Anda di halaman 1dari 16

RANGKUMAN MATERI

PENDEKATAN ETNOGRAFI DAN CONTOH RISET

Oleh :
Ikbar Luqyana 041914253018
Elysabet Christy 041914253020
Nur Afiqoh Sari 041914253022

Kelompok 6
Kelas A2M

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
PENDEKATAN ETNOGRAFI

Etnografi berangkat dari tradisi sosiocultural. Entografi baru dan etnografi klasik
adalah hal yang berbeda. Munculnya etnografi baru adalah merupakan kritik atas etnografi
klasik yang terpengaruhi oleh kolonialisme. Keengganan peneliti menjadi bagian dari
objek yang diteliti menjadi hal yang cukup mengganggu bagi para etnografer baru. Selain
itu etnografi baru juga masuk dalam bagian paradigm intepretif, dimana peneliti
mempunyai hak melakukan penafsiran terhadap fenomena yang diteliti. Seperti yang
dijelaskan di atas bahwa etnografi merupakan studi yang mengamati sebuah budaya atau
kelompok yang mempunyai perilaku, pola dan pikiran yang sama. Etnografi merupakan
suatu metode penelitian ilmu sosial. Penelitian ini sangat percaya pada ketertutupan,
pengalaman pribadi,dan partisipasi yang mungkin, tidak hanya pengamatan, oleh para
peneliti yang terlatih dalam seni etnografi. Para etnografer ini sering bekerja dalam tim
yang multidisipliner. Di mana titik fokus penelitiannya dapat meliputi studi intensif
budaya dan bahasa, bidang atau domain tunggal, ataupun gabungan metode historis,
observasi, dan wawancara.
Etnografi adalah strategi penyelidikan di mana peneliti mempelajari kelompok
budaya yang utuh dalam pengaturan alami selama periode waktu yang lama dengan
mengumpulkan, terutama, data observasi dan wawancara (Creswell, 2014). Dalam situasi
ini, peneliti berusaha untuk menetapkan makna suatu fenomena dari pandangan peserta. Ini
berarti mengidentifikasi kelompok berbagi budaya dan mempelajari bagaimana
mengembangkan pola perilaku bersama dari waktu ke waktu (yaitu, etnografi). Salah satu
elemen kunci dari pengumpulan data dengan cara ini adalah untuk mengamati perilaku
peserta dengan terlibat dalam kegiatan mereka.
Creswell (2014) menjelaskan bahwa ethnography is a qualitative design in which
the researcher describes and interprets the shared and learned patterns of values,
behaviors, beliefs, and language of a culture-sharing group. As both a process and an
outcome of research (Agar, 1980), ethnography is a way of studying a culture-sharing
group as well as the final, written product of that research.yang berarti penelitian etnografi
merupakan sebuah penelitian kualitatif dimana seorang peneliti menguraikan dan
menafsirkan pola bersama dan belajar nilai-nilai, perilaku, keyakinan, dan bahasa dari
berbagai kelompok. Baik sebagai proses dan hasil penelitian, etnografi adalah sebuah cara
belajar kelompok pada suatu budaya baik sebagai akhir, dalam hasil penulisan penelitian.
Dari definisi di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian etnografi adalah
sebuah penelitian kualitatif yang berfokus pada makna sosiologi dengan menggambarkan,
menganalisa dan memberi penafsiran dari sebuah pola budaya tertentu
Asumsi Dasar Penelitian Etnografi
Karena cakupan penelitian etnografi yang bersumber pada budaya dan observasi
serta melakukan wawancara merupakan standar dasar pada penelitian etnografi maka perlu
kiranya dikembangkan beberapa asumsi yang menjadi dasar utama peneliti sebelum
melakukan peneliti. Beberapa asumsi dasar penelitian etnografi adalah:
1. Etnografi mengasumsikan kepentingan penelitian yang prinsip utamanya
dipengaruhi oleh pemahaman kultural masyarakat.
2. Penelitian etnografi mengasumsikan suatu kemampuan mengidentifikasi masyarakat
yang relevan dengan kepentingannya.
3. Dengan penelitian etnografi peneliti diasumsikan mampu memahami kelebihan
kultural dari masyarakat yang diteliti, meguasai bahasa atau jargon teknis dari
kebudayaan tersebut dan memiliki temuan yang didasarkan pada pengetahuan
komprehensif dari budaya tersebut.
Prinsip-Prinsip Metodologi Penelitian Etnografi
Penelitian etnografi merupakan penelitian terperinci yang dapat menggambarkan
suatu kegiatan, kejadian yang biasa terjadi sehari-hari pada suatu komunitas tertentu. Ini
merupakan dasar kekuatan penelitian etnografi yang memberikan gambaran utuh tentang
apa yang terjadi di lapangan. Berbeda halnya dengan penelitian kuantitatif yang
menangkap kebenaran hakikat perilaku sosial di masyarakat dengan sandaran studi latar
artifisial atau pada apa yang dikatakan orang bukan melihat dan terjun secara langsung
mempelajari apa yang dilakukan oleh obyek penelitian tersebut.
Karakteristik Penelitian Etnografi
Creswell dalam bukunya menyebutkan beberapa karakter penelitian etnografi
diantaranya:
a. Cultural theme: Merupakan suatu budaya yang terimplementasikan atau
tergambarkan pada suatu grup atau komunitas tertentu
b. A Culture –sharing group: merupakan penelitian yang dapat dilaksanakan pada 2
orang atau lebih yang memiliki kesamaan sikap, perilaku dan bahasa.
c. Fieldwork: Dalam penelitian etnografi Fieldwork bermakna tempat dimana
peneliti dapat menggabungkan data pada seting tempat dan lokasi yang dapat
dipelajari .
d. Description in etnography: Merupakan gambaran terperinci dari obyek yang
dilakukan penelitian.
e. A Context: merupakan seting tempat, situasi atau lingkungan yang melingkupi
kelompok budaya yang dipelajari.
f. Researcher Reflexivity: Mengacu pada sebuah kondisi dimana seorang peneliti
dalam kondisi yang sadar dan terbuka atas perannya sebagai peneliti yang
dengannya dapat timbul rasa saling mempercayai antara peneliti dan obyek yang
ditelitinya.
Jenis – Jenis Penelitian Etnografi
Menurut Creswell, para ahli banyak menyatakan mengenai beragam jenis
penelitian etnografi, namun Creswell sendiri membedakannya menjadi 2 bentuk yang
paling popular yaitu Etnografi realis dan etnografi kritis.
a. Etnografi realis
Etnografi realis mengemukakan suatu kondisi objektif suatu kelompok dan
laporannya biasa ditulis dalam bentuk sudut pandang sebagai orang ke -3. Seorang
etnografi realis menggambarkan fakta detail dan melaporlan apa yang diamati dandidengar
dari partisipan kelompok dengan mempertahankan objektivitas peneliti
b. Etnografi kritis
Dewasa ini populer juga etnograi kritis. Pendekatan etnografi kritis ini penelitian
yang mencoba merespon isu-isu sosial yang sedang berlangsung.misalnya dalam masalah
jender/emansipasi, kekuasaan, status quo, ketidaksamaan hak, pemerataan dan sebagainya.
Jenis-jenis etnografi lainnya:
 Etnografi Konfensional: laporan mengenai pengalaman pekerjaan lapangan yang
dilakukan etnografer
 Autoetnografi: refleksi dari seseorang mengenai konteks budayanya sendiri
 Mikroetnografi: studi yang memfokuskan pada aspek khusus dari latar dan
kelompok budaya
 Etnografi feminis: studi mengenai perempuan dalam praktek budaya yang yang
merasakan pengekangan akan hak-haknya.
 Etnografi postmodern: suatu etnografi yang ditulis untuk menyatakan
keprihatinan mengenai masalah-masalah sosial terutama mengenai kelompok
marginal.
