Ada seorang murid berinisial DP kelas XI di Madrasah Aliyah tempat
saya mengajar (dulu). DP merupakan anak bungsu, dan anak Perempuan satu- satunya. Ketika di kelas, perilaku yang dapat diamati dari DP yang menurut pandangan saya sebagai suatu masalah yang ada padanya diantaranya: 1. Kurang focus dalam belajar 2. Memilah mata pelajaran, terkesan ada mata pelajaran yang tidak diminati, sehingga dalam mengikuti proses belajar sering keluar kelas dengan alasan ke toilet atau tiduran ketika proses belajar sedang berlangsung. 3. Pernah suatu hari saya dapati ia bolos sekolah dengan dibonceng teman- temannya dari sekolah lain, dan parahnya dalam keadaan memakai seragam sekolah. Gejala-gejala tersebut saya rasa cukup untuk melihat perilakunya bermasalah dan perlu perbaikan dengan cara bimbingan dan konseling. Sebelum menjelaskan cara penyelesaian, saya tuliskan dahulu kemungkinan sebab-sebab terjadinya perilaku bermasalah dari siswa sebagaimana contoh kasus kenakalan di atas; 1. Dalam pelajaran tertentu, bias jadi ia tidak menguasai dan tidak berbakat, sehingga tidak tertarik untuk mengikuti pelajaran tersebut. 2. Guru pelajarannya kurang menyenangkan dan terkesan membosankan. 3. Bukan tanpa memaksakan untuk menyukai pelajaran, tetapi semakin dicoba selalu menerima pengalaman yang tidak menyenangkan ketika mengikuti proses pelajaran tersebut. 4. Tidak ada dorongan dan dukungan dari guru dan pihak sekolah. 5. Sarana prasarana yang kurang menunjang. 6. Ada permasalahan pribadi, bias jadi dengan orang tuanya, karena ketidaksesuaian keinginan nya dengan orang tuanya. 7. Lingkungsn sekolah dan sosialnya membosankan, sehingga lebih tertarik untuk bermain di luar dengan teman-teman dari sekolah lain. Itu adalah beberapa kemungkinan sebab yang bias saya jabarkan dari kasus atau masalah yang dialami oleh DP, karena manusia pada umumnya, khusunya remaja, pasti mengalami masa labil dan ingin selalu mencoba sesuatu yang menurut pandangannya dapat memberikan sensasi di luar yang selalu ia rasakan. Ada keinginan untuk membuka dan mendapatkan pengalaman baru sekalipun dengan cara melanggar aturan sekolah atau norma-noma yang berlaku, gejolak jiwanya membenarkan segala perbuatan tersebut sekalipun bertentangan dengan norma, karena pada dasarnya ia telah merasakan sensai dari perbautan yang dilakukannya. Ia tidak akan peduli tentang benar dan salah, baik atau buruknya, luapan emosi di dalam jiwanya telah menganggap benar segala perbuatan yang dilakukannya. Di sinilah peran serta seorang guru sangat diharapkan untuk menuntun seluruh luapan emosi siswanya agar tersalurkan pada hal yang baik dan positif, sehingga dapat merangsang kreatifitas dalam diri siswanya. Biasanya pengalaman-pengalaman seperti itu akan membekas pada perasaan seorang siswa, sehingga dengan cara apapun, ia akan melakukan segala hal yang menurutnya bias memberikan kesenangan dan kepuasan pada dirinya. Jika kesenangan dan kepuasaannya pada hal yang baik dan positif, tentu itu akan sangat berguna untuk perkembangan mentalnya, tapi jika sebaliknya, itu sangat membahayakan untuk masa depannya. Seorang siswa, siapapun itu, mempunyai potensi untuk berbuat nakal. Jadi tidak heran apabila di kelas ada siswa yang memang nakal. Karena secara psikologi, siswa memanglah masih dalam tahap transisi dari anak-anak menuju remaja. Fikiran-fikiran masa kanak-kanak masih membekas dalam dirinya. Bias jadi perbuatan yang ia lakukan didasari fikiran kekanakanya sehingga ia tak mampu melihat sisi baik dan buruknya, karena memang anak- anak suka melakukan sesuatu sesuai kehendaknya tanpa berfikir