PENDAHULUAN
1
disosialisasikan juga harus ditanamkan, diajarkan, dibiasakan, dan diterapkan
mulai usia dini. Oleh karenanya, pembentukan karakter harus diselenggarakan
dalam sebuah paket pendidikan karakter yang dilaksanakan oleh lembaga
pendidikan formal, yakni persekolahan. Pendidikan karakter yang
diselenggarakan di sekolah terintegrasi dan berinteraksi dengan berbagai
aktivitas di sekolah. Berikut ini adalah empat ranah penerapan pendidikan
karakter menurut Puskurbuk (Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang
Diknas, Kementerian Pendidikan Nasional sebagai berikut:: (1) pengajaran dan
pembelajaran; (2) pengembangan budaya sekolah; (3) ko – kurikuler dan ekstra
kurikuler; serta (4) kegiatan keseharian di rumah dan masyarakat, (diunduh dari
http://suparlan.com/1318/2013/05/10/praktik-praktik-terbaik-pelaksanaan-
pendidikan-karakter/, diakses pada Kamis,29 November 2018 ).
Pendidikan karakter sebenarnya merupakan wujud tindakan penegasan
karakter bangsa Indonesia yang hakekatnya memang telah dimiliki oleh bangsa
Indonesia, sejak bangsa ini ada. Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah
bertujuan agar nilai-nilai karakter budaya bangsa dapat lebih terinternalisasi
dalam diri insan Indonesia. Setiap lembaga pendidikan memiliki tanggung
jawab besar dalam membangun dan membentuk sumber daya manusia
Indonesia yang tidak hanya unggul dalam bidang akademis, tetapi memiliki
dasar karakter bangsa Indonesia yang luhur.
SMA Negeri 3 Pemalang sebagai lembaga pendidikan tingkat sekolah
menengah kejuruan telah melaksanakan pendidikan karakter yang
termanagemen dengan baik. Pelaksanaan pendidikan karakter di SMA Negeri
3 Pemalang menjadi objek observasi dalam penulisan laporan ini. Dalam
mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan karakter di SMA Negeri 3 Pemalang,
penulis menggunakan metode observasi, dokumentasi, dan wawancara.
Tujuannya, untuk menjaring informasi yang dibutuhkan mengenai pelaksanaan
pendidikan karakter di SMA Negeri 3 Pemalang.
2
B. Kegiatan Pengumpulan Data
Memotret pelaksanaan pendidikan karakter di SMA Negeri 3
Pemalang, akan lebih menarik manakala dalam mengumpulkan data yang
relevan, dilakukan dengan menggunakan beberapa metode pengumpulan data.
Dalam hal ini dilakukan beberapa kegiatan pengumpulan data, antara lain
observasi, dokumentasi, serta wawancara mengenai pelaksanaan pendidikan
karakter di SMK Negeri Wonosari.
Meskipun menggunakan tiga jenis matode pengumpulan data, namun
kegiatan pengumpulan data yang utama, ditekankan pada pelaksanaan
observasi. Metode dokumentasi dan wawancara, oleh observer ditempatkan
sebagai bagian dari kegiatan observasi. Berikut adalah penjelasan keduanya
dalam visualisasi skema, antara lain:
3
Istilah observasi berasal dan bahasa Latin yang berarti ”melihat” dan
“memperhatikan”. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan
secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan
hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Pada dasarnya observasi
bertujuan untuk mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas
yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna
kejadian dilihat dan perspektif subjek yang terlibat dalam kejadian yang diamati
tersebut. Deskripsi harus kuat, faktual, sekaligus teliti tanpa harus dipenuhi
berbagai hal yang tidak relevan (Diunduh dari http://dunia-
penelitian.blogspot.com/2011/11/pengertian-dan-penggunaan-teknik.html,
diakses pada Kamis, 29 November 2018).
