Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kehamilan Dengan Hipertensi

a. Hipertensiesensial

Hipertensi esensial adalah kondisi permanen meningkatnya tekanan


darah dimana biasanya tidak ada penyebab yang nyata. Kadanng-kadang
keadaan ini dihubungkan dengan penyakit ginjal, phaeochromocytoma atau
penyempitan aorta, dan keadaan ini lebih sering muncul pada saat
kehamilan.
Wanita hamil dikatakan mempunyai atau menderita hipertensi esensial
jika tekanan darah pada awal kehamilannya mencapai 140/90 mmHg.
Yang membedakannya dengan preeklamsia yaitu factor-faktor hipertensi
esensial muncul pada awal kehamilan, jauh sebelum terjadi preeklamsia,
serta tidak terdapat edema atau proteinuria.
Selama trimester ke II kehamilan tekanan darah turun di bawah batas
normal, selanjutnya meningkat lagi sampai ke nilai awal atau kadang-
kadang lebih tinggi. Setelah UK 18 minggu lebih sulit hipertensi esensial
dari pre eklamsia.
Penatalaksanaan:

Wanita dengan hipertensi esensial harus mendapat pengawasan yang


ketat dan harus dikonsultasikan pada dokter untuk proses persalinannya.
Selama tekanan darah ibu tidak meningkat sampai 150/90 mmHg berarti
pertanda baik. Dia dapat hamil dan bersalin normal tetapi saat hamil
dianjurkan untuk lebih banyak istirahat dan menghindari peningkatan berat
badan terlalu banyak. Kesejahteraan janin dipantau ketat untuk mendeteksi
adanya retardasi pertumbuhan. Kehamilan tidak dibolehkan melewati aterm
karena kehamilan postterm meningkatkan risiko terjadinya insufisiensi
plasenta janin. Jika perlu, dapat dilakukan induksi apabila tekanan darah
meningkat atau terdapat tanda-tanda Intra Uterine Growth Retardation
(IUGR).

Merupakan pertanda kurang baik jika tekanan darah sangat tinggi. Jika
ditemukan tekanan darah 160/100 mmHg, harus dirawat dokter di rumah
sakit. Obat-obat antihipertensi dan sedative boleh diberikan untuk
mengontrol tekanan darah. Anamnesa juga diperlukan untuk mengeluarkan
ibu dari pre eklamsia. Kandungan catecholamine atau vanilmandelic acid
(VMA) biasanya diukur karena hipertensi yang berat mungkin disebabkan
karena Pheochromacytoma atau tumor pada ginjal.
Keadaan ibu mungkin berkembang menjadi Pre Eklamsia atau
mengalami abrupsio plasenta (plasenta Pecah); kadang-kadang gagal ginjal
merupakan komplikasi. Jika tekanan darah sangat tinggi, 200/120 mmHg
atau lebih, mungkin terjadi perdarahan otak atau gagal jantung.
Janin juga berisiko, karena kurangnya sirkulasi plasenta, yang dapat
menyebabkan kejadian Intra Uterine Growth Retardation (IUGR)
danhipoksia.
Jika tekanan darah tidak dapat dikendalikan atau terdapat tanda-tanda
IUGR atau hipoksia, dokter dapat menghindari risiko yang serius dengan
mempercepat persalinan. Hal ini dapat dilakukan dengan menginduksi
persalinan, atau jika keadaan berbahaya atau lebih akut, atau meningkat
pada awal persalinan, persalinan dapat dilakukan dengan cara Sectio
caesarea.
b. Hipertensi Karena Kehamilan

Hipertensi yang ditimbulkan atau diperberat oleh kehamilan lebih mungkin


terjadi pada wanita yang :
a) Terpapar vili korialis untukpertamakalinya

b) Terpapar vili korialis yang terdapat jumlah yang banyak seperti pada
kehamilan kembar atau molahidatidosa
c) Mempunyai riwayat penyakitvaskuler

d) Mempunyai kecenderungan genetic untuk menderita hipertensi dalam


kehamilan.
Kemungkinan bahwa mekanisme imunologis di samping endokrin dan
genetic turut terlibat dalam proses terjadinya pre-ekklamsia dan masih
menjadi masalah yang mengundang perhatian. Resiko hipertensi karena
kehamilan dipertinggi pada keadaan di mana pembentuka antibody
penghambat terhadap tempat-tempat yang bersifat antigen pada plasenta
terganggu.
Preeklamsia mungkin lebih sering terdapat pada wanita dai keluarga
yang tidak mampu; namun bisa juga terjadi pada pada wanita denan
ekonomi yang menengah ke atas. Bahkan pengamatan menyebutkan bahwa
makanan yang kurang mengandung protein sebagai penyebab penurunan
insiden eklamsia. Kehamilan juga menyebabkan wanita hamil kekurangnan
nutrisi. Seharusnya preeklamsia ditemkan pada multipara dari pada nulipara,
tetapi kenyataannya sama-sama dapat terjadi preeklamsia.

