Anda di halaman 1dari 22

KEBENARAN ILMIAH

Ditulis guna memenuhi tugas mata kuliah Falsafah al-Ulum

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Jamal Fakhri

Disusun Oleh :

Saiful Anwar 1988104025

Fitriani 1988104018

Umi Mashitoh 1988104020

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

T.A. 2019/2020
KATA PENGANTAR

‫ميحرلا نمحرلا هللا‬ ‫بسم‬


Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT , karena atas
berkat rahmat dan karunia-NYA semata makalah mata kuliah Falsafah al-Ulum
ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada suri tauladan
mulia Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
jahiliyah kealam terang benderang agama islam.
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Falsafah al-Ulum . Adapun isi dari makalah yaitu menjelaskan tentang
hakikat kebenaran ilmiah, teori-teori kebenaran dan sifat-sifat kebenaran. adapun
pembahasan lebih jelasnya akan dipaparkan dalam materi. Penyusun berterima
kasih kepada Ibu Prof. Dr. Jamal Fakhri selaku dosen mata kuliah Falsafah al-
Ulum yang telah memberikan arahan serta bimbingan, dan juga kepada semua
pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam
penulisan makalah ini.
Seperti pepatah mengatakan “Tak ada gading yang tak retak”. Penyusun
menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini semata-mata karena
keterbatasan kemampuan penyusun sendiri. Oleh karena itu, sangatlah penyusun
harapkan saran dan kritik yang positif dan membangun dari semua pihak agar
makalah ini menjadi lebih baik dan berdaya guna di masa yang akan
datang.

Bandar Lampung , 02 Oktober 2019


Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN MUKA ........................................................................ 1

KATA PENGANTAR ........................................................................ 2

DAFTAR ISI ........................................................................ 3

BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah ........................................................... 4

b. Rumusan Masalah ........................................................... 4

c. Tujuan Penulisan ........................................................... 4

BAB II

KEBENARAN ILMIAH

1. Pengertian Kebenaran .......................................................... 5

2. Teori Kebenaran .......................................................... 7

3. Sifat-Sifat Kebenaran .......................................................... 18

BAB III

KESIMPULAN .................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 22

3
BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah

Pada saat kita membicarakan tentang konsep ilmu pengetahuan, kita

memahami bahwa ilmu pengetahuan merupakan suatu proses kegiatan

mengetahui dan berpikir yang memiliki tujuan (teleologis), yaitu memperoleh

pengetahuan yang jelas (kejelasan) serta pengetahuan yang benar (kebenaran)

tentang yang dipikirkannya atau yang diselidikinya. Sehingga agar kegiatan

ilmiahdapat sampai pada tujuan yang memang kita kehendaki, kita perlu

memahami tentang kebenaran ilmiah.

Sebelum membahas secara khusus tentang kebenaran ilmiah, dalam

tulisan ini akan dimuat tentang pengertian kebenaran lalu akan dibahas teori

kebenaran dan sifat kebenaran ilmiah. Sebagai kebenaran yang memang kita

usahakan dan kita jadikan tujuan dalam kegiatan ilmiah.

b. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian kebenaran

2. Apa saja teori-teori kebenaran

3. Apa saja sifat-sifat kebenaran

c. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian kebenaran

2. Untuk mengetahui teori-teori kebenaran

3. Untuk mengetahui sifat-sifat kebenaran

4
BAB II

KEBENARAN ILMIAH

1. Pengertian Kebenaran Ilmiah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kebenaran adalah keadaan

yang cocok dengan keadaan yang sesungguhnya, atau sesuatu yang sesuai

dengan kenyataan. Kebenaran adalah kata benda yang merupakan kata

jadian dari sifat “benar” (sebagai kata dasarnya), ini merupakan rekayasa

morfologi agar hal yang merupakan sifat itu dapat dijadikan subyek atau

obyek dalam suatu struktur kalimat perlu dijadikan kata benda dahulu

meskipun kenyaataan secara ontologis tetap sebagai sifat.

