Anda di halaman 1dari 8

Pendahuluan

Cairan dalam tubuh manusia terbagi manjadi cairan intraselular dan


ekstraselular. Cairan ekstraselular dibagi menjadi cairan interstisial dan intravaskular.
Cairan didalam tubuh berfungsi untuk menjaga keseimbangan cairan didalam tubuh.
Komposisi cairan tersebut terdiri dari air dan zat terlarut baik yang termasuk
elektrolit ataupun yang non elektrolit yang saling berhubungan dan saling
menyeimbangkan. Cairan intraseluler adalah cairan yang terkandung di dalam sel.
Volume cairan intraseluler sebanyak 2/3 dari volume total air tubuh. Cairan
intraseluler terdapat kation potassium, dan anion phosphat. Cairan ekstraseluler
dengan kandungan ion dan nutriennya berfungsi mempertahankan kehidupan sel.
Semua sel hidup memerlukan lingkungan (cairan) di sekitar sel. Regulasi cairan
dalam tubuh untuk homeostasis lingkungan internal. Faktor yang terlibat seperti
kandungan elektrolit cairan, asam basa cairan tubuh, osmolalitas plasma, peranan
hormon dan pengeluaran natrium dari ginjal

Proses Pembentukan Urine

Secara umum, proses pembentukan urine melalui 3 tahapan, yaitu proses filtrasi
(penyaringan), reabsorpsi (penyerapan kembali), dan proses augmentasi (pengeluaran
zat). Masing-masing proses dan skema pembentukan urine tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Proses Filtrasi (Penyaringan)

Proses pembentukan urine diawali dengan filtrasi atau penyaringan darah.


Penyaringan ini dilakukan oleh glomerulus pada darah yang mengalir dari aorta
melalui arteri ginjal menuju ke badan Malpighi. Penyaringan akan memisahkan 2
zat. Zat bermolekul besar beserta protein akan tetap mengalir di pembuluh darah
sedangkan zat sisanya akan tertahan. Zat sisa hasil penyaringan ini disebut urine
primer (filtrat glomerulus). Urine primer biasanya mengandung air, glukosa, garam
serta urea. Zat-zat tersebut akan masuk dan disimpan sementara dalam Simpai
Bowman

2. Proses Reabsorpsi (Penyerapan Kembali)

Setelah urine primer tersimpan sementara dalam Simpai Bowman, mereka


kemudian akan menuju saluran pengumpul. Dalam perjalanan menuju saluran
pengumpul inilah, proses pembentukan urine melalui tahapan reabsorpsi. Zat-zat
yang masih dapat digunakan seperti glukosa, asam amino, dan garam tertentu akan
diserap lagi oleh tubulus proksimal dan lengkung Henle. Penyerapan kembali dari
urine primer akan menghasilkan zat yang disebut dengan urine sekunder (filtrat
tubulus). Urine sekunder memiliki ciri berupa kandungan kadar ureanya yang
tinggi.
3. Proses Augmentasi (Pengeluaran Zat)

Urine sekunder yang dihasilkan tubulus proksimal dan lengkung Henle akan
mengalir menuju tubulus kontortus distal. Di sini, urine sekuder akan melalui
pembuluh kapiler darah untuk melepaskan zat-zat yang sudah tidak lagi berguna
bagi tubuh. Selanjutnya, terbentuklah urine yang sesungguhnya. Urine ini akan
mengalir dan berkumpul di tubulus kolektivus (saluran pengumpul) untuk kemudian
bermuara ke rongga ginjal.

Dari rongga ginjal, proses pembentukan urine diakhiri dengan mengalirnya urine
sesungguhnya melalui ureter untuk menuju kandung kemih (vesika urinaria). Apabila
kandung kemih telah penuh dan cukup mengandung urine, ia akan tertekan sehingga
akan menghasilkan rasa ingin buang air kecil pada tubuh. Urine kemudian dialirkan
melalui saluran pembuangan yang disebut uretra.
Urinalisa

Pemeriksaan urin tidak hanya dapat memberikan fakta-fakta tentang ginjal dan
saluran urine, tetapi juga menegnai faal berbagai organ dalam tubuh, seperti hati,
saluran empedu, pancreas, cortex adrenal, dan lain-lain. Urinalisis adalah suatu
analisa terhadap penampilan, konsentrasi, dan kandungan urin untuk mendeteksi
adanya kelainan medis, seperti infeksi saluran kemih, penyakit ginjal, hati (liver),
atau diabetes. Sebagian besar produk akhir metabolisme dan berbagai zat lainnya
diekskresikan melalui urin. Pemeriksaan urinalisis selain memberikan indikasi
kondisi ginjal sebagai organ ekskresi, juga mampu memberikan indikasi berbagai
kondisi sistemik seseorang. Metode pemeriksaan urin yang dilakukan, antara lain
metoda dipstick dan metode standar. Pemeriksaan urinalisis yang biasa dilakukan
dengan metode dipstick antara lain bobot jenis, pH, glukosa, protein, keton, darah,
bilirubin, urobilinogen, nitrit, leukosit esterase. Penggunaan dipstick untuk urinalisis
dengan metoda standar yaitu pemeriksaan protein dan pemeriksaan glukosa. Metoda
standar yang digunakan untuk proteinuria adalah metoda asam sulfosalisilat, dan
koagulasi, sementara metoda standar pada pemeriksaan glukosuria adalah metoda
Benedict.

Pemeriksaan urinalisis dapat mengetahui penyakit/gangguan yang terjadi


terutama pada ginjal. Selain urinalisis, kerusakan ginjal dapat diketahui dari
pemeriksaan darah, radiologi, dan biopsi ginjal. Gangguan pada ginjal antara lain
penyakit ginjal kronik. Penyakit ginjal kronik pada pemeriksaan urinalisis didapatkan
hematuria, proteinuria, atau berat jenis urin rendah, peningkatan ureum dan kreatinin
serta peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol serum. Komplikasi penyakit ini
antara lain gangguan pertumbuhan, malnutrisi, anemia, hipertensi, gangguan
elektrolit, dan osteodistrofi rena. Selain itu, penyakit ini mengalami gangguan
elektrolit, asidosis metabolik, penurunan sintesis amonia ginjal, dan penurunan
ekskresi asam. Penyakit ginjal lainnya yaitu batu ginjal, gagal ginjal, oligouria,
poliuria dan penyakit yang dapat dideteksi oleh urinalisis seperti hepatitis dan
diabeter melitus
Pemilihan Sample Urin

A. Urin Sewaktu

Untuk bermacam-macam pemeriksaan dapat digunakan urin sewaktu, yaitu urin


yang dikeluarkan pada satu waktu yang tidak ditentukan dengan khusus. Urin
sewaktu ini biasanya cukup baik untuk pemeriksaan rutin menyertai pemeriksaan
badan tanpa pendapat khusus.

B. Urin Pagi

Yang dimaksudnkan dengan urin pagi ialah urin yang pertama-tama dikeluarkan
pada pagi hari setelah bangun tidur. Urin ini lebih pekat dari urin yang dikeluarkan
siang hari, jadi baik untuk pemeriksaan sedimen, berat jenis, protein dan lain-lain, dan
baik untuk test kehamilan berdasarkan adanya HCG (Human Chorionic
Gonadotrophin) dalam urin.

C. Urin Postprondial

Sampel urin ini berguna untuk pemeriksaan terhadap glukosuria, merupakan urin
yang pertama kali dilepaskan 1,5 - 3 jam sehabis makan. Urin pagi tidak baik untuk
pemeriksaan penyaring terhadap adanya glukosuria.

D. Urin 24 Jam

Apabila diperlukan penetapan kuantitatif sesuatu zat dalam urin, urin sewaktu
sama sekali tidak bermakna dalam menafsirkan proses-proses metabolik dalam tubuh.
Hanya jika urine tersebut dikumpulkan selama waktu yang diketahui, dapat diberikan
suatu kesimpulan. Agar angka analisa dapat dipercaya, biasanya dipakai urin 24 jam.

Untuk mengumpulkan urin 24 jam, diperlukan botol yang cukup besar,


bervolume 1,5 liter atau lebih yang dapat ditutup dengan baik. Botol harus bersih dan
biasanya memerlukan sesuatu zat pengawet.
Cara mengumpulkan urin 24 jam dapat dengan cara sebagai berikut :

1. Jam 7 pagi penderitanya mengeluarkan urin, urin ini dibuang.

2. Semua urin yang dikeluarkan berikutnya, dikumpulkan menjadi satu dalam


botol yang telah disiapkan. Termasuk urin jam 7 pagi keesokan harinya.

Pengawet Urin

Jika urin disimpan, mungkin terjadi perubahan susunan oleh kuman-kuman yang
ada dikarenakan urin ditampung didalam wadah yang tidak steril. Untuk mengecilkan
kemungkinan tersebut, urin dapat disimpan pada suhu 4oC, sebaiknaya dalam lemari
es dan dalam botol tertutup.

Kuman dalam urin dapat mngurai ureum menjadi amoniak dan karbodioksida.
Amoniak menyebabkan pH urin menjadi lindi dan terjadilah pengendapan calcium
dan magnesiumfosfat. Reaksi lindi juga dapat merusak silinder. Sebagian amoniak
hilang menguap sehingga urin tidak dapat dipakai lagi untuk penetapan ureum. Selain
itu juga glukosa akan tercerai oleh kuman-kuman sehingga hilang dari urin. Urin
yang disimpan, walaupun tanpa adanya kuman akan berubaha susunannya. Asam urat
dan garam-garam urat mengendap, terutama pada suhu rendah.

Sebelum melakukan pemeriksaan, semua bahan yang menegndap harus dicampur


lebih dahulu dengan cara mengocok urin tersebut. Juka urine terpaksa harus disimpan
sebelum dilakukan pemeriksaan, ada beberapa bahan pengawet yang dapat digunakan
seperti :

1. Toluena

Pengawet ini banyak digunakan, perombakan urin olh kuman dapat dihambat, baik
untuk mengawetkan glukosa, aseton dan asam aseto acetate. Gunakan 2 - 5 ml
toluena untuk mengawetkan urin 24 jam, setiap menambahkan urin, kocoklah botol
penampung

2. Thymol
Thymol memiliki fungsi seperti toluena, gunakan hanya satu butir thymol sebagai
pengawet. Apabila kenanyakan, thymol dapat menyebabkan positif palsu pada
pemeriksaan protein dengan cara pemanasan dengan asam acetate.

3. Formaldehida

Formaldedhida, khusus digukan untuk mengawetkan sedimen. Gunakan 1 - 2 ml


larutan formaldehida 40 % untuk mengawetkan urin 24 jam. Campur baik-baik
setiap menambahkan urin. Formaldehida dapat menggangu pada pemeriksaan
denngan menggunakan test Benedict.

4. Asam Sulfat Pekat

Asam ini digunkan untuk mengawetkan urin guna penetapan kuantitatif calcium,
nitrogen dan kebanyakan zat anorganik lainnya. Jumlah yaang digunakan adalah
sebanyak hingga Ph urine menjadi lebih rendah dari 4,5.

5. Natrium karbonat

Zat ini khusus dipakai untuk mengawetkan urobilinogen. Gunakan kira-kira 5 gr


natriumkarbonat dalam botol penampungbersama beberapa ml toluena.

Wadah Urin

Wadah penamung urin haruslah bersih dan kering. Wadah urin yang baik berupa
gelass bermulut lebar yang dapat ditutup rapat. Menampung urin sebaiknya secara
langsung ke ddalam wadah urin. Sebuah wadah urin yang volume nya 300 ml,
mencukupi untuk menampung urin sewaktu. Apabila hendak mengumpulkan urin 24
jam, gunakan wadah dengan volume yang lebih besar.

Jika hendak memindahkan urine dari satu wadah ke wadah yang lain, kocoklah
terlebih dahulu, supaya semua endapan ikut serta berpindah tempat. Jagalah jangan
sampai ada yanag terbang. Berilah etiket wadah urin dengan memberi keterangan
seperti nama orang, bangsal, tanggal, jenis urin, pengawet yang digunakan, dan lain
sebagainya. Apabila hendak melakukan pemeriksaan bakteriologi terhadap urin, maka
gunakanlah wadah yang steril.
Identifikasi Cairan Urin

Untuk dapat membedakan cairan urine dengan cairan tubuh lainnya, dapat ditetapkan dengan
melakukan pemeriksaan ureum dan creatinine. Apabila kadar ureum lebih dari 1 gr/dl, dan kadar
creartinine lebih dari 50 mg/dl, maka cairan tersebut adalah urine. Cairan tubuh seperti air ketuban,
cairan kista dan cairan tubuh lainnya hanya mengandung sedikit ureum dan creatinine.

Anda mungkin juga menyukai