Anda di halaman 1dari 10

Pengaruh Penggunaan Starter Terhadap Kualitas Fermentasi Limbah Cair

Tapioka Sebagai Alternatif Pupuk Cair


The Effect of Using a Starter on The Quality of Fermented Tapioca Liquid
Waste as an Alternative to Liquid Fertilizer

Rizki Yunia Cesaria1, Ruslan Wirosoedarmo2, Bambang Suharto2


1Mahasiswa Keteknikan Pertanian Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 65145
2Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Jl. Veteran, Malang 65145

*Email Korespondensi : ruslanwr@ub.ac.id

ABSTRAK

Industri tapioka adalah salah satu jenis industri yang menghasilkan limbah cair yang dapat
menyebabkan pencemaran apabila tidak dikelola dengan baik karena mengandung senyawa
organik yang cukup tinggi, untuk mengatasi permasalahan tersebut timbul gagasan untuk
memanfaatkan limbah cair tapioka menjadi produk akhir yang bernilai dengan cara
mengelolanya sebagai pupuk cair organik yang juga berguna untuk membantu penyelamatan
lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan C organik, fosfor, nitrogen,
rasio C/N, kalium dan pH pada pupuk cair dari limbah cair tapioka untuk mengetahui mutu
pupuk cair yang dihasilkan. Pengolahan pertama adalah limbah cair tapioka tanpa starter,
pengolahan kedua adalah limbah cair tapioka dengan penambahan Trichoderma koningii dan
pengolahan ketiga adalah limbah cair dengan penambahan EM4. Hasil analisis kandungan C
organik, nilai C/N, nitrogen, fosfor, kalium dan pH masing-masing berkisar antara 1.10 – 3.02%
; 1.71 – 3.73 ; 0.60 – 0,81% ; 1.14 – 1.70% ; 0.70 – 1.46% ; 4.95 – 5.55. Dilihat dari segi kandungan N
P K yang dihasilkan, pupuk cair dari limbah cair tapioka sudah dapat digunakan sebagai
pupuk karena sudah memenuhi SNI 19-7030-2004, akan tetapi kandungan C organik dan pH
masih belum memenuhi nilai standar kualitas pupuk.

Kata kunci : Limbah cair tapioka, starter, pupuk cair

Abstract

Industry tapioca is one of the types of industries that produce wastewater that can use pollution
properly because contains an organic compound relatively high, to overcome these problems
arise the idea to utilize tapioca liquid waste into into a final product in a way to it as a liquid
organic fertilizer that is also useful to help rescue the environment. The research purpose to
analyze the content of C organic, nitrogen, ratio C/N, phosphorus, and potassium in liquid
fertilizers derived from tapioca wastewater. The first treatment of liquid waste without starter,
the second treatment of liquid waste with the addition of Trichoderma koningii and the third
treatments is tapioca liquid waste with the addition of EM4. The results of the analysis of
organik C content, the value of C/N, Nitrogen, Phosphorus, Potassium, and pH of each ranging
between 1:10 to 3:02%; 1.71 - 3.73; 0.60 - 0.81%; 1:14 - 1.70%; 0.70 - 1:46%; 4.95 - 5:55. Viewed in
terms of nutrient content (N P K) of the resulting liquid fertilizer from waste liquid of tapioca
can already be used as fertilizer because it meets SNI 19-7030-2004, but content of C organic and
pH value still does not meet the quality standards of fertilizer.
Keywords : Tapioca liquid waste, starter,liquid fertilizer