 Studi kasus etnografi: analisis kasus dari seseorang, kejadian, kegiatan dalam
perspektif budaya.
Prosedur Penelitian Etnografi
Menurut Creswell (2014), walau tidak ada satu cara saja dalam menititi etnografi
namum secara umum prosedur penelitian etografi adalah sbb:
a. Menentukan apakah masalah penelitian ini adalah paling cocok didekati dengan
studi etnogafi. Seperti telah kita bahas sebelumnya bahwa etnografi
menggambarkan suatu kelompok budaya dengan mengekloprasi kepercayaan,
bahasa dan perilaku (etnografi realis); atau juga mengkritisi isu-isu mengenai
kekuasaan, perlawanan dan dominansi (etnografi kritis).
b. Mengidentifikasi dan menentukan lokasi dari kelompok budaya yang akan diteliti.
Kelompok sebaiknya gabungan orang-orang yang telah bersama dalam waktu yang
panjang karena disini yang akan diteliti adalah pola perilaku, pikiran dan
kepercayaan yang dianut secara bersama.
c. Pilihlah tema kultural atau isu yang yang akan dipelajari dari suatu kelompok. Hal
ini melibatkan analisis dari kelompok budaya.
d. Tentukan tipe etnografi yang cocok digunakan untuk memlajari konsep budaya
tersebut. Apakah etnografi realis ataukah etnografi kritis.
e. Kumpulkan informasi dari lapangan mengenai kehidupan kelompok tersebut. Data
yang dikumpulkan bisa berupa pengamatan, pengukuran, survei, wawancara,
analisa konten, audiovisual,pemetaan dan penelitian jaringan. Setelah data
terkumpul data tersebut dipilah-pilah dan dianalisa.
f. Yang terahir tentunya tulisan tentang gambaran atau potret menyeluruh dari
kelompok budaya tersebut baik dari sudut pandang partisipan maupun dari sudut
pandang peneliti itu sendiri.
Siklus penelitian etnografi
1) Pemilihan suatu proyek etnografi
Siklus dimulai dengan pemilihan suatu proyek etnografi kemudian peneliti
etnografi mempertimbangkan ruang lingkup dari penyelidikan mereka.
2) Pengajuan pertanyaan etnografi
Dalam sebuah etnografi seseorang dapat mengajukan sub-sub pertanyaan yang
berhubungan dengan:
a) suatu deskripsi tentang konteks,
b) analisis tentang tema-tema utama, dan
c) interpretasi perilaku cultural.
3) Pengumpulan data etnografi
Cara pengumpulan data adalah denngan cara observasi partisipan, anda akan
mengamati aktivitas orang, karakteristik fisik situasin social, dan apa yang akan
menjadi bagian dari tempat kejadian selama pelaksanaan pekerjaan lapangan,
apakah seseorang mempelajari sebuah desa suku tertentu untuk satu tahun atau
pramugari pesawat udara untuk beberapa bulan, jenis observasi akan berubah.
4) Pembuatan Rekaman Etnografi
Tahap ini mencakup pengambilan cacatan lapangan, pengambilan foto, pembuatan
peta, dan penggunaan cara-cara lain untuk merekam observasi anda.
5) Analisis data Etnografi
Terdapat Empat Jenis Analisis:
a) Analisis domain: Memperoleh gambaran umum dan menyeluruh dari
objek penelitianatau situasi social.
b) Analisis Taksonomi: Menjabarkan domain-domain yang dipilih menjadi
lebih rinci untuk mengetahui struktur internalnya.
c) Analisis komponensial: Mencari ciri spesifik pada setiap struktur internal
dengan cara mengontraskan antarelemen.
d) Analisis tema budaya: Mencari hubungan di antara domain dan hubungan
dengan keseluruhan, yang selanjutnya dinyatakan ke dalam tema-tema
sesuai dengan fokus dan subfokus penelitian.
6) Penulisan sebuah Etnografi
Penulisan sebuah etnografi memaksa penyelidik ke dalam suatu jenis analisis yang
lebih intensif. Peneliti etnografi hanya dapat merencanakan dari awal perjalanan
penyeledikan mereka kedalam pegertian yang paling umum.

