Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DENGAN HIPERTENSI

Disusun oleh :
Luzy Ratna Sari
SN182059

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2019/2020
Laporan Pendahuluan dan Konsep Asuhan Keperawatan
Chronic Kidney Desease (CKD) atau Gagal Ginjal Konik Dengan Hipertensi

1. Konsep Chronic Kidney Desease (CKD) atau Gagal Ginjal Konik


A. Pengertian
Gagal ginjal kronis disebut juga sebagai Chronic Kidney Desease (CKD).
Perbedaan kata kronis disini dibanding dengan akut adalah kronologis waktu
dan tingkat fisiologis filtrasit. Berdasarkan Mc Clellan 2006 dijelaskan
bahwa gagal ginjal kronis merupakan kondisi penyakit pada ginjal yang
persisten (keberlangsungan ≥ 3 bulan dengan : 1) kerusakan ginjal, dan 2)
Kerusakan glomerular filtration rate (GFR) dengan angka GFR ≤ 60 ml/menit/
1,73 m2 (Prabowo & Eka, 2014).
Pada keadaan gagal ginjal kronik ini, terjadi penurunan fungsi ginjal yang
lambat dengan tanda dan gejala yang minimal. Banyak pasien yang tidak
menyadari timbulnya keadaan tersebut sampai fungsi ginjal hanya tinggal
25% (Agoes, 2010). Gagal ginjal kronik merupakan penyakit yang terjadi
dalam kurun waktu cukup lama sampai bertahun-tahun serta tidak kunjung
sembuh (Dharma, 2015).
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kemunduran fungsi ginjal yang progesif
dan irreversibel dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk
mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan dan elektrolit yang
mengakibatkan uremia atau azotemia (Wijaya & Putri, 2013).
Jadi kesimpulannya, gagal ginjal kronik adalah penyakit ginjal tahap akhir
yang terjadi dalam kurun waktu lama dimana penurunan fungsi ginjal sampai
25% sehingga menimbulkan beberapa gejala yang dapat menurunkan kualitas
hidup penderita.
B. Etiologi
Ada beberapa penyakit yang memengaruh I tubuh secara keseluruhan,
yang dapat memicu timbulnya PKG, antara lain:
1) Diabetes
Bila mengalami diabetes, berarti tubuh tidak bisa optimal dalam hal
mengubah makanan menjadi energy yang dibutuhkan sehingga kadar gula
darah dapat meningkat. Kondisi gula darah yang meningkat
berkepanjangan dapat merusak pembuluh darah ginjal. Bila sudah
meningkat, dapat menimbulkan gejala-gejala seperti: rasa haus meningkat,
penglihatan kabur, sering berkemih, beat badan menurun tanpa alasan
yang jelas, luka yang lama sembuh, merasa lapar dan lemah.
2) Tekanan darah tinggi (hipertensi)
Tekanan darah merupakan tekanan yang ditimbulkan pleh darah yang
mengalir dalam pembuluh darah arteri. Tekanan yang tinggi ini bila
berlangsung terus-menerus dapat merusak atau mengganggu pembuluh-
pembuluh darah kecil dalam ginjal yang lama kelamaan akan mengganggu
kemampuan ginjal untuk menyaring darah. Pada umumnya, bagi orang
dewasa atau berusia 18 tahun ke atas tekanan darah 140/90 mmHg atau
lebih, dapat dikatakan sebagai keadaaan hipertensi, sedangkan bagi anda
penderita diabetes dan penyakit ginjal kronik , tekanan darah 130/80
mmHg atau lebih sudah dikatakan sebagai hipertensi. Dengan mengontrol
tekanan darah akan membantu memperlambat kerusakan ginjal. Untuk
mengatasi masalah hipertensi, konsultasikan dengan dokter anda.
3) Batu ginjal
Batu yang terbentuk diginjal terjadi akibat adanya proses presipitasi
(kristalisasi bahan-bahan yang terlarut) yang terkandung di dalam urine.
Biasanya batu ini dapat berpindah melalui ureter (saluran yang
mengalirkan urine dari ginjal ke kandung kemih) dan dikeluarkan lewat
urine bila berukuran kecil. Namun kadangkala, batu yang berukuran
terlalu besar tidak bisa keluar begitu saja lewat urine. Bila hal ini terjadi
maka menimbulkan sara sakit dan mungkin dapat menimbulkan obstruksi
akibat terhambatnya aliran urine keluar.
Batu ginjal dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti infeksi, diet
tertentu, obat-obatan, dan kondisi tertentu akibat meningginya zat lain
dalam urine, misalnya asam urat. Gejala batu ginjal antara lain:
a) Rasa sakit pada bagian belakang atau sisi tubuh
b) Darah dalam urine
c) Muntah, demam, sering berkemih atau ingin berkemih
