Anda di halaman 1dari 12

Kerusakan Kualitas Air Akibat Kegiatan Pertambangan Batu Bara di Provinsi

Kalimantan Selatan
Abstrak

Aktivitas penambangan batubara yang intensif di Provinsi Kalimantan Selatan telah


mengakibatkan kerusakan lingkungan terutama rusaknya kualitas air. Hal ini disebabkan oleh
perusahaan tambang yang membuang limbah beracun ke sungai dan melanggar standar
nasional pengelolaan air limbah pertambangan akibatnya kurang lebih 45% dari sungai yang ada
di kawasan ini beresiko terkena pencemaran air dari aktivitas pertambangan. Masalah utama
yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah perubahan lingkungan. Perubahan kimiawi
terutama berdampak terhadap air tanah dan air permukaan, berlanjut secara fisik perubahan
morfologi dan topografi lahan. Lebih jauh lagi adalah perubahan iklim mikro yang disebabkan
perubahan kecepatan angin, gangguan habitat biologi berupa flora dan fauna, serta penurunan
produktivitas tanah dengan akibat menjadi tandus atau gundul. Perusahaan-perusahaan
tambang batubara saat ini dibiarkan melanggar hak masyarakat atas air bersih dan
membahayakan kesehtan dan masa depan masyarakat Kalimantan Selatan. Di dalam tulisan ini
terdapat 22 dari 29 sampel air yang diambil dari lima konsesi tambang batubara di Provinsi
Kalimantan Selatan ditemukan kadar pHnya sangat rendah jauh di bawah standar jika
dibandingkan dengan regulasi untuk buangan limbah batubara.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak beberapa tahun terakhir yaitu antara tahun 2000 - 2009 terjadi ekspansi besar-besaran
batubara seiring dengan desentralisasi, Indonesia membangun sektor dengan laju paling cepat
di seluruh dunia dengan produksi batubara meningkat hingga 460 % sejak tahun 2000
(Bankwatch.2013). Indonesia hanya menguasai 3% cadangan batubara dunia, tetapi perusahaan
yang beroperasi di sini telah mengeksploitasinya secepat mungkin. Selama dekade terakhir,
produksi telah menggelembung, mencapai lebih dari 450 juta ton pada tahun 2012. Sebagian
besar batubara yang dihasilkan dari tambang-tambang Indonesia diekspor ke Cina dan negara-
negara Asia lainnya, sementara konsumsi batubara dalam negeri masih relatif datar Pada tahun
2011, Indonesia mengalahkan Australia sebagai eksportir batubara terbesar di dunia (U.S Energy
Information Administration.2011).

Provinsi Kalimantan Selatan secara geografis, terletak di antara 114 19' 13'' - 116 33' 28'' Bujur
Timur dan 1 21' 49'' – 4 10' 14'' Lintang Selatan. Berdasarkan letak tersebut, luas wilayah Provinsi
Kalimantan Selatan hanya 6,98 persen dari luas Pulau Kalimantan secara keseluruhan. Luas
wilayah Provinsi Kalimantan Selatan adalah 37.530,52 Km2, Dari sisi demografi, jumlah penduduk
Provinsi Kalsel pada tahun 2010 sebanyak 3.626.616 jiwa. Pertambangan sendiri merupakan
produk domestik yang paling besar di Kalimantan Selatan yaitu sebesar 24,42% (Kementerian
Keuangan.2012). Produksi tambang di Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2011
menghasilkan batubara sebanyak 141,8 juta ton, Kabupaten tanah Bumbu merupakan daerah
dengan produksi batubara terbesar. Pada tahun 2011, lebih dari 30% batubara Indonesia
dihasilkan oleh 14 perusahaan batubara terbesar di Kalimantan Selatan 118 141,8 juta ton dari
total produksi nasional 353 juta ton. Pada tahun 2008 ada 26 izin tambang dari pemerintah pusat
dan 430 izin tambang dari pemerintah daerah di Kalimantan selatan (Lucareli B.2010). Konsesi
pertambangan resmi (tidak termasuk konsesi ilegal) mencakup sekitar 1 juta hektar dari total
kawasan Kalimantan Selatan seluas 3,7 hektar.