2.2 Pre-eklamsia

Pre-Eklamsi Adalah Penyakit dengan tanda-tanda Hipertensi, Oedema, dan


Proteinuria yang timbul karena kehamila. Penyakit ini biasanya timbul pada
Triwulan ke-3 kehamilan tetapi dapat timbul sebelumnya, misalnya pada Mola
Hidatosa.
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk
menegakkan diagnosa Pre-Eklamsi kenaikan tekanan Sistolik harus 30 mmHg
atau lebih. Kenaikan tekanan Diagnostik lebih dapat dipercaya apabila tekanan
Diastolik meningkat 15 mmHg atau lebih atau menjadi 90 mmHg atau lebih.
Pemeriksaan tekanan darah dilakukan minimal 2x dengan jarak waktu 6 jam
pada keadaan istirahat.
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda lain. Kenaikan
sistolik harus 30 mm Hg atau lebih diatas tekanan yang biasanya ditemukan,
atau mencapai 140 mmHg atau lebih.
Edema ialah Penimbunan cairan secara umum dan berlebih dalam jaringan
tubuh dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta
pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Oedema Pretribal yang ringan
sering terjadi pada kehamilan biasa, sehingga tidak berarti untuk penentuan
Diagnosis Pre-Eklamsi. Kenaikan BB ½ kg setiap minggu masih normal tetapi
kalau kenaikan BB I kg atau lebih setiap minggu beberapa kali, hal ini perlu
menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya preeklamsia.
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 g/lt
dalam urin 24 jam atau pada pemeriksaan menunjukan 1 atau 2+ atau 1 gr/lt
yang dikeluarkan dengan jarak waktu 6 jam. Proteinuria timbul lebih lambat
dari pada hipertensi dan kenaikan berat badan, karena itu harus dianggap yang
cukup serius.

Patofisiologi :
Mochtar (1999;199) menjelaskan bahwa pada Pre-Eklamsi terjadi pada
spasme pembuluh darah yang disertai dengan Retensi Garam dan air. Pada
Biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola Glomerolus. Pada beberapa
kasus, lumen arteriole sedemikian sempitnya sehingga hanya dilalui oleh satu
sel darah merah. Jadi jika semua arteriola di dalam tubuh mengalami spasme
maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan
perifer agar oksigen jaringan dapatdicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan Edema yang disebabkan oleh
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan intestinal belum diketahui
sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan
oleh Spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerolus.

Tanda Dan Gejala :


Tanda-tanda Pre-Eklamsi biasanya timbul dalam urutan pertambahan berat
badan yang berlebihan, di ikuti oedema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria.
Pada Pre-Eklamsi ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif, pada Pre-
Eklamsi ditemukan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diploma,
penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrum, mual dan muntah-muntah.
Gejala-gejala ini sering di temukan pada Pre-Eklamsi yang meningkat dan
merupakan petunjuk bahwa Eklamsi akan timbul.
Perubahan Psikologi
Normotensive pada wanita hamil dihubungkan dengan perubahan
cardiovascular termasuk meningkatnya kerja jantung, volume darah dan cardiac
output (Gant Et al 1973). Hal ini menyebabkan sel endothelia rusak sehingga
perbandingan antara vasodilator : vasocontricsi. Perbandingan ini disebabkan
karena untuk menopang hipertensi. Dengan adanya hipertensi bersama-sama
dengan sel Endothelia rusak mempengaruhi melalui pembuluh, sehingga terjadi
kebocoran plasma dan rusaknya pembuluh darah sehingga dihasilkan oedema
kemudian menuju ke jaringan.
Pengurangan cairan ke intravaskuler disebabkan hypoluemia dan
hemokonsentrasi dan ini adalah reflek untuk meningkatnya haematrokit. Dalam
kasus yang parah, paru-paru dapat menjadi macet dengan adanya cairan dan
berkembang menjadi oedema pulmonary, oksigen rusak dan sehingga terjadi
sianosis.
Dengan vasokontriksi dan disruption ke vascular endothelium menjadi
coagulasi aktif. Meningkatnya produksi trombositopenia dan responsible untuk
Disseminated Intravaskular Cougelation (DIC). Di ginjal, vasospasme
menghasilkan arteriolus menyebabkan pengurangan aliran darah menuju ke
ginjal yang menjadikan hypoxia danoedema.

Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 golongan :

a. Preeklamsia ringan

1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau


lebih (diukur pada posisi berbaring terlentang) atau kenaikan sistolik
30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2x
pemeriksaan dengan jarak

2) Proteinuria 0,3 gr/lt atau 1+ atau2+

3) Edema pada kaki, jari, muka dan berat badan naik >1kg/mg

b. Preeklamsia berat

1) Tekanan darah 160/110 mmHg ataulebih

2) Proteinuria, 5 gr/lt ataulebih

3) Oliguria (jumlah urine < 500 cc per 2jam


4) Terdapat edema paru dansianosis

5) Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrium.

Penyebab preeklamsia secara pasti belum di ketahui, namun pre eklamsia


sering terjadi pada :
1) Primigravida
2) Tuanya kehamilan
3) Kehamilan ganda

Prinsip pencegahan pre-eklamsia

Pencegahan/ANC yang baik: ukuran tekanan darah, timbangan berat badan,


ukur kadar proteinuria tiap minggu.
Diagnosa dini/tepat: diet, kalau perlu pengakhiran kehamilan

Penanganan Pre-Eklamsi Ringan:

1) Rawat Jalan

a) Banyak istirahat ( berbaring tidur miring)

b) Diet: cukup protein, rendah kaebohidrat, lemak, dan garam

c) Sedative ringan (jika tidak bisa istirahat) tablet Febobarbital 3x30


mg peroral selama 2 hari.

d) Roboransia

e) Kunjungan ulang tiap 1mg

2) Jika dirawat di Puskesmas atau Rumah Sakit:

a) Pada Kehamilan Preterm (kurang dari 37minggu)

 Jika Tekanan Darah mencapai normotensif selama perawatan


persalinan ditunggu sampai aterm
 Bila Tekanan Darah turun tetapi belum mencapai normotensif
selama perawatan maka kehamilannya dapat diakhiri pada
kehamilan lebih dari 37minggu
b) Pada Kehamilan Aterm (lebih dari 37 minggu)

Persalinan ditunggu spontan atau dipertimbangkan untuk melakukan


induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan.

c) Persalinan dapat dilakukan spontan bila perlu memperpendek kal II


dengan bantuan bedah obstetri.

Penanganan Pre-Eklamsi Berat di Rumah Sakit

Penanganan Aktif:

1) Indikasi

Indikasi perawatan aktif ialah bila di dapatkan satu atau lebih


keadaan ini pada ibu:

a) Kehamilan lebih dari 37 minggu

b) Adanya tanda-tanda impending

c) Kegagalan terapi pada perawatan


konservatif

Pada Janin :

a) Adanya Tanda-tanda Fetal distress

b) Adanya Tanda-tanda IUFD

2.3 Eklamsia

Eklampsi merupakan serangan konvulsi yang biasa terjadi pada


kehamilan, tetapi tidak selalu komplikasi dari pre eklampsi. Dalam sebuah
konduksi studi nasional di UK pada tahun 1992, 38% dsari kasus eklampsi
tidak disertai dengan hipertensi dan protein urin (Douglas dan Redman
1994). Konvulsi dapat terjadi sebelum, selama, dan sesudah persalinan. Jika
ANC dan Inc mempunyai standar yang tinggi, konvulsi postpartum akan
lebih sering terhindar. Ini terjadi lebih dari 48-72 jam setelahnya. Monitor
tekanan darah dan urin untuk proteinuria harus dilakukan dan dilanjutkan
selama periode postpartus.
Etiologi:

Dalam eklampsi berat terdapat hipoksia serebral yang disebabkan karena


spasme kuat dan oedem. Hipoksia serebral menunjukkan kenaikan
dysrhytmia serebral dan ini mungkin terjadi karena konvulsi. Beberapa
pasien ada yang mempunyai dasar dysrhytmia serebral dan oleh karena itu
konvulsi terjadi mengikuti bentuk yang lebih kuat dari pre eklampsi.

Ada satu tanda eklampsi, bernama konvulsi eklampsi. Empat fasenya antara
lain:
1) Tahap premonitory.
Pada tahap ini dapat terjadi kesalahan jika observasi pada ibu tidak
tetap. Mata dibuka, ketika wajah dan otot tangannya sementara kejang
2) Tahap Tonic.
Hampir seluruh otot-otot wanita segera menjadi serangan spasme.
Genggamannya mengepal dan tangan dan lengannya kaku. Dia
menyatukan gigi dan bisa saja dia menggigit lidahnya. Kemudian otot
respirasinya dalam spasme, dia berhenti bernafas dan warnanya berubah
sianosis. Spasme ini berlangsung sekitar 30detik
3) Tahap klonik.
Spasme berhenti, pergerakkan otot menjadi tersendat-sendat dan
serangan menjadi meningkat. Seluruh tubuhnya bergerak-gerak dari satu
sisi ke sisi yang lain, sementara terbiasa, sering saliva blood-strained
terlihat pada bibirnya

4) Tahap Comatose.

Wanita dapat tidak sadar dan mungkin nafasnya berbunyi. Sianosis


memudar, tapi wajahnya tetap bengkak. Kadang- kadang sadar dalam
beberapa menit atau koma untuk beberapa jam.
Bahaya-Bahaya Eklampsi

1) Bagi ibu
Perbedaan konvulsi dan kelelahan, jika frekuensi berulang hati gagal
berkembang. Jika kenaikan hipertensi banyak, pada ibu dapat terjadi
cerebral hemorrhage. Pasien dengan oedem dan oliguria perkembangan
paru-paru dapat bengkak atau gagal ginjal. Inhalasi darah atau mucus dapat
menunjukkan asfiksia atau pneumonia. Dapat terjadi kegagalan hepar. Dari
komplikasi-komplikasi ini dapat terjadi kefatalan. Angka kematian ibu dari
eklampsi di UK pada tahun 1991-1993 adalah 11. Dalam lebih dari setengah
terdapat kematian ibu dan hanya satu atau dua yang selamat.
2) Bagi janin

Dalam eklampsi antenatal janin dapat terpengaruh dengan ketidakutuhan


plasenta. Ini menunjukkan retardasi pertumbuhan intrauterine dan hipoksia.
Selama sehat ketika ibu berhenti bernafas supply oksigen ke janin
terganggu, selanjutnya berkurang. Angka kematian perinatal sebanyak 15%.
Konvulsi intrapartum sangat berbahaya untuk janin karena kenaikan
hipoksia intra uterin yang disebabkan karena kontraksi uterus.

Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin:

a) Solusioplasenta

b) Hipofibrinogen

c) Hemolisis

d) Perdarahan otak

e) Kelainan mata

f) Edema paru-paru

g) Nekrosis hati

h) Kelainan ginjal

i) Prematuritas

j) Komplikasi lain (lidah tergigit, trauma, dan fraktur karena jatuh dan DIC)

Gejala Dan Tanda


Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya pre- eklamsi
dengan gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan,
mual, nyeri epigastrium, dan hiperefleksia. Bila keadaan ini tidak segera
diobati, akan timbul kejangan, konvulsi eklamsi dibagi 4 tingkat yaitu :
1) Tingkat awal atau aura

Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 menit. Mata penderita terbuka


tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya dan kepala
diputar ke kanan dan ke kiri.
2) Tingkat kejangan tonik
Berlangsung lebih 30 menit, dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku,
wajahnya kelihatan kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok
kedalam, pernafasan berhent, muka menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.
3) Tingkat kejangan klonik

Berlangsung 1-2 menit, spasmus tonik menghilang, semua otot


berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat, mulut membuka
dan menutup dan lidah dapat tergigit lagi, bola mata menonjol, dari mulut
keluar ludah yang berbusa aka menunjukan kongesti dan sianosis. Penderita
menjadi tak sadar, kejadian kronik ini a demikian hebatnya, sehingga
penderita dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya kejangan terhenti
dan penderita menarik nafas secara mendengkur.

4) Tingkat koma

Lamanya koma tidak selalu sama. Secara perlahan-lahan penderita


menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul
serangan baru yang berulang, sehingga ia tetap dalam koma.

Penatalaksanaan Eklamsi

Jika pre eklampsi diketahui lebih awal dan ditangani lebih cepat,
eklampsiakan lebih sulit terjadi. Sangat jarang dimulai dan proses cepat terjadi
eklampsi diantara pemeriksaan antenatal yang biasa dan sering. Jika wanita
berada di luar rumah sakit saat terjadi konvulsi, paramedis harus segera
dipanggil untuk memberikan pertolongan pertama sebelum dibawa ke rumah
sakit.

Penatalaksanaan selama konvulsi antara lain:

1) Memelihara kebersihan jalannafas

2) Melindungi wanita dariluka-luka

Ibu harus miring ke satu sisi dan pergerakkan konvulsinya dapat ditekan
dari semua ini harus dilakukan sepelan mungkin dan tidak tergesa- gesa. Mulut
dibersihkan dari mucus dan darah dengan suction. Oksigen diberikan untuk
kepentingan keduanya ibu dan janin. Untuk pertolongan awal bantuan medis
harus dipanggil.

Penatalaksanaan selanjutnya
Prinsip-prinsip pelaksanaan:
1) Mengontrol konvulsi
Ini sangat penting untuk mengontrol konvulsi, terlebih lagi konvulsi
pada wanita memiliki resiko tinggi untuk hidupnya dan janinnya. Obat
diberikan dengan segera untuk mengurangi rangsangan sistem saraf. Obat
yang dipilih untuk pengobatan eklampsi adalah Magnesium Sulfat (Neilsen
1995;Lucas1995)

a) MagnesiumSulfat

Anti konvulsi yang efektif dan bereaksi cepat. Penemuan Collaborative


Eclampsi Trial,dipublikasikan pada tahun 1995, terbukti Magnesium
Sulfat lebih efektif mengurangi dan mencegah konvulsi eklampsi
dibandingkan dengan diazepam dab phenytoin (Eclampsia Collaborative
Trial Group, 1995). Wanita yang menerima Magnesium Sulfat memiliki
resiko 52% lebih rendah dari konvulsi dibandingkan diberi diazepam, dan
67% resiko lebih rendah dibandingkan dengan phenytoin. Magnesium
Sulfat direkomendasikan untuk pengobatan untuk eklampsi.WHO
sekarang merekomendasikan penggunaan Magnesium Sulfat untuk
pengobatan eklampsi dan memasukkannya ke dalam Daftar Obat Esensial
(WHO, 1995). Injeksi intravena 4-5 gr dalam 20% pemberian, diikuti
dengan infus 1-2gr/jam.

b) Injeksi intravena diazepam 10-40 mg diikuti denganinfus20-80mg


dalam 500 ml dari 5% dextrose dengan rata-rata30tetes/menit.

Obat lain yang digunakan sepertimorfin, tribromoethanol (Avertin),


paraldehyde dan lytic cocktail (kombinasi dari pethidine, promethozin
dan chlorpromazine dalam infuse intravena dextrose5%) sekarang tidak
direkomendasikan phenytoine digunakan untuk mengobati epilepsydan
saat ini ada pembaharuan pada penatalaksanaan pre-eklampsi. Walaupun
tidak efektif dalam mengontrol eklampsi (The eclampsia Collaborative
Trial Group,1995) dan dianggap sebagai prophylactic dari padametode
pengobatan (Howard 1993).
2) Mengontrol tekanan darah

Tekanan darah dikontrol oleh sedatif dan menggunakan obat anti


hipertensi seperti hydralazine, hydrochloride (apresoline) 20 mg dengan
injeksi intravena diikuti oleh 20-40 mg sebagai injeksi intravena, laju teratur
menurut alirandarah.

Pengobatan diuretic diindikasikan ketika urin yang keluar kurang dari


20 ml/jam. Antibiotik mungkin untuk mencegah infeksi paru-paru.

Tes biokimia untuk mengetahui fungsi ginjal, trombositopenia, enzim


dalam hati dapat dimonitor dengan memberi informasi tentang:

a) Penanganan

1) Rujukan

Eklamsi harus ditangani di Rumah Sakit, jika semua kasus eklamsi


harus segera di rujuk.

 Proses rujukan

a) Jelaskan bahaya / komplikasi eklamsi kepada kelurgapasien.


b) Rujuk pasien ke RS di sertai perawat yang mengantar dan
surat rujukan
c) Sebelum merujuk dapat diberikan pengobatan awal sesuai
dengan diagnosis kasus, baik untuk mengatasi kejang
ataupun untuk memberi obat anti hipertensi.
d) Beri O2

e) Pasang infus dengan cairan dekstrose 5% dengan kecepatan


20 tetes /menit.
f) Pasang kateter urine yang dipertahankan dan kantongurine.
g) Pasang goedel atau sudip yang dilapisi kain kasa untuk
melindungi gigi tergigitlidah.
h) Keempat ekstrimitas di ikat tidak terlalu ketat agar pasien
tidak terjatuh.

Anda mungkin juga menyukai