Sebagaimana sifat-sifat lain pada umumnya, kita dapat menemukan

serta mengenalnya pada hal yang memiliki sifat bersangkutan,

demikian pula sifat “benar” tentu saja juga dapat kita cari dan dapat kita

temukan dalam hal-hal yang memiliki sifat “benar” tersebut. Misalnya

sifat “bersih” dapat kita temukan pada udara yang bersih, lantai yang

bersih; sifat “tenang” dapat kita temukan dalam suasana kelas yang

tenang, suasana hati yang tenang. Demikian pula sifat “benar” pada

umumnya dapat kita temukan pada hal-hal berikut: pemikiran yang

benar, jawaban yang benar, pengetahuan yang benar, penyataan yang

benar, penjelasan yang benar, pendapat yang benar, pandangan yang

benar, informasi yang benar, berita yang benar, tindakan yang benar,

kebijaksanaan yang benar. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa

5
sifat “benar” dapat berada pada kegiatan berpikir maupun hasil

pemikiran yang dapat diungkapkan dalam bahasa lisan maupun

tertulis, sebagai: jawaban, penyataan, penjelasan, penda- pat, informasi,

berita, tindakan, peraturan. Hasil pemikiran pada pokoknya menunjukkan

ada atau tidak-adanya hubungan antara yang diterangkan dengan yang

menerang- kan, misalnya yang menunjukkan adanya hubungan: udara

bersih, lampu menyala, rumah terbakar api, binatang menggigit orang,

orang makan mangga; sedang pernyataan yang menunjukkan tidak-

adanya hubungan antara yang diterangkan dan yang menerangkan

dinyata- kan dengan menggunakan kata tidak, dengan contoh sebagai

berikut: pasar sayur ini tidak bersih, tanaman padi tidak subur, kambing

tidak hidup di air, manusia tidak bersayap.1

Adapun kebenaran ilmiah dapat dideskripsikan dengan suatu

pengetahuan yang jelas dan pasti kebenarannya menurut norma-norma

keilmuan. Kebenaran ilmiah cenderung bersikap obyektif di dalamnya

terkandung sejumlah pengetahuan yang berbeda-beda, tetapi saling

bersesuaian.

Adanya kebenaran itu selalu dihubungkan dengan pengetahuan

manusia (subyek yang mengetahui) mengenai obyek. Jadi kebenaran itu

ada pada seberapa jauh subyek mempunyai pengetahuan mengenai obyek

sedangkan pengetahuan bermula dari banyak sumber. Kemudian sumber-

sumber itu berfungsi sebagai ukuran kebenaran.

1
Paulus Wahana, Filsafat Ilmu Pengetahuan,(Yogyakarta : Pustaka Diamond, 2016),
hlm.127

6
Dalam kaitan dengan filsafat, kebenaran menurut Maufur tujuan

yang hendak dicapai oleh filsafat maupun ilmu pengetahuan. Kebenaran

memiliki asumsi bahwa kebenaran itu berlakuatau diakui, karna ia

memang menggambarkan atau menyatakan realita yang sesungguhnya.2

2. Teori-Teori Kebenaran

Karena kebenaran merupakan sifat dari pengetahuan, maka dalam

rangka membahas adanya berbagai kebe- naran, kita perlu mengetahui

adanya berbagai macam pengetahuan. Sebagaimana pengetahuan dapat

dibedakan atas dasar berbagai kriteria penggolongan, demikian pula

berkedaan dengan kebenaran pengetahuan juga dapat digolongkan atas

dasar beberapa kriteria: pertama, atas dasar sumber atau asal dari

kebenaran pengetahuan, yaitu dapat bersumber antara lain dari: fakta

empiris (kebenaran empiris), wahyu atau kitab suci (kebenaran

wahyu), fiksi atau fantasi (kebenaran fiksi). Kebenaran pengetahuan

tentu saja perlu disesuaikan dengan sumber atau asal dari pengetahuan

terkait, misalnya: kebenaran pengetahuan empiris harus disesuaikan

dengan sifat yang ada dalam obyek empiris yang merupakan sumber

atau asal pengetahuan tersebut. Kedua, atas dasar cara atau sarana yang

digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahu- an, yaitu antara lain

dapat menggunakan: indera (kebe- naran inderawi), akal budi

(kebenaran intelektual), intuisi (kebenaran intuitif), iman (kebenaran

2
Susanto, Filsafat Ilmu, (Jakarta : Sinar Grafika Off Site, 2018) hlm.85

7
iman). Kebenaran Wpengetahuan perlu disesuaikan dengan cara atau

sarana yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan terkait,

misalnya: kebenaran pengetahuan inderawi (penglihatan) harus

disesuaikan dengan kemampuan indera untuk menangkap hal atau

obyek inderawi dengan segala kelebih- an dan kekurangannya.