Source :
Creswell, J. W. (2014). RESEARCH DESIGN : Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches. In: SAGE Publications Inc.
Review Jurnal Etnografi

Judul : Budaya Cari Untung Sebagai Pemicu Terjadinya Fraud: Sebuah Studi Etnografi
Penulis : Dewi Syahrina, Gugus Irianto, Yeney Widya Prihatiningtyas
Publisher : Assets: Jurnal Akuntansi dan Pendidikan
Vol. 6, No. 1. Hlmn. 73-84
p-ISSN : 2302-6251, e-ISSN : 2477-4995
Latar Belakang
Tindakan fraud pada instansi pemerintah merupakan fenomena yang sangat umum.
Tindakan ini seolah-olah telah membudaya dan tidak bisa dihilangkan. ACFE, dalam
laporannya yang bertajuk Report to The Nation, melakukan pemeringkatan terhadap
tindakan fraud yang paling banyak ditemukan pada berbagai sektor. Hasil laporannya pada
tahun 2016 mengungkapkan bahwa fraud pada sektor pemerintahan berada pada urutan
kedua, setelah sektor perbankan dan pelayanan keuangan.
Berbagai upaya untuk menangani kasus-kasus yang merugikan negara telah
dilakukan pemerintah melalui keberadaan lembaga-lembaga penegak hukum seperti KPK,
Kejaksaan, dan Kepolisian RI. Upaya-upaya pencegahan pun telah dilakukan di antaranya
dengan diwajibkannya setiap instansi pemerintah untuk memiliki tim SPI, dibangunnya
berbagai sistem elektronik guna menunjang proses transparansi dan akuntabilitas
penyelenggaraan kegiatan pemerintah, serta pembayaran tunjangan kinerja yang dilakukan
sebagai upaya untuk meningkatkan penghasilan dan membangkitkan gairah bekerja para
pegawai pemerintah.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan sebuah upaya untuk mengungkap budaya pemicu
terjadinya fraud. Oleh karena itu, pendekatan interpretif dengan metode etnografi ala
Spradley dianggap sebagai pijakan yang paling tepat untuk mengungkap budaya pemicu
tersebut. Strategi penulisan etnografi menurut Spradley ini terdiri atas lima prinsip, yakni
menyarankan peneliti untuk memilih teknik pengumpulan data, mengenali langkah-
langkah penelitian, menjalankan setiap langkah secara berurutan, melakukan praktik
penelitian secara orisinil, dan memberikan pemecahan masalah sebagai bentuk tanggung
jawab social.
Penelitian dilakukan pada salah satu instansi pemerintah di daerah, pada provinsi
ABC. Informan kunci ditetapkan berdasarkan kriteria yaitu mereka yang memahami
konteks objek penelitian yang dapat dilihat dari lamanya informan tersebut berada pada
budaya tersebut, memiliki keterlibatan dalam keseharian komunitas yang diteliti,
menggunakan bahasa asli sendiri dalam menyampaikan informasi, memiliki waktu yang
cukup untuk mengikuti serangkaian penelitian etnografi, dan bahwa informan bukanlah
seorang analis, melainkan seseorang yang memahami dan mengerti teks dan konteks yang
diteliti. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara, yaitu wawancara mendalam,
observasi partisipasi, dan dokumentasi. Teknik analisis dilakukan melalui empat tahap
sesuai dengan alur penelitian maju bertahap ala Spradley, yaitu (1) analisis domain (2)
analisis taksonomi, (3) analisis komponensial, dan (4) analisis tema budaya. Proses analisis
data dilakukan secara simultan dengan proses pengumpulan data, hal ini dikarenakan
teknik analisis dengan alur penelitian maju bertahap ala Spradley memerlukan konfirmasi
berulang untuk dapat maju pada tahap berikutnya.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Kebiasaan “Memanfaatkan” Kebutuhan Instansi
Kebiasaan menyalahgunakan kebutuhan instansi dengan kondisi semacam itu
terjadi pula dalam hal membelanjakan atau menyediakan barang kebutuhan. Peluang dari
dibutuhkannya selisih nilai untuk berbagai kebutuhan dana taktis tersebut, digunakan oleh
kalangan oknum tertentu untuk mendapatkan keuntungan secara tersendiri terlebih dahulu.
Bentuk lain dari kebiasaan memanfaatkan kebutuhan instansi ini terjadi pula ketika harus
melakukan tindakan fraud untuk membayarkan honorarium narasumber pusat yang karena
secara ketentuan tidak diperbolehkan untuk dibayarkan. Bentuk fraud yang dilakukannya
adalah dengan meninggikan jumlah jam narasumber lain yang boleh dibayarkan honornya,
sehingga apa yang ditandatangan oleh si narasumber tersebut tidak sesuai dengan apa yang
diterimanya.
2. Kebiasaan Menyalahgunakan Kewenangan yang Dimiliki
Dalam struktur kepegawaian yang berbasis kinerja saat ini, pada masing-masing
pegawai telah melekat jabatan nya sendiri. Salah satu bentuk penyalahgunaan kewenangan
yang sering dilakukan di instansi ini adalah kewenangan yang dimiliki oleh pimpinan
dalam pendelegasian tugas untuk melakukan perjalanan dinas. Karena sifatnya menghadiri
undangan, maka kegiatan seperti ini biasanya diselenggarakan dengan paket fullboard
yang artinya sebagaimana yang diatur dalam PMK 65, besaran uang saku yang diperoleh
nilainya jauh relatif kecil dibandingkan apabila yang menghadiri undangan tersebut
berangkat dengan biaya instansi sendiri. Oleh karena itu, agar pejabat yang diundang dapat
terhindar dari uang saku yang kecil ini, maka biasanya pejabat tersebut akan menugaskan
stafnya untuk mengikuti kegiatan tersebut dengan biaya yang ditanggung oleh panitia
penyelenggara, sedangkan pejabat yang bersangkutan berangkat sendiri dengan anggaran
dari kantor, sehingga dapat terbebas dari paket fullboard dan dapat memperoleh uang
harian yang nilainya relatif labih besar.
3. Kebiasaan Menyiasati Peraturan
Peraturan lazimnya dibuat untuk dipatuhi, namun karena peraturan merupakan
produk buatan manusia, tentu tidak luput dari berbagai kekurangan. Pada berbagai kondisi,
terdapat beberapa peraturan yang cukup sulit untuk diimplementasikan, sementara dalam
penyelenggaraan anggaran negara, para aparatur sipil tidak diperkenankan untuk
melanggar peraturan tersebut. Salah satu peraturan yang benar-benar memberikan celah
untuk disalahgunakan oleh semua pegawai di instansi ini adalah peraturan yang mengatur
tentang tarif 30% yang diperbolehkan untuk penginapan dalam perjalanan dinas. Atas
peraturan tersebut, sering terjadi perjalanan dinas yang SPJ nya dilaksanakan untuk waktu
tiga hari, namun hanya dilakukan selama dua hari. Kondisi ini dapat terjadi karena pada
malam kedua mereka hanya menggunakan tarif 30% tersebut sehingga tidak ada kewajiban
untuk tetap bermalam agar dapat memperoleh bukti fisik penginapan. Perjalanan dinas
yang seharusnya dilakukan untuk tiga hari, dipadatkan menjadi dua hari demi mengejar
keuntungan. Tidak hanya keuntungan materi, namun juga keuntungan dalam bentuk lain
berupa jatah “bolos” satu hari.
Kesimpulan
Salah satu budaya yang memicu terjadinya fraud dalam realisasi keuangan negara
adalah budaya cari untung. Budaya ini terlihat dari kebiasaan “memanfaatkan” kebutuhan
instansi, kebiasaan menyalahgunakan wewenang yang dimiliki dan kebiasaan menyiasati
peraturan keuangan negara, yang dilakukan untuk meningkatkan keuntungan pribadi. Hasil
penelitian ini memberikan informasi berupa bentuk penyiasatan yang dilakukan, sehingga
dapat menjadi dasar sebagai pertimbangan untuk perubahan kebijakan maupun peraturan
yang disiasati tersebut, agar dapat meminimalisir terjadinya fraud dalam instansi
pemerintah.