1.2 Maksud dan Tujuan

Kajian ini merupakan studi literatur mengenai dampak kerusakan lingkungan dari aktivitas
penambangan batubara. Secara umum kajian ini bertujuan untuk memaparkan mengenai
besarnya efek negatif dari aktivitas penambangan batubara terhadap lingkungan terutama
terhadap kualitas air. Makalah ini juga bertujuan untuk mengeksplorasi dan menjelaskan kejadian
dilepaskannya bahan berbahaya ke lingkungan oleh korporasi penambangan batubara.

1.3 Lokasi daerah penelitian

Kajian zonasi potensi tambang dalam dilakukan di propinsi Kalimantan Selatan sebagai daerah
kedua penghasil batubara terbesar di Indonesia (Gambar 1). Daerah kajian dibatasi oleh 114 19'
13'' - 116 33' 28'' Bujur Timur dan 1 21' 49'' – 4 10' 14'' Lintang Selatan .
Gambar 1. Peta Provinsi Kalimantan Selatan (sumber :Pemerintah Provinsi Kalimantan
Selatan)

1.4 Metoda Dan Sistematika Pekerjaan

Metode yang digunakan dalam kajian dampak kerusakan lingkungan dari aktivitas tambang di
Provinsi Kalimantan Selatan dalam berupa studi literatur, dengan melakukan proses inventarisasi
serta evaluasi data sekunder yang berasal dari laporan-laporan, artikel, jurnal, buku , dan
browsing internet.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kegiatan Pertambangan Batubara Dan Aspek Lingkungan

Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan usaha yang kompleks dan sangat rumit, sarat
risiko, merupakan kegiatan usaha jangka panjang, melibatkan teknologi tinggi, padat modal, dan
aturan regulasi yang dikeluarkan dari beberapa sektor. Selain itu, kegiatan pertambangan
mempunyai daya ubah lingkungan yang besar, sehingga memerlukan perencanaan total yang
matang sejak tahap awal sampai pasca tambang. Pada saat membuka tambang, sudah harus
difahami bagaimana menutup tambang. Rehabilitasi/reklamasi tambang bersifat progresif, sesuai
rencana tata guna lahan pasca tambang Tahapan kegiatan perencanaan tambang meliputi
penaksiran sumberdaya dan cadangan, perancangan batas penambangan (final/ultimate pit
limit), pentahapan tambang, penjadwalan produksi tambang, perancangan tempat penimbunan
(waste dump design), perhitungan kebutuhan alat dan tenaga kerja, perhitungan biaya modal dan
biaya operasi, evaluasi finansial, analisis dampak lingkungan, tanggung jawab sosial perusahaan
(Corporate Social Responsibility) termasuk pengembangan masyarakat (Community
Development) serta Penutupan tambang. Perencanaan tambang, sejak awal sudah melakukan
upaya yang sistematis untuk mengantisipasi perlindungan lingkungan dan pengembangan
pegawai dan masyarakat sekitar tambang (Arif, 2007).

Kegiatan pertambangan pada umumnya memiliki tahap-tahap kegiatan sebagai berikut :

 Eksplorasi

 Ekstraksi dan pembuangan limbah batuan

 Pengolahan batubara dan operasional pabrik pengolahan

 Penampungan tailing, pengolahan dan pembuangannya

 Pembangunan infrastuktur, jalan akses dan sumber energi

 Pembangunan kamp kerja dan kawasan pemukiman

Pengaruh pertambangan pada aspek lingkungan terutama berasal dari tahapan ekstraksi dan
pembuangan limbah batuan, dan pengolahan batubara serta operasional pabrik pengolahan.