d) Rasa nyeri saat berkemih
Keluar/tidaknya batu ginjal dengan sendirinya, tergantung pada lokasi,
besar, bentuk, dan komposisi. Ukuran batu yang kecil dengan bentuk licin
atau bulat, dapat keluar dengan sendirinya. Namun, bila bentuknya
bermacam-macam, misalnya, dengan tepi yang tajam atau dengan ukuran
yang terlalu besar, yang memenuhi seluruh bagian ginjal, tentu
memerlukan terapi tertentu guna mengeluarkannya. Bila batu ginjal
berpindah ke bagian pelvis ginjal, dapat menyumbat aliran urine dan ginjal
pun dapat bengkak sehingga mengganggu kerja gnjal.
4) Infeksi dan radang
Ainfeksi atau radang pada saluran kemih (ISK) dapat terjadi akibat adanya
bakteri yang masuk kesaluran kemih dan berkembangbiak. Saluran kemih
terdiri dari kandung kemih, uretra dan dua ureter, serta ginjal. Bakteri ini
biasanya masuk melalui uretra dan masuk ke kandung kemih. Kondisi ini
dapat menyebabkan saluran kemih menjadi merah, bengkak, dan rasa
nyeri. Jika infeksi ini tidak diatasi dengan baik, bakteri dapat memasuki
ginjal sehingga menimbulkan jenis infeksi yang lebih serius, yaitu
pyelonefritis (peradangan pada ginjal yang dapat meluas mengenai unit
penyaring dan pembuluh darah).. gejala ISK antara lain:
a) Keinginan berkemih, kadang urine hanya berbentuk sedikit atau
menetes
b) Rasa seperti terbakar saat berkemih
c) Urine berwarna keruh atau bercampur darah
d) Bau urine sangat menyolok.
Bila infeksi ini sudah menyebar ke ginjal, dapat menyebabkan rasa sakit/
nyeri pada punggung bagian bawah disertai dengan demam, mual, dan
muntah.
5) Glomerulonefritis
Selain ISK, Glomerulonefritis yang tidak segera diatasi juga dapat
mengganggu kerja ginjal nantinya. Glomerulonefritis timbul akibat adanya
peradangan yang merusak bagian ginjal yang menyaring darah
(glomerulus) sehingga glomerulurs ini tidak bisa lagi menyaring zat-zat
yang sudah tidak terpakai oleh tubuh dan cairan yang berlabih ke dalam
aliran darah untuk membentuk cairan urine.
Glomerulonefritis akut biasanya sering disebabkan oleh infeksi bakteri
streptokokus atau infeksi pada tenggorokan atau kulit. Glomerulonefritis
yang ringan biasanya tanpa gejala dan diagnosisnya ditegakkan melalui
pemeriksaan darah dan urine di laboratorium. Sementara yang sudah berat,
dapat menimbulkan gejala fatigue (lelah), mual, muntah, sesak napas,
gangguan penglihatan, tekanan darah tinggi, bengkak (terutama pada
wajah, tangan, kaki dan pergelangan kaki), dan adanya darah/ protein pada
urine yang membuat warna urine menjadi kemerahan atau keruh.
6) Penyalahgunaan obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang dapat membahayakan kerja ginjal,
yaitu:
a) Obat penghilang/ pereda rasa sakit. Ginjal dapat rusak bila anda
mengkonsumsi obat bebas ini dalam jumlah yang berlebih dalam
jangka waktu lama, seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen.
Gunakan obat ini sesuai dengan anjuran dokter.
b) Antibiotika
c) Obat terlarang. Contoh obat jenis ini antara lain: heroin, kokain,
ekstasi, bila dikonsumsi secara berlebih dapat menyebabkan tekanan
darah tinggi, stroke, gagal jantung dan bahkan kematian.
d) Alkohol.mengkonsumsi alcohol secara berlebihan dapat
meningkatkan risiko timbulnya gagal ginjal dan gagal fungsi hati.
(Mahdiana, 2010).
C. Klasifikasi
Ada atau tidaknya penyakit ginjal kronik ini dapat ditetapkan berdasarkan
adanya kerusakan ginjal atau tingkat fungsi ginjal, yaitu dengan mengukur
laju filtrasi glomerulus (Glumerular Filtration Rate/ GFR). Menurut Natinal
Kidney Fondation Kidney Desease Outcomes Quality Initiative (NKF-K/
DOQI), dapat dibagi menjadi (Mahdiana, 2010) :
1. Kerusakan ginjal dengan nilai GFR normal atau meningkat. Nilai GFR e”
90 mL/min/1,73 m2.
2. Kerusakan ginjal ringan dengan penurunan nilai GFR 60-89 mL/min/1,73
m2 .
3. Kerusakan ginjal sedang dengan penurunan nilai GFR 30-59 mL/min/1,73
m2 .
4. Kerusakan ginjal berat dengan penurunan nilai GFR 15-29 mL/min/1,73
m2 .
5. Gagal ginjal terminal (stadium akhir), dengan nilai GFR <15 mL/min/1,73
m2 .
D. Phatway
(NANDA NIC-NOC, 2013)