PENDAHULUAN seperti pati yang terlarut, jasad renik dan


koloid lainnya yang tidak dapat
Industri merupakan salah satu kegiatan
mengendap dengan cepat. limbah industri
ekonomi yang cukup strategis untuk
tapioka banyak mengandung amilum yang
meningkatkan pendapatan dan
bila terlarut dalam air akan menyebabkan
perekonomian masyarakat secara cepat.
turunnya oksigen terlarut dan
Akan tetapi, selain memberikan dampak
menimbulkan bau busuk yang berasal dari
yang positif ternyata perkembangan di
proses degradasi bahan organik yang
sektor industri juga memberikan dampak
kurang sempurna.
yang negatif berupa limbah industri yang
Permasalahan tersebut, dapat
bila tidak dikelola dengan baik dan benar
diatasi dengan cara memanfaatkan limbah
akan menyebabkan pencemaran, sehingga
cair tapioka menjadi produk akhir yang
pembangunan yang berwawasan
lebih bernilai dengan cara mengelolanya
lingkungan tidak tercapai (Hamrad et al.,
sebagai pupuk cair organik yang juga
2007).
berguna untuk membantu penyelamatan
Salah satu jenis pencemaran yang
lingkungan karena mengurangi
terjadi adalah pencemaran yang
penggunaan pupuk kimia yang dapat
disebabkan oleh limbah industri tapioka
menyebabkan degradasi lahan.
yang jika langsung dibuang ke perairan
Menurut Simamora et al. (2005)
akan menyebabkan pencemaran pada
pupuk organik cair adalah pupuk yang
lingkungan sungai sekitarnya. Menurut
berasal dari hewan atau tumbuhan yang
Tjokroadikoesoemo (1986), limbah cair
sudah mengalami fermentasi. Didalam
industri tapioka yang masih baru berwarna
proses fermentasi senyawa organik terurai
putih kekuningan, sedangkan limbah yang
menjadi senyawa yang lebih sederhana
sudah busuk berwarna abu-abu gelap.
seperti gula, gliserol, asam lemak dan asam
Kekeruhan yang terjadi pada limbah
amino. Penguraian senyawa organik atau
disebabkan oleh adanya bahan organik,
dekomposisi dapat dilakukan dengan
penambahan starter. Starter yang dihasilkan dan juga untuk mengetahui
digunakan dalam penelitian ini adalah EM 4 mutu pupuk cair dari limbah cair tapioka.
dan Trichoderma koningii. BAHAN DAN METODE
EM4 merupakan campuran dari
Proses fermentasi pada limbah cair tapioka
mikroorganisme yang menguntungkan.
dilakukan dalam botol plastik dengan
Efek EM4 bagi tanaman tidak terjadi secara
volume sebesar 1.5 L. Sampel limbah cair
langsung. Penggunaan EM4 akan lebih
tapioka ini diperoleh dari bak sedimentasi
efisien bila terlebih dahulu ditambahkan
dan dimasukkan kedalam 3 botol masing-
bahan organik yang berupa pupuk organik
masing sebanyak 1.3 L. Botol plastik
ke dalam tanah. EM4 akan mempercepat
pertama (kontrol) merupakan sampel
fermentasi bahan organik sehingga unsur
limbah cair tapioka tanpa penambahan
hara yang terkandung akan terserap dan
starter. Botol plastik kedua (Pupuk A)
tersedia bagi tanaman (Hadisuwito, 2012),
merupakan limbah cair tapioka dengan
sedangkan Trichoderma koningii adalah
penambahan Trichoderma koningii sebanyak
jamur saprofit yang hidup dalam tanah dan
13 ml dan botol plastik yang ketiga (Pupuk
kayu mati. Menurut Bangun (2012), bahwa
B) merupakan sampel limbah cair tapioka
jamur Trichoderma mempunyai kemampuan
dengan penambahan EM4 sebanyak 13 ml.
untuk meningkatkan kecepatan
Ketiga perlakuan ini difermentasikan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
selama 28 hari dan dilakukan pengadukan
terutama kemampuannya untuk
setiap hari pada pagi dan sore hari untuk
