Kekuasaan sebagai sebuah senjata yang ampuh untuk mencapai tujuan-tujuan kolektif dan
menjadi sah jika diiringi dengan wewenang. Pemaparan dimana kekuasaan menjamin terlaksananya
kewajiban yang mengikat dalam suatu organisasi kolektif, kewajiban adalah sah jika menyangkut
tujuan kolektif dan pemaksaan melalui sanksi negatif dianggap wajar terlepas dari pelaksananya.
Kekuasaan memiliki sisi positif jika sudah dihubungkan dengan kewenangan (Talcott Parsons).
Legitimasi
Istilah legitimasi (keabsahan) bermula dari konsep pengakuan sah oleh raja atau ratu di zaman
monarki (Michael G. Roskin : 1991). Pada abad pertengahan pengertian legitimasi berkembang selain
sah secara legal juga sah secara psikologis dimana yang diperintah menerima dengan rela suatu
perintah. Namun saat ini lebih dipahami sebagai suatu peraturan yang dibuat pemerintah dan diakui
sah secara hukum memiliki kekuatan mengikat pada rakyat (government’s rule is rightful)
a. Definisi Legitimasi
Legitimasi adalah keyakinan dari anggota bahwa sudah wajar untuk menerima baik dan
mentaati serta memenuhi tuntutan dari penguasa/rezim (David Easton : 1965).
Dasar dari sebuah kewenangan adalah adanya kepercayaan dan agar wewenang dapat
dilaksanakan, maka klaim terhadap legitimasi di haruskan. Elemen kunci sebuah legitimasi
adalah keharusan adanya kepercayaan dan pengakuan dari yang dikuasai (Max Weber
dalam The Anatomy of Legitimacy, Muthiah Alagappa:1995).
Tercapainya tujuan yang sesuai antara nilai yang berlaku di masyarakat dengan kinerja
penguasa menentukan legitimasi dari masyarakat dan bukan terletak pada opini atau
kepercayaan mengenai pamor penguasa. Susunan nilai masyarakat adalah generalisasi dari
berbagai kriteria keinginan, standar evaluasi dan prioritas normatif (Peter Stillman : 1995).
Wewenang yang dijalankan persepsinya disertai hak, penerimaan dari yang dikuasai dan
dilengkapi dengan pengakuan sah secara hukum maka inilah yang disebut sebagai legitimasi yang
merupakan salah satu pondasi utama sebuah pemerintahan. Jika pengakuan wewenang atau otoritas
dari seorang pemimpin menurun maka legitimasinya juga akan menurun dan akan berpengaruh
terhadap kedaulatan negara (Michael G Roskin : 1991). Hal ini akan mengakibatkan pergolakan
dalam suatu negara yang akan melemahkannya dan tidak menutup kemungkinan diperguakan pihak
luar untuk menginvasi negara tersebut. Ketika kekuasaan tersebut diasumsikan sebagai alat mencapai
tujuan bersama yang melibatkan masyarakat banyak maka akan berhubungan erat dengan negara.
Ilmu politik memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan. “Ilmu politik adalah ilmu sosial
yang khusus mempelajari sifat dan tujuan dari negara sejauh negara merupakan organisasi kekuasaan,
beserta sifat dan tujuan dari gejala-gejala kekuasaan lain yang tidak resmi yang dapat mempengaruhi
negara”(Ossip K Fletchteim : 1952).