2.2 Ekstraksi dan Pembuangan Limbah

Diperkirakan lebih dari 2/3 kegiatan ekstraksi bahan mineral di dunia dilakukan dengan pertambangan
terbuka. Teknik tambang terbuka biasanya dilakukan dengan open-pit mining, stripmining, dan quarrying,
tergantung pada bentuk geometris tambang dan bahan yang digali. Ekstraksi bahan mineral dengan
tambang terbuka sering menyebabkan terpotongnya puncak gunung dan menimbulkan lubang yang besar.
Salah satu teknik tambang terbuka adalah metodestrip mining (tambang bidang). Dengan menggunakan
alat pengeruk, penggalian dilakukan pada suatu bidang galian yang sempit untuk mengambil mineral.
Setelah mineral diambil, dibuat bidang galian baru di dekat lokasi galian yang lama. Batuan limbah yang
dihasilkan digunakan untuk menutup lubang yang dihasilkan oleh galian sebelumnya. Teknik tambang
seperti ini biasanya digunakan untuk menggali deposit batubara yang tipis dan datar yang terletak didekat
permukaan tanah. Teknik penambangan quarrying bertujuan untuk mengambil batuan ornamen, dan bahan
bangunan seperti pasir, kerikil, bahan industry semen, serta batuan urugan jalan. Untuk pengambilan
batuan ornamen diperlukan teknik khusus agar blok-blok batuan ornamen yang diambil mempunyai ukuran,
bentuk dan kualitas tertentu. Sedangkan untuk pengambilan bahan bangunan tidak memerlukan teknik
yang khusus. Teknik yang digunakan serupa dengan teknik tambang terbuka. Tambang bawah tanah
digunakan jika zona mineralisasi terletak jauh di bawah permukaan tanah sehingga jika digunakan cara
tambang terbuka jumlah batuan penutup yang harus dipindahkan terlalu besar. Produktifitas tambang
bawah tanah 5 sampai 50 kali lebih rendah dibanding tambang terbuka, karena ukuran alat yang digunakan
lebih kecil dan akses ke dalam lubang tambang lebih terbatas. Kegiatan ekstraksi menghasilkan
limbah/waste dalam jumlah yang sangat banyak. Total waste yang diproduksi dapat bervariasi antara 10 %
sampai sekitar 99,99 % dari total bahan yang ditambang. Limbah utama yang dihasilkan adalah batuan
penutup dan limbah batuan. Batuan penutup (overburden) dan limbah batuan adalah lapisan batuan yang
tidak/miskin mengandung mineral ekonomi, yang menutupi atau berada di antara zona mineralisasi atau
batuan yang mengandung mineral dengan kadar rendah sehingga tidak ekonomis untuk diolah. Penutup
umumnya terdiri dari tanah permukaan dan vegetasi sedangkan batuan limbah meliputi batuan yang
dipindahkan pada saat pembuatan terowongan, pembukaan dan eksploitasi singkapan bijih serta batuan
yang berada bersamaan dengan singkapan bijih. Hal-hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian pada
kegiatan ekstraksi dan pembuangan limbah/waste agar sejalan dengan upaya reklamasi adalah :

 Luas dan kedalaman zona mineralisasi

 Jumlah batuan yang akan ditambang dan yang akan dibuang yang akan menentukan lokasi dan desain
penempatan limbah batuan.

 Kemungkinan sifat racun limbah batuan

 Potensi terjadinya air asam tambang

 Dampak terhadap kesehatan dan keselamatan yang berkaitan dengan kegiatan transportasi, penyimpanan
dan penggunaan bahan peledak dan bahan kimia racun, bahan radio aktif di kawasan penambangan dan
gangguan pernapasan akibat pengaruh debu.

 Sifat-sifat geoteknik batuan dan kemungkinan untuk penggunaannya untuk konstruksi sipil (seperti
untuk landscaping, dam tailing, atau lapisan lempung untuk pelapis tempat pembuangan tailing).

 Pengelolaan (penampungan, pengendalian dan pembuangan) lumpur (untuk pembuanganoverburden yang


berasal dari system penambangan dredging dan semprot).

 Kerusakan bentang lahan dan keruntuhan akibat penambangan bawah tanah.

 Terlepasnya gas methan dari tambang batubara bawah tanah.