menyebabkan produksi perakaran sehat
membebaskan gas selama proses
dan meningkatkan angka kedalaman akar.
penguraian berlangsung. Menurut
Akar yang lebih dalam ini menyebabkan
Sungguh (1993), fermentasi adalah
tanaman menjadi lebih resisten terhadap
penguraian unsur organik kompleks
kekeringan.
terutama karbohidrat untuk menghasilkan
Pemilihan EM4 dan Trichoderma
energi melalui reaksi enzim yang
koningii ini yaitu untuk membandingkan
dihasilkan oleh mikroorganisme, yang
keefektivan kedua jenis starter untuk proses
biasanya terjadi dalam keadaan anaerob
pembuatan pupuk cair dengan cara melihat
dan diiringi dengan pembebasan gas, hal
kandungan Rasio C/N, N, P, K dan pH
ini bertujuan untuk menekan pertumbuhan
yang dihasilkan.
pathogen agar proses degradasi berjalan
Adapun tujuan dari penelitian ini
dengan baik. Setelah 28 hari dilakukan
adalah untuk mengetahui bahwa
penyaringan untuk memisahkan antara
pemberian starter memiliki pengaruh yang
padatan dan cairan. Cairan yang dihasilkan
berbeda terhadap kualitas pupuk cair yang
dianalisa untuk mengetahui kandungan C
organik N, P, K dan pH di Laboratorium
UPT Pengembangan Agribisnis Tanaman Pengujian nitrogen dilakukan
Pangan dan Hortikultura Bedali – Lawang menggunakan metode kjedahl. Sampel
Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur. sebanyak 5 ml ditambahkan dengan H2SO4
pekat, kemudia didestruksi sampai jernih.
C organik
Sampel didinginkan setelah itu didestilasi
Unsur karbon berperan penting
dengan menambahkan 20 ml NaOH 50%
pada tanaman yaitu sebagai pembangun
untuk melepaskan NH3 yang ditampung
bahan organik, karena sebagian besar
dengan larutan asam borat 1%. Sampel
bahan kering tanaman terdiri dari bahan
yang telah didestilasi selanjutnya dititrasi
organik. Selain itu karbon juga diperlukan
dengan HCL encer (0.05 N) dengan
oleh mikroorganisme sebagai sumber
indikator Conway (AOAC, 1999).
energi (Sutanto, 2002). Menurut Jenie dan
Rahayu (1993), pada kondisi anaerobik Rasio C/N
karbon organik diubah menjadi CO2, Rasio C/N adalah perbandingan
metana, dan senyawa produksi lainnya. kadar karbon (C) dan kadar nitrogen (N)
Pengukuran karbon oranik dalam suatu bahan. Jumlah rasio C/N
menggunakan metode Walkey dan Black dapat digunakan sebagai indikator proses
(pengoksidasian dengan kromat dan asam fermentasi yaitu jika jumlah perbandingan
sulfat. Sampel sebanyak 1 ml ditambahkan antara karbon dan nitrogen masih berkisar
dengan 10 ml K2Cr2O7 dan H2SO4 pekat, antara 20% sampai 30% maka hal tersebut
kemudian dipanaskan sampai semua mengindikasikan bahwa pupuk yang di
sampel melarut. Sampel yang sudah larut fermentasi sudah bisa untuk digunakan.
diencerkan menjadi 100 ml dengan Perbedaan kandungan C dan N tersebut
akuades. Larutan ini kemudian dipipet 10 akan menentukan kelangsungan proses
ml kedalam Erlenmeyer dan ditetesi fermentasi pupuk cair yang pada akhirnya
indikator feroin 3 tetes, selanjutnya dititrasi mempengaruhi kualitas pupuk cair yang
dengan larutan FeSO4 0,5 N sampai terjadi dihasilkan(Pancapalaga,2011).
perubahan warna hijau menjadi coklat Kandungan rasio C/N didapatkan
(AOAC, 1999). dari perbandingan antara nilai C organik
dan nitrogen.
Nitrogen
Unsur nitrogen merupakan salah Fosfor
satu unsur penyusun protein sebagai Fosfor merupakan unsur hara yang
pembentuk jaringan dalam makhluk hidup, terpenting bagi tumbuhan setelah nitrogen.
dan di dalam tanah unsur N sangat Unsur ini merupakan bagian penting dari
