, dan lain sebagainya.
3. Tanah
Tanah adalah faktor produksi yang penting karena mencankup semua sumber
daya alam yang digunakan dalam proses produksi. Ekonomi islam mengakui tanah
sebagai faktor ekonomi untuk dimanfaatkan secara maksimal demi mencapai
kesejaheraan ekonomi masyarakat dengan memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi
islam. Al-Qur’an dan as-Sunnah dalam hal ini banyak menekankan pada
pemberdayaan tanah secara baik, dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang dapat
habis, islam menekan agar generasi sekarang ini dapat menyeimbangkan
pemanfaatannya untuk generasi yang akan datang.
Islam juga membolehkan kepemilikan tanah dan sumber-sumber alam yang lain
dan membolehkan penggunaannya untuk beraktivitas produksi, dengan syarat hak
miliknya merupakan tugas sosial dan khilafat dari Allah atas milik-Nya, dengan
mengikuti perintah-perintah Allah SWT, selalu mengupayakan penggunaan dan
pemeliharaan yang sangat baik atas sumber daya tersebut. Terdapat hadist yang
memberikan penjelasan lebih dalam sesuai pernyataan yang sudah dijelaskan diatas
adalah sebagai berikut: Artinya:" Dari jabir berkata, Rasulullah SAW bersabda:
barang siapa mempunyai sebidang tanah, maka hendaklah ia menanaminya. Jika ia
tidak bisa atau tidak mampu menanaminya, maka hendaklah diserahkan kepada
orang lain (untuk ditananami) dan janganlah menyewakannya (HR.Muslim)".
4. Kewirausahaan
Faktor kewirausahaan adalah keahlian atau keterampilan yang digunakan
seseorang dalam mengkoordinir faktor-faktor produksi. Sumber daya pengusaha
yang disebut juga kewirausahaan berperan mengatur dan mengkombinasikan faktor-
faktor produksi dalam rangka meningkatkan kegunaan barang atau jasa secara
efektif dan efisien. Pengusaha berkaitan dengan manajemen. Sebagai pemicu proses
produksi, perlu memiliki kemampuan yang dapat diandalkan untuk mengatur dan
mengkombinasikan faktor-faktor produksi. Pengusaha harus mempunyai
kemampuan merencanakan, mengkorganisasikan, mengarahkan, dan
mengendalikan usaha.

Kesimpulan :
Faktor produksi dalam islam dan dalam konvensional adalah sama, yang
membedakan hanyalah pada bagaimana cara masing-masing mengelolah barang dan
jasa yang ada dalam menghasilkan output sesuai akadnya. Faktor produksi diantaranya
adalah sebagai berikut.
Faktor produksi modal adalah segala sesuatu yang digunakan untuk berproduksi
secara berkala, tanpa modal maka tidak akan dapat memproduksi barang dan jasa.

6
Modal menghasilkan suatu hasil, digunakan untuk menghasilkan sesuatu kekayaan
yang lain. Dalam islam unsur bunga adalah o%.
Faktor produksi tenaga kerja adalah berupa kemampuan manusiawi yang
disumbangkan kepada perusahaan dan lain-lain untuk dilakukannya proses produksi
barang dan jasa. Adanya tenaga kerja yang berkualitas dan terampil merupakan kunci
dari keberhasilan suatu perusahaan.
Faktor produksi tanah adalah berupa segala sesuatu yang berasal dari alam tanpa
adanya usaha manusia yang ikut campur di dalamnya, digunakan untuk proses
berproduksi. Islam mengakui tanah sebagai faktor produksi dengan cara digunakan
untuk media menanam, mendirikan bangunan hotel, mall dan sebagainya tanpa adanya
unsur penyewaan sesuai hadist riwayat HR.Muslim. Tanah boleh digunakan dalam
rangka memaksimalkan kesejahteraan manusia.
Faktor produksi kewirausahaan adalah keterampilan dalam pengorganisasian
faktor-faktor produksi. Dalam kewirausahaan pastinya terdapat pelaku bisnis yang
disebut pengusaha, dimana kemampuan pengusaha dalam merencanakan,
mengkorganisasikan, mengarahkan, dan mengendalikan usaha sangat penting untuk
menghasilkan barang dan jasa dengan kualitas yang sangat baik.