Penglihatan dapat menghasilkan pengetahuan tentang warna, ruang,

ukuran besar / kecilnya obyek, serta adanya suatu gerak atau perubahan.

Sesuai dengan perspektif penglihatan kita, sering kita sadari bahwa

penangkapan penglihatan kita sering tidak tepat, kita mengalami tipu

mata, misalnya: bintang yang semestinya besar nampak di penglihatan

kita sebagai bintang kecil; sepasang rel kereta api yang seharusnya

sejajar ternyata nampak di penglihatan sebagai yang semakin menciut

di kejauhan. Ketiga, atas dasar bidang atau lingkup kehidupan yang

tentu saja bagaimana penge- tahuan itu diusahakan dan dikembangkan

dapat berbeda, antara lain: pengetahuan agama (kebenaran agama),

pengetahuan moral (kebenaran moral), pengetahuan seni (kebenaran

seni), pengetahuan budaya (kebenaran budaya), pengetahuan sejarah

(kebenaran historis), pengetahuan hukum (kebenaran hukum),

pengetahuan politik (kebenaran politik). Kebenaran pengetahuan perlu

dipahami berdasarkan bahasa atau cara menyatakan dari lingkup

kehidupan terkait, misalnya: penilaian baik tentang tindakan dalam

bidang moral tentu saja perlu dibedakan dengan penilaian baik tentang

hasil karya dari bidang seni. Keempat, atas dasar tingkat pengetahuan

8
yang diharapkan dan diperolehnya, yaitu: pengetahuan biasa sehari-hari

(ordinary knowledge) memiliki kebenaran yang sifatnya subyektif,

yang amat terikat pada subyek yang mengenal, pengetahuan ilmiah

(scientific knowledge) menghasilkan kebenaran ilmiah, pengetahuan

filsafati (philosofical knowledge) menghasilkan kebenaran filsafati.

Kriteria yang dituntut dari setiap tingkat kebenaran ternyata berbeda,

misalnya: kebenaran pengetahuan yang diperoleh dalam pengetahuan

biasa sehari cukup didasarkan pada hasil pengalaman sehari-hari,

sedangkan kebenaran pengeta- huan ilmiah perlu diusahakan dengan

pemikiran rasional (kritis, logis, dan sistematis) untuk memperoleh

pengeta- huan yang selaras dengan obyeknya (obyektif).

Adapun kebenaran ilmiah memiliki beberapa rumusan3 :

a. kebenaran Korespondensi

Teori Korespondensi (Correspondence Theory of Truth) Teori

kebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa

pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta

atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju pernyataan

tersebut. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada

kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta.

Suatu proposisi adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang sesuai dan

menyatakan apa adanya. Teori ini sering diasosiasikan dengan teori-teori

empiris pengetahuan. Teori kebenaran korespondensi adalah teori

3
Abbas, H.M., “Kebenaran Ilmiah” (Aksara, 1995). hlm. 69

9
kebenaran yang paling awal, sehingga dapat digolongkan ke dalam teori

kebenaran tradisional karena Aristoteles sejak awal (sebelum abad

Modern) mensyaratkan kebenaran pengetahuan harus sesuai dengan

kenyataan yang diketahuinya.

Dua kesukaran utama yang didapatkan dari teori korespondensi adalah4:

 Pertama, teori korespondensi memberikan gambaran yang

menyesatkan dan yang terlalu sederhana mengenai bagaimana kita

menentukan suatu kebenaran atau kekeliruan dari suatu

pernyataan. Bahkan seseorang dapat menolak pernyataan sebagai

sesuatu yang benar didasarkan dari suatu latar belakang

kepercayaannya masing-masing.

 Kedua, teori korespondensi bekerja dengan idea, “bahwa dalam

mengukur suatu kebenaran kita harus melihat setiap pernyataan

satu-per-satu, apakah pernyataan tersebut berhubungan dengan

realitasnya atau tidak.” Lalu bagaimana jika kita tidak mengetahui

realitasnya? Bagaimanapun hal itu sulit untuk dilakukan.