menentukan pertumbuhan tanaman nukleoprotein inti sel yang mengendalikan
(Sutanto, 2002). pembelahan dan pertumbuhan sel,
demikian pula untuk DNA yang membawa pada tanaman buah-buahan
sifat-sifat keturunan organismpe hidup. mempengaruhi rasa manis buah (Winata,
Senyawa Fosfor juga mempunyai peranan 1998).
dalam pembelahan sel, merangsang Pengujian kalium dilakukan
pertumbuhan awal pada akar, pemasakan menggunakan metode pertukaran kation
buah, transport energi dalam sel, dengan cara dilakukan ekstraksi dengan
pembentukan buah dan produksi biji larutan NH4OAc pH 7.0 N selanjutnya
(Yulipriyanto, 2010). diukur dengan Instrument Atomic
Pengujian fosfor menggunakan Absortion Spetrophotometer (AAS) pada
metode spektrofotometer. Sampel sebanyak panjang gelombang 768 nm, sebagai
1 ml diekstrak dengan 10 ml larutan Bray II pembanding dilakukan penetapan deret
(NH4 + asam) disaring, kemudian standar dengan konsentrasi fosfor 0, 1, 2, 3
ditambahkan dengan larutan ammonium ppm (AOAC, 1999).
molibdat + asam borat dan direduksi
Derajat Keasaman (pH)
dengan pereduksi asam askorbat sampai
Menurut Campbell dan Reece
timbul warna biru. Kerapatan optic sampel
(2008), pH merupakan faktor penting
diukur dengan menggunakan
karena berpengaruh terhadap ketersediaan
spektrofotometer dengan panjang
mineral yang dibutuhkan oleh tumbuhan.
gelombang 660 nm, sebagai pembanding
Salah satu faktor yang mempengaruhi
dilakukan penetapan deret standar dengan
aktivitas mikroorganisme didalam media
konsentrasi fosfor 0, 1, 2, 3, 4, 5 ppm
penguraian bahan organik adalah pH. pH
(AOAC, 1999).
optimum untuk proses penguraian bahan
Kalium organik menurut Sutanto (2002) antara 5 –
Kalium (K) berperan dalam 8. Akhir proses penguraian menghasilkan
pembentukan protein dan karbohidrat, pupuk organik cair yang bersifat asam
pengerasan bagian kayu dari tanaman, netral dan alkalis sebagai akibat dari sifat
peningkatan kualitas biji dan buah. Unsur bahan organik.
K diserap dalam bentuk K+, terutama pada Pengujian pH dilakukan
tanaman muda (Mulyani, 1994). Tanaman menggunakan pH meter. Ditimbang 10
yang kekurangan unsur K akan mengalami gram contoh pupuk organik, dimasukkan
gejala kekeringan pada ujung daun, ke dalam botol kocok, ditambah 50 ml air
terutama daun tua. Ujung yang kering akan bebas ion. Kemudian dikocok dengan
semakin menjalar hingga ke pangkal daun. mesin kocok selama 30 menit. Kemudian
Kadang-kadang terlihat seperti tanaman suspensi pupuk cair diukur dengan pH
yang kekurangan air. Kekurangan unsur K
meter yang telah dikalibrasi menggunakan asam organik menjadi senyawa yang lebih
larutan buffer pH 7.0 dan pH 4.0. sederhana seperti metana, amoniak dan
karbondioksida. Setelah mengalami pH
Tabel 1. Standar Kualitas Pupuk Organik
Berdasarkan SNI 19-7030-2004 yang tinggi terjadi proses penurunan pH
Parameter Standar menuju pada kondisi yang optimal yaitu
Total N > 0.40%
Total C organik 9.80 – 32.00% pH 7. pH yang dihasilkan dari limbah cair
Rasio C/N 11 – 20 tapioka berkisar antara 4.95 – 5.55, dari
P2O5 > 0.10%
K2O > 0.20% kandungan tersebut maka pH yang
pH 4-9 dihasilkan belum memenuhi SNI 19-7030-
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2004)
2004. Menurut Campbell dan Reece (2008),
PEMBAHASAN jika pH terlalu asam dapat disesuaikan
dengan menambahkan kapur yakni
Kualitas Pupuk Cair
kalsium karbonat atau kalsium hidroksida.
Derajat Keasaman (pH)
Nilai C organik