E. Manifestasi Klinis
Pada gagal ginjal kronik akan terjadi rangkaian perubahan. Bila GFR
menurun 5-10 % dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien
akan menderita sindrom uremik, yaitu suatu kompleks gejala yang diakibatkan
atau berkaitan dengan retensi metabolik nitrogen akibat gagal ginjal
(Suhartono, 2009).
Manifestasi klinis sindrom uremik pada gagal ginjal kronis :
1. Biokimia
Asidosis metabolik (HCO3- serum 18-20 mEq/L), Azometemia
(penurunan GFR menyebabkan peningkatan BUN dan Kreatin),
Hiperkalemia retensi Na, Hipermagnesia, Hiperuresemia.
2. Saluran Cerna
Anoreksia mual, muntah, nafas bau amoniak, mulut kering, pendarahan
mulut cerna, diare, parotitis.
3. Perkemihan oliguria
Berlanjut menuju oliguri, lalu anuri. Nokturia BJ urin 1,010, proteinuri.
4. Metabolisme Protein
Sintesis abnormal, hiperglikmia, kebutuhan insulin menurun lemak
peningkatan kadar trigliserid.
5. Kardiovaskular
Hipertensi retinopati dan ensefalopati hipertensif, beban sirkulasi berlebih,
edema, gagal jantung kongestif, dan disritmia gangguan kalsium,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, hiperparatiroidisme, deposit garam kalsium
pada sendi, pembuluh darah jantung dan paru-paru, Konjungtivitis (urenia
mata merah).
6. Pernafasan
Kussmaul, dispnea, edema paru, pnumonitis, kulit pucat, pruritis, kristal
uremia, kulit kering, dan memar.
7. Hematologik,
Anemia, hemolisis, kecenderungan pendarahan, infeksi.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa
gagal ginjal kronik yaitu (Baughman, 2000 dalam (Prabowo & Eka, 2014)) :
1. Biokimia
Pemeriksaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dari kreatinin
plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui fungsi ginjal
adalah dengan analisa creatinine clearance (klirens kreatinin). Selain
pemeriksaan fungsi ginjal, pemeriksaan kadar elektrolit juga harus
dilakukan untuk mengetahui status keseimbangan elektrolit dalam tubuh
sebagai kinerja ginjal.
2. Urinalisis
Urinalisis dilakukan untuk menepis ada tidaknya infeksi pada ginjal atau
ada tidaknya perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan parenkim
ginjal.
3. Ultrasonografi ginjal
Gambaran dari ultrasonografi akan memberikan informasi yang
mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien gagal
ginjal biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada
ginjal. Selain itu ukuran dari ginjal pun akan terlihat.
G. Penatalaksanaan
Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 tahap, yakni
tindakan konservatif, dialisis atau transplatansi ginjal (Suharyanto & Madjid,
2009).
1. Tindakan Konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau
memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif (Suharyanto & Madjid,
2009).
1) Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan
a) Pembatasan protein
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi
juga mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi
produksi ion hidrogen yang berasal dari protein. Pembatasan
asupan protein telah terbukti menormalkan kembali kelainan ini
dan memperlambat terjadi gagal ginjal.