 Ketiga, Kelemahan teori kebenaran korespondensi ialah

munculnya kekhilafan karena kurang cermatnya penginderaan,

atau indera tidak normal lagi. Di samping itu teori kebenaran

korespondensi tidak berlaku pada objek/bidang nonempiris atau

objek yang tidak dapat diinderai. Kebenaran dalam ilmu adalah

kebenaran yang sifatnya objektif, ia harus didukung oleh fakta-

4
Jujun S. Sumiasumantri. Filsafat Ilmu,Sebuah Pengantar Populer, (Jakarata: Pustaka
Sinar harapan, 1990). Hlm 106

10
fakta yang berupa kenyataan dalam pembentukan objektivanya.

Kebenaran yang benar-benar lepas dari kenyataan subjek.

b. Teori koherensi

Teori Koherensi (Coherence Theory of Truth) Teori kebenaran

koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren

atau konsistensi. Suatu pernyataan disebut benar bila sesuai dengan

jaringan komprehensif dari pernyataan-pernyataan yang berhubungan

secara logis. Pernyataan-pernyataan ini mengikuti atau membawa kepada

pernyataan yang lain. Seperti sebuah percepatan terdiri dari konsep-

konsep yang saling berhubungan dari massa, gaya dan kecepatan dalam

fisika. Teori Koherensi/Konsistensi (The Consistence/Coherence Theory

of Truth) memandang bahwa kebenaran ialah kesesuaian antara suatu

pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih

dahulu diketahui, diterima dan diakui sebagai benar. Suatu proposisi

benar jika proposisi itu berhubungan (koheren) dengan proposisi-

proposisi lain yang benar atau pernyataan tersebut bersifat koheren atau

konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap

benar. Dengan demikian suatu putusan dianggap benar apabila mendapat

penyaksian (pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu

yang sudah diketahui,diterima dan diakui benarnya. Karena sifatnya

demikian, teori ini mengenal tingkat-tingkat kebenaran. Disini derajar

koherensi merupakan ukuran bagi derajat kebenaran. Contoh: “Semua

manusia akan mati. Si Fulan adalah seorang manusia. Si Fulan pasti akan

11
mati.” “Sukarno adalah ayahanda Megawati. Sukarno mempunyai puteri.

Megawati adalah puteri Sukarno”.5

Seorang sarjana Barat A.C Ewing (1951:62) menulis tentang teori

koherensi, ia mengatakan bahwa koherensi yang sempurna merupakan

suatu ide yang tak dapat dicapai, akan tetapi pendapat-pendapat dapat

dipertimbangkan menurut jaraknya dari ideal tersebut. Sebagaimana

pendekatan dalam aritmatik, dimana pernyataan-pernyataan terjalin sangat

teratur sehingga tiap pernyataan timbul dengan sendirinya dari pernyataan

tanpa berkontradiksi dengan pernyataan-pernyataan lainnya. Jika kita

menganggap bahwa 2+2=5, maka tanpa melakukan kesalahan lebih lanjut,

dapat ditarik kesimpulan yang menyalahi tiap kebenaran aritmatik tentang

angka apa saja. Teori koherensi, pada kenyataannya kurang diterima

secara luas dibandingkan teori korespondensi. Teori ini punya banyak

kelemahan dan mulai ditinggalkan. Misalnya, astrologi mempunyai sistem

yang sangat koheren, tetapi kita tidak menganggap astrologi benar.

Kebenaran tidak hanya terbentuk oleh hubungan antara fakta atau

realitas saja, tetapi juga hubungan antara pernyataan-pernyataan itu

sendiri. Dengan kata lain, suatu pernyataan adalah benar apabila konsisten

dengan pernyataan-pernyataan yang terlebih dahulu kita terima dan kita

ketahui kebenarannya.6 Matematika adalah bentuk pengetahuan yang

5
Soejono Soemargono. Pengantar Filsafat Ilmu. (Yogyakarata: PT. Tiara Wacana
Yogya, 1997).hlm 253
6
Ahmad Farid Mubarok, “Teori-teori Kebenaran: Korespondensi, Koherensi, Pragmatik,
Struktural Paradigmatik, dan Performatik”. 28 juni 2010
(http://defaultride.wordpress.com/2010/06/28/teori-teori-kebenaran-korespondensi-koherensi-
pragmatik-struktural-paradigmatik-dan-performatik, diakses tanggal 29 Sepetember 2011)

12
penyusunannya dilakukan pembuktian berdasarkan teori koheren. Sistem

matematika disusun diatas beberapa dasar pernyataan yang dianggap

benar (aksioma). Dengan mempergunakan beberapa aksioma, maka

disusun suatu teorema. Dan diatas teorema-lah, maka dikembangkan

kaidah-kaidah matematika yang secara keseluruhan merupakan suatu

sistem yang konsisten. Salah satu dasar teori ini adalah hubungan logis

dari suatu proposisi dengan proposisi sebelumnya. Proposisi atau

pernyataan adalah apa yang dinyatakan, diungkapkan dan dikemukakan

atau menunjuk pada rumusan verbal berupa rangkaian kata-kata yang

digunakan untuk mengemukakan apa yang hendak dikemukakan.

