ajukan untuk
memperoleh gelar
SarjanKeperawatan
(S. Kep)
di Sekolah
Tinggi I
lmu Ke
1. Astriani Rohmawati., S.Kep (1830016)
2. Febri Ika Safitri., S.Kep (1830042)
3. Jasinta Firda Pratiwi., S.Kep (1830050)
4. Nasa Fasalino., S.Kep (1830065)
5. Siska Dwi Astuti., S.Kep (1830089)
sehatan Hang Tuah Surabay
Mengetahui
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Asuhan keperawatan pada Tn. A dengan diagnosa Post op trepanasi” dengan
tepat waktu dan digunakan untuk melengkapi tugas praktek klinik profesi ners
stase keperawatan medikal bedah. Penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
1. Ibu kustri dan Mbak meta selaku pembimbing klinik
2. Dedi Irawandi., S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing institusi
Penulis
iii
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan masalah ........................................................................................ 3
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penulisan ....................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4
2.1 Pengertian Cidera Kepala ............................................................................ 4
2.2 Pengertian Subdural Hematoma .................................................................. 4
2.3 Anatomi dan Fisiologi Otak ........................................................................ 5
2.4 Etiologi ..................................................................................................... 13
2.5 Manifestasi Klinis ..................................................................................... 14
2.6 Patofisiologi .............................................................................................. 14
2. 7 WOC .......................................................................................................... 21
2.7 Pemeriksaan penunjang ............................................................................. 18
2.8 Penatalaksanaan......................................................................................... 18
2.9 Asuhan Keperawatan................................................................................. 22
2.9.1 Pengkajian ............................................................................................... 22
2.9.2 Riwayat kesehatan ..................................................................................... 22
2.9.3 Pemeriksaan Fisik ..................................................................................... 23
2.10 Diagnosa Keperawatan yang muncul ........................................................ 27
BAB 3 TINJAUAN KASUS ................................................................................ 28
BAB 4 PEMBAHASAN ...................................................................................... 52
4.1 Pengkajian ................................................................................................. 52
4.2 Diagnosis Keperawatan ............................................................................. 53
4.3 Perencanaan ............................................................................................... 54
4.4 Pelaksanaan ............................................................................................... 55
4.5 Evaluasi ..................................................................................................... 56
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 57
5.1 Simpulan.................................................................................................... 57
iv
5.2 Saran ..................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 58
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
b. Keparahan cedera
Menurut (Mansjoer, Arief 2000:5), (Hudak and Gallo, alih bahasa
Monica E.D Adiyanti, 1996:226)
Ringan : Skala koma Glasgow (Glasglow Coma Scale,
GCS) 14-15 Suatu keadaan dimana kepala mendapat trauma
ringan dengan hasil penilaian tingkat kesadaran (GCS) yaitu
13-15, klien sadar penuh, atentif dan orientatif. Klien tidak
mengalami kehilangan kesadaran, bila hilang kesadaran
misalnya konkusio, tidak ada intoksikasi alkohol atau obat
terlarang. Klien biasanya mengeluh nyeri kepala dan pusing.
Pasien dapat menderita abrasi, laserasi atau hematoma kulit
kepala.
Sedang : GCS 9-13. Suatu keadaan cedera kepala dengan
nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 9-12, tingkat kesadaran
lethargi, obturded atau stupon. Gejala lain berupa muntah,
amnesia pasca trauma, konkusio, rabun, hemotimpanum,
otorea atau rinorea cairan cerebrospinal dan biasanya terdapat
kejang.
Berat : GCS 3-8. Cedera kepala dengan nilai tingkat
kesadaran (GCS) yaitu 3-8, tingkat kesadaran koma. Terjadi
penurunan derajat kesadaran secara progresif. Tanda
neurologis fokal, cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur
depresi kranium. Mengalami amnesia > 24 jam, juga meliputi
kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intra kranial.
c. Morfologi
1. Fraktur tengkorak : kranium : linear/stelatum; depresi/non
depresi; terbuka/tertutup: basis dengan/tanpa kebocoran cairan
serebrospinal dengan/tanpa kelumpuhan nervus VII
10
2.4 Etiologi
Menurut Satyanegara, (1998:148) Kebanyakan cedera kepala merupakan
akibat salah satu dari kedua mekanisme dasar yaitu:
a. Kontak bentur, terjadi bila kepala membentur atau menabrak sesuatu
obyek atau sebaliknya.
b. Guncangan lanjut, merupakan akibat peristiwa guncangan kepala yang
hebat, baik yang disebabkan oleh pukulan maupun yang bukan karena pukulan.