Berangkat dari konsep tersebut, dalam mendeskripsikan hasil kegiatan
observasi pelaksanaan pendidikan karakter di SMA Negeri 3 Pemalang,
diungkapkan secara detail dan sesuai dengan kenyataan yang terjadi dalam
setting observasi. Dalam kegiatan pengumpulan data, juga dilakukan kegiatan
dokumentasi. Kegiatan dokumentasi yang dilakukan meliputi penelusuran
dokumen berupa berkas-berkas yang relevan dengan pelaksanaan pendidikan
karakter di SMA Negeri 3 Pemalang, serta dengan mengambil beberapa foto
yang relevan dengan pelaksanaan pendidikan karakter di SMA Negeri 3
Pemalang.
Pengumpulan data dengan wawancara, dilakukan disela-sela kegiatan
observasi dan dokumentasi. Wawancara yang dilakukan merupakan wawancara
non formal dan tidak menggunakan pedoman wawancara. Wawancara hanya
sebatas perbincangan ringan antara penulis dengan warga sekolah. Dalam hal
ini adalah guru mata pelajaran Sejarah SMA Negeri 3 Pemalang. Pelaksanaan
kegiatan wawancara yang dilakukan berbeda dengan wawancara pada sebuah
penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan suatu fenomena sosial
tertentu, sehingga tidak menuntut dilakukan kegiatan wawancara yang
sistematis dan terencana. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa teknik
4
pengumpulan data utama adalah dengan melakukan observasi, sedangkan
kegiatan dokumentasi dan wawancara merupakan bagian dari teknik observasi
itu sendiri.
C. Tujuan Observasi
Kegiatan observasi ini bertujuan untuk melakukan pengamatan
pelaksanaan pendidikan karakter di SMA Negeri 3 Pemalang dan
mendeskripsikan hasil observasi yang dilakukan. Pelaksanaan observasi
dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama, yakni pada semester genap
tahun ajaran 2012/ 2013, tetapi tidak pula meninggalkan informasi-informasi
mengenai pelaksanaan pendidikan karakter pada periode sebelumya, karena
pada dasarnya pendidikan karakter di SMA Negeri 3 Pemalang telah dilakukan
sejak sekolah ini didirikan. Observer juga berkeyakinan bahwa hal serupa juga
telah dilakukan sekolah-sekolah yang lain sejak lama sebelum istilah
pendidikan karakter ini muncul dan melembaga.
5
hanya pada beberapa kegiatan sosial dengan porsi partisipasi secara minimal
(surface participant).
Observer juga merupakan guru di SMA Negeri 3 Pemalang, sehingga
isi laporan ini akan memuat pula pengalaman observer sebagai pendidik di
SMA Negeri 3 Pemalang. Observer juga memberanikan diri untuk menuliskan
pandangan observer sebagai seorang pendidik di SMA Negeri 3 Pemalang.
Pandangan tersebut akan membahas bagaimana pendapat observer mengenai
pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah pada umumnya. Observer sangat
menyadari minimnya pengetahuan dan pengalaman observer sebagai seorang
pendidik, namun demikian belajar tidak sebatas menerima ilmu dari berbagai
sumber, namun harus pula mampu memberikan pemikiran walau hanya sedikit
dan sebatas kemampuan yang dimiliki. Berbeda dengan penyusunan laporan
yang murni menggambarkan situasi sosial yang hanya bersumber dari hasil
observasi saja. Ini dilakukan karena observer menyadari bahwa posisi observer
sebagai pendidik di SMA Negeri 3 Pemalang juga memiliki andil dan pengaruh
terhadap pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah tercinta.
Observasi ini bertempat di SMA Negeri 3 Pemalang, sehingga
pengamatan hanya dapat dilakukan pada tiga ranah penerapan pendidikan
karakter, yakni: (1) pengajaran dan pembelajaran; (2) pengembangan budaya
sekolah; dan (3) ko – kurikuler dan ekstra kurikuler. Dalam pelaksanaan
pendidikan karakter di sekolah, terdapat delapan belas karakter yang harus
dimiliki oleh siswa. Adapun delapan belas karakter yang harus dimiliki oleh
siswa adalah sebagai berikut:
1. Religius : sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup
rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur : Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan.