baik atau buruk. Tapi apapun itu, guru memang memiliki punya tugas untuk mendmpingi masa perkembangan siswanya agar secara mental ia dapat menghilangkan fikiran-fikiran kekanakan yang negative, dan menggantinya dengan sikap perilaku yang didasari oleh fikiran-fikiran yang sedikit dewasa. B. MEMAHAMI DP DALAM PERSPEKTIF RASIONAL EMOTIF Menurut pandangan rasional emotif, manusia memiliki kemampuan inheren untuk berbuat rasional ataupun tidak rasional, manusia terlahir dengan kecenderungan yang luar biasa kuatnya berkeinginan dan mendesak agar supaya segala sesuatu terjadi demi yang terbaik bagi kehidupannya dan sama sekali menyalahkan diri sendiri, orang lain, dan dunia apabila tidak segera memperoleh apa yang diinginkannya. Akibatnya berpikir kekanak- kanakan (sebagai hal yang manunusiawi) seluruh kehidupannya, akhirnya hanya kesulitan yang luar biasa besar mampu mencapai dan memelihara tingkah laku yang realistis dan dewasa; selain itu manusia juga mempunyai kecenderungan untuk melebih-lebihkan pentingnya penerimaan orang lain yang justru menyebabkan emosinya tidak sewajarnya seringkali menyalahkan dirinya sendiri dengan cara-cara pembawaannya itu dan cara-cara merusak diri yang diperolehnya. Berpikir dan merasa itu sangat dekat dan dengan satu sama lainnya : pikiran dapat menjadi perasaan dan sebaliknya; Apa yang dipikirkan dan atau apa yang dirasakan atas sesuatu kejadian diwujudkan dalam tindakan/perilaku rasional atau irasional. Bagaimana tindakan/perilaku itu sangat mudah dipengaruhi oleh orang lain dan dorongan-doronan yang kuat untuk mempertahankan diri dan memuaskan diri sekalipun irasional. Ciri-ciri irasional seseorang tak dapat dibuktikan kebenarannya, memainkan peranan Tuhan apa saja yang dimui harus terjadi, mengontrol dunia, dan jika tidak dapat melakukannya dianggap goblok dan tak berguna; menumbuhkan perasaan tidak nyaman (seperti kecemasan) yang sebenarnya tak perlu, tak terlalu jelek/memalukan namun dibiarkan terus berlangsung, dan menghalangi seseorang kembai ke kejadian awal dan mengubahnya. Bahkan akhirnya menimbulkan perasaan tak berdaya pada diri yang bersangkutan. Bentuk-bentuk pikiran/perasaan irasional tersebut misalnya : semua orang dilingkungan saya harus menyenangi saya, kalau ada yang tidak senang terhadap saya itu berarti malapetaka bagi saya. Itu berarti salah saya, karena saya tak berharga, tak seperti orang/teman-teman lainnya. Saya pantas menderita karena semuanya itu. Sehubungan dengan kasus, DP sebetulnya memiliki keinginan untuk belajar dengan benar, hanya saja peribadinya belum bias menentukan kemana arah yang benar, sehingga terkesan masih dapat dipengaruhi oleh keadaan di luar dirinya. Mood nya sangat tergantung dari apa yang terjadi dari luar dirinya, dan itu merasuk mempengaruhi ke dalam suasana hatinya secaara langsung, sehingga dampaknya ia menyerah dengan pura2 ke toilet atau tiduran, atau malah bolos sekolah dan lebih memilih bermain di luar.
C. TUJUAN DAN TEKNIK KONSELING
Jika DP diberikan pemahaman tentang pentingnya seseorang
membuat keputusan sendiri dan memertanggungjawabannya dengan serius, maka ia akan terangsang untuk dapat merubah dirinya sehingga mampu menentang segala pengaruh mood buruk yang berada di luar dirinya agar tidak menjerumuskan dirinya pada perbuatan-perbuatan yang menyimpang. Hal tersebut tidaklah mudah, akan tetapi, keseriusan dalam menuntunya sangat diharuskan, karena bila ia mampu menguasai dirinya, sesungguhnya guru tidak akan kesulitan untuk melihat perkembangan mentalnya yang begitu pesat. Ia akan tangguh, penyabar dan tekun dalam belajar.
Perlu kiranya diadakan komunikasi secara intens dengan DP. Dalam
berkomunikasi, tentunya harus menggunakan metodologi persuasive interaktif, agar ada pertukaran pengalaman yang diharapkan dapat mempengaruhi dan menembus kepribadiannya secara langsung. Interaksi positif memberikan dorongan positif, begitupun pengaruh positif akan membekas sebagai pengalaman yang menyenangkan yang dapat ia rasakan. Jika ia sudah menganggap hal itu sebagai pengalaman yang menyenangkan, maka dengan sendirinya ia akan terus melakukan perbuatan-perbuatan postif yang menyenangkan tersebut. Selain itu perlu dilakukan Konseling kognitif : untuk menunjukkan bahwa DP harus membongkar pola pikir kekanakan tentang konsep diri yang salah, sikap terhadap sesama teman yang salah jika ingin lebih bahagia dan sukses. Konselor lebih bergaya mengajar : memberi nasehat, konfrontasi langsung dengan peta pikir rasional-irasoonal, sugesti dan asertive training dengan simulasi diri menerapkan konsep diri yang benar dan sikap/ketergantungan pada orang lain yang benar/rasional dilanjutkan sebagai PR melatih, mengobservasi dan evaluasi diri. Contoh : mulai dari seseorang berharga bukan dari kekayaan atau jumlah dan status teman yang mendukung, tetapi pada kasih Allah dan perwujudanNya. Allah mengasihi saya, karena saya berharga dihadiratNya. Terhadap diri saya sendiri suatu saat saya senang, puas dan bangga, tetapi kadang-kadang acuh-tak acuh, bahkan adakalanya saya benci, memaki-maki diri saya sendiri, sehingga wajar dan realistis jika sejumlah 40 orang teman satu kelas misalnya ada + 40% yang baik, 50% netral, hanya 10% saja yang membeci saya. Adalah tidak mungkin menuntut semua / setiap orang setiap saat baik pada saya, dan seterusnya. Ide- ide ini diajarkan, dan dilatihkan dengan pendekatan ilmiah. Tahap selanjutnya Konseling emotif-evolatif untuk mengubah sistem nilai DP dengan menggunakan teknik penyadaran antara yang benar dan salah seperti pemberian contoh, bermain peran, dan pelepasan beban agar Lia melepaskan pikiran dan perasaannya yang tidak rasional dan menggantinya dengan yang rasional sebagai kelanjutan teknik kognitif di atas. Konseling behavioritas digunakan untuk mengubah perilaku yang negatif dengan merobah akar-akar keyakinan Lia yang irasional/tak logis kontrak reinforcemen, sosial modeling dan relaksasi/meditasi. D. PENUTUP Teori ini dalam menolong menggunakan pendekatan direct menggunakan nasehat yang ditandai oleh menyerang masalah dengan intektual dan meyakinkan (koselor). Tekniknya jelas, teliti, makin melihat/menyadari pikiran dan kata-kata yang terus menerus ditujukan kepada diri sendiri, yang membawa kehancuran kepada diri sendiri. Cara konselor ialah dengan pendekatan yang tegas, memintakan perhatian kepada pikiran-pikiran yang menjadi sebab gangguan itu dan bagaimana pikiran dan kalimat itu beroperasi hingga membawa akibat yang merugikan. Konselor selanjutnya menolong dia untuk memikir kembali, menantang, mendebat, menyebutkan kembali kalimat-kalimat yang merugikan itu, dan dengan cara demikian ia membawa klien ke kesadaran dan tilikan baru. Tetapi tilikan dan kesadaran tidak cukup. Ia harus dilatih untuk berpikir dan berkata kepada diri sendiri hal-hal yang lebih positive dan realistik. Terapis mengajar klien untuk berpikir betul dan bertindak efektif. Teknik yang dipakai bersifat eklektif dengan pertimbangan : 1. Ekonomis dari segi waktu baik bagi konselor maupun konseli. 2. Efektifitas teknis-teknis yang dipakai cocok untuk bermacam ragam konseling 3. Kesegaran hasil yang dicapai. 4. Kedalaman dan tanah lama serta dapat dipakai konseli untuk mengkonseling dirinya sendiri kalah. Kesimpulannya, penstrukturan kembali filosofis untuk merubah kepribadian yang salah berfungsi menyangkut langkah-langkah sebagai berikut : (1) mengakui sepenuhnya bahwa kita sebagian besar bertanggungjawab penciptaan masalah-masalah kita sendiri; (2) menerima pengertian bahwa kita mempunyai kemampuan untuk merubah gangguan- gangguan secara berarti; (3) menyadari bahwa problem-problem dan emosi kita berasal dari kepercayaan-kepercayaan tidak rasional ; (4) mempersepsi dengan jelas kepercayaan-kepercayaan ini; (5) menerima kenyataan bahwa, jika kita mengharap untuk berubah, kita lebih baik harus menangani cara-cara tingkah laku dan emosi untuk tindak balasan kepada kepercayaan- kepercayaan kita dan perasaan-perasan yang salah fungsi dan tindakan- tindakan yang mengikuti; dan (6) mempraktekkan metode-metode RET untuk menghilangkan atau merubah konsekuensi-konsekuensi yang terganggu pada sisa waktu hidup kita ini.