Tabel 2. Rerata Kandungan pH Pada


Pupuk Cair Dari Limbah Cair Tapioka Tabel 3. Rerata Kandungan C organik pada
Akibat Penambahan Starter Pupuk Cair dari Limbah Cair Tapioka
pH akibat penambahan starter
Perlakuan C organik (%)
Ke-1 Ke-14 Ke-28 Perlakuan
Ke-1 Ke-14 Ke-28
Kontrol 5.26 a 5.53 a 5.01 a
Kontrol 0.41 a 1.09 a 1.15 a
Pupuk A 5.27 a 5.40 b 5.03 a
Pupuk A 0.57 a 1.26 bc 1.86 ab
Pupuk B 5.27 a 5.40 c 5.13 a
Pupuk B 0.79 a 1.41 c 2.53 b
BNT 5% 0.20 0.00 0.28
BNT 5% 0.39 0.17 0.84
Keterangan : bilangan rata-rata yang
didampingi huruf yang sama tidak berbeda Keterangan : bilangan rata-rata yang
nyata pada P (0.05); Kontrol = Limbah Cair didampingi huruf yang sama tidak berbeda
Tapioka; B = Limbah Cair Tapioka + Trichoderma nyata pada P (0.05); Kontrol = Limbah Cair
Koningii; C = Limbah Cair Tapioka + EM4 Tapioka; B = Limbah Cair Tapioka + Trichoderma
Berdasarkan Tabel 2. pH yang dihasilkan Koningii; C = Limbah Cair Tapioka + EM4