6
3. Toleransi : Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,
etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin : Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras : Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif : Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau
hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri : Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas-tugas
8. Demokratis : Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak
dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya,
dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan: Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air : Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi: Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/Komunikatif: Tindakan yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai : Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
7
15. Gemar Membaca: Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan
upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli Sosial : Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada
orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung-jawab : Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang
Maha Esa.
Delapan belas karakter tersebut dapat diidentifikasi dari keseharian
kegiatan dan situasi yang berlangsung di SMA Negeri 3 Pemalang yang
melibatkan seluruh warga sekolah.
8
BAB II
PEMBAHASAN
9
15. Dilarang berjudi.Dilarang berbuat asusila.
16. Tidak melakukan sesuatu yang dilarang agama, Negara, dan masyarakat.
Segala bentuk pelanggaran tata tertib ini dikenai sanksi sesuai dengan
pedoman yang berlaku. Sanksi tersebut antara lain:
1. Teguran lisan.
2. Melaksanakan kompensasi (fisik / non fisik) dan atau diberi skor.
3. Membuat Surat Pernyataan I, II, dan atau III.
4. Dikeluarkan dari sekolah.
Sistem skoring telah diterapkan oleh semua sekolah. Hanya saja dalam
pelaksanaan ketegasan skoring tiap sekolah tentu berbeda-beda, ada sekolah yang
menjalankan aturan penskoran secara longgar bahkan ada yang sangat kaku. Pada
dasarnya aturan penskoran terhadap pelanggaran-pelanggaran peraturan sekolah
yang dilakukan oleh peserta didik memiliki tujuan yang sama. Tujuannya adalah
agar tercipta situasi sekolah yang kondusif dan demi keberhasilan peserta didik
sampai dinyatakan lulus dari lembaga pendidikan tempat ia bersekolah.
Di SMA Negeri 3 Pemalang, aturan penskoran dilakukan oleh bagian
Kesiswaan dengan Bimbingan Konseling. Berikut adalah pedoman skor
pelanggaran tata tertib siswa:
BOBOT
JENIS PELANGGARAN
SKOR
A. KETERTIBAN DAN KEHADIRAN
1. Terlambat masuk jam pertama 5
4. Alpa 8
6. Membolos 15
10
7. Tidak masuk kegiatan ekstra kurikule tanpa keterangan 8
a. Diberi skor
b. Disita di kesiswaan selama 3 bulan, hanya boleh
diambil oleh orang tua
c. Pelanggaran berikutnya, HP disita selama 6 bulan,
diambil oleh orang tua
d. Pelanggaran berikutnya, HP disita selama 1 tahun,
diambil oleh orang tua
10. Tidak mematikan dan tidak menuntun motor di 5
lingkungan sekolah
11
8. Memakai jaket / sweeter kecuali karena sakit 5
C. KEPRIBADIAN
1. Berhias dan mengenakan perhiasan berlebih bagi siswa
5
putrid
5. Ranbut dicat 10
9. Mencuri 100
10. Menipu 50
10
13. Berjudi 50
12
14. Menerobos pagar sekolah (masuk / keluar kampus) 25
D. MEROKOK
1. Membawa pokok di sekolah 30
13
H. BERKELAHI / TAWURAN
1. Menjadi provokator perkelahian 75
I. INTIMIDASI / ANCAMAN
1. Mengintimidasi / mengancam kepala sekolah, guru, 80
pegawai
K. SANKSI DIKELUARKAN
1. Siswa yang terlibat dalam pelanggaran kamtibmas dan sampai
berurusan dengan pihak berwajib
14
Siswa yang melanggar tata tertib sekolah diberi skor berdasarkan
pedoman penskoran di atas. Pelanggaran tersebut dicatat pada lembar kasus pada
file rekaman siswa, dan didampingi sesuai dengan prosedur pendampingan.