2.3 Motif Berproduksi


Dalam ekonomi islam, tujuan utama produksi adalah kemaslahatan individu dan
masyarakat secara berimbang. Islam sesunggunya menerima motif berproduksi sebagai
motif dalam sistem ekonomi konvesional, hanya saja lebih jauh islam juga menambah
nilai-nilai moral utilitas ekonomi. Dengan kata lain, disamping produksi dimaksud
untuk mendapatkan utilitas, juga dalam rangka memperbaiki kondisi fisik-materil
spiritual-moralitas manusia sebagai sarana hidup untuk mencapai tujuan hidup
sebagaimana digariskan dalam agama islam, yaitu kebahagian dunia akhirat. Kegiatan
produksi yang pada dasarnya halal, harus dilakukan dengan cara-cara yang tidak
memberi kerugian dan mudharat dalam kehidupan masyarakat.
Adam Smith, Bapak Ekonomi Dunia menjelaskan bahwa motif produksi adalah
keuntungan sebagaimana dikemukakannya dalam buku The Wealth Of Nation.
Monzer Kahf (1995: 33), dalam buku Ekonomi Islam menjelaskan panjang lebar
tentang motif-motif produksi. Menurutnya, produksi merupakan pengambilan manfaat
dari setiap partikel pada alam semesta adalah merupakan tujuan ideologik umat muslim.
Menurut Umar Capra (2000: 12), motif produksi adalah memenuhi kehidupan
pokok setiap individu dan menjamin setiap orang mempunyai standar hidup manusiawi,
terhormat dan sesuai dengan martabat manusia sebagai khalifah.
Adapun identifikasi motif produksi menurut para ekonom:
1. Maksimalisasi keuntungan
Memaksimalkan laba berarti, keuntungan tercapai ketika pendapatan perusahaan
lebih besar dari biaya produksinya.
2. Maksimalisasi volume penjualan
Untuk memaksimalkan volume penjualan berarti menjual produk sebanyak
mungkin, tanpa membuat kerugian. Ini berarti perusahaan harus menghasilkan

7
output di mana total pendapatan yang dihasilkan dari penjualan hanya mencakup
total biaya produksi.
3. Memaksimalkan pendapatan penjualan
Berarti mendapatkan pendapatan semaksimum mungkin dari penjualan produk.
Teori ekonomi menunjukkan bahwa harga dapat diidentifikasi yang mencapai tujuan
ini.
4. Saham
5. Bertahan hidup
Beberapa perusahaan mengambil pandangan jangka pendek dan hanya ingin
bertahan hidup. Kelangsungan hidup sangat penting bagi perusahaan baru dan
mereka yang berada di pasar yang sangat kompetitif . Ini juga umum ketika ada
penurunan atau resesi dalam ekonomi makro, yang berarti bahwa belanja konsumen
jatuh di seluruh ekonomi seperti tujuan ekonomi konvensional.
6. Tujuan-tujuan yang etis
Semakin, perusahaan memperkenalkan tujuan etis seperti yang terkait dengan
lingkungan dan emisi karbon dan dengan perdagangan yang adil.
7. Memuaskan
Kepuasan adalah istilah yang pertama kali digunakan oleh Herbert Simon pada tahun
1957, dan berarti mencoba untuk mempertimbangkan sejumlah tujuan yang berbeda
dan bersaing, tanpa berusaha untuk ‘memaksimalkan’ satu pun. Sebagai contoh, para
manajer mungkin pertama kali mencoba memastikan bahwa pemegang saham
mendapatkan tingkat pengembalian yang wajar terlebih dahulu, dan kemudian
berusaha untuk menghargai diri mereka sendiri. Kepuasan juga bisa disebut sebagai
‘profit satisficing’.