Menurut Brain Injury Association of America, penyebab utama trauma
kepala adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak
20%, karena disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19% dan kekerasan
sebanyak 11% dan akibat ledakan di medan perang merupakan penyebab utama
trauma kepala (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006). Kecelakaan lalu lintas
dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap pasien trauma kepala yaitu sebanyak
32,1 dan 29,8 per100.000 populasi. Kekerasan adalah penyebab ketiga rawat inap
pasien trauma kepala mencatat sebanyak 7,1 per100.000 populasi di Amerika
Serikat ( Coronado, Thomas, 2007). Penyebab utama terjadinya trauma kepala
adalah seperti berikut :Kecelakaan Lalu Lintas. Kecelakaan lalu lintas adalah
dimana sebuah kenderan bermotor bertabrakan dengan kenderaan yang lain atau
benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau kecederaan kepada pengguna
jalan raya (IRTAD, 1995).
1. Jatuh Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun
atau meluncur ke bawah dengan cepat karena gaya gravitasi bumi, baik
ketika masih digerakkan turun maupun sesudah sampai ketanah.
2. kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan
seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang
lain, atau menyebabkan kerusakan fisik padabarang atau orang lain (secara
paksaan).
Beberapa mekanisme yang timbul terjadi trauma kepala adalah seperti
translasi yang terdiri dari akselerasi dan deselerasi. Akselerasi apabila kepala
bergerak ke suatu arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya yang kuat
searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan mendapat percepatan
(akselerasi) pada arah tersebut.
14
Deselerasi apabila kepala bergerak dengan cepat ke suatu arah secara tiba-
tiba dan dihentikan oleh suatu benda misalnya kepala menabrak tembok maka
kepala tiba-tiba terhenti gerakannya. Rotasi adalah apabila tengkorak tiba-tiba
mendapat gaya mendadak sehingga membentuk sudut terhadap gerak kepala.
Kecederaan di bagian muka dikatakan fraktur maksilofasial (Sastrodiningrat,
2009).
2.6 Patofisiologi
Patofisiologi trauma kepala menurut: Sylvia Anderson, et,al., alih bahasa
Peter Anugerah (1995: 1011); Satyanegara, (1998: 150); Carolyn M. Hudak, et,
al., alih bahasa Monica E.D Adiyanti (1996: 226) adalah sebagai berikut:
Trauma kepala dimana kepala mengalami benturan yang kuat dan cepat
akan menimbulkan pergerakan dan penekanan pada otak dan jaringan sekitarnya
secara mendadak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Peristiwa
ini dikenal dengan sebutan cedera akselerasi-deselerasi. Dipandang dari aspek
mekanis, akselerasi dan deselerasi merupakan kejadian yang serupa, hanya
berbeda arahnya saja. Efek akselerasi kepala pada bidang sagital dari posterior ke
anterior adalah serupa dengan deselerasi kepala anterior-posterior.
15
Cedera yang terjadi pada waktu benturan dapat menimbulkan lesi, robekan
atau memar pada permukaan otak, dengan adanya lesi, robekan, memar tersebut
akan mengakibatkan gejala defisit neurologis yang tanda-tandanya adalah
penurunan kesadaran yang progresif, reflek Babinski yang positif, kelumpuhan
dan bila kesadaran pulih kembali biasanya menunjukkan adanya sindrom otak
organik.
Trauma kepala dapat juga menimbulkan edema otak, dimana hal ini terjadi
karena pada dinding kapiler mengalami kerusakan, ataupun peregangan pada sel-
sel endotelnya. Sehingga cairan akan keluar dari pembuluh darah dan masuk ke
jaringan otak karena adanya perbedaan tekanan antara tekanan intravaskuler
dengan tekanan interstisial.
Akibat cedera kepala, otak akan relatif bergeser terhadap tulang tengkorak
dan duramater, kemudian terjadi cedera pada permukaannya, terutama pada vena-
vena “gantung” (bridging veins). Robeknya vena yang menyilang dari kortex ke
sinus-sinus venosus dapat menyebabkan subdural hematoma, karena terjadi
pengisian cairan pada ruang subdural akibat dari vena yang pecah. Selanjutnya
pergeseran otak juga menimbulkan daerah-daerah yang bertekanan rendah (cedera
regangan) dan bila hebat sekali dapat menimbulkan kontusi kontra-kup.