Proposisi menunjukkan pendirian atau pendapat tentang hubungan antara

dua hal dan merupakan gabungan antara faktor kuantitas dan kualitas.

Contohnya tentang hakikat manusia, baru dikatakan utuh jika dilihat

hubungan antara kepribadian, sifat, karakter, pemahaman dan pengaruh

lingkungan. Psikologi strukturalisme berusaha mencari strukturasi sifat-

sifat manusia dan hubungan-hubungan yang tersembunyi dalam

kepribadiannya.

Dua masalah yang didapatkan dari teori koherensi adalah:

 Pernyataan yang tidak koheren (melekat satu sama lain) secara

otomatis tidak tergolong kepada suatu kebenaran, namun pernyataan

yang koheren juga tidak otomatis tergolong kepada suatu kebenaran.

Misalnya saja diantara pernyataan “anakku mengacak-acak

pekerjaanku” dan “anjingku mengacak-acak pekerjaanku” adalah

13
sesuatu yang sulit untuk diputuskan mana yang merupakan kebenaran,

jika hanya dipertimbangkan dari teori koherensi saja. Misalnya lagi,

seseorang yang berkata, “ Sundel Bolong telah mengacak-acak

pekerjaan saya!”, akan dianggap salah oleh saya karena tidak

konsisten dengan kepercayaan saya.

 sama halnya dalam mengecek apakah setiap pernyataan berhubungan

dengan realitasnya, kita juga tidak akan mampu mengecek apakah ada

koherensi diantara semua pernyataan yang benar.

c. Teori Pagmatik

Teori Pragmatik (The Pragmatic Theory of Truth) Teori kebenaran

pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi

oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar

tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil

atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya. Kebenaran suatu

pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis 7. Teori

Pragmatis (The Pragmatic Theory of Truth) memandang bahwa

“kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan

tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis”; dengan kata lain,

“suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu mempunyai kegunaan

praktis dalam kehidupan manusia”. Pragmatisme menantang segala

otoritanianisme, intelektualisme dan rasionalisme. Bagi mereka ujian

kebenaran adalah manfaat (utility), kemungkinan dikerjakan (workability)

7
Khaerul Umam, “ Kebenaran Ilmiah”. 26 Juni 2009 (fachruddin54 blogspot com
/2009/06/kebenaran-ilmiah.html, , diakses 29 September 2011).

14
atau akibat yang memuaskan (Titus, 1987:241), Sehingga dapat dikatakan

bahwa pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang

benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan

perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Pegangan

pragmatis adalah logika pengamatan dimana kebenaran itu membawa

manfaat bagi hidup praktis dalam kehidupan manusia. Kata kunci teori ini

adalah: kegunaan (utility), dapat dikerjakan (workability), akibat atau

pengaruhnya yang memuaskan (satisfactory consequencies). Teori ini

pada dasarnya mengatakan bahwa suatu proposisi benar dilihat dari

realisasi proposisi itu. Jadi, benar-tidaknya tergantung pada konsekuensi,

kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan

tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis, sepanjang proposisi

itu berlaku atau memuaskan. Menurut teori pragmatis, “kebenaran suatu

pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat

fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah

benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu

mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia”.