Pembahasan produksi dalam ekonomi konvensional senantiasa mengusung


maksimalisasi keuntungan sebagai motif utama sekaligus sebagai tujuan dari keputusan
ekonomi. Strategi, konsep, dan teknik produksi semua diarahkan untuk mencapai
keuntungan maksimum, baik dalam jangka pendek, maupun jangka panjang. Produsen
dalam sistem ekonomi ini adalah profit seeker atau profit maximizer, baik untuk jangka
panjang (long run) maupun jangka pendek (short run). Motif keuntungan maksimal
sebagai tujuan produksi dalam sistem ekonomi konvensional dinilai merupakan konsep
yang absurd. Upaya memaksimalkan keuntungan ini membuat sistem ini sangat
mendewakan produktivitas dan efisiensi produksi. Motivasi keuntungan maksimum ini
sering memunculkan masalah etika dan tanggung jawab sosial produsen yang meskipun
mereka tidak melakukan pelanggaran hukum formal. Para produsen mengabaikan
masalah eksternalitas atau dampak yang merugikan dari proses produksi yang menimpa
masyarakat, seperti limbah produksi.
Motif untuk memaksimumkan keuntungan menjadi pendorong utama sekaligus
tujuan dari keputusan ekonomi dalam pandangan ekonomi konvensional bukannya
salah ataupun dilarang didalam islam. Upaya untuk mencari keuntungan merupakan
konsekuensi logis dari aktivitas produksi seseorang karena keuntungan itu merupakan
rezeki yang diberikan Allah kepada manusia. Islam memandang bahwa kegiatan
produksi itu adalah dalam rangka memaksimalkan kepuasan dan keuntungan dunia dan

8
akhirat (QS Al-Qashash: 77). Dalam pandangan Islam, produksi bukan sekedar
aktivitas yang bersifat duniawi, tetapi juga merupakan sarana untuk mencari
kebahagiaan hidup di akhirat kelak. Untuk itu memotivasi produsen dalam
memaksimumkan keuntungan harus dilakukan dengan cara-cara yang sejalan dengan
tujuan syariah (maqashid syariah), yaitu mewujudkan kemaslahatan hidup bagi
manusia dan lingkungannya secara keseluruhan. Dengan demikian, produsen adalah
maslahah maxmizer. Produsen dapat melakukan kegiatan produksi untuk mendapatkan
keuntungan dalam rangka mewujudkan kemaslahatan ekonomi dengan tetap menjaga
kemaslahatan manusia dan lingkungannya. Motif berproduksi dalam Islam memberikan
motivasi bagi siapa saja agar berbuat sesuatu yang bermanfaat. Kemanfaatan itu
diharuskan bukan saja untuk dirinya, tetapi bagi orang lain. Disamping itu, motif
produksi adalah menciptakan kemaslahatan atau kesejahteraan individu dan
kesejahteraan kolektif. Setiap muslim harus bekerja secara maksimal dan optimal,
sehingga tidak hanya mencukupi dirinya sendiri tetapi harus dapat mencukupi
kebutuhan anak dan keluarganya.
Maslahah dalam perilaku produsen terdiri atas 2 komponen, yaitu manfaat dan
berkah. Produsen atau perusahaan yang menaruh perhatian pada keuntungan, maka
manfaat yang diperoleh adalah berupa materi. Sementara itu, berkah adalah bersifat
abstrak dan tidak secara langsung berwujud materi. Berkah akan diperoleh apabila
produsen menerapkan prinsip dan nilai Islam dalam kegiatan produksinya. Keberkahan
tidak bisa datang dengan sendirinya dalam setiap kegiatan manusia, ia harus dicari dan
diupayakan walaupun kadang seorang produsen akan mengeluarkan biaya ekstra yang
tinggi. Misalnya, seorang produsen yang memperkerjakan tenaga kerja harus
menaikkan hak tenaga kerja berupa gaji yang adil dan layak. Dia tidak dibolehkan
melakukan eksploitasi terhadap tenaga kerja. Dengan tidak melakukan eksploitasi
tenaga kerja (misalnya menekan upah seminimal mungkin), seorang produsen mungkin
dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi sehingga keuntungan yang diperolehnya
akan maksimal. Namun, karena prinsip keuntungan dalam produksi Islami berorientasi
pada keberkahan, hal itu tidak akan dilakukan oleh seorang produsen.

Kesimpulan :
Motif berproduksi merupakan pemenuhan kebutuhan pokok untuk setiap orang
demi menjamin setiap orang tersebut punya standart hidup sesuai dengan martabat
manusia yaitu sebagai khalifah, menciptakan kemaslahatan atau kesejahteraan individu.
Motif dalam produksi diantaranya adalah untuk memaksimalkan keuntungan,
memaksimalkan pendapatan penjualan, bertahan hidup, dan untuk kepuasan yaitu
berupa menghargai diri sendiri.