dari fermentasi limbah cair tapioka Tabel 3. menyatakan bahwa


tergolong asam. Pada hari ke-14 terjadi semakin lama proses pengomposan maka
peningkatan kandungan pH dan kemudian kandungan C organik dalam pupuk cair
mengalami penurunan pada akhir proses semakin meningkat. Hal ini disebabkan ada
fermentasi, hal ini sesuai dengan Prahesti bakteri yang mengalami kematian yang
dan Dwipayanti (2011) bahwa tingginya tidak mendegradasi senyawa organik,
pH disebabkan oleh aktivitas kelompok tetapi terukur sebagai organik sehingga
bakteri lainnya, misalkan bakteri kandungan senyawa organiknya tinggi.
metanogen yang mengonversikan asam-
EM4 sangat berpengaruh dalam memiliki kandungan nitrogen berkisar
peningkatan kandungan C organik pada antara 0.60% - 0.81%. Berdasarkan
fermentasi limbah cair tapioka. Kandungan kandungan tersebut maka kandungan
C organik yang dihasilkan berkisar antara nitrogen yang dihasilkan sudah memenuhi
1.10 – 3.02%. Berdasarkan niali tersebut SNI 19-7030-2004.
maka kandungan C organik dari limbah
Kandungan C/N
cair tapioka masih dibawah SNI 19-7030-
2004. Tabel 5. Rerata Kandungan C/N pada
Pupuk Cair dari Limbah Cair Tapioka
Kandungan Nitrogen akibat penambahan starter
Rasio C/N
Tabel 4. Rerata Kandungan Nitrogen pada Perlakuan
Ke-1 Ke-14 Ke-28
pupuk cair dari limbah cair tapioka akibat
penambahan starter Kontrol 0.66 a 1.71 a 1.79 a
Nitrogen (%)
Perlakuan Pupuk A 0.87 b 1.77 ab 2.54 ab
Ke-1 Ke-14 Ke-28
Pupuk B 1.18 c 1.88 c 3.27 b
Kontrol 0.62 a 0.63 a 0.64 a
BNT 5% 0.17 0.11 0.94
Pupuk A 0.66 a 0.71 bc 0.73 bc
Keterangan : bilangan rata-rata yang
Pupuk B 0.67 a 0.75 c 0.77 c didampingi huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada P (0.05); Kontrol = Limbah Cair
BNT 5% 0.06 0.08 0.09 Tapioka; B = Limbah Cair Tapioka + Trichoderma
Keterangan : bilangan rata-rata yang Koningii; C = Limbah Cair Tapioka + EM4
didampingi huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada P (0.05); Kontrol = Limbah Cair Rasio C/N yang terkandung dalam
Tapioka; B = Limbah Cair Tapioka + Trichoderma
limbah cair tapioka selama proses
Koningii; C = Limbah Cair Tapioka + EM4
fermentasi semakin lama semakin
Selama proses fermentasi
meningkat, hal ini dikarenakan kandungan
kandungan nitrogen dalam pupuk cair dari
C/N didapatkan dari perbandingan antara
limbah cair tapioka ini semakin meningkat
kandungan C organik dan nitrogen,
kurang lebih sebanyak 1%. Berdasarkan
sehingga jika terjadi peningkatan
hasil penelitian pH yang dihasilkan dari
kandungan C organik dan nitrogen maka
fermentasi limbah cair tapioka cenderung
kandungan C/N juga akan semakin
asam. Menurut Polprasert (1989), pH yang
meningkat. Jika dilihat dari jenis starter
basa menyebabkan kandungan nitrogen
yang digunakan tampak bahwa EM4 dapat
turun, sehingga dapat disimpulkan bahwa
meningkatkan kandungan C/N yang
meningkatnya kandungan nitrogen ini
dihasilkan. Fermentasi dari limbah cair
disebabkan oleh pH yang bersifat asam.
tapioka memiliki kandungan C/N berkisar
Kandungan nitrogen tertinggi diperoleh
antara 1.71 – 3.73, berdasarkan kandungan
dari limbah cair tapioka dengan
tersebut maka kandungan C/N dari limbah
penambahan EM4. Dari hasil analisa
cair tapioka ini masih dibawah SNI 19-
kualitas pupuk cair limbah cair tapioka
7030-2004, hal ini dikarenakan hasil Berdasarkan Tabel 6. terjadi
fermentasi dari limbah cair tapioka ini peningkatan terus menerus pada
memiliki kandungan C organik yang kandungan fosfor kurang lebih sebanyak
tergolong rendah sehingga menghasilkan 8%, hal ini dikarenaka tingginya
kandungan C/N yang rendah pula. kandungan fosfor juga dipengaruhi oleh
Kandungan C organik yang rendah tingginya kandungan nitrogen, semakin
ddisebabkan proses fermentasi dari limbah tinggi nitrogen yang dikandung maka
cair tapioka ini tidak diberikan multiplikasi mikroorganisme yang
penambahan sumber karbon, sehingga merombak fosfor akan meningkat,
pertumbuhan mikroorganisme menjadi sehingga kandungan fosfor akan
terhambat karena tidak memiliki sumber meningkat (Yuli et al., 2011).
energi yang cukup. Salah satu sumber Kandungan fosfor tertinggi
karbon bisa diperoleh dari dedak. Dedak diperoleh dari pupuk B yaitu perlakuan
merupakan hasil dari penggilingan padi yang diberi EM4. Kandungan fosfor yang
yang mempunyai sumber karbon dan dihasilkan dari limbah cair tapioka
nitrogen lebih kompleks dibandingan berkisar antara 1.14 – 1.70%. Berdasarkan