2.3 Kerusakan Air Akibat Tambang Batu Bara


Di berbagai Negara, para ilmuwan telah membuktikan bahwa tambang batu bara menyebabkan polusi air.
Secara umum dampak dari air asam tambang (Acid Mine drainage) terutama dari tambang-tambang yang
ditinggalkan, terasa ratusan bahkan ribuan kilometer sungai secara global meliputi :

 Kontaminasi air minum

 Kontaminasi suplai air industry

 Membunuh atau mengganggu pertumbuhan dan reproduksi flora dan fauna air

 Membatasi fungsi sungai dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari

 Menurunkan hasil panen pertanian

 Menurunkan hasil panen perikanan

 Penurunan nilai lahan/[roperti yang berada di sekitar badan air yang tercemar asam tambang.

Air asam tambang terbentuk akibat terpaparnya bebatuan alami saat proses pembukaan tambang. Air
asam terbentuk saat mineral sulfide teroksidasi dan bercampur dengan air. Kualitas air semakin menurun
saat logam-logam berbahaya terlarut di dalamnya dan bebatuan sekitar (Katoris & Kumar.2013)

BAB 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Data Pencemaran Air limbah dan air permukaan

Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil penelitian greenpeace terdapat Sebanyak 29 sampel air
limbah dan air permukaan. Sampel tersebut daiambil pada bulan Juli - Agustus tahun 2014.Sampel terdiri
dari 27 air limbah, 1 sungai kecil dan 1 kolam sumber air. Deskripsi sampel dan juga koordinat titik sampel
dapat dilihat pada tabel di lembar lampiran.
Gambar 2. Peta daerah potensial terkena pencemaran air di Provinsi Kalimantan Selatan (sumber :
greenpeace .2014)

3.2 Hasil Analisi Sampel

Secara umum sebagian besar sampel telah melampaui nilai pembanding yaitu batas baku mutu yang
ditetapkan pemerintah untuk buangan limbah batu bara, dikarenakan tinggainya kadar besi, mangan dan
keasaman yang tinggi (pH dibawah 6):

 22 sampel memiliki pH di bawah 6 , dengan rentang derajat keasaman (pH) antara 4,66 9ID 14007) sampai
dengan dan terendah 2,32 (ID 14029). Pada perairan dengan keasaman rendah, ikan, tanaman dan biota
lain kesulitan untuk berkembang biak dan bertahan hidup.

 17 sampel melewati baku mutu pembanding logam berat Mangan, yaitu pada angka 5,35 mg/l sampai
dengan 40,2 mg?l, dengan konstentrasi tertinggi mencapai 10 kali lipat melampaui baku mutu buang limbah
batu bara (ID 14029)

 7 sampel melewati baku mutu pembanding untuk logam besi yaitu pada angka 9,74 mg/l sampai dengan
280 mg/l, dengan konsentrasi tertinggi mencapai 40 kali lipat (ID 14015)

 Tidak ada batas maksimus (baku mutu limbah batu bara) yang ditetapkan untuk logam lainnya di Indonesia,
namun penting untuk diketahui ditemukannya juga berbagai logam berat seperti Nikel (N) , tembaga (Cu),
Zinc (Zn), Alumunium (Al), Arsenik (Ar), Kromium (cr) kobalt (Co), Mercuri (Hg) dan Vanadium (Vn). Meski
tidak teratur oleh pemerintah , banyak biota air yang sensitive terhadap logam berat, misalnya tembaga
(Cu), terutama dalam bentuk terlarut. Bentuk terlarut menyebabkan logam ini lebih mudah diserap tubuh
mahluk hidup dan merupakan racun bagi berbagai biota akuatik, bahkan dalam keonsentrasi rendah.

 Studi literatur menunjukan, kandungan besi tinggi dapat membahayakan kesehatan manusia, bahkan
bersifat racun. Akumulasi yang berlebihan dalam jangka panjang dapat merusak hati , jantung, pancreas,
pencernaan dan kelenjar endokrin. Sementara untuk logam berat Mangan, paparan melalui jalur kulit dalam
jangka panjang dapat menyebabkan gangguan koordinasi, tremor dan tumor.