Source :
Syahrina, D., Irianto, G., & Prihatiningtyas, Y. W. (2017). BUDAYA CARI UNTUNG
SEBAGAI PEMICU TERJADINYA FRAUD: SEBUAH STUDI ETNOGRAFI.
ASSETS: Jurnal Akuntansi dan Pendidikan, Vol. 6, No. 1, 73-84.
Review Artikel Etnografi

The Joint Effect of Narcissism And Psychopathy on Accounting Students’ Attitudes


towards Unethical Professional Practices
Journal of Accounting Education
Oleh : Charles D. Bailey
School of Accounting, James Madison University, MSC 0204, Harrisonburg, VA 22807,
United States

I. Topik Utama :
Dampak sikap narsisme dan psikopat pada perilaku mahasiswa akuntansi terhadap
praktik professional yang tidak etis.
II. Kata Kunci
Psychopathy, Narcissism, Dark Triad, dan Ethics
III. Rangkuman Artikel
Latar Belakang
Penelitian akuntansi telah melihat pengakuan baru-baru ini tentang sifat kepribadian
"gelap" dan dampak potensial mereka pada perilaku tidak etis dan penipuan. Perilaku
seperti ini dapat berpeluang dilakukan di lingkungan pekerjaan, dalam hal ini
lingkungan pekerjaan profesi akuntansi. Klasifikasi yang paling mapan adalah "Triad
Gelap" dari narsisme, Machiavellianisme, dan psikopati — yang semuanya telah
mendapat perhatian independen dalam penelitian akuntansi. Dua di antaranya,
narsisme dan psikopati, adalah yang paling berbeda, sedangkan Machiavellianisme
dan psikopati sulit untuk diurai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya, pengaturan
nonklinis, pada tingkat yang lebih rendah. Selain itu, peneliti psikologi yang
memperkenalkan klasifikasi Triad Gelap telah mendorong untuk mempelajari mereka
bersama-sama (Paulhus & Williams, 2002; Jones & Paulhus, 2017). Dengan
demikian, tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menguji efek bersama dan
terpisah pada sikap individu yang memasuki profesi akuntansi, serta untuk
menetapkan tingkat tolok ukur untuk narsisme, sementara mereplikasi temuan
psikopati dari Bailey (2017) dan memperluas mereka kepada perilaku narsisme.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui kuesioner di situs web penulis, disetujui oleh
Institutional Review Board universitas. Data demografis yang dikumpulkan meliputi
usia dalam tahun (opsional, untuk memastikan anonimitas), jenis kelamin (opsional),
kedudukan kelas (junior; senior; mahasiswa pascasarjana atau sarjana), dan sponsor
sekolah (Publik atau Swasta, juga opsional).
Skala Psikopat Self-Report Levenson (Levenson, Kiehl, & Fitzpatrick, 1995;
selanjutnya disingkat, LSRP) dipilih karena adanya beberapa studi validasi yang
mendukung dan fakta bahwa LSRP menawarkan faktor psychopathy primer yang
divalidasi dengan baik, yang berkaitan langsung dengan '' kegiatan psikopat yang
sukses dalam lingkungan bisnis. Skala psikopati primer LSRP membutuhkan respons
terhadap 16 item pada skala empat poin dari ketidaksepakatan yang kuat hingga
kesepakatan yang kuat. Misalnya, dua item pertama adalah ‘‘ Sukses didasarkan pada
survival of the fittest; Saya tidak peduli dengan yang kalah ”dan‘ ‘Bagi saya, apa yang
benar adalah apa pun yang bisa saya dapatkan.” Dengan setiap item dinilai dari 1
hingga 4, kisaran skala adalah 16-64 poin.
40 item Narcissistic Personality Inventory atau NPI (Raskin & Hall, 1979) digunakan
agar konsisten dengan penelitian sebelumnya. Ini menopang sebagian besar penelitian
tentang narsisme dan merupakan versi yang paling umum sejauh ini (Twenge et al.,
2008; Ackerman et al., 2011). Daftar asli Raskin dan Hall (1979) dari 233 item
kemudian disempurnakan (mis., Raskin & Hall, 1981) menjadi ukuran 40-pilihan
pilihan paksa yang banyak digunakan saat ini (Raskin & Terry, 1988). Perbandingan
berpasangan — masing-masing kontras dengan respons narsis dan non-narsis — ada
dalam bentuk berikut
Skor adalah 1 untuk setiap respons narsis dan 0 untuk setiap respons non-narsis,
sehingga rentang skala adalah 0–40 poin. Meskipun dipahami sebagai konstruksi
kesatuan, NPI mencakup tujuh komponen orde pertama: Otoritas, Eksibisionisme,