2.4 Produksi Dalam Pandangan Islam


Dr. Abdurrahman Yushro Ahmad dalam Muqaddimah fi’llm Al-Iqtishad Al-
Islamiy. Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa dalam melakukan proses produksi yang
dijadikan ukuran utama adalah nilai manfaat (utility) yang diambil dari hasil produksi.
Produksi dalam pandangannya harus mengacu pada nilai utility dan masih dalam
bingkai nilai “halal” serta tidak membahayakan bagi diri seseorang ataupun kelompok

9
masyarakat. Abdurrahman merefleksi pemikirannya dangan mengacu pada Q.S Al-
Baqarah ayat 219 yang menjelaskan pertanyaan dari manfaat menggunakan
(memproduksi) khamar.
Prinsip dasar ekonomi Islam adalah keyakinan kepada Allah SWT sebagai Rabb
dari alam semesta. Ikrar akan keyakinan ini menjadi pembuka kitab suci umat Islam.
"Dan dia Telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi
semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” (al-
Jaatsiyah: 13).
Dengan keyakinan akan peran dan kepemilikan absolut dari Allah Rabb semesta
alam, maka konsep produksi di dalam ekonomi Islam tidak semata-mata bermotif
maksimalisasi keuntungan dunia, tetapi lebih penting untuk mencapai maksimalisasi
keuntungan akhirat. Ayat 77 surat al-Qashas mengingatkan manusia untuk mencari
kesejahteraan akhirat tanpa melupakan urusan dunia. Artinya, urusan dunia merupakan
sarana untuk memperoleh kesejahteraan akhirat. Orang bisa berkompetisi dalam
kebaikan untuk urusan dunia, tetapi sejatinya mereka sedang berlomba-lomba mencapai
kebaikan di akhirat.
Seperti yang sudah dijelaskan, bahwa Islam tidak sepenuhnya menentang motif
ekonomi seseorang melakukan proses produksi, yaitu untuk mencapai keuntungan.
Karena dalam Islam tidak hanya sesederhana itu, karena Islam menjelaskan nilai-nilai
moral disamping utilitas. Islam mengajarkan bahwa sebaik-baiknya orang adalah orang
yang banyak manfaatnya bagi orang lain. Dengan demikian, bekerja dan berusaha itu
menempati posisi dan peranan yang sangat penting dalam Islam. Bisa dibayangkan apa
yang akan terjadi bila seseorang tidak bekerja, berusaha dan berproduksi, maka akan
sulit untuk meberi manfaat kepada orang lain. Produksi dalam Islam tidak sesempit
yang dipegang oleh kalangan ekonomi konvensional, yang hanya mengejar orientasi
jangka pendek dengan materi sebagai titik acuan dan menghapuskan aspek produksi
yang mempunyai orientasi jangka panjang. Adapun aspek produksi yang berorientasi
pada jangka panjang adalah paradigma berpikir yang didasarkan pada ajaran Islam,
bahwa proses produksi dapat menjangkau makna yang lebih luas, tidak hanya mencapai
aspek yang bersifat materi kedunian. Senantiasa menegakkan shalat dan melakukan
ibadah lainnya merupakan wujud dari nilai produktivitas yang dilakukan manusia
dalam memenuhi kebutuhan rohaninya. Seseorang yang melaksanakan shalat dengan
berat, berarti telah melakukan aktivitas produktif dan akan membawa pada nilai lebih
dalam mengarungi kehidupan di dunia.
Allah telah menetapkan bahwa manusia berperan sebagai khalifah, bumi
merupakan lapangan dan medan, sedangkan manusia sebagai pengelola segala apa yang
terhampar dimuka bumi untuk di maksimalkan fungsi dan kegunaannya. Tanggung
jawab manusia sebagai khalifah yaitu sebagai pengelola (resources) yang telah
diberikan oleh Maha Pencipta secara efisien dan juga optimal agar kesejahteraan dan
keadilan ditegakkan. Islam juga mengajarkan bahwa sebaik-baiknya orang adalah orang
yang banyak manfaatnya untuk orang lain atau masyarakat. Fungsi beribadah dalam arti
luas ini tidak mungkin dilakukan jika seseorang tidak bekerja atau berusaha. Dengan

10
demikian, bekerja dan berusaha itu menempati posisi dan peranan yang sangat penting
dalam Islam.
Bagi Islam, memproduksi sesuatu bukanlah sekedar untuk mengkonsumsi sendiri
atau dijual ke pasar. Dua motivasi itu belum cukup, karena masih terbatas pada fungsi
ekonomi. Islam secara khas menekankan bahwa setiap kegiatan produksi harus pula
mewujudkan fungsi sosial. Ini tercermin dalam QS. Al-hadid (57) ayat 7: “Berimanlah
kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah
Telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara
kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.”
Sebagai modal dasar berproduksi, Allah telah menyediakan bumi beserta isinya
bagi manusia, untuk diolah bagi kemaslahatan bersama seluruh umat. Hal itu terdapat
dalam surat Al-Baqarah ayat 22: “Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan
bagimu dan langit sebagai atap, dan dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dia
menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; Karena
itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu Mengetahui”.

Adapun aturan-aturan produksi dalam islam diantaranya sebagai berikut ini:


1. Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
2. Mencegah kerusakan dimuka bumi, termasuk mengatasi polusi, memelihara
keserasian, dan ketersediaan sumber daya alam.
3. Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta
mencapai kesejahteraan. Kebutuhan yang wajib dipenuhi dalam prioritas yang
ditetapkan agama, adalah terkait dengan kebutuhan untuk tegaknya akidah/agama,
terpeliharanya nyawa, akal dan keturunan/kehormatan, dan untuk kemakmuran
material.
4. Produksi menurut Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat. Untuk
itu hendaknya umat memiliki berbagai keahlian, kemampuan dan fasilitas yang
memungkinkan terpenuhinya kebutuhan sprituak dan material.
5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual maupun mental
dan fisik.

Kegiatan produksi harus melampaui surplus untuk mencukupi keperluan


konsumtif dan meraih keuntungan finansial, sehingga bisa berkontribusi kehidupan
sosial. Melalui konsep inilah, kegiatan produksi harus bergerak di atas dua garis
optimalisasi. Tingkatan optimal pertama adalah mengupayakan berfungsinya
sumberdaya insani ke arah pencapaian kondisi full employment, dimana setiap orang
bekerja dan menghasilkan karya kecuali mereka yang “udzur syar’i” seperti sakit dan
lumpuh. Optimalisasi berikutnya adalah dalam hal memproduksi kebutuhan primer
(dharuriyyat), lalu kebutuhan sekunder (hajiyyat) dan kebutuhan tersier (tahsiniyyat)
secara proposional. Tentu saja Islam harus memastikan hanya memproduksikan sesuatu
yang halal dan bermanfaat buat masyarakat (thayyib). Target yang harus dicapai secara
bertahap adalah kecukupan setiap individu, swasembada ekonomi umat dan kontribusi
untuk mencukupi umat dan bangsa lain.

11
Pada prinsipnya Islam juga lebih menekankan berproduksi demi untuk memenuhi
kebutuhan orang banyak, bukan hanya sekedar memenuhi segelintir orang yang
memiliki uang, sehingga memiliki daya beli yang lebih baik. Karena itu bagi Islam,
produksi yang surplus dan berkembang baik secara kuantitatif maupun kualitatif, tidak
dengan sendirinya mengindikasikan kesejahteraan bagi masyarakat. Apalah artinya
produk yang menggunung jika hanya bisa didistribusikan untuk segelintir orang yang
memiliki uang banyak.

Kesimpulan :
Produksi haruslah mengacu pada nilai kepuasan dalam standart halal. Produksi
dalam islam sama halnya seperti dalam konvensioal yaitu untuk mencapai keuntungan,
tetapi lebih pada memberikan manfaat kepada banyak orang sesuai ketentuan dalam Al-
qur'an dan Hadist demi mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat. Islam lebih
menekankan bahwa kegiatan produksi harus disertai terwujudnya fungsi sosial
sehingga memiliki keseimbangan perekonomian dan daya beli yang baik.

2.5 Prinsip-prinsip Produksi Dalam Pandangan Islam


Pada prinsipnya kegiatan produksi terkait seluruhnya dengan syariat Islam, di
mana seluruh kegiatan produksi harus sejalan dengan tujuan dari produksi itu sendiri.
Konsumsi seorang muslim dilakukan untuk mencari falah (kebahagiaan), demikian pula
produksi dilakukan untuk menyediakan barang dan jasa guna falah tersebut. Al-Qur’an
dan Hadits Rasulullah Saw memberikan arahan mengenai prinsip-prinsip produksi,
yaitu sebagai berikut:
1. Tugas manusia di muka bumi sebagai khalifah Allah adalah memakmurkan bumi
dengan ilmu dan amalnya.
2. Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi.
3. Teknik produksi diserahklan kepada keinginan dan kemampuan manusia
4. Dalam berinovasi dan bereksperimen, pada prinsipnya agama Islam menyukai
kemudahan, menghindari mudarat dan memaksimalkan manfaat.

Prinsip fundamental ekonomi Islam dalam proses produksi adalah terciptanya


kesejahteraan ekonomi pada diri individu dan juga masyarakat, terutama untuk skala
yang lebih luas menyangkut persoalan moral, pendidikan, agama dan lain sebagainya.
Berikut prinsip-prinsip berproduksi dalam Islam:
1. Motivasi berdasarkan keimanan
Aktivitas produksi yang dijalankan seorang pengusaha muslim terikat dengan
motivasi keimanan atau keyakinan positif, yaitu semata-mata untuk mendapatkan
ridha Allah SWT, dan balasan di akhirat. Sehingga dengan motivasi atau keyakinan
positif tersebut maka prinsip kejujuran, amanah, dan kebersamaan akan dijunjung
tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan seorang pengusaha muslim tidak semata-
mata mencari keuntungan maksimum, tetapi puas terhadap pencapaian tingkat
keuntungan yang wajar (layak). Tingkat keuntungan dalam berproduksi bukan lahir
dari aktivitas yang curang, tetapi keuntungan tersebut sudah merupakan ketentuan
dari Allah SWT sehingga keuntungan seorang pengusaha muslim didalam

12
berproduksi dicapai dengan menggunakan atau mengamalkan prinsip Islam,
sehingga Allah ridha terhadap aktivitasnya.
2. Berproduksi berdasarkan azas manfaat dan maslahat.
Seorang muslim dalam menjalankan proses produksinya tidak semata mencari
keuntungan maksimum untuk aset kekayaan. Berproduksi bukan semata-mata
karena profit ekonomis yang diperolehnya, tetapi juga seberapa penting manfaat
keuntungan tersebut untuk kemaslahatan masyarakat.
3. Mengoptimalkan kemampuan akalnya.
Seorang muslim harus menggunakan kemampuan akalnya (kecerdasannya), serta
profesionalitas dalam mengelola sumber daya. Kerena faktor produksi yang
digunakan untuk menyelenggarakan proses produksi sifatnya tidak terbatas, manusia
perlu mengoptimalkan kemampuan yang telah Allah berikan.
4. Adanya sikap tawazun (keberimbangan).
Produksi dalam Islam juga mensyaratkan adanya sikap tawazunI
(keberimbanagn) anatara dua kepentingan, yakni kepentingan umum dan
kepentingan khusus. Produksi dapat menjadi haram jika barang yang dihasilkan
ternyata hanya akan membahayakan masyarakat mengingat adanya pihak-pihak
yang dirugikan dari kehadiran produk, baik berupa barang maupun jasa. Produk-
produk dalam kategori ini hanya memberikan dampak ketidakseimbangan dan
kegoncangan bagi aktivitas ekonomi secara umum. Akibatnya, misi rahmatan lil
‘alamiin ekonomi Islam tidak tercapai.
5. Harus optimis.
Seorang produsen muslim yakin bahwa apapun yang diusahakannya sesuai
dengan ajaran Islam tidak membuat hidupnya menjadi kesulitan. Allah SWT telah
menjamin rezekinya dan telah menyediakan keperluan hidup seluruh makhluk-Nya
termasuk manusia.
6. Menghindari praktik produksi yang haram.
Seorang produsen muslim menghindari pratik produksi yang mengandung unsur
haram atau riba, pasar gelap, dan spekulasi

Sesungguhnya produksi lahir dan tumbuh dari menyatunya manusia dengan alam.
Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan
produksilah yang menghasikan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para
konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi akan berhenti, begitu pula
sebaliknya. Untuk menghasilkan barang dan jasa kegiatan produksi melibatkan banyak
faktor produksi.
Fungsi produksi menggambarkan hubungan antar jumlah input dengan output
yang dapat dihasilkan dalam satu waktu periode tertentu. Dalam teori produksi
memberikan penjelasan tentang perilaku produsen tentang perilaku produsen dalam
memaksimalkan keuntungannya maupun mengoptimalkan efisiensi produksinya.
Dimana Islam mengakui pemilikian pribadi dalam batas-batas tertentu termasuk
pemilikan alat produksi, akan tetapi hak tersebut tidak mutlak.
Produksi yang diwajibkan dan dianjurkan Islam adalah produksi / kerja yang
baik, produktif dan membawa berkah. Karenanya setiap kegiatan produkasi harus

13
dibarengi dengan sifat yang saleh dan bijak, untuk itu menurut Surtahman, dalam
produksi agar tercapai keberkahan dan kesejahteraan, dalam melaksanakan kegiatan
produksi haruslah memiliki aqidah yang benar, niat yang benar, pekerjaan yang sesuai
dengan tuntutan agama Islam, tidak meninggalkan ibadah wajib yang khusus, dan
haksilnya harus mambawa manfaat bagi masyarakat.
Tantangan berat bagi ekonom muslim dimasa sekarang adalah banyaknya
peluang bisnis yang menjanjikan keuntungan besar justru datang dari usaha-usaha
Khabaits (haram diproduksi, diperdagangkan dan dikonsumsi, contoh; narkoba, miras).
Padahal ekonomi dalam Islam mengajarkan bahwa aktifitas ekonomi haruslah
menghindari hal-hal yang diharamkan supaya individu dan masyarakat terjaga
moralnya serta tercipta keadilan ekonomi mencakup harga dan laba yang adil.
Adapun kaidah-kaidah dalam berproduksi antara lain adalah:
1. Memproduksikan barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
2. Mencegah kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara
keserasian dan ketersediaan sumber daya alam.
3. Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta
mencapai kemakmuran. Kebutuhan yang harus dipenuhi harus berdasarkan prioritas
yang ditetapkan agama, yakni terkait dengan kebutuhan untuk tegaknya
akidah/agama, terpeliharanya nyawa, akal dan keturunan/kehormatan, serta untuk
kemakmuran material.
4. Produksi dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat. Untuk
itu hendaknya umat memiliki berbagai kemampuan, keahlian dan prasarana yang
memungkinkan terpenuhinya kebutuhan spiritual dan material. Juga terpenuhinya
kebutuhan pengembangan peradaban, di mana dalam kaitan tersebut para ahli fiqh
memandang bahwa pengembangan di bidang ilmu, industri, perdagangan, keuangan
merupakan fardhu kifayah, yang dengannya manusia bisa melaksanakan urusan
agama dan dunianya.
5. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia baik kualitas spiritual maupun mental
dan fisik. Kualitas spiritual terkait dengan kesadaran rohaniahnya, kualitas mental
terkait dengan etos kerja, intelektual, kreatifitasnya, serta fisik mencakup kekuatan
fisik, kesehatan, efisiensi, dan sebagainya. Menurut Islam, kualitas rohaniah
individu mewarnai kekuatan-kekuatan lainnya, sehingga membina kekuatan
rohaniah menjadi unsur penting dalam produksi Islami.

Kesimpulan :
Prinsip produksi dalam islam harus sesuai dengan syariat islam yang sejalan
dengan tujuan produksi sendiri. Prinsip produksi tidak lain adalah untuk mewujudkan
terciptanya kesejahteraan individu maupun masyarakat. Prinsip tersebut diantaranya
yaitu motivasi berdasarkan keimanan, berproduksi berdasarkan manfaat dan maslahat,
mengoptimalkan kemampuan akal, berimbang, harus optimis dan menghindari praktik
produksi yang haram.

14

Anda mungkin juga menyukai