media lain. Karbohidrat yang yang mudah kandungan tersebut maka kandungan
tersedia seperti halnya dedak padi fosfor yang dihasilkan sudah memenuhi
merupakan sumber energi yang dapat SNI 19-7030-2004.
memfasilitasi aktifitas mikroorganisme
Kandungan Kalium
dalam melakukan proses fermentasi
(Irlbeck, 2000). Tabel 7. Rerata Kandungan Kalium Pada
Pupuk Cair Dari Limbah Cair Tapioka
Kandungan Fosfor Akibat Penambahan Starter
Kalium (%)
Perlakuan
Tabel 6. Rerata Kandungan Fosfor Pada Ke-1 Ke-14 Ke-28
Pupuk Cair Dari Limbah Cair Tapioka
Kontrol 0.42 a 0.72 a 0.87 a
Akibat Penambahan Starter
Fosfor (%) Pupuk A 0.28 a 0.79 ab 1.05 ab
Perlakuan
Ke-1 Ke-14 Ke-28 Pupuk B 0.27 a 1.08 c 1.25 b
Kontrol 0.54 a 1.17 a 1.17 a BNT 5% 0.25 0.20 0.29
Pupuk A 0.39 a 1.33 b 1.37 b Keterangan : bilangan rata-rata yang
didampingi huruf yang sama tidak berbeda
Pupuk B 0.19 a 1.53 c 1.58 c
nyata pada P (0.05); Kontrol = Limbah Cair
BNT 5% 0.81 0.15 0.17 Tapioka; B = Limbah Cair Tapioka + Trichoderma
Koningii; C = Limbah Cair Tapioka + EM4
Keterangan : bilangan rata-rata yang Selama proses fermentasi
didampingi huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada P (0.05); Kontrol = Limbah Cair kandungan kalium dalam limbah cair
Tapioka; B = Limbah Cair Tapioka + Trichoderma
Koningii; C = Limbah Cair Tapioka + EM4
tapioka semakin meningkat kurang lebih
sebanyak 4%. Kandungan kalium terbaik
dihasilkan dari perlakuan dengan Hadisuwito, Sukamto. 2012. Membuat
Pupuk Organik Cair. Jakarta :
penambahan EM4. Dari hasil analisa
Agromedia Pustaka
kualitas pupuk cair limbah cair tapioka
Hamid. Hamrad & Bambang 2007.
memiliki kandungan kalium berkisar
Pengawasan Industri dalam
antara 0.70 – 1.46%. Berdasarkan Pengendalian Pencemaran
Lingkungan. Granit : Jakarta.
kandungan tersebut maka kandungan
kalium yang dihasilkan sudah memenuhi Indriani, H. Y. 1999. Membuat Kompos Secara
Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta.
SNI 19-7030-2004.
Irlbeck, N.A. 2000. Basic of Alpaca Nutrition.
KESIMPULAN Alpaca Owners and Breeder
Association Annual Conference
Pemberian starter EM4 dan Trichoderma Procedings. June 4. Louisville.
Koningii berpengaruh nyata terhadap
Jenie, B.S.L. dan Rahayu WP. 1993.
kandungan C/N, C organik, N, P, K dan Penanganan Limbah Industri
Pangan. Kanisius. Yogyakarta.
pH. Pada penelitian ini kualitas pupuk cair
terbaik diperoleh dari limbah cair tapioka Mulyani, S. 1994. Pupuk dan Cara
Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta.
dengan penambahan EM4. Penambahan
Pancapalaga, w. 2011. Pengaruh Rasio
starter Trichoderma Koningii meningkatkan
Penggunaan Limbah Ternak dan
kandungan hara pada limbah cair akan Hijauan terhadap Kualitas Pupuk
Cair. Gamma 7(1), Hal 61-68.
tetapi masih rendah bila dibandingkan
dengan penambahan EM4. Prahesti R.Y. dan N.U. Dwipayanti. 2011.
Pengaruh penambahan nasi basi dan
Kandungan unsur hara (N P K) gula merah terhadap kualitas kompos
dari limbah cair tapioka dengan starter EM4 dengan proses anaerobik; studi
kasus pada sampah domestik
sudah memenuhi nilai standar kualitas lingkungan Banjar Sari,
pupuk, sehingga pupuk cair dari limbah Kelurahan Ubung, Denpasar
Utara: 497-506
cair tapioka jika dilihat dari segi
kandungan hara sudah dapat digunakan Rahayu, M.S., dan Nurhayati, (2005),
Penggunaan EM4 dalam
sebagai pupuk, akan tetapi kandungan C Pengomposan Limbah Padat : Jurnal
organik dan pH yang dihasilkan masih Penelitian Bidang Ilmu Pertanian
Vol. 3, No. 2.
belum memenuhi SNI 19-7030-2004.
Simamora, S., dan Salundik. 2005.
DAFTAR PUSTAKA
Meningkatkan Kualitas Kompos.
Bangun, D. W. 2012. Petani Pintar. Klinik Agromedia Pustaka, Jakarta
Pertanian Indonesia.
Sungguh A. 1993. Kamus Lengkap Biologi.
Campbell, N. A. dan J.B. Reece. 2008 Biologi Jakarta : Gaya Media Pratama.
edisi kedelapan Jilid 2. Jakarta :
Erlangga
Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan
Pertanian Organik :
Pemasyarakatan & Penerapannya.
Karisius. Yogyakarta
Yulipriyanto, H. 2010. Biologi
tanah dan startegi pengolahannya.
Yogyakarta : Graha Ilmu

Tjokroadikoesoemo, P. S. 1986. HFS dan


Industri Ubi Kayu Lainnya. PT
Gramedia, Jakarta.

Winata, L. 1998. Budidaya Anggrek. Penebar


Swadaya : Jakarta

Yulipriyanto, H. 2010. Biologi tanah dan


startegi pengolahannya.
Yogyakarta : Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai