Anda di halaman 1dari 4

Asesmen merupakan salah satu bagian dari pengukuran.

Dalam konteks bimbingan dan


konseling, asesmen yaitu mengukur suatu proses konseling yang harus dilakukan konselor
sebelum, selama, dan setelah konseling tersebut dilaksanakan atau berlangsung.

Asesmen merupakan merupakan salah satu bagian terpenting dalam seluruh kegiatan
yang ada dalam konseling (baik konseling kelompok maupun konseling individual). Karena
itulah asesmen dalam bimbingan dan konseling merupakan bagian yang terintegral dengan
proses terapi maupun semua kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri. Asesmen dilakukan
untuk menggali dinamika dan faktor penentu yang mendasari munculnya masalah. Hal ini sesuai
dengan tujuan assesmen dalam bimbingan dan konseling yaitu mengumpulkan informasi yang
memungkinkan bagi konselor untuk menentukan masalah dan memahami latar belakang serta
situasi yang ada pada masalah klien. Asesmen yang dilakukan sebelum, selama, dan setelah
konseling berlangsung memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai alat untuk menilai
keberhasilan sebuah konseling, namun juga dapat digunakan sebagai sebuah terapi untuk
menyelesaikan masalah klien.
Asesmen merupakan kegiatan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan atau
kompetensi yang dimiliki oleh klien dalam memecahkan masalah. Asesmen yang dikembangkan
adalah assesmen yang baku dan meliputi berbagai aspek, yaitu:
1. Aspek kognitif
2. Aspek afektif
3. Aspek psikomotor
Asesmen ini digunakan dalam mengembangkan potensi dengan menggunakan indikator-
indikator yang ditetapkan dan dikembangkan oleh seorang konselor. Asesmen yang diberikan
kepada klien merupakan pengembangan dari area kompetensi dasar pada diri klien yang akan
dinilai, yang kemudian akan dijabarkan dalam bentuk indikator-indikator. Pada umumnya
asesmen dalam bimbingan dan konseling dapat dilakukan dalam bentuk laporan diri,
performance test, tes psikologis, observasi, wawancara, dan sebagainya.
Pelaksanaan asesmen dalam bimbingan dan konseling merupakan hal yang penting dan
harus dilakukan dengan berhati-hati sesuai dengan kaidahnya. Kesalahan dalam mengidentifikasi
masalah karena assesment yang tidak memadai akan menyebabkan gagalnya treatmen yang
sudah dilakukan. Meskipun menjadi dasar dalam melakukan treatmen pada klien, tidak berarti
konselor harus menilai (to assess) semua latar belakang dan situasi yang dihadapi klien pada saat
itu jika tidak perlu. Kadangkala konselor menemukan bahwa ternyata “hidup” klien sangat
menarik. Namun demikian tidaklah etis untuk menggali semuanya selama hal tersebut tidak
relevan dengan treatmen yang diberikan untuk mengatasi masalah klien.
1. Asesmen dalam BK
Hood dan Jhonson (1993) menjelaskan ada beberapa fungsi asesmen, diantaranya:
a. Menstimulasi klien maupun konselor mengenai berbagai permasalahan
b. Menjelaskan masalah yang senyatanya
c. Memberi alternatif solusi untuk masalah
d. Menyediakan metode untuk memperbandingkan alternatif sehingga dapat diambil keputusan
e. Memungkinkan evaluasi efektifitas konseling
Selain itu, assesment juga diperlukan untuk memperoleh informasi yang membedakan
apa ini (what is) dengan apa yang diinginkan (what is desired) sesuai dengan kebutuhan dan
hasil konseling.
Asesmen tidak dilakukan secara objektif karena akan berpengaruh pada pelayanan
konseling oleh seorang konselor. Hal ini akan berakibat tidak baik pada diri klien bahkan
terhadap konselor itu sendiri untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Asesmen dalam
bimbingan dan konseling adalah asesmen yang berbasis individu dan berkelanjutan. Semua
indikator bukan diukur dengan soal seperti dalam pembelajaran, tetapi diukur secara kualitatif,
kemudian hasilnya akan dianalisis untuk mengetahui kemampuan klien dalam mengambil
keputusan pada akhir konseling, dalam melaksanakan keputusan-keputusan setelah konseling
serta melihat kendala atau masalah yang dihadapi oleh klien dalam proses konseling maupun
kendala dalam melaksanakan keputusan yang telah ditetapkan.
2. Ruang Lingkup Asesmen
Hood dan Jhonson (1993) menjelaskan ruang lingkup dalam asesmen (Assesment need
areas) dalam bimbingan dan konseling ada lima, yaitu:
a. System Assesment
Yaitu asesmen yang dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai status dari suatu
sistem, yang membedakan antara apa ini (what is it) dengan apa yang diinginkan (what is
desired) sesuai dengan kebutuhan dan hasil konseling serta tujuan yang sudah dituliskan,
ditetapkan serta diharapkan dalam proses konseling.
Proses konseling dilaksanakan untuk mengetahui kemauan serta keinginan seorang
konseli. Seorang konselor perlu mendapatkan informasi secara detail agar tidak terjadi
ketimpangan dalam menyusun suatu program yang menjadi salah satu media pelayananan dalam
