Laporan Pendahuluan Luzy
Laporan Pendahuluan Luzy
Disusun oleh :
Luzy Ratna Sari
SN182059
E. Manifestasi Klinis
Pada gagal ginjal kronik akan terjadi rangkaian perubahan. Bila GFR
menurun 5-10 % dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien
akan menderita sindrom uremik, yaitu suatu kompleks gejala yang diakibatkan
atau berkaitan dengan retensi metabolik nitrogen akibat gagal ginjal
(Suhartono, 2009).
Manifestasi klinis sindrom uremik pada gagal ginjal kronis :
1. Biokimia
Asidosis metabolik (HCO3- serum 18-20 mEq/L), Azometemia
(penurunan GFR menyebabkan peningkatan BUN dan Kreatin),
Hiperkalemia retensi Na, Hipermagnesia, Hiperuresemia.
2. Saluran Cerna
Anoreksia mual, muntah, nafas bau amoniak, mulut kering, pendarahan
mulut cerna, diare, parotitis.
3. Perkemihan oliguria
Berlanjut menuju oliguri, lalu anuri. Nokturia BJ urin 1,010, proteinuri.
4. Metabolisme Protein
Sintesis abnormal, hiperglikmia, kebutuhan insulin menurun lemak
peningkatan kadar trigliserid.
5. Kardiovaskular
Hipertensi retinopati dan ensefalopati hipertensif, beban sirkulasi berlebih,
edema, gagal jantung kongestif, dan disritmia gangguan kalsium,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, hiperparatiroidisme, deposit garam kalsium
pada sendi, pembuluh darah jantung dan paru-paru, Konjungtivitis (urenia
mata merah).
6. Pernafasan
Kussmaul, dispnea, edema paru, pnumonitis, kulit pucat, pruritis, kristal
uremia, kulit kering, dan memar.
7. Hematologik,
Anemia, hemolisis, kecenderungan pendarahan, infeksi.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa
gagal ginjal kronik yaitu (Baughman, 2000 dalam (Prabowo & Eka, 2014)) :
1. Biokimia
Pemeriksaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dari kreatinin
plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui fungsi ginjal
adalah dengan analisa creatinine clearance (klirens kreatinin). Selain
pemeriksaan fungsi ginjal, pemeriksaan kadar elektrolit juga harus
dilakukan untuk mengetahui status keseimbangan elektrolit dalam tubuh
sebagai kinerja ginjal.
2. Urinalisis
Urinalisis dilakukan untuk menepis ada tidaknya infeksi pada ginjal atau
ada tidaknya perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan parenkim
ginjal.
3. Ultrasonografi ginjal
Gambaran dari ultrasonografi akan memberikan informasi yang
mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien gagal
ginjal biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada
ginjal. Selain itu ukuran dari ginjal pun akan terlihat.
G. Penatalaksanaan
Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 tahap, yakni
tindakan konservatif, dialisis atau transplatansi ginjal (Suharyanto & Madjid,
2009).
1. Tindakan Konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau
memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif (Suharyanto & Madjid,
2009).
1) Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan
a) Pembatasan protein
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi
juga mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi
produksi ion hidrogen yang berasal dari protein. Pembatasan
asupan protein telah terbukti menormalkan kembali kelainan ini
dan memperlambat terjadi gagal ginjal.
Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi Penyebab
Demam Bakteri atau zat penyebab demam (pirogen)
di dalam darah
Dialisat terlalu panas
Reaksi anafilaksis yg Alergi terhadap zat di dalam mesin
berakibat fatal (anafilaksis) Tekanan darah rendah
Tekanan darah rendah Terlalu banyak cairan yang dibuang
Gangguan irama jantung Kadar kalium dan zat lainnya yang abnormal
dalam darah
Emboli udara Udara memasuki darah di dalam mesin
Perdarahan usus, otak, mata Penggunaan heparin di dalam mesin untuk
atau perut mencegah pembekuan
b. Transplantasi ginjal
I. Komplikasi
Komplikasi yang sering kali ditemukan pada penderita gagal ginjal kronik
adalah (Mahdiana, 2010) :
1. Anemia
2. Osteodistrofi Renal
3. Gagal Jantung
4. Impotensi
2. Konsep Dasar Hipertensi
A. Definisi Hipertensi
World Health Organization (WHO) dan The International Society of
Hypertension (ISH) menetapkan bahwa hipertensi merupakan kondisi ketika
tekanan darah (TD) sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan darah
diastolic lebih besar dari 90 mmHg. Nilai ini merupakan hasil rerata minimal
dua kali pengukuran setelah melakukan dua kali atau lebih kontak dengan
petugas kesehatan hipertensi usia dewasa telah diklasifikasikan dalam Sixtth
Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Preassure (INC VI) pada tahun 1997. Hal ini
dapat dilihat pada tabel:
Kategori TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)
Optimal <120
Normal <130
Tinggi-normal 130-139
Hipertensi
Derajat 1 140-159
Derajat 2 160-179
Derajat 3 >180
(Yasmara dkk, 2016).
B. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya, Hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
1. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat
diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab
hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan
hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong
Hipertensi primer sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder.
2. Hipertensi sekunder
Jumlah Hipertensi sekunder hanya sekitar 5-10% dari kejadian hiertensi
secara keseluruhan. Hipertensi jenis ini merupakan dampak dari penyakit
tertentu. Berbagai kondisi yang bisa menyebabkan hipertensi antara lain
penyempitan arteri renalis, penyakit parenkim ginjal, hiperaldosteron
maupun kehamilan. Selain itu obat-obatan tertentu bisa juga pemicu jenis
hipertensi sekunder.
Hipertensi primer maupun sekunder memiliki potensi untuk berkembang
menjadi hipertensi berat atau dengan pula sebagai krisis hipertensi.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada:
a) Elastisitas dinding aorta menurun
b) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi
e) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
C. Pathway
D. Manifestasi Klinis Hipertensi
Tanda dan gejala hipertensi dibedakan menjadi:
a. Tidak ada gejala : tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan
dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh
dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan
pernah terdiagnosa jika arteri tidak teratur.
b. Gejala yang lazim : sering dikatakan bahwa gejala yang lazim menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis.Beberapa pasien yang menderita hipertensi
yaitu:
1) Mengeluh sakit kepala, pusing
2) Lemas, kelelahan
3) Sesak nafas
4) Gelisah
5) Mual, muntah
6) Epitaksis
7) Kesadaran menurun
8) Tengkuk terasa pegal, dan lain-lain.
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal,
pendarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di
otak, serta kelumpuhan.
D. Pemeriksaan Penunjang Hipertensi
1. Hemoglobin / hematokrit : mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap
volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor resiko
seperti hipokoagulabilitas, anemia.
2. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
3. Glukosa : Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan
hipertensi).
4. Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
5. Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan
hipertensi.
6. Kadar nitrogen urea darah normal (normal = 5-25 mg/dL)2 atau meningkat
> 20 mg/dL dan kadar kreatinin serum normal (normal = 0,5-1,5 mg/dL)2
atau >1,5 mg/dL menunjukkan penyakit ginjal.
7. Kolesterol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa
(efek kardiofaskuler)
8. Pemeriksaan tiroid : hipertiroidisme dapat mengakibatkan vasikonstriksi
dan hipertensi.
9. Kadar aldosteron urin dan serum : untuk menguji aldosteronisme primer
(penyebab).
10. Urinalisa : darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan
atau adanya diabetes.
11. VMA urin (metabolit katekolamin) : kenaikan dapat mengindikasikan
adanya feokomositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat digunakan
untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
12. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko
terjadinya hipertensi.
13. Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma atau disfungsi ptuitari, sindrom Cushing’s; kadar renin
dapat juga meningkat.
14. IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal dan ureter.
15. Foto dada : dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub;
deposit pada dan/ EKG atau takik aorta; perbesaran jantung.
16. CT scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, atau
feokromositoma.
17. EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi. Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda
dini penyakit jantung hipertensi.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan
tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma
dan
kadar adosteron dalam plasma.
2. Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.
Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi
seperti golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis
kalsium,golongan penghambat konversi rennin angitensin.
F. Komplikasi
Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata berupa
perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,gagal
jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.
3. Konsep Hemodialisis
A. Pengertian Hemodialisis
Hemodialisis merupakan terapi untuk pasien gagal ginjal tahap akhir.
Metode ini menggantikan kerja yang biasanya dijalankan ginjal, yaitu
pembersihan darah dari sisa metabolisme, zat toksik, dan pengeluaran
timbunan air dalam tubuh (Agoes, 2010)
Hemodialisis adalah proses pembuangan zat-zat sisa metabolisme, zat
toksik lainnya melalui membran semi permeabel sebagai pemisah antara
darah dan dialisat yang sengaja dibuat dalam dializer (LeMone, Burke, &
Bauldoff, 2016).
Hemodialisis merupakan suatu tindakan yang digunakan pada klien gagal
ginjal untuk menghilangkan sisa toksik, kelebihan cairan dan untuk
memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dengan prinsip osmosis dan difusi
dengan menggunakan sistem dialisis eksternal dan internal (LeMone, Burke,
& Bauldoff, 2016).
Jadi kesimpulannya, hemodialisis merupakan terapi pengganti fungsi
ginjal untuk proses pembersihan darah dari zat sisa-sisa metabolisme, toksik,
dan timbunan elektrolit lainnya di dalam tubuh.
B. Tujuan Hemodialisis
Tujuan dari terapi hemodialisis untuk pasien gagal ginjal kronik yaitu
(Wijaya & Putri, 2013) :
1. Membuang sisa produk metabolisme protein seperti : urea, kreatinin dan
asam urat
2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara
darah dan bagian cairan
3. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh
C. Indikasi Hemodialisis
Indikasi dilakukannya terapi hemodialisis adalah (Wijaya & Putri, 2013) :
1. Pasien yang memerlukan hemodialisis adalah pasien GGK dan GGA
untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih ( laju filtrasi glomerulus <
5 ml).
2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan terapi hemodialisis
apabila terdapat indikasi :
a. Hiperkalemia ( K+ darah 6 meq/l)
b. Asidosis Metabolik
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum/ kreatinin tinggi dalam darah (Ureum > 200 mg%,
kreatinin serum > 6 mEq/l
e. Kelebihan cairan
f. Mual dan muntah hebat
3. Indikasi obat dan zat kimia
4. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat. Sindrom hepatorenal
dengan kriteria :
a. K+ pH darah < 7,10 asidosis
b. Oliguri/anuria > 5 hr
c. GFR < 5ml/menit/1,73 m2 pada GGK
d. Ureum darah > 200 mg/dl
D. Kontra Indikasi Hemodialisis
Selain indikasi hemodialisa juga kontraindikasi pada :
a. Hipertensi Berat ( TD > 200/ 100 mmHg )
b. Hipotensi ( TD<100 mmHg )
c. Adanya perdarahan hebat
d. Demam tinggi
E. Prosedur Pelaksanaan Hemodialisis
Prosedur pelaksanaan untuk proses terapi hemodialisis sebagai berikut
(Wijaya & Putri, 2013) :
1. Tahap Persiapan
a. Mesin sudah siap pakai
b. Alat lengkap 1 set Hemodialisis
c. Obat-obatan
d. Administrasi (surat persetujuan HD)
2. Tahap pelaksanaan
a. Penjelasan pada klien dan keluarga
b. Timbang berat badan
c. Atur posisi, observasi TTV
d. Siapkan sirkulasi mesin
e. Persiapan tindakan steril pada daerah punksi
f. Lakukan penusukan vena (out let dan in let) dengan AV fistula lalu
tutup dengan kasa steril
g. Berikan bolus heparin (dosis awal 50-100 IU/kg BB)
h. Memulai hemodialisis
i. Pencatatan dokumentasi selama proses dialisis
3. Tahap penghentian
A. Siapkan alat
B. Ukur TTV
C. Lepaskan outlet dan inlet punksi
D. Ukur TTV
E. Timbang berat badan
F. Analisa keluhan saat dan sesudah HD
F. Prinsip Hemodialisis
Prinsip pelaksanaan dari terapi hemodialisis itu meliputi (LeMone, Burke, &
Bauldoff, 2016) :
1. Difusi
Dihubungkan dengan pergeseran partikel-partikel dari konsentrasi tinggi
ke konsentrasi rendah oleh tenaga yang di timbulkan oleh perbedaan
konsentrasi zat-zat terlarut di kedua sisi membran dialisis, difusi
menyebabkan pergeseran urea, kreatinin dan asam urat dari kompartemen
darah klien ke kompartemen dialisat.
2. Osmosis
Mengangkut pergeseran cairan lewat membran semipermeabel dari
daerah yang kadar partikel-partikel rendah ke daerah yang kadar partikel
lebih tinggi, osmosis bertanggung jawab atas pergeseran cairan dari klien
terutama pada dialiser.
3. Ultrafiltrasi
Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membrane semi permeable akibat
perbedaan tekanan hidrostatik pada kompartemen darah dan
kompartemen dialisat.
4. Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan
akan mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam
cairan tersebut.
Agoes, A., Agoes, A., & Agoes, A. (2010). Penyakit di Usia Tua. Jakarta: EGC.