Penskoran terhadap pelanggaran atau kasus siswa diberikan dengan bobot dari 1
sampai 100. Apabila terdapat siswa yang melanggar tata tertib lebih dari satu
pelanggaran maka skor yang diambil adalah skor tertinggi diantara pelanggaran
yang dilakukan. Perolehan skor pelanggaran tata tertib ini akan ditindaklanjuti oleh
bagian kesiswaan. Berikut adalah tindakan yang diambil manakala skor
pelanggaran mencapai pada skor tertentu:
SKOR TINDAKAN
15
100 Penyelesaian maslahnya melalui konferensi kasus pelanggaran tata
tertib, dengan menghasilkan keputusan sebagai berikut:
16
4. Berhasil meraih juara pertama pada perlombaan tingkat 25
propinsi
17
lingkungan sekolah harus mendukung agar suasana demikian tercipta secara
mantap dan berkelanjutan.
Mengamati pelaksanaan pendidikan karakter di SMA Negeri 3 Pemalang,
dapat dilihat mulai dari jam masuk sekolah hingga seluruh kegiatan sekolah dalam
satu hari berakhir. Deskripsi mengenai pelaksanaan pendidikan karakter di SMA
Negeri 3 Pemalang akan dijabarkan dengan menggunakan foto-foto yang
dihasilkan selama observasi berlangsung, berikut penjelasannya. Ini dimaksudkan
untuk memudahkan observer dalam mendeskripsikan hasil pengamatan, serta
memberikan visualisasi yang jelas mengenai pelaksanaan pendidikan karakter di
SMA Negeri 3 Pemalang secara gamblang pada pembaca.
Nemun demikian tidak semua aktivitas yang menunjukkan adanya
pendidikan karakter didalamnya dapat terabadikan semua dalam foto-foto,
sehingga deskripsi secara naratif tetap diperlukan untuk mengungkapakan
bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter di SMA Negeri 3 Pemalang.
Pelaksanaan pendidikan karakter di SMA Negeri 3 Pemalang, sebagaimana telah
disebutkan pada Bab I, telah diselenggarakan secara termanagemen. Sebagai
contoh, setiap hari Senin dan Kamis, OSIS mengkoordinir murid dari berbagai
kelas, secara bergiliran untuk bertugas menyebrangkan siapa pun yang hendak
masuk ke lingkungan sekolah pada pagi hari. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada
pukul 06.15 sampai pukul 07.00 saat bel masuk sekolah. Program ini telah berjalan
sekian lama dan bekerja sama dengan petugas polisi yang setiap hari ditempatkan
di sekolah untuk tugas yang sama. Disini penanaman karakter seperti kedisiplinan,
peduli sosial, dan rasa tanggung jawab sangat kental dilakukan.
Pada hari senin, selalu dilaksanakan upacara bendera yang dimulai pada
pukul 07.00. Pada jam tersebut pintu gerbang akan ditutup hingga prosesi upacara
bendera selesai. Siapapun yang hendak memasuki lingkungan sekolah tidak
diperkenankan, bahkan guru maupun karyawan sekalipun. Akibatnya guru,
karyawan, maupun murid yang terlambat akan ‘terkunci’ diluar dan baru bisa
18
memasuki sekolah setelah pintu gerbang utama dibuka kembali oleh petugas
keamanan (satpam) sekolah.
Bagi guru dan karyawan hal ini akan sangat merepotkan karena selain
keterlambatan presensi akan terekam oleh mesin presensi, juga akan
mengakibatkan yang bersangkutan merasa malu. Mesin presensi di SMA Negeri 3
Pemalang menggunakan mesin presensi scanner wajah, sehingga presensi hanya
bisa dilakukan oleh guru atau karyawan yang bersangkutan atau dengan kata lain
tidak dapat ‘diwakilkan’. Imbasnya adalah berkurangnya jumlah jam kerja, yang
diwajibkan bagi giru dan karyawan PNS harus memenuhi 37,5 jam. Ini menjadikan
guru dan karyawan termotivasi untuk hadir tepat waktu. Meski diakui pula, bahwa
hal ini tidak jarang menimbulkan keluhan dari berbagai pihak, namun semua
menyadari bahwa konsekuensi dari sesuatu pastilah ada.
Setiap awal bulan, guru dan karyawan akan menerima lembar kehadiran.
Lembar kehadiran ini berisi daftar presensi dan absensi guru maupun karyawan
yang bersangkutan. Dalam lembar tersebut memuat jam masuk dan jam pulang
kerja setiap harinya, jumlah jam kerja dalam satu bulan yang dirinci per harinya.
Oleh pihak sekolah, ini diklaim sebagai cara untuk guru maupun karyawan agar
mengetahui jumlah jam kerja yang sudah dilalui per minggunya, apakah sudah
memenuhi atau belum memenuhi 37,5 jam dari yang diwjibkan. Selain disadari
pula bahwa ini merupakan upaya sekolah untuk mendorong kedisiplinan dan
konsistensi kehadiran guru dan karyawan.
Rutinitas warga sekolah dapat diamati di berbagai tempat di lingkungan
sekolah. Salah satunya adalah di perpustakaan. Fasilitas yang tersedia di
perpustakaan SMA Negeri 3 Pemalang bisa dikatakan cukup memadai. Selain
dapat membaca koleksi buku-buku yang ada, siswa dapat mengakses internet, dan
menggunakan beberapa fasilitas lain seperti ‘sudut santai’ yang sering kali
digunakan oleh warha sekolah untuk browsing internet, membaca buku, pertemuan
klub-klub ekstra kurikuler, atau sekedar duduk bersantai.
19
Pelaksanaan pendidikan karakter, tidak semata-mata tercermin dari
kegiatan akademis yang diselenggarakan oleh sekolah sebagai bagian dari
pelaksanaan kurikulum saja. Akan tetapi pendidikan karakter meliputi semua hal
yang mana dalam setiap kegiatan maupun tindakan warga sekolah mengandung
unsur-unsur nilai didalamnya. Dalam contoh yang sederhana, bahkan pertemuan
antara guru dengan murid pun memiliki makna pendidikan karakter. Dalam
pertemuan tersebut, apakan hanya sekadar berpapasan atau dalam kegiatan yang
bersifat lebih formal seperti pembelajaran maka akan tersirat sikap yang dapat
dinilai dan mengandung suatu arti. Apakah guru da peserta didik bersikap ramah,
santun, komunikatif, bersahabat dan sebaliknya.
Iklim dan suasana kondusif dapat terjadi manakala situasi tersebut
memang diupayakan atau sengaja diciptakan. Suasana kondusif tidak ada dengan
sendirinya, tanpa ada upaya dari semua pihak untuk bersama-sama meraih tujuan
mulia.
20
dalam pola keseharian semua warga sekolah. Di lingkungan sekolah, setiap orang
dewasa sangat dimungkinkan dianggap dan ditempatkan sebagai role model oleh
peserta didik. Menjadi seorang teladan tentu merupakan tanggung jawab moral
yang berat, karena tidak ada manusia yang serba sempurna. Demikian halnya
seorang pendidik. Menjadi seorang teladan bukan masalah pilihan atau bukan
pilihan, tetapi berprofesi sebagai seorang guru, akan secara otomatis menjadikan
guru mau tidak mau dijadikan sebagai teladan, terutama bagi murid-muridnya.
Hal ini menuntut guru untuk bersikap profesional. Penanaman pendidikan
karakter oleh guru, selain dapat diintegrasikan melalui penyelenggaraan
pembelajaran di kelas, juga dapat diinteraksikan dengan profesionalisme guru
dalam mengemban amanah sebagai seorang pendidik. Kedisiplinan, kejujuran,
ketegasan, kemampuan akademis merupakan aspek-aspek yang ternyata sangat
diperhatikan oleh banyak pihak, terutama peserta didik. Tidak berlebihan rasanya
jika guru seringkali medapatkan tanggapan yang beragam dari peserta didiknya.
Baik yang menyatakan kritik maupun memperoleh kepercayaan dari peserta didik
sebagai seorang guru yang professional dan berkualitas.
Pendidikan karakter yang terintegrasi dan terinteraksi dalam setiap aspek
dan kegiatan yang berada di lingkungan sekolah akan lebih terjamin
pelaksanaannya manakala diselenggarakan oleh sekolah secara rapi atau
termanagemen. Managemen pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah
merupakan kerja bersama, sehingga harus melibatkan secara aktif semua warga
sekolah, agar tercipta atmosfer kehidupan kampus yang erat dengan nilai-nilai
karakter bangsa. Bila hal ini dapat dilaksanakan, tidak menutup kemungkinan
nilai-nilai karakter bangsa mampu terinternalisasi dalam diri setiap peserta didik.
