1. Gilbert’s sybdrome
Sindrom gilbert berupa hiperbilirubinemia indirek tak terkonjugasi), yang sering
disalahartikan sebagai hepatitis kronik. Penykait ini menetap, sepanjang hidup dan
mengenai sejumlah 3-5% penduduk dan ditemukan pada kelompok umur dewasa
dengan keluhan tidak spesifik secara tidak sengaja. Patogenesisnya belum dapat
dipastikan. Adanya gangguan (defek) yang kompleks dalam proses pengambilan
bilirubin dari plasma yang berfluktuasi antara 2-5 mg/dl yang cenderung naik dengan
berpuasa dan keadaan stres lainnya. Keaktifan enzim glukoronil transferase rendah,
karenanya mungkin ada hubungan dengan sindrom Crigler Najjar tipe II. Sindrom
gilbert dapat dengan mudah dibedakan dengan hepatitis dengan tes faal hati yang
normal, tidak terdapatnya empedu dalam urin, dan fraksi bilirubin indirek yang
dominan. Hemolisis dibedakan dengan tidak terdapatnya anemia atau retikulositosis.
Histologi hati normal, namun biopsi hati tidak diperlukan untuk diagnosis.
4. Rotor syndrome
Penyakit jarang ini menyerupai sindrom dubin johnson, tetapi hati tidak mengalami
pigmentasi dan perubahan metabolik lain yang nyata ditemukan. Sindrom rotor
memiliki gangguan dengan penimpanan bilirubin hepatik.
5. Mirizzi Syndrome
Sindrom mirizzi adalah komplikasi dari penyakit batu empedu yang jarang terjadi.
Karakteristik yang khasyaitu adanya impaksi batu empedu di duktus sistikus atau di
kendung empedu sehingga menghasilkan obstruksi mekanik di duktus hepatikus dan
menghasilkan striktur inflamasi di saluran empedu, sehingga menyebabkan ikterus
obstruktif berkelanjutan.
ACE inhibitor sebagai anti proteinuria
Untuk obat ACE inhibitor yang memiliki efek anti proteinuria karena mekanisme
kerjanya menghambat angiotensi I menjadi angiotensin II, dimana angiotensin II
memiliki efek vasokonstriksi arteriol eferen glomerulus sehingga ACE-i mengurangi
tekanan intraglomerular dan menghambat proteinuria.