Anda di halaman 1dari 4

MEMAHAMI TREN-TREN PLURALISME AGAMA

Oleh : Akhmad Arifin

(Tulisan ini ditulis untuk Diskusi Tematik III: Pluralisme)

Sangat menarik ketika Anis Malik Thoha dalam buku nya tentang
Pluralisme, beliau menggunakan judul Tren Pluralisme Agama. Pertanyaannya
kenapa tidak menggunakan istilah ‘aliran’? Kenapa ‘tren’? berdasarkan
penelusuran semiotik, tren berarti ‘gaya masa kini’ atau ‘kecenderungan’. Seperti
penggunaan kalimat ‘baju yang ia gunakan nge-tren’ menunjukkan makna kata
‘mengikuti perkembangan mode kekinian’. Sedangkan, makna yang kedua, seperti
penggunaan kalimat berikut ini ‘dollar menunjukkan tren menurun’. Hal ini sesuai
dengan pengguna argumentasi pluralisme itu sendiri yang tidak terlalu ‘dogmatis’
menganut salah satu bentuk pluralisme. Meski demikian, mereka punya
‘kecenderungan’ dan ‘gaya’ berfikir pada bentuk pluralisme tertentu.
Tren Pluralisme sebagaimana yang ditulis oleh Anis, ia membaginya pada
empat model tren, yaitu meliputi:

1. Tren Humanisme Sekular


Pemikiran ini mengasumsikan bahwa :
a. manusia sebagai pusat penilaian, baik dan buruk tidak lah ditentukan oleh
agama, melainkan ditentukan oleh persepsi manusia, berdasarkan
pengalamannya masing-masing.
b. Masyarakat Sekuler merupakan koeksistensi damai di antara agama-
agama, yang cenderung ‘tertinggal’ dan punya potensi konflik yang besar.
Manusia sebagai pusat penilaian, maka meniscayakan pemikiran tentang
kebebasan manusia. ia bebas untuk berekspressi, memilih suatu perbuatan
berdasarkan kecenderungannya, bebas untuk mengeluarkan pendapatnya, atau
memeluk suatu keyakinan yang sudah menjadi ‘hak lahirnya’. Dari pemikiran ini,
maka lahirlah deklarasi Human Rights (HAM) sebagai penjamin semua manusia
dapat menjalankan kebebasannya dalam berekspressi dan berbicara. Termasuk
ekspressi yang dilarang oleh agama sekalipun.
Poin kedua, prinsip sekular adalah mengosongkan ‘ruang publik’ dari
dogma-dogma keagamaan. Jangan sampai ada ‘regulasi’ yang diturunkan dari
suatu agama, yang bisa melarang kebebasan umat manusia. kebebasan manusia,
hanya bisa dibatasi oleh ‘kebebasan manusia’ itu sendiri. tindakan melakukan
penganiayaan terhadap seseorang terlarang, bukan karena tindakan itu diasalkan
dari dogma, melainkan tindakan itu terlarang karena ‘membatasi kebebasan orang
lain’.
Prinsip Humanisme sekular ini seharusnya ‘dipeluk’ oleh semua umat
beragama. Semua agama, harus menyelaraskan dengan nilai-nilai universal, yaitu
pada kesetaraan, kebebasan, pluralisme/kebhinekaan, dan sebagainya. Agama bisa
dipeluk, tetapi sebatas dari ‘kebebasan pribadi’ belaka, sehingga ia harus tetap
berada di ruang privasi, tidak boleh ‘menjamah’ kehidupan publik.

2. Tren Theologi Global


Tren theologi Global berbeda dengan humanisme sekular, walaupun
terdapat kemiripan. Kemiripannya yaitu sama-sama upaya ‘penyelarasan’
kehidupan beragama berdasarkan prinsip rasionalitas. Perbedaannya, dalam
pemikiran Humanisme sekular, semua agama harus tunduk pada modernitas.
Sedangkan dalam pemikiran global, pemikiran keagamaan harus ‘dipindahkan’
dari ‘agama’ kepada ‘Tuhan yang Sama’.
Maksudnya adalah, bahwa semua tradisi keagamaan meyakini sifat tuhan
yang cinta damai, maha pengasih kepada semua manusia. sehingga, dari prinsip
ini, John Hick ingin memindahkan fokus, dari agama yang parsial, menuju sifat
Tuhan yang maha pengasih. Sehingga, dunia ini menjadi damai, antar pemeluk
agama tidak lagi disibukkan dengan konflik yang diakibatkan oleh perbedaan
antar agama. Agama hanya dipahami sebatas ‘sekte’, sedangkan Tuhan yang
mereka yakini, adalah Tuhan yang Universal, maha penyayang kepada semua
manusia. oleh karena itu, pemikiran ini disebut dengan theologi global.
3. Tren Sophia Perrenialis
Tren ini juga hampir sama dengan tren theologi global. Bahkan ditemukan
banyak mahasiswa yang tidak dapat membedakan mana pemikiran John Hick
mana pemikiran Schuon. Perbedaan antara keduanya adalah bahwa theologi
global di-asalkan dari penelitian atas fenomena keagamaan. Dari penelitian ini
mereka mendapati kesamaan ‘empiris’ yaitu akan sifat tuhan yang maha pengasih
yang diyakini oleh semua pemeluk agama. Sedangkan dalam pemikiran sophia
perrenialis, meyakini bahwa tiap manusia sejak jaman purba, mereka sudah
memiliki ‘fitrah’ untuk bertuhan, dan mereka mengekspressikannya dalam
berbagai bentuk agama.
Tetapi konsep ‘fitrah’ ini berbeda antara islam dan kelompok pluralism
ini. Kelompok ini biasanya menggunakan kata ‘hikmah khalidah’ atau ‘sophia
perrenial’ yang artinya hikmah/kebijaksanaan abadi, dimana dari hikmah ini lah
sebagai dasar pembentuk dari berbagai agama yang berbeda-beda. Sedangkan
dalam Islam, fitrah mengarahkan seseorang untuk bertauhid. Tuhan yang mereka
yakini adalah Satu dan Transendent. Sudah tentu hal ini berbeda dengan
pemikiran Sophia Perrenialis, dimana sifat dari tuhan lebih bersifat Abstraks dan
tidak menentu. Oleh karena itu mereka sering menggunakan istilah ‘The Real’.
Dilihat dari pemikiran tren ini, maka model gaya berfikir seperti ini
bercirikan pada spekulasi metafisisis. Spekulasi, dikarenakan mereka
mengeluarkan suatu istilah beserta makna hakekatnya, tidak berdasarkan sumber
apapun. Baik sumber empiris (indra), sumber rasional, dan tidak bersumber pada
kitab suci apapun. Mereka langsung mengeluarkan pernyataan, tanpa bisa
diverifikasi letak kebenarannya berasal dari mana. Sedangkan sifat metafsisnya,
karena ‘hikmah’ dan konsep The Real mereka tidak lah menentu, sehingga sulit
sekali dibuktikan kesalahannya, sekaligus dibuktikan kebenarannya.

4. Tren Sinkretisme
Yaitu tren pluralisme dimana seseorang berhak mengambil ‘kebenaran’
dari berbagai agama kemudian dipadukan menjadi satu keyakinan baru. Misalnya
kepercayaan Kejawen, mereka mengambil konsep tasawuf dicampuradukkan
dengan keyakinan lokal. Bahkan dalam kitab Jawa, Makrifat, mereka memadukan
antara tasawuf, Theosofi dan Hindu. Selain Kejawen atau aliran kepercayaan lain,
sinkretisme juga muncul di India berabad-abad lalu, dengan munculnya agama
Sikh, yaitu perpaduan antara kepercayaan Hindustan dengan agama Islam. Mereka
berpakaian ala islam, tetapi tata ibadatnya berbeda jauh dengan umat islam.

Anda mungkin juga menyukai