21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setiap lembaga pendidikan diwajibkan untuk melaksanakan
pendidikan karakter bagi peserta didiknya. Merebaknya degradasi moralitas
bangsa menjadikan pendidikan sekali lagi dituding belum mampu menjalankan
fungsinya untuk menghasilkan generasi penerus bangsa yang tidak hanya cakap
secara kemampuan akademis dan keterampilan saja, namun juga memiliki
sikap dan karakter yang cakap. Menanamkan nilai-nilai karakter bangsa yang
luhur bukanlah sebuah langkah instan yang mudah dilakukan dan hasilnya
langsung dapat dilihat.
Semua elemen bangsa tentunya memiliki kewajiban yang sama dalam
hal penanaman karakter bangsa pada generasi penerus bangsa. Namun lembaga
pendidikan memang memiliki porsi dan tanggung jawab yang besar agar usaha
tersebut dapat menuai hasil yang diharapkan. Oleh karenanya pelaksanaan
pendidikan karakter di sekolah-sekolah yang saat ini sangat gencar
dilaksanakan senantiasa membutuhkan pemikiran-pemikiran mutakhir.
Tujuannya agar pelaksanaan pendidikan karakter terutama di kalangan pelajar
dapat dilakukan secara optimal, lebih terarah, dan lebih termanagemen.
Sudah saatnya pelaksanaan pendidikan karakter di lingkungan sekolah
menjadi bagian dalam rencana kerja yang tidak hanya merambah pada bidang
kurikulum tetapi pada upaya menciptakan iklim penanaman nilai-nilai yang
terintegrasikan dengan rutinitas kehidupan sekolah. Dalam rutinitas ini
pendidikan karakter dapat disisipkan secara sistematis dan melembaga, agar
jaminan pelaksanaannya lebih nyata di lapangan.
Tata tertib siswa sebagai salah satu instrument pelaksanaan pendidikan
karakter di sekolah dijalankan secara tegas namun tetap proporsional.
Sebagaimana yang terjadi di SMA Negeri 3 Pemalang. Sudut pandang
22
mengenai pendidikan karakter dari aspek pelaksanaan tata tertib di sekolah,
tidak menjadikan hal ini sebagai pembatas bagi kreatifitas siswa. Banyak
kegiatan di luar pembelajaran yang juga memiliki andil bagi penanaman
karakter peserta didik. Intinya, seluruh kegiatan yang terjadi dan diseleggarakan
di lingkungan sekolah merupakan ‘saluran’ bagi pelaksanaan pendidikan
karakter itu sendiri.
B. Saran
Setiap pendidik maupun pemerhati pendidikan memiliki peranan
penting dalam upaya penanaman karakter bangsa, terutama ditengah-tengah
peserta didik. Usaha tersebut terlampau berat manakala harus dilakukan sendiri
oelh seorang pendidik. Oleh karena itu, segenap pendidik dan pemerhati
pendidikan perlu secara bersama-sama saling mendukung upaya penanaman
karakter bangsa di kalangan peserta didik. Sudah menjadi kewajiban moral bagi
siapaun untuk menularkan nilai-nilai luhur agar dapat teraplikasi dalam
kehidupan sehari-hari. Harapannya, pendidikan karakter yang dimulai dari
lingkungan keluarga, maka akan ditambah dan diperkuat melalui sekolah
sebagai lembaga pendidikan formal. Modal membangun dan memajukan
bangsa tidaklah cukup dengan berbekal pengetahuan saja. Menjadi insan yang
berkepribadian mantap dan memiliki karakter yang kuat merupakan asset utama
dalam pembangunan dan kemajuan bangsa. Krisis degradasi moral akan terus
berlanjut, tetapi upaya-upaya untuk mencegah dan mengatasinya pun tidak
akan pernah berhenti. Salah satunya dalah dengan pelaksanaan pendidikan
karakter bangsa yang luhur.
23
DAFTAR PUSTAKA
24