Secara umum, proses pembentukan urine melalui 3 tahapan, yaitu proses filtrasi
(penyaringan), reabsorpsi (penyerapan kembali), dan proses augmentasi (pengeluaran
zat). Masing-masing proses dan skema pembentukan urine tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Proses Filtrasi (Penyaringan)
Urine sekunder yang dihasilkan tubulus proksimal dan lengkung Henle akan
mengalir menuju tubulus kontortus distal. Di sini, urine sekuder akan melalui
pembuluh kapiler darah untuk melepaskan zat-zat yang sudah tidak lagi berguna
bagi tubuh. Selanjutnya, terbentuklah urine yang sesungguhnya. Urine ini akan
mengalir dan berkumpul di tubulus kolektivus (saluran pengumpul) untuk kemudian
bermuara ke rongga ginjal.
Dari rongga ginjal, proses pembentukan urine diakhiri dengan mengalirnya urine
sesungguhnya melalui ureter untuk menuju kandung kemih (vesika urinaria). Apabila
kandung kemih telah penuh dan cukup mengandung urine, ia akan tertekan sehingga
akan menghasilkan rasa ingin buang air kecil pada tubuh. Urine kemudian dialirkan
melalui saluran pembuangan yang disebut uretra.
Urinalisa
Pemeriksaan urin tidak hanya dapat memberikan fakta-fakta tentang ginjal dan
saluran urine, tetapi juga menegnai faal berbagai organ dalam tubuh, seperti hati,
saluran empedu, pancreas, cortex adrenal, dan lain-lain. Urinalisis adalah suatu
analisa terhadap penampilan, konsentrasi, dan kandungan urin untuk mendeteksi
adanya kelainan medis, seperti infeksi saluran kemih, penyakit ginjal, hati (liver),
atau diabetes. Sebagian besar produk akhir metabolisme dan berbagai zat lainnya
diekskresikan melalui urin. Pemeriksaan urinalisis selain memberikan indikasi
kondisi ginjal sebagai organ ekskresi, juga mampu memberikan indikasi berbagai
kondisi sistemik seseorang. Metode pemeriksaan urin yang dilakukan, antara lain
metoda dipstick dan metode standar. Pemeriksaan urinalisis yang biasa dilakukan
dengan metode dipstick antara lain bobot jenis, pH, glukosa, protein, keton, darah,
bilirubin, urobilinogen, nitrit, leukosit esterase. Penggunaan dipstick untuk urinalisis
dengan metoda standar yaitu pemeriksaan protein dan pemeriksaan glukosa. Metoda
standar yang digunakan untuk proteinuria adalah metoda asam sulfosalisilat, dan
koagulasi, sementara metoda standar pada pemeriksaan glukosuria adalah metoda
Benedict.
A. Urin Sewaktu
B. Urin Pagi
Yang dimaksudnkan dengan urin pagi ialah urin yang pertama-tama dikeluarkan
pada pagi hari setelah bangun tidur. Urin ini lebih pekat dari urin yang dikeluarkan
siang hari, jadi baik untuk pemeriksaan sedimen, berat jenis, protein dan lain-lain, dan
baik untuk test kehamilan berdasarkan adanya HCG (Human Chorionic
Gonadotrophin) dalam urin.
C. Urin Postprondial
Sampel urin ini berguna untuk pemeriksaan terhadap glukosuria, merupakan urin
yang pertama kali dilepaskan 1,5 - 3 jam sehabis makan. Urin pagi tidak baik untuk
pemeriksaan penyaring terhadap adanya glukosuria.
D. Urin 24 Jam
Apabila diperlukan penetapan kuantitatif sesuatu zat dalam urin, urin sewaktu
sama sekali tidak bermakna dalam menafsirkan proses-proses metabolik dalam tubuh.
Hanya jika urine tersebut dikumpulkan selama waktu yang diketahui, dapat diberikan
suatu kesimpulan. Agar angka analisa dapat dipercaya, biasanya dipakai urin 24 jam.
Pengawet Urin
Jika urin disimpan, mungkin terjadi perubahan susunan oleh kuman-kuman yang
ada dikarenakan urin ditampung didalam wadah yang tidak steril. Untuk mengecilkan
kemungkinan tersebut, urin dapat disimpan pada suhu 4oC, sebaiknaya dalam lemari
es dan dalam botol tertutup.
Kuman dalam urin dapat mngurai ureum menjadi amoniak dan karbodioksida.
Amoniak menyebabkan pH urin menjadi lindi dan terjadilah pengendapan calcium
dan magnesiumfosfat. Reaksi lindi juga dapat merusak silinder. Sebagian amoniak
hilang menguap sehingga urin tidak dapat dipakai lagi untuk penetapan ureum. Selain
itu juga glukosa akan tercerai oleh kuman-kuman sehingga hilang dari urin. Urin
yang disimpan, walaupun tanpa adanya kuman akan berubaha susunannya. Asam urat
dan garam-garam urat mengendap, terutama pada suhu rendah.
1. Toluena
Pengawet ini banyak digunakan, perombakan urin olh kuman dapat dihambat, baik
untuk mengawetkan glukosa, aseton dan asam aseto acetate. Gunakan 2 - 5 ml
toluena untuk mengawetkan urin 24 jam, setiap menambahkan urin, kocoklah botol
penampung
2. Thymol
Thymol memiliki fungsi seperti toluena, gunakan hanya satu butir thymol sebagai
pengawet. Apabila kenanyakan, thymol dapat menyebabkan positif palsu pada
pemeriksaan protein dengan cara pemanasan dengan asam acetate.
3. Formaldehida
Asam ini digunkan untuk mengawetkan urin guna penetapan kuantitatif calcium,
nitrogen dan kebanyakan zat anorganik lainnya. Jumlah yaang digunakan adalah
sebanyak hingga Ph urine menjadi lebih rendah dari 4,5.
5. Natrium karbonat
Wadah Urin
Wadah penamung urin haruslah bersih dan kering. Wadah urin yang baik berupa
gelass bermulut lebar yang dapat ditutup rapat. Menampung urin sebaiknya secara
langsung ke ddalam wadah urin. Sebuah wadah urin yang volume nya 300 ml,
mencukupi untuk menampung urin sewaktu. Apabila hendak mengumpulkan urin 24
jam, gunakan wadah dengan volume yang lebih besar.
Jika hendak memindahkan urine dari satu wadah ke wadah yang lain, kocoklah
terlebih dahulu, supaya semua endapan ikut serta berpindah tempat. Jagalah jangan
sampai ada yanag terbang. Berilah etiket wadah urin dengan memberi keterangan
seperti nama orang, bangsal, tanggal, jenis urin, pengawet yang digunakan, dan lain
sebagainya. Apabila hendak melakukan pemeriksaan bakteriologi terhadap urin, maka
gunakanlah wadah yang steril.
Identifikasi Cairan Urin
Untuk dapat membedakan cairan urine dengan cairan tubuh lainnya, dapat ditetapkan dengan
melakukan pemeriksaan ureum dan creatinine. Apabila kadar ureum lebih dari 1 gr/dl, dan kadar
creartinine lebih dari 50 mg/dl, maka cairan tersebut adalah urine. Cairan tubuh seperti air ketuban,
cairan kista dan cairan tubuh lainnya hanya mengandung sedikit ureum dan creatinine.