Superioritas, Kesombongan, Eksploitasi, Hak, dan Kemandirian (Raskin & Terry,
1988). Nilai mereka sebagai konstruk individu tidak jelas, namun, dan penelitian terus
memeriksa faktor-faktor mendasar yang mungkin menawarkan peningkatan
kemampuan prediksi (mis., Del Rosario & White, 2005; Clarke, Karlov, & Neale,
2015).
LSRP dan NPI adalah tindakan yang cukup independen. Sellbom (2011, p. 447)
menemukan bahwa NPI dan 26-item LSRP (yang mencakup psikopati primer dan
sekunder) berkorelasi hanya pada r = 0,26. Dengan demikian, masuk akal untuk
mengharapkan bahwa kedua skor tersebut memiliki efek aditif independen dalam
menjelaskan perbedaan perilaku atau sikap yang tidak etis.
Untuk mengatasi kemungkinan efek urutan menanggapi LSRP sebelum NPI (atau
sebaliknya), saya menggunakan dua urutan alternatif. Dalam versi alternatif, urutan
diubah sehingga bagian-bagian akhir (dua pertanyaan tentang tindakan narsis non
finansial dan NPI) diposisikan segera setelah demografi.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Menurut Peneliti, ini adalah studi pertama yang menyertakan sampel nasional
mahasiswa akuntansi yang menanggapi NPI. Pada saat yang sama, itu termasuk self-
LSRP, yang memungkinkan studi tentang efek gabungan dari dua faktor kepribadian
"gelap" ini, serta replikasi hasil dari Bailey (2017).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat narsisme pada mahasiswa akuntansi
cukup rendah. Ini terlepas dari penelitian yang mengindikasikan meningkatnya
narsisme di Millennials dan tingkat tinggi pada mahasiswa bisnis. Efek narsisme pada
penilaian siswa terhadap penerimaan tindakan yang dipertanyakan secara etis atau
kriminal juga jauh lebih lemah daripada psikopati.
Seperti halnya psikopati, tingkat narsisme juga tidak berbeda secara signifikan di
antara peringkat akademik, setelah memperhitungkan efek usia (yang mengarah pada
penurunan populasi umum). Jadi, sesuai dengan tingkat rendah keseluruhan dalam
sampel saya, saya menemukan tingkat yang sangat rendah pada sampel mahasiswa
pascasarjana (atau lulusan).
Sehubungan dengan efek narsisme pada sikap tentang tindakan tidak etis, saya
menganalisis tanggapan terhadap instrumen tujuh pertanyaan tentang perilaku
bermotivasi ekonomi, dan kemudian dua skenario yang dirancang untuk menarik
kecenderungan narsisistik. Untuk perilaku bermotivasi ekonomi, narsisme memiliki
efek yang lemah tapi signifikan ketika diuji dalam regresi bersama dengan kovariat.
Namun ketika psikopati ditambahkan sebagai prediktor, itu menjelaskan jumlah
varians yang lebih besar dan membuat variabel narsisme tidak signifikan. Mengenai
penerimaan perilaku narsisistik narsis dengan manfaat non-ekonomi, regresi dengan
narsisme dan kovariat demografis lagi menunjukkan narsisme memiliki efek lemah
tetapi signifikan. Ketika psikopati ditambahkan ke prediktor, itu menunjukkan efek
yang sama lemahnya, tetapi tidak "menjelaskan" efek narsisme. Ini menunjukkan
bahwa narsisme memiliki nilai prediktif psikopati melebihi dan di atas dalam situasi
yang menarik terutama bagi seorang narsisis.
Efek narsisme yang relatif lemah mungkin tampak mengejutkan, mengingat besarnya
perhatian yang diterima sifat tersebut dalam literatur akuntansi. Ketika seseorang
mempertimbangkan fitur utama narsisme dibandingkan dengan orang-orang dari
psikopati, perbedaan efeknya kurang mengejutkan. Tampaknya narsisme adalah
penyebab langsung perilaku tidak etis yang lebih langsung daripada psikopati. Narsisis
mungkin lebih “penipu” disengaja daripada penipu ”predator” (Dorminey, Fleming,
Kranacher, & Riley, 2012). Yaitu, mengingat bahwa mereka tidak kekurangan hati
nurani, mereka cenderung untuk secara sengaja melakukan tindakan curang atau tidak
etis. Psikopat, bagaimanapun, cenderung menjadi tipe kriminal di mana "arogansi dan
pola pikir kriminal menggantikan anteseden Segitiga Penipuan asli [baik] tekanan dan
rasionalisasi" (Bailey, 2019)