 18 dari 29 sampel ditemukan sebagai bocoran/buangan dari kolam penampungan dan bekas lubang
tambang, yang mengalir langsung ke lingkungan saat penyampelan. Sehingga memungkinkan terjadinya
pelanggaran aturan pemerintah yang dibuat untuk melindungi masyarakat dan lingkungan dari aliran bahan
berbahaya.

3.3 Studi Kasus Mendalam

3.3.1 Arutmin

Arutmin adalah konsensi dari Bumi Resources di Kalimantan Selatan , dengan wilayah seluas sekitar
55.600 hektar, perusahaan batubara terbesar di Indonesia. Konsensi Arutmin di distrik Asam-asam, adalah
yang terburuk berdasarkan data yang didapatkan, dengan keadaan lingkungan yang tandus, pohon mati
mongering, kolam libah yang tercemar, dan lubang-lubang tambang yang terbengkalai. Satu sampel (ID
14029) yang diambil dari konsensi Arutmin mengandung kadar pH terendah dari semua sampel yang ada
: pH 2.32. sebagai perbandingan aturan ambang batas kualitas air limbah batubara (Kementerian
Lingkungan Hidup, No.113,2003) menyebutkan bahwa kandungan pH harus diantara 6 hingga 9. Sampel
itu juga mencatat konsentrasi mangan tertinggi: 10 kali lebih tinggi disbanding ambang batas legal untuk
pembuangan yang diizinkan bagi tambang batubara. Di area pengambilan sampel dapat diidentifikasi
dengan jelas jejak-jejak luapan air dari kolam pengendapan.

Gambar 3. Sketsa lokasi keadaan lapangan sampel ID14029 (sumber : greenpeace.2014)


Pada konsesi yang sama tetapi lokasi yang berbeda diidentifikasi rembesan ke anak sungai yang
mengalir ke sungai . Ada resiko air tercemar dari konsesi Arutmin ini berdampak pada penduduk
Desa Salaman. Pada Lokasi lain di konsesi Arutmin (ID 14013) air yang dengan keasaman
rendah (pH 3.43) mengalir tidak saja dari kolam kesatu, kedua , tetapi juga keluar dari kolam
ketiga menuju sebuah aliran air kecil keluar dari kolam pengendapan resmi. Di seberang jalan
terdapat sebuah kolam kuning (ID 14016) dengan keasaman rendah (pH 3.56), kolam ini
berhubungan langsung dengan rawa yang jaraknya 200 m dari sungai. Anak sungai kecil itu
mengalir sejauh 4.7 km ke Sungai Asam – asam.

Gambar 4. Sketsa lokasi keadaan lapangan sampel ID14016 (sumber : greenpeace.2014)

Gambar 5. Pencemaran air oleh tambang batubara konsesi Arutmin (sumber : greenpeace.2014)

3.3.2 Banpu

Pada sampel yang diambil dari lokasi konsesi Banpu dan Jorong Barutama yang merupakan anak
perusahaannya ditemukan kolam asam (ID 14025) yang sudah menyerupai rawa dan tidak terkontrol.
Tambang Banpu memiliki masalah besar terkait air asam tambang. Ditemukan sebuah lubang bekas
tambang sepanjang 2 km (ID 14206) dengan keasaman dan kandungan logam berat mangan yang tinggi,
bila dibandingkan dengan aturan limbah buangan tambang batu bara
Gambar 6. Pencemaran air oleh tambang batubara konsesi Banpu (sumber : greenpeace.2014)

3.3.3 Tanjung Alam Jaya

Tanjung Alam Jaya bukanlah perusahaan besar dalam pertambangan batubara , namun merupakan
konsesi terbesar di Kabupaten Tapin. Hasil pengambilan sampel menunjukan beberpa masalah dimana
terdapat sebuah bekas lubang tambang terbengkalai yang mengandung air asam. Di sekeliling dinding
tanah tambang ditemukan sebuah lubang kecil, bocoran yang mengalir ke sungai kecil milik masyarakat.
Sebelum lubang kecil milik masyarakat pH air sungai adalah 7.45 sedangkan bocoran tersebut memiliki
keasaman dengan pH 3.74 (ID 14004). Sungai kecil tersebut mengalir melewati kebun milik masyarakat
dimana air sungai tersbut digunakan sebagai sumber air untuk tanaman.

Gambar 7. Citra Satelit Pencemaran air oleh tambang sampel ID14025 (sumber : greenpeace.2014)

BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis dari sampel ditemukan bahwa sector pertambangan batubara
membawa ancaman jangka panjang yang serius bagi sumber air di Kalimantan Selatan. Sampel
dikumpulkan dari kola-kolam tambang yang dioperasikan oleh lima konsesi. Berdasarkan perbandingan
dengan standar nasional pembuangan limbah batubara, hasil dari 29 sampel yang diambil oleh adalah
sebagai berikut :

 22 sampel mengandung pH di bawah 6, dengan pH paling rendah adalah 2.32.

 17 sampel melebihi batas mangan hingga 10 kali ambang batas, 7 sampel melebihi batas besi, dengan
konsentrasi tertinggi mencapai 40 kali ambang batas.

Dari data sampel terungkap adanya pembuangan limbah tambang di atas ambang batas yang telah
ditentukan, akibat rembesan dan kebocoran dari kolam pengendapan dan lubang bekas tambang
yang yang terbengkalai. Beberapa lokasi penyimpanan sangat mungkin banjir pada musim penghujan,
melepaskan limbah tambang yang berbahaya ke dalam lingkungan. Analisa citra satelit juga menunjukan
bahwa beberpa pertambangan menempatkan kolam tailing mereka dalam jarak yang dekat dengan badan
air, menimbulkan resiko lebih besar lagi terhadap rembesan bahan berbahaya dan beresiko meluapnya
limbah tambang dalam jumlah besar.

4.2 Saran

 Terkait temuan- temuan dan ancaman besar terhadap kualitas air dan kesehatan masyarakat maka perlu
dilakukan investigasi terbuka dan menyeluruh terhadap tambang-tambang batubara di Kalimantan selatan.
Investigasi ini harus mencakup penelitian dampak lingkungan di dalam dan di luar konsesi termasuk
pencemaran air, pengelolaan air limbah, pemilihan lokasi kolam limbah tambang.

 Untuk melindungi kualitas air dan kesehatan masyarakat perlu diteliti mengenai jarak wilayah konsesi
dengan konservasi hutan dan hulu air dan semua langkah yang memungkiankan harus dilakukan untuk
menghindari adanya pelepasan limbah dari kolam pengendapan tambang.

 Untuk kualitas sumber air yang sudah tercemar perlu dilakukan rehabilitasi untuk mengurangi dampak
pencemaran.
DAFTAR PUSTAKA

Akhmad Sukris Sarmadi.2012. Penerapan hukum berbasis hukum progresif pada pertambangan batubara di
kalimantan selatan. Fakultas Syariah IAIN Antasari Banjarmasin.

Andy, 2008. Refleksi Kecil Lingkungan Kalsel, dalam Walhi Kal-Sel.http://www.walhikalsel.org/content/view/112/9/.

Greenpeace.2014. Tambang batubara meracuni air Kalimantan Selatan.

Kemenkeu. 2012. Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.

Marganingrum, Dyah Dan Rhazista Noviardi. 2010 Pencemaran Air Dan Tanah Di Kawasan Pertambangan
Batubara Di Pt. Berau Coal, Kalimantan Timur. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian
Geoteknologi, Bandung : Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 20 No. 1.

Suprapto, S.J., 2006. Pemanfaatan dan Permasalahan Endapan Mineral Sulfida pada KegiatanPertambangan. Buletin
Sumber Daya Geologi. Vol. 1 No. 2.

Sabtanto, J.S.2007. Reklamasi lahan bekas tambang dan aspek konservasi bahan galian.kelompok program
penelitian konservasi. Pusat sumber daya geologi.

Anda mungkin juga menyukai