Dalam hal ini, menurut penganut pragmatis, kepercayaan atau

keyakinan yang membawa pada hasil yang terbaik; yang menjadi

justifikasi dari segala tindakan kita; dan yang meningkatkan suatu

kesuksesan adalah kebenaran. Teori pragmatis meninggalkan semua fakta,

realitas maupun putusan/hukum yang telah ada. Satu-satunya yang

dijadikan acuan bagi kaum pragmatis ini untuk menyebut sesuatu sebagai

15
kebenaran ialah jika sesuatu itu bermanfaat atau memuaskan. Apa yang

diartikan dengan benar adalah yang berguna (useful) dan yang diartikan

salah adalah yang tidak berguna (useless). Karena istilah “berguna” atau

“fungsional” itu sendiri masih samar-samar, teori ini tidak mengakui

adanya kebenaran yang tetap atau mutlak. Pragmatisme memang benar

untuk menegaskan karakter praktis dari kebenaran, pengetahuan, dan

kapasitas kognitif manusia. Tapi bukan berarti teori ini merupakan teori

yang terbaik dari keseluruhan teori. Kriteria pragmatisme juga

diergunakan oleh ilmuan dalam menentukan kebenaran ilmiah dalam

prespektif waktu.8

Secara historis pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu

waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti

ini maka ilmuan bersifat pragmatis selama pernyataan itu fungsional dan

mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, sekiranya

pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan perkembangan

ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu

ditinggalkan, demikian seterusnya.

d. Teori Performatik

Teori Performatik Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan

atau dikemukakan oleh pemegang otoritas tertentu. Contoh pertama

mengenai penetapan 1 Syawal. Sebagian muslim di Indonesia mengikuti

fatwa atau keputusan MUI atau pemerintah, sedangkan sebagian yang lain

8
https://www.banjirembun.com/2012/05/teori-kebenaran-koherensi-korespondensi.html

16
mengikuti fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu. Contoh kedua

adalah pada masa rezim orde lama berkuasa, PKI mendapat tempat dan

nama yang baik di masyarakat. Ketika rezim orde baru, PKI adalah partai

terlarang dan semua hal yang berhubungan atau memiliki atribut PKI

tidak berhak hidup di Indonesia. Contoh lainnya pada masa pertumbuhan

ilmu, Copernicus (1473-1543) mengajukan teori heliosentris dan bukan

sebaliknya seperti yang difatwakan gereja.

Masyarakat menganggap hal yang benar adalah apa-apa yang

diputuskan oleh gereja walaupun bertentangan dengan bukti-bukti

empiris. Dalam fase hidupnya, manusia kadang kala harus mengikuti

kebenaran performatif. Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa

pemerintah, pemimpin agama, pemimpin adat, pemimpin masyarakat, dan

sebagainya. Kebenaran performatif dapat membawa kepada kehidupan

sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil dan

sebagainya. Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak

terbiasa berpikir kritis dan rasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif,

karena terbiasa mengikuti kebenaran dari pemegang otoritas. Pada

beberapa daerah yang masyarakatnya masih sangat patuh pada adat,

kebenaran ini seakan-akan kebenaran mutlak. Mereka tidak berani

melanggar keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakan

rasio untuk mencari kebenaran.

Dalam kenyataannya kini, kriteria kebenaran cenderung menekankan

satu atu lebih dati tiga pendekatan (1) yang benar adalah yang memuaskan

17
keinginan kita, (2) yang benar adalah yang dapat dibuktikan dengan

eksperimen, (3) yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan

hidup biologis. Oleh karena teori-teori kebenaran (koresponden,

koherensi, dan pragmatisme) itu lebih bersifat saling menyempurnakan

daripada saling bertentangan, maka teori tersebut dapat digabungkan

dalam suatu definisi tentang kebenaran. kebenaran adalah persesuaian

yang setia dari pertimbangan dan ide kita kepada fakta pengalaman atau

kepada alam seperti adanya. Akan tetapi karena kita dengan situasi yang

sebenarnya, maka dapat diujilah pertimbangan tersebut dengan

konsistensinnya dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang kita

anggap sah dan benar, atau kita uji dengan faidahnya dan akibat-akibatnya

yang praktis. Uraian dan ulasan mengenai berbagai teori kebenaran di atas

telah menunjukkan kelebihan dan kekurangan dari berbagai teori

kebenaran. Teori Kebenaran Kelebihan Kekurangan Korespondensi sesuai

dengan fakta dan empiris kumpulan fakta-fakta Koherensi bersifat

rasional dan Positivistik Mengabaikan hal-hal non fisik Pragmatis

fungsional-praktis tidak ada kebenaran mutlak Performatif Bila pemegang

otoritas benar, pengikutnya selamat Tidak kreatif, inovatif dan kurang

inisiatif Konsensus Didukung teori yang kuat dan masyarakat ilmiah Perlu

waktu lama untuk menemukan kebenaran.

18
3. Sifat Kebenaran Ilmiah

Kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat,

hubungan, dan nilai ilmu itu sendir, setiap subjek yang memiliki

pengetahuan akan memiliki persepsi dan pengertian yang amat berbeda

dari satu dengan yang lainnya, dan dalam hal itu terlihat sifat-sifat dari

kebenaran. Sifat kebenaran dibedakan menjadi tiga hal, yaitu : Pertama,

kebenaran berkaitan dengan kualitas pengetahuan, dimana setiap

pengetahuan yang dimiliki di lihat dari jenis pengetahuan yang dibangun,

yakni: (1) pengetahuan biasa atau disebut ordinary knowledge atau

common sense know-ledge; (2) pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan

yang telah menetapkan objek yang khas atau spesifik dengan menerapkan

metodologi yang telah mendapatkan kesepakatan dari para ahli sejenis;

(3) pengetahuan filsafat yaitu jenis pengetahuan yang pendekatannya

melalui metodologi pemikiran filsafat, bersifat mendasar dan menyeluruh

dengan model pemikiran analitis, kritis, dan spekulatif; (4) pengetahuan

agama, yaitu pengetahuan yang bersifat dogmatis yang selalu dihampiri

oleh keyakinan yang tertentu sehingga pernyataan dalam kitab suci agama

memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk

memahaminya.

Kedua, kebenaran dikaitkan dengan sifat atau karakteristik dari

bagaimana cara atau dengan alat apakah seseorang membangun

pengetahuannya. Implikasi dari penggunaan alat untuk memperoleh

19
pengetahuan akan mengakibatkan karakteristik kebenaran yang dikandung

oleh pengetahuan akan memiliki cara tertentu untuk membuktikannya.

Ketiga, kebenaran dikaitkan atas ketergantungan terjadinya

pengetahuan. Membangun pengetahuan tergantung dari hubungan antara

subjek dan objek mana yang dominan.

Kebenaran ilmiah memiliki jenis tersendiri yang berbeda dengan

kebenaran lainnya, setidaknya ada tiga jenis kebenaran ilmiah.

Pertama, kebenaran ontologikal yaitu kebenaran sebagai sifat dasar yang

melekat kepada segala sesuatu yang ada maupun diadakan.

Kedua, kebenaran epistemologikal yaitu kebenaran dalam hubungannya

dengan pengetahuan manusia.

Ketiga, kebenaran semantikal yaitu kebenaran yang terdapat serta melekat

di dalam tutur kata dan bahasa.

20
BAB III

KESIMPULAN

Kebenaran ilmiah dapat dideskripsikan dengan suatu pengetahuan

yang jelas dan pasti kebenarannya menurut norma-norma keilmuan. Terdapat

beberapa teori kebenaran yaitu : teori koherensi, teori korespondensi, teori

pragmatis, teori performatif, dan teori preposisi. Adapun sifat-sifat kebenaran

ilmiah antara lain Pertama, kebenaran berkaitan dengan kualitas pengetahuan,

dimana setiap pengetahuan yang dimiliki di lihat dari jenis pengetahuan yang

dibangun, Kedua, kebenaran dikaitkan dengan sifat atau karakteristik dari

bagaimana cara atau dengan alat apakah seseorang membangun pengetahuannya,

dan yang Ketiga, kebenaran dikaitkan atas ketergantungan terjadinya

pengetahuan. Membangun pengetahuan tergantung dari hubungan antara subjek

dan objek mana yang dominan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Paulus Wahana, Filsafat Ilmu Pengetahuan,(Yogyakarta : Pustaka Diamond,


2016)

Susanto, Filsafat Ilmu, (Jakarta : Sinar Grafika Off Site, 2018)

Abbas, H.M., “Kebenaran Ilmiah” (Aksara, 1995)

Jujun S. Sumiasumantri. Filsafat Ilmu,Sebuah Pengantar Populer, (Jakarata:


Pustaka Sinar harapan, 1990).

Soejono Soemargono. Pengantar Filsafat Ilmu. (Yogyakarata: PT. Tiara Wacana


Yogya, 1997)

Ahmad Farid Mubarok, “Teori-teori Kebenaran: Korespondensi, Koherensi,


Pragmatik, Struktural Paradigmatik, dan Performatik”.

Khaerul Umam, “ Kebenaran Ilmiah”. 26 Juni 2009 (fachruddin54 blogspot com


/2009/06/kebenaran-ilmiah.html, , diakses 29 September 2011).

https://www.banjirembun.com/2012/05/teori-kebenaran-koherensi-
korespondensi.html

22

Anda mungkin juga menyukai