proses konseling .
b. Proram planning
Yaitu perencanaan program untuk memperoleh informasi-informasi yang dapat
digunakan untuk membuat keputusan dan untuk menyeleksi bagian-bagian program yang efektif
dalam pertemuan-pertemuan antara konselor dengan klien, untuk mengidentifikasi kebutuhan-
kebutuhan khusus pada tahap pertama. Disinilah muncul fungsi evaluator dalam asesmen yang
memberikan informasi-informasi nyata yang potensial.
Konselor merencanakan program yang dijadikan sebagai media atau alat untuk
memperoleh informasi atau untuk mengembangkannya.
c. Program Implementation
Yaitu bagaimana asesmen dilakukan untuk menilai pelaksanaan program dengan
memberikan informasi-informasi nyata yang menjadikan program-program tersebut dapat dinilai
sesuai dengan pedoman yang ada.
d. Program Improvement
Yaitu asesmen dapat digunakan dalam perbaikan program, diantaranya adalah
yang berkenaan dengan:
1) Evaluasi terhadap informasi-informasi yang nyata
2) Tujuan yang akan dicapai dalam program
3) Program-program yang berhasil
4) Informasi-informasi yang mempengaruhi proses pelaksanaan program-program yang lain.
e. Program Certification
Yaitu merupakan tahap dari akhir kegiatan. Menurut Center for the study of
evaluation (CSE), program sertifikasi merupakan suatu program evaluasi sumatif. Hal ini
memberikan makna bahwa pada akhir kegiatan akan dilakukan evaluasi akhir sebagai dasar
untuk memberikan sertifikasi kepada klien. Dalam hal ini evaluator berfungsi sebagai pemberi
informasi mengenai hasil evaluasi yang akan digunakan sebagai dasar untuk mengambil
keputusan.
3. Tujuan Asesmen
Asesmen dalam bimbingan dan konseling mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
a. Orientasi masalah, yaitu untuk membuat klien mengenali dan menerima permasalahan yang
dihadapinya, tidak mengingkari bahwa ia bermasalah.
b. Identifikasi masalah, yaitu membantu baik klien maupun konselor dalam mengetahui masalah
yang dihadapi klien secara mendetail.
c. Memilih alternatif solusi dari berbagai alternatif penyelesaian masalah yang dapat dilakukan
oleh klien.
d. Pembuatan keputusan alternatif pemecahan masalah yang paling menguntungkan dengan
memperhatikan konsekuensi paling kecil dari beberapa alternatif tersebut.
e. Verifikasi untuk menilai apakah konseling telah berjalan efektif dan telah mengurangi beban
masalah klien atau belum.
Selain itu, asesmen juga digunakan untuk menentukan variabel pengontrol dalam
permasalahan yang dihadapi oleh klien untuk memilih atau mengembangkan intervensi terhadap
area yang bermasalah atau dengan kata lain menjadi dasar untuk mendesain dan mengelola terapi
untuk membantu mengevaluasi intervensi serta untuk menyediakan informasi yang relevan untuk
pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada setiap fase konseling.
4. Fungsi Analisis Kebutuhan
Metode Need Assessment dibuat untuk bisa mengukur tingkat kesenjangan yang terjadi
dalam pembelajaran siswa dari apa yang diharapkan dan apa yang sudah didapat. Dalam
pengukuran kesenjangan seorang analisis harus mampu mengetahui seberapa besar masalah yang
dihadapi.
Beberapa fungsi Need Assessment menurut Morisson sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi kebutuhan yang relevan dengan pekerjaan atau tugas sekarang yaitu masalah
apa yang mempengaruhi hasil pembelajaran.
b. Mengidentifikasi kebutuhan mendesak yang terkait dengan finansial, keamanan atau masalah
lain yang menggangu pekerjaan atau lingkungan pendidikan.
c. Menyajikan prioritas-prioritas untuk memilih tindakan.
d. Memberikan data basis untuk menganalisa efektifitas pembelajaran.
Ada enam macam kebutuhan yang biasa digunakan untuk merencanakan dan
mengadakan analisis kebutuhan:
a. Kebutuhan Normatif, Membandingkan peserta didik dengan standar nasional,
misal, UAN,SNMPTN, dan sebagainya.
b. Kebutuhan Komperatif, membandingkan peserta didik pada satu kelompok dengan kelompok
lain yang selevel. Misal, hasil Ebtanas SLTP A dengan SLTP B.
c. Kebutuhan yang dirasakan, yaitu hasrat atau kinginan yang dimiliki masing-masing peserta
didik yang perlu ditingkatkan. Kebutuhan ini menunjukan kesenjangan antara tingkat
ketrampilan/kenyataan yang nampak dengan yang dirasakan. Cara terbaik untuk
mengidentifikasi kebutuhan ini dengan cara interview.
d. Kebutuhan yang diekspresikan, yaitu kebutuhan yang dirasakan seseorang mampu diekspresikan
dalam tindakan. Misal, siswa yang mendaftar sebuah kursus.
e. Kebutuhan Masa Depan, Yaitu mengidentifikasi perubahan-perubahan yang akan terjadi dimasa
mendatang. Misal, penerapan teknik pembelajaran yang baru, dan sebagainya.
f. Kebutuhan Insidentil yang mendesak, yaitu faktor negatif yang muncul di luar dugaan yang
sangat berpengaruh. Misal, bencana nuklir, kesalahan medis, bencana alam, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai