Sangat menarik ketika Anis Malik Thoha dalam buku nya tentang
Pluralisme, beliau menggunakan judul Tren Pluralisme Agama. Pertanyaannya
kenapa tidak menggunakan istilah ‘aliran’? Kenapa ‘tren’? berdasarkan
penelusuran semiotik, tren berarti ‘gaya masa kini’ atau ‘kecenderungan’. Seperti
penggunaan kalimat ‘baju yang ia gunakan nge-tren’ menunjukkan makna kata
‘mengikuti perkembangan mode kekinian’. Sedangkan, makna yang kedua, seperti
penggunaan kalimat berikut ini ‘dollar menunjukkan tren menurun’. Hal ini sesuai
dengan pengguna argumentasi pluralisme itu sendiri yang tidak terlalu ‘dogmatis’
menganut salah satu bentuk pluralisme. Meski demikian, mereka punya
‘kecenderungan’ dan ‘gaya’ berfikir pada bentuk pluralisme tertentu.
Tren Pluralisme sebagaimana yang ditulis oleh Anis, ia membaginya pada
empat model tren, yaitu meliputi:
4. Tren Sinkretisme
Yaitu tren pluralisme dimana seseorang berhak mengambil ‘kebenaran’
dari berbagai agama kemudian dipadukan menjadi satu keyakinan baru. Misalnya
kepercayaan Kejawen, mereka mengambil konsep tasawuf dicampuradukkan
dengan keyakinan lokal. Bahkan dalam kitab Jawa, Makrifat, mereka memadukan
antara tasawuf, Theosofi dan Hindu. Selain Kejawen atau aliran kepercayaan lain,
sinkretisme juga muncul di India berabad-abad lalu, dengan munculnya agama
Sikh, yaitu perpaduan antara kepercayaan Hindustan dengan agama Islam. Mereka
berpakaian ala islam, tetapi tata ibadatnya berbeda jauh dengan umat islam.