Sumber :
Bailey, C. D. (2019). The joint effects of narcissism and psychopathy on accounting
students’ attitudes towards unethical professional practices. Journal of Accounting
Education, 100635.
Review Artikel Etnography
Judul : Hawkers: An Ethnographic Study of Strategies of Survival
Peneliti : Ronnie Boseman

Latar Belakang
Hilangnya pekerjaan berdampak buruk tidak hanya pada kehidupan sosial di kota besar
tetapi juga individu, keluarga, dan lingkungan pada umumnya. Pengangguran Innercity
adalah masalah parah yang sering diabaikan atau dikaburkan ketika fokusnya terutama
pada kemiskinan dan konsekuensinya. (Wilson, 1996). Banyak masalah hari ini di
lingkungan ghetto seperti kejahatan, pembubaran keluarga, kesejahteraan, organisasi
sosial tingkat rendah, dan sebagainya, yang merupakan konsekuensi dari hilangnya
pekerjaan. Salah satu masalah kebijakan publik yang paling penting dalam menangani
kemiskinan adalah memahami bagaimana kaum miskin kota mendapatkan uang untuk
mempertahankan diri (Harnage, 2006). Peneliti sering menganggap bahwa kaum miskin
kota dapat mengembangkan respons anti-sosial terhadap kemiskinan seperti kejahatan dan
penjualan narkoba, atau hanya hidup sehari-hari dari program yang disponsori negara
seperti AFDC (Bell, 1992; Banks,2006; Harnage, 2006). Namun, penelitian ini
menemukan cara ketiga di mana masyarakat miskin kota merespons penjaja kemiskinan.
Pria dan wanita di Essex County, New Jersey, yang menjual Koran sudut jalan adalah di
antara ghetto yang miskin. Mereka disebut sebagai "pedagang asongan". Jajanan adalah
sebuah individu yang menjual barang dengan cara membawanya melalui jalan-jalan
(Merriam-Webster Online Kamus, 2006)
Tujuan Penelitian
Persepsi dan pendapat orang-orang di Essex County, bahwa pedagang asongan dan Koran
termasuk orang-orang marjinal dan memiliki nilai terbatas dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, seperti magnet, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentang mereka,
tentang siapa mereka, tentang kehidupan dan pekerjaan mereka. Dengan demikian, tujuan
penelitian menjadi cukup jelas, yaitu untuk menghancurkan mitos bahwa penjaja malas,
tanpa keterampilan khusus, dan tidak disiplin untuk mendapatkan pemahaman tentang
kehidupan penjaja, nilai-nilai mereka dan tujuan mereka untuk pencapaian dan
kelangsungan hidup. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji ritual, perilaku dan
praktik budaya pekerja miskin kronis di Essex County. Dengan mempelajari kelompok
subkultur pembawa surat kabar, yang disebut pedagang asongan, penelitian ini
menggambarkan bagaimana praktik mereka, etos kerja mereka, dan kepedulian tentang
kelangsungan hidup
Rumusan Masalah dan Strategi Penelitian
Peneliti memilih etnografi dengan prosedur deskriptif naratif studi kasus sebagai
metodologi penelitiannya. Etnografer tidak bekerja dalam ruang hampa, mereka bekerja
dengan orang (Marcus, 1998). Salah satu cara bagi seorang peneliti untuk meningkatkan
kesadaran diri sebagai bagian daripada terpisah dari data tercermin dalam pengalaman dan
perasaan pribadi individu selama proses kerja lapangan. Peneliti adalah instrumen yang
paling sensitif dan penting, dan keterampilan interpersonal karena itu sangat penting saat
berada di lapangan (Beck, 1992; Schultz, 1993; Taussig, 1993). Ini berkorelasi dengan
definisi Fullan (2000a) bahwa etnografer tidak mencerminkan budaya lain tetapi
merupakan produk komunikasi antar budaya.
Para ahli etnografi sadar akan teritori sebagai lokus budaya. Akibatnya, tujuan dari
penelitian peneliti adalah untuk memberikan pemahaman dan apresiasi terhadap populasi
yang sangat istimewa dari para penyintas perkotaan yang disebut “pedagang kaki lima”.
Sebagai hasil dari serangkaian wawancara dan pengamatan pribadi, penelitian ini
memperoleh wawasan kunci tentang bagaimana populasi ini mengembangkan strategi
kepemimpinan kewirausahaan mandiri dalam bernegosiasi jalan untuk memberikan peran
konstruktif bagi diri mereka sendiri dalam lingkungan perkotaan yang kompleks. Sebagai
hasil dari wawancara peneliti mengembangkan kasus deskriptif tindakan naratif kasus
pengalaman hidup kelangsungan hidup tingkat jalan. Pertanyaan utama penelitian peneliti
adalah:
Bagaimana penjaja menjelaskan pengalaman hidup dan cara kerja mereka di jalan?
Pertanyaan tambahan meliputi (a) apa arti pekerjaan di antara pedagang asongan. (B)
Bagaimana cara kerja Hawkers memenuhi kebutuhan? (c) Apa saja cara praktik kerja
pedagang asongan memberikan rasa memiliki dan komunitas?
Keterbatasan Studi
Keterbatasan penelitian ini adalah peneliti telah menganalisis pengalaman pedagang kaki
lima di lokasi di tiga kota di New Jersey. Pengalaman jajanan jalanan tidak harus
digeneralisasikan untuk pedagang kaki lima di kota-kota lain atau bahkan di lingkungan
lain, atau lokasi di luar Newark, Irvington, dan East Orange.
Fokus penelitian ini adalah pada populasi individu dan atribut yang mereka bawa untuk
dipekerjakan sambil mencapai tujuan pribadi, ekonomi, sosial, budaya dan politik mereka.
Ini menekankan upaya kolaboratif antara anggota kelompok dalam proses, relasional
dinamis yang melibatkan interaksi antara individu dan peneliti. Pada intinya, itu adalah
kisah atau kisah sekelompok orang yang telah mengambil tanggung jawab untuk
kelangsungan hidup mereka sendiri dan melakukannya dengan cara yang konstruktif
secara sosial dan disederhanakan secara strategis.

Source :
Boseman, R. (2010). Hawkers: An Ethnographic Study of Strategies of Survival. Fielding
Graduate University..

Anda mungkin juga menyukai