Akibat dari adanya edema, maka pembuluh darah otak akan mengalami
penekanan yang berakibat aliran darah ke otak berkurang, sehingga akan hipoksia
dan menimbulkan iskemia yang akhirnya gangguan pernapasan asidosis
respiratorik (Penurunan PH dan peningkatan PCO2 ). Akibat lain dari adanya
perdarahan otak dan edema serebri yang paling berbahaya adalah terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial yang timbul karena adanya proses desak ruang
sebagai akibat dari banyaknya cairan yang bertumpuk di dalam otak. Peningkatan
intra kranial yang terus berlanjut hingga terjadi kematian sel dan edema yang
bertambah secara progresif, akan menyebabkan koma dengan TIK yang terjadi
karena kedua hemisfer otak atau batang otak sudah tidak berfungsi
21
2. 7 WOC
Kecelakaan Jatuh
CEDERA KEPALA
Fraktur tulang
Ruptur vena dalam ruang tengkorak.
Keluar darah dari
serebral
hidung dan telinga
Aliran Jejas dan luka
meningen terbuka
Hematom Subdural media rusak
Sesak nafas,
terdengar bunyi
grogling, ada Perdarahan
HS akut HS Sub HS kronis gelembung udara Hematom epidural
(24-48 jam) Akut > beberapa di hidung
Past cedera 48-2mgg mgg/bulan post
post cedera hipovolemia
Menekan lobus
cedera temporalis
MK: bersihan
jalan nafas tidak
Robek ruang efektif TD turun,
Gangguan subdural Hematom brakikardi, CRT
neurologis > 2 detik,
sianosis
Perdarahan
Peningkatan TIK
lambat 7-10 Kekurangan
Gangguan hari volume cairan
mobilitas fisik
Sakit kepala, penurunan 22
Darah hematom dan
kesadaran atau
kerusakan sel dalam
hilangnya kesadaran,
arah hematom
muntah proyektil
Hematom meningkat
Perubahan perfusi
jaringan
2.8 Penatalaksanaan
(1) Cedera Kepala Ringan : pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat
dipulangkan ke rumah tanpa perlu dilakukan CT Scan bila memenuhi kriteria
berikut :
a. Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental dan gaya
berjalan) dalam batas normal
b. Foto servikal jelas normal
c. Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien
selama 24 jam pertama, dengan instruksi untuk segera kembali ke
bagian gawat darurat jika timbul gejala perburukan.
1) Kriteria perawatan di rumah sakit :
2) Adanya darah intrakranial atau fraktur yang tampak pada CT scan
19
4. Sistem perkemihan
Pada pengkajian akan didapatkan retensi urine pada klien sadar,
sedangkan pada klien tidak sadar akan didapatkan inkontinensia urine dan
fekal, jumlah urine output biasanya berkurang. Terdapat
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia
atau hipokalemia.
5. Sistem muskuloskeletal
Pada klien post craniotomy biasanya ditemukan gerakan-gerakan
involunter, kejang, gelisah, ataksia, paralisis dan kontraktur, kekuatan otot
mungkin menurun atau normal.
6. Sistem integumen
Pada klien post craniotomy tampak luka pada daerah kepala, suhu
tubuh mungkin di atas normal, banyak keringat. Pada hari ketiga dari
operasi biasanya luka belum sembuh karena masih agak basah/ belum
kering. biasanya masih terdapat hematoma pada klien dengan perdarahan
di meningen. Data fisik yang lain adalah mungkin didapatkan luka lecet
dan perdarahan pada bagian tubuh lainnya. Bentuk muka mungkin
asimetris.
7. Sistem persyarafan
a. Test fungsi serebral: Klien mengalami penurunan kesadaran
maka dalam orientasi, daya ingat, perhatian dan perhitungan
serta fungsi bicara klien sehingga hasil pemeriksaan status
mentalnya kurang dari normal atau kurang dari 20 ditandai
dengan amnesia, gangguan kognitif, dll.
b. Tingkat kesadaran: Biasanya tingkat kesadaran berkisar antara
obtunded sampai lethargi. Kuantitas: nilai GCS: 9-12
c. Pengkajian bicara
1) Proses reseptif: Biasanya didapatkan kesulitan mengucapkan
kata-kata yang leih dari satu kata misalnya “sakit kepala”
atau “rumah sakit”
2) Proses ekspresif: Biasanya didapatkan bicara kurang lancar,
tidak spontan dan tidak jelas
25
BAB 3
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS
1. Nama : Tn.A 6. Pekerjaan : Sopir Truck
2. Umur : 48 th 7. Suku Bangsa : Madura
3. Agama : Islam 8. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Pendidikan : SMA 9. Status Perkawinan : Kawin
5. Alamat : Surabaya 10. Penanggung Biaya : BPJS
C. Genogram
Keterangan :
: Perempuan : Meninggal
: Laki-laki : Pasien
: Tinggal serumah : Sedarah
2) B2 / Blood / Sirkulasi
1. Inspeksi
a. Ictus Cordis : Normal
b. Nyeri Dada : Tidak ada
c. Pembesaran Kelenjar Getah Bening : Tidak Ada
2. Palpasi
a. CRT : < 2 dtk c. Akral : Hangat, Kering, Merah
b. Oedema : Tidak ada
3. Perkusi
Perkusi jantung : Pekak
4. Auskultasi
Bunyi Jantung : S1-S2 Tunggal
MASALAH KEPERAWATAN : Tidak Ada Masalah Keperawatan
3. Pendengaran
a. Telinga : Terdapat balutan c. Kelainan : Tidak ada
b. Gangguan : Tidak ada d. Alat bantu : Tidak ada
4. Penciuman
a. Bentuk Hidung : Simetris
b. Septum : Simetris d. Polip : Tidak ada
c. Gangguan/kelainan : Tidak ada
5. Lidah
a. Kebersihan : Bersih
b. Kesulitan telan : Tidak
c. Berbicara : Tidak mampu
Palpasi
a. Reflek fisiologis : Tidak ada
b. Reflek patologis : Tidak ada
c. Nervus I (Saraf Olfaktorius) :
Pasien mampu membedakan bau
d. Nervus II (Saraf Optikus) :
Lapang pandang baik, pasien tidak mengunakan kacamata
e. Nervus III (Saraf Okulomotorius) :
Pergerakan bola mata baik, respon pupil terhadap cahaya +/+ 2mm/2mm
f. Nervus IV (Saraf Troklearis) :
Pasien mampu menggerakkan bola mata ke atas dan ke bawah
g. Nervus V (Saraf Trigeminus) :
Pasien dapat mengunyah dengan baik dan kondisi rahang baik
h. Nervus VI (Saraf Abdusens) :
Pasien mampu melihat tangan perawat
i. Nervus VII (Saraf Fasialis) :
Senyum pasien simetris, gerakan dahi simetris, pasien dapat
mengembungkan pipi dengan baik
j. Nervus VIII (Saraf Vestibulokoklearis) :
Pasien tidak mampu mendengarkan pertanyaan yang diajukan oleh perawat
jika jaraknya jauh harus dekat sekitar 15 cm.
33
6) B6 / Bone/ Muskuloskletal
1. Inspeksi
a. ROM : Aktif
b. Kekuatan Otot : 5555 5555
5555 5555
Keterangan :
5 = mampu melawan tahanan normal, 4 = mampu melawan tahanan ringan, 3 =
mampu melawan grafitasi, 2 = mampu menggerakkan sendi, 1 = terdapat kontraksi
35
1. Mandi 1 3
1 : Mandiri
2. Berpakaian /dandan 1 3
3. Toileting/eliminasi 1 3
2 : Alat bantu
4. Mobilitas di tempat tidur 1 3
5. Berpindah 1 3 3 : Dibantu orang
6. Berjalan 1 3
lain dan alat
7. Naik Tangga 1 -
8. Berbelanja 1 -
4 : Tergantung
9. Memasak 1 -
/tidak mampu
10. Pemeliharaan rumah 1 -
MASALAH KEPERAWATAN : Intoleran aktivitas
3) Psikososiocultural
Pola Konsep Diri
Ideal diri : pasien berharap cepat sembuh
Harga diri : pasien pasrah dengan penyakit yang dideritanya
Citra diri : pasien menyukai seluruh bagian tubuhnya
Peran diri : pasien bekerja sebagai supir truck.
Identitas diri : pasien seorang ayah dari 2 anak
Pola Koping
Masalah utama selama MRS (penyakit, biaya, perawatan diri) : Tidak ada
Kehilangan perubahan yang terjadi sebelumnya : Ya, pasien lebih banyak istirahat
Kemampuan adaptasi : baik
MASALAH KEPERAWATAN : Tidak Ada Masalah Keperawatan
B. Radiologi
1. CT Scan Kepala
EDH di temporal kiri disertai pneumatocele dengan fraktur di temporal kiri
Kesan fraktur di basis carnii dan dinding sphenoid kanan serta fraktut septum
nasi
Tampak pula hematosinus sphenoidalis, ethmoidalis, frontalis dan maxillaris
kanan kiri
Edema cerebri
Mastoiditis kronis sisi kanan
Tidak tampak fraktur didaerah cervical, klasifikasi ligamentum nuchae (+)
38
DO :
- Pasien k/u baik, GCS 456 perfusi HKM
- Pasien tampak Tn.A memegang kepala
sambil menyeringai kesakitan
- TD: 130/82 mmhg, S: 36,50C, N :
98x/mnt, RR : 18x/mnt SPO2: 97%
dengan O2 nasal 3 lpm.
2. DS : - Prosedur invasif Risiko infeksi
DO : (SDKI, 2017)
- Adanya luka jahitan post op trepanasi
di temporalis tertutup kasa kering
kondisi luka tertutup, tidak terdapat
rembesan, tidak berbau
- terdapat drain vakum penuh dan
produksi drain kurang lebih 40 cc
(tidak dibuang)
3. DS: Keluarga mengatakan bahwa biasanya Imobilitas Intoleran aktivitas
kalau mandi, BAB/BAK dibantu oleh (Nanda-I 2018-
keluarga dan perawat. 2020)
V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agens cedera fisik (Post Op trepanasi)
2. Risiko Infeksi b.d Prosedur invasif
3. Intoleran aktivitas b.d imobilitas
42
Diagnosa
No Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan 1. Tanda-tanda vital dalam rentang 1. Bina hubungan saling percaya 1. Membina hubungan saling percaya
agens cedera fisik asuhan keperawatan normal agar perawat lebih dekat dengan
(Post op selama 3x24 jam - Systole : 100-130 mmHg pasien dan bisa melakukan
Trepanasi) diharapkan nyeri - Diastole : 60-90 mmHg pengkajian sampek evaluasi
berkurang - Suhu : 36-37,50C dengan lancar
- RR : 14-20x/menit 2. Observasi intensitas nyeri setiap 2. Untuk mengetahui tingkat nyeri
- SpO2 : 95-100% 3 jam sekali yang dialami pasien
- Nadi : 60-100x/menit
2. Skala nyeri berkurang dari 4 3. Jelaskan pada pasien sebab- 3. Pemahaman pasien tentang
menjadi 2 sebab timbulnya nyeri penyebab nyeri yang terjadi akan
3. Pasien mengungkapkan mengurangi ketegangan pasien
perasaan nyaman berkurangnya 4. Bantu penanganan terhadap 4. Teknik relaksasi bisa mengurangi
nyeri nyeri, yaitu teknik relaksasi rasa nyeri yang dirasakan pasien
4. Ekspresi wajah pasien rileks nafas dalam setiap 3 jam sekali
(Tarik nafas dari hidung tahan
selama 2 detik lalu hembuskan
perlahan dari mulut lakukan
selama 3 kali)
5. Observasi TTV 5. Mengetahui kedaan umum pasien
6. Hasil kolaborasi dengan dokter 6. Obat analgesic dapat membantu
dalam pemberian obat analgesic mengurangi nyeri pasien
atau anti nyeri Injeksi
44
Santagesik 1000 mg
2. Risiko Infeksi b.d Setelah dilakukan 1. Klien bebas dari tanda dan 1. Observasi Drain vakum penuh 1. Mengobservasi secara rutin agar
Prosedur Invasif asuhan keperawatan gejala infeksi setiap 8 jam sekali tidak terjadi komplikasi
selama 3x24 jam 2. Menunjukkan kemampuan
diharapkan tidak untuk mencegah timbulnya 2. Observasi luka post 2. Jika obsevasi luka tidak pernah
ditemukan tanda- infeksi pembedahan setiap hari dikontrol dapat memicu bakteri
tanda infeksi 3. Menunjukkan perilaku hidup datang
sehat 3. Perhatikan teknik isolasi 3. Membatasi pengunjung dapat
4. TTV dalam batas yang normal dengan batasi pengunjung mencegah terjadinya infeksi pada
terutama suhu : 36-370C pasien
5. Hasil pemeriksaan lab leukosit 4. Ganti iv line dengan teknik 4. Menganti iv line sesuai dengan
dalam batas normal 4000- aseptik setiap 3 hari sekali SOP dan teknik aseptic dapat
11000/mm³ mencegah terjadinya plebitis dan
infeksi
5. Jelaskan pada keluarga 5. Penjelasan yang adekuat dapat
tentang penularan infeksi membuat pengetahuan pasien dan
dapat membuat pasien lebih
kooperatif saat dilakukan
tindakan keperawatan
6. Ajarkan pada keluarga dan 6. Mencuci tangan dengan benar
pasien tentang cara cuci dapat mencegah infeksi silang
tangan dengan benar
7. Anjurkan untuk menjaga 7. Kebersihan lingkungan dan
kebersihan lingkungan dan pasien dapat mencegah terjadinya
kebersihan pasien infeksi nosokomial
8. Hasil kolaborasi dengan 8. Antibiotik berguna untuk
45
08.30 - Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam ƪ - k/u: baik, GCS: 456, Akral:
untuk mengurangi tingkat nyeri setiap 3 HKM, kesadaran:
jam sekali ƪ composmentis
08.45 - Memberi terapi obat hasil kolaborasi - ekspresi wajah pasien tampak
dengan dokter yaitu Santagesik 1000mg rileks
3x1 A : masalah teratasi sebagian
11.15 - Mengobservasi dan mencatat tingkat nyeri ƪ P : intervensi dilanjutkan no 1, 2, 3
setiap 3 jam sekali dan 6
Pasien mengatakan skala nyeri: 2
Risiko Infeksi 10.00 - Mengobservasi drain setiap 8 jam sekali ƪ 14.00 S : Pasien mengatakan sudah faham ƪ
b.d Prosedur 10.15 - Memperhatikan teknik isolasi dengan ƪ mengenai langkah-langkah cuci
Invasif batasi pengunjung tangan
10.30 - Melakukan terapi hasil kolaborasi dengan ƪ O:
dokter dalam pemberian obat antibiotic - Pada saat observasi luka tidak
Injeksi Ceftriaxone 1000 mg 2x1 ditemukan tanda tanda infeksi
10.45 - Mengkolaborasi dengan petugas lab untuk ƪ seperti bengkak, suhu badan
mengobservasi hasil leukosit panas, nyeri, dan kemerahan
- terdapat drain vakum penuh
dan produksi drain kurang
lebih 40 cc (tidak dibuang)
- S:37 0C, dalam batas normal
- hasil leukosit 10.500 /mm³
dalam batas normal
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan no 1, 2,
dan 10
Intoleran 11.45 - Mengobservasi tingkat fungsional pasien ƪ 14.00 S : Keluarga pasien mengatakan ƪ
aktivitas b.d dalam melakukan perawatan diri Tn.A masih perlu bantuan makan,
imobilitas 12.00 - Membantu pasien sebagian atau ƪ berpakaian, BAB dan BAK.
sepenuhnya saat melakukan perawatan O : Ketika px mandi, eliminasi dan
49
EVALUASI SUMATIF
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Klien seorang laki – laki berusia 48 tahun, beragama Islam, bertempat tinggal di
Surabaya dan bekerja sebagai supir truck. Klien masuk IGD pada tanggal 29 November 2018,
pada pkl 13:56 WIB dengan keadaan pingsan. Keluarga pasien mengatakan bahwa Tn.A
mengalami kecelakaan kerja jatuh dari truck kurang lebih ketinggian 2 meter dan terdapat
perdarahan hidung dan telinga. Selama di IGD didapatkan pemeriksaan tanda-tanda vital
yaitu : TD: 110/72 mmHg, S: 36,50C, N : 76x/mnt, RR : 18x/mnt, SPO2: 93% memakai alat
bantu O2 Nasal, GCS:111, Akral HKM dan diberikan terapi Obat injeksi santagesik 1000 mg,
ranitidine 50 mg, kalnex 5000 mg dan infus RL 14tpm. Dokter melakukan tindakan operasi
trepanasi kepala cito jam 16.30 dan setalah post op Tn.A diobservasi di ruang ICU selama 1
hari. Hal ini sesuai dengan pernyataannya (Mansjoer, 2007) yang mengatakan Cedera kepala
merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif
dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Pada tanggal 30 November 2018 jam
19.00 Tn.A sadar dengan GCS 456 kemudian dipindahkan di ruang mutiara 2.
Pada pengkajian sistem pernapasan penulis tidak menemukan masalah keperawatan
yang terjadi pada klien. Pola napas klien normal, tidak ada sumbatan jalan napas, bentuk dada
normo chest, tidak ada produksi sputum, tidak ada penggunaan otot bantu napas dan tidak ada
pernapasan cuping hidung.
Pada pengkajian sistem kardiovaskuler penulis tidak menemukan masalah
keperawatan yang terjadi pada klien. Ictus cordis normal, tidak ada nyeri dada, klien
mengalami perdarahan pada telinga, tidak ada pembesaran getah bening, CRT < 2 detik, akral
hangat kering merah, tidak ada odem, perkusi jantung pekak, bunyi jantung S1 S2 tunggal.
Pada pengkajian sistem persarafan, penulis menemukan adanya masalah keperawatan
yang terjadi pada klien. Penulis menemukan tidak adanya penurunan status kesadaran pada
klien dimana nilai Glasgow Coma Scale klien 4 5 6 adanya luka jahitan post op trepanasi di
temporalis. kondisi luka tertutup dan kasa kering, tidak terdapat rembesan, tidak berbau, dan
terdapat drain vakum penuh sehingga dapat berisiko infeksi. Klien mengeluh nyeri pada luka
jahitan rasanya seperti ditusuk benda tajam pada kepala bagian kiri, skala 5 dari 10 dan
terjadi secara terus menerus (tiap waktu).
53
Dari delapan diagnosis tersebut hanya tersebut, diagnosis yang muncul pada
tinjauan kasus antara lain:
1. Nyeri akut b.d agens cidera fisik
2. Resiko infeksi area pembedahan
3. Intolerasnsi aktivitas
Pada diagnosis nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik penulis menemukan
pada pemeriksaan CT Scan terdapat EDH di temporal kiri disertai pneumatocele dengan
fraktur di temporal kiri, Kesan fraktur di basis carnii dan dinding sphenoid kanan serta fraktut
septum nasi, tampak pula hematosinus sphenoidalis, ethmoidalis, frontalis dan maxillaris
kanan kiri, Edema cerebri, Mastoiditis kronis sisi kanan, Tidak tampak fraktur didaerah
cervical, klasifikasi ligamentum nuchae (+), saat pengkajian klien mengeluh nyeri di kepala
setelah dilakukan operasi trepanasi, pada pengkajian nyeri klien mengeluh pada luka jahitan
operasi trepanasi terasa seperti ditusuk benda tajam dengan skala nyeri 5 dari 10, nyeri
muncul secara terus menerus. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Brain Injury
Assosiation of America cidera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik (Longlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).
Pada diagnosis risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif penulis
menemukan Adanya luka jahitan post op trepanasi di temporalis tertutup kasa kering kondisi
luka tertutup, tidak terdapat rembesan, tidak berbau, dan terdapat drain vakum penuh. Pada
pemeriksaan laboratorium adanya hasil pemeriksaan leukosit dengan nilai normal yaitu
10.500/ mm3 pada klien, hal ini merupakan salah satu tidak adanya menifestasi reaksi
inflamasi didalam otak klien akibat adanya cedera dan adanya peningkatan metabolisme sel-
sel otak. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Mansjoer: 2000) yang mengatakan bahwa salah
satu tanda terjadinya reaksi inflamasi yaitu adanya nilai leukosit yang tinggi, yang merupakan
manifestasi dari pertahanan tubuh seseorang. Selain itu tanda-tanda lain dari adanya reaksi
inflamasi yaitu adanya tumor (bengkak), dolor, rubor (kemerahan), kalor (panas) dan
fungsiolesa.
4.3 Perencanaan
Setelah penulis menentukan diagnosis keperawatan yang sesuai dengan kondisi klien,
selanjutnya penulis merumuskan rencana tindakan untuk mengatasi masalah-masalah
55
keperawatan yang muncul pada klien. Dalam merumuskan perencanaan, penulis merumuskan
tindakan-tindakan keperawatan berdasarkan diagnosis yang sesuai dengan kondisi klien,
selain itu penulis mencantumkan tujuan dan kriteria hasil pada setiap diagnosis yang ada pada
klien. Adapun fungsi dari penulisan tujuan dan kriteria hasil adalah untuk menilai berhasil
atau tidaknya asuhan keperawatan yang penulis lakukan pada klien. Penulis memberikan
asuhan kepada klien kurang lebih selama tiga hari terhitung mulai tanggal 1 desember 2018.
Perencanaan keperawatan yang penulis susun untuk diagnosis nyeri akut berhubungan
dengan agens cedera fisik antara lain : mengobservasi intensitas nyeri menggunakan skala
nyeri setiap 8 jam sekali, membantu dan ajarkan penanganan terhadap nyeri, mengajarkan
teknik relaksasi dan distraksi setiap 8 jam sekali, menjelaskan pada pasien sebab-sebab
timbulnya nyeri, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesic atau anti nyeri.
Adapun perencanaan keperawatan untuk diagnosis risiko infeksi berhubungan dengan
prosedur invasif antara lain: mengobservasi drain vakum penuh setiap 8 jam sekali,
melakukan rawat luka rutin satu kali dalam sehari, memperhatikan teknik isolasi dengan
batasi pengunjung, mengganti iv line dengan teknik aseptik setiap 3 hari sekali.
4.4 Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah realisasi dari perencanaan yang telah
penulis susun berdasarkan kondisi klien. Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan
secara terkoordinasi sesuai dengan rencana keperawatan yang telah penulis buat. Dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan penulis melakukan pendelegasian tindakan
keperawatan kepada sesama teman sejawat sesuai dengan shift, karena penulis tidak
mungkin bisa mengikuti klien secara langsung selama 24 jam. Dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan, penulis mengadakan kerjasama dengan pihak perawat ruangan yang
selalu memberikan arahan dan bimbingan. Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan
untuk mengatasi diagnosis nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik yang telah
penulis lakukan diantaranya yaitu : mengobservasi intensitas nyeri menggunakan skala
nyeri setiap 8 jam sekali, membantu dan ajarkan penanganan terhadap nyeri, mengajarkan
teknik relaksasi dan distraksi setiap 8 jam sekali, menjelaskan pada pasien sebab-sebab
timbulnya nyeri, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesic atau anti nyeri,
memberikan posisi head up 300 pada klien, hal ini dilakukan agar membantu
memperlancar aliran darah balik vena kepala sehingga dapat mengurangi tekanan
intracranial. Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosis resiko
56
infeksi berhubungan dengan prosedur invasif yang penulis lakukan diantaranya yaitu :
mengobservasi drain vakum penuh setiap 8 jam sekali, melakukan rawat luka rutin satu
kali dalam sehari, memperhatikan teknik isolasi dengan batasi pengunjung, mengganti iv
line dengan teknik aseptik setiap 3 hari sekali. Pelaksanaan tindakan keperawatan yang
telah penulis lakukan, semuanya disesuaikan dengan kondisi klien saat dirawat di ruangan.
Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, penulis bekerja sama dengan teman sejawat dan
perawat ruangan.
4.5 Evaluasi
Hasil evaluasi kasus berdasarkan masalah yang dihadapi klien, dua diagnosis
keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik dan resiko infeksi
berhubungan dengan prosedur invasif, masalah dapat teratasi. Evaluasi pelaksanaan tindakan
keperawatan untuk diagnosis nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik adalah
sebagai berikut : pada hari pertama klien mengatakan skala nyeri berkurang dari 5 menjadi 4
dalam rentang skala 0 – 10, GCS : 4 5 6, akral hangat kering merah, frekuensi tekanan darah
103/69 mmHg, Suhu 360 c , Nadi : 84x/menit, RR : 18x/menit. Pada hari kedua klien
mengatakan skala nyeri berkurang dari 5 menjadi 3 dalam rentang skala (1-10), klien
mengungkapkan perasaan nyaman berkurangnya nyeri, kondisi umum klien tampak baik,
ekspresi wajah klien tampak rileks. Pada hari ketiga klien mengatakan nyeri pada bagian
kepala hilang, wajah pasien tampak rileks. Evaluasi pelaksanaan tindakan keperawatan untuk
diagnosis resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif adalah sebagai berikut : pada
hari pertama klien mengatakan sudah paham mengenai langkah – langkah cuci tangan, klien
tampak memperhatikan edukasi cuci tangan yang diberikan perawat, ketika dilakukan rawat
luka jahitan post op terlihat kondisi luka kering tidak terdapat pendarahan. Pada hari kedua
luka bekas jahitan post op terlihat kondisi luka kering tidak terdapat perdarahan, jumlah drain
50cc. Pada hari ketiga luka tampak kering dan tidak terjadi infeksi seperti kemerahan dan
bengkak.
57
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Trauma Kepala atau cidera kepala adalah suatu kerusakan yang menimpa
struktur kepala yang disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar yang dapat
menimbulkan gangguan fugsional jaringan otak. Gejala umum dari Trauma Kepala
adalah penurunan kesadaran yang progresif, reflek babinski yang positif, kelumpuhan
dan bila kesadaran pulih kembali biasanya menunjukkan adanya sindrom otak organik.
Diagnosa keperawatan yang timbul pada Tn. A ini adalah nyeri akut b.d agens
cedera fisik (Post Op trepanasi), risiko infeksi b.d prosedur invasif. Asuhan keperawatan
yang diberikan selama perawatan yaitu mengobservasi tanda-tanda vital setiap 6 jam,
memantau suhu setiap 3 jam, mempertahankan posisi kepala tetap netral (head up 300),
memantau status neurologi tiap 6 jam sekali, membantu dan mengajarkan penanganan
terhadap nyeri (teknik relaksasi dan distraksi), melakukan rawat luka rutin, mengganti
iv line dengan teknik aseptic, menjelaskan pada keluarga tentang penularan infeksi.
5.2 Saran
Dalam makalah ini tertuang informasi yang dapat digunakan sebagai kerangka
acuan dalam pelayanan kesehatan serta diharapkan pembaca dapat menerapkan secara
nyata asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosea medis Trauma Kepala serta
sebagai salah satu referensi dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan pemberian
asuhan keperawatan.
58
DAFTAR PUSTAKA