Pembatasan protein berdasarkan nilai GFR


GFR (ml/menit) Pembatasan protein (g)
10 40
5 25-30
3 atau kurang 20 20

b) Diet rendah kalium


Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagal ginjal
lanjut. Asupan kalium yang dianjurkan adalah 40-80 mEq/hari.
c) Diet rendah natrium
Diet Na yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g Na).
Asupan natrium yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi
cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung
kongestif.
d) Pengaturan cairan
Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi
berlebihan, edema. Sedangkan asupan yang terlalu rendah
mengakibatkan dehidrasi, hipotensi, dan gangguan fungsi ginjal.
Aturan yang dipakai untuk menentukan banyaknya asupan caian
adalah :

Jumlah urin yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir + 500 ml (IWL)

Misalnya : Jika jumlah urin yang dikeluarkan dalam waktu 24 jam


adalah 400ml, maka asupan cairan total dalam sehari adalah 400 +
500 ml = 900ml (Suharyanto & Madjid, 2009).
2) Pencegahan dan pengobatan komplikasi
a) Hipertensi
Apabila penderita sedang mengalami terapi hemodialisis,
pemberian anti hipertensi dihentikan karena dapat mengakibatkan
hipotensi dan syok yang diakibatkan oleh keluarnya cairan
intravaskular melalui ultrasi, Pemberian diuretik : furosemid
(lasix).
b) Hiperkalemia
Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin
intravena, yang akan memasukan K+ ke dalam sel atau dengan
pemberian Kalsium Glukonat 10 %.
c) Anemia
Pengobatannya adalah pemberian hormon eritropoeitin, yaitu
rekombinan eritropoeitin (r-EPO) (Eschbatch et al, 1987), selain
dengan pemberian vitamin dan asam folat, besi dan transfusi darah.
d) Asidosis
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali dengan HCO3-
plasma turun dibawah angka 15 mEq/l. Bila asidosis berat akan
dikoreksi dengan pemberian Na HCO3- (Natrium Bikarbonat)
parenteral.
e) Pengobatan hiperuriesmia
Obat pilihan untuk mengobati hipeurismia pada penyakit ginjal
lanjut adalah pemberian alopurinol. Obat ini mengurangi kadar
asam urat dengan menghambat sebagian asam urat total yang
hasilkan tubuh.
2. Dialisis dan Transplantasi
Dialisis dilakukan apabila kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml
pada laki-laki atau 4 mg/100 ml pada wanita, dan GFR kurang dari 4
ml/menit. Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan penderita
dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor ginjal
(Suharyanto & Madjid, 2009).
a. Dialysis
1) Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus-kasus emergency, sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD (Continues Ambulatory Peritonial Dialysis).
Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari
tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh
yang disebut dialyzer. Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke
aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka dibuat suatu
hubungan buatan diantara arteri dan vena (fistula arteriovenosa)
melalui pembedahan. Pada hemodialisa, darah penderita mengalir
melalui suatu selang yang dihubungkan ke fistula arteriovenosa
dan dipompa ke dalam dialyzer. Untuk mencegah pembekuan
darah selama berada dalam dialyzer maka diberikan heparin. Di
dalam dialyzer, suatu selaput buatan yang memiliki pori-pori
memisahkan darah dari suatu cairan (dialisat) yang memiliki
komposisi kimia yang menyerupai cairan tubuh normal.
Tekanan di dalam ruang dialisat lebih rendah dibandingkan dengan
tekanan di dalam darah, sehingga cairan, limbah metabolic, dan
zat-zat racun di dalam darah disaring melalui selaput dan masuk ke
dalam dialisat. Tetapi sel darah dan protein yang besar tidak dapat
menembus pori-pori selaput buatan ini. Darah yang telah dicuci
lalu dikembalikan ke dalam tubuh penderita. Dialyzer memiliki
ukuran dan tingkat efisiensi yang berbeda-beda. Mesin yang lebih
baru sangat efisien, darah mengalir lebih cepat dan masa dialisa
lebih pendek (2-3 jam), sedangkan mesin yang lama memerlukan
waktu 3-5 jam. Sebagian besar penderita gagal ginjal kronis perlu
menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.

Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi Penyebab
Demam  Bakteri atau zat penyebab demam (pirogen)
di dalam darah
 Dialisat terlalu panas
Reaksi anafilaksis yg  Alergi terhadap zat di dalam mesin
berakibat fatal (anafilaksis)  Tekanan darah rendah
Tekanan darah rendah Terlalu banyak cairan yang dibuang
Gangguan irama jantung Kadar kalium dan zat lainnya yang abnormal
dalam darah
Emboli udara Udara memasuki darah di dalam mesin
Perdarahan usus, otak, mata Penggunaan heparin di dalam mesin untuk
atau perut mencegah pembekuan
b. Transplantasi ginjal

I. Komplikasi
Komplikasi yang sering kali ditemukan pada penderita gagal ginjal kronik
adalah (Mahdiana, 2010) :
1. Anemia
2. Osteodistrofi Renal
3. Gagal Jantung
4. Impotensi
2. Konsep Dasar Hipertensi
A. Definisi Hipertensi
World Health Organization (WHO) dan The International Society of
Hypertension (ISH) menetapkan bahwa hipertensi merupakan kondisi ketika
tekanan darah (TD) sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan darah
diastolic lebih besar dari 90 mmHg. Nilai ini merupakan hasil rerata minimal
dua kali pengukuran setelah melakukan dua kali atau lebih kontak dengan
petugas kesehatan hipertensi usia dewasa telah diklasifikasikan dalam Sixtth
Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Preassure (INC VI) pada tahun 1997. Hal ini
dapat dilihat pada tabel:
Kategori TD Sistolik (mmHg) TD Diastolik (mmHg)
Optimal <120
Normal <130
Tinggi-normal 130-139
Hipertensi
Derajat 1 140-159
Derajat 2 160-179
Derajat 3 >180
(Yasmara dkk, 2016).
B. Etiologi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya, Hipertensi dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
1. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat
diketahui. Namun, berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab
hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan
hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong
Hipertensi primer sedangkan 10% nya tergolong hipertensi sekunder.
2. Hipertensi sekunder
Jumlah Hipertensi sekunder hanya sekitar 5-10% dari kejadian hiertensi
secara keseluruhan. Hipertensi jenis ini merupakan dampak dari penyakit
tertentu. Berbagai kondisi yang bisa menyebabkan hipertensi antara lain
penyempitan arteri renalis, penyakit parenkim ginjal, hiperaldosteron
maupun kehamilan. Selain itu obat-obatan tertentu bisa juga pemicu jenis
hipertensi sekunder.
Hipertensi primer maupun sekunder memiliki potensi untuk berkembang
menjadi hipertensi berat atau dengan pula sebagai krisis hipertensi.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada:
a) Elastisitas dinding aorta menurun
b) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi
e) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
C. Pathway
D. Manifestasi Klinis Hipertensi
Tanda dan gejala hipertensi dibedakan menjadi:
a. Tidak ada gejala : tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan
dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh
dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan
pernah terdiagnosa jika arteri tidak teratur.
b. Gejala yang lazim : sering dikatakan bahwa gejala yang lazim menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis.Beberapa pasien yang menderita hipertensi
yaitu:
1) Mengeluh sakit kepala, pusing
2) Lemas, kelelahan
3) Sesak nafas
4) Gelisah
5) Mual, muntah
6) Epitaksis
7) Kesadaran menurun
8) Tengkuk terasa pegal, dan lain-lain.
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal,
pendarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di
otak, serta kelumpuhan.
D. Pemeriksaan Penunjang Hipertensi
1. Hemoglobin / hematokrit : mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap
volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor resiko
seperti hipokoagulabilitas, anemia.
2. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
3. Glukosa : Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi)
dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan
hipertensi).
4. Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
5. Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan
hipertensi.
6. Kadar nitrogen urea darah normal (normal = 5-25 mg/dL)2 atau meningkat
> 20 mg/dL dan kadar kreatinin serum normal (normal = 0,5-1,5 mg/dL)2
atau >1,5 mg/dL menunjukkan penyakit ginjal.
7. Kolesterol dan trigeliserida serum : peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa
(efek kardiofaskuler)
8. Pemeriksaan tiroid : hipertiroidisme dapat mengakibatkan vasikonstriksi
dan hipertensi.
9. Kadar aldosteron urin dan serum : untuk menguji aldosteronisme primer
(penyebab).
10. Urinalisa : darah, protein dan glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan
atau adanya diabetes.
11. VMA urin (metabolit katekolamin) : kenaikan dapat mengindikasikan
adanya feokomositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat digunakan
untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
12. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor resiko
terjadinya hipertensi.
13. Steroid urin : kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma atau disfungsi ptuitari, sindrom Cushing’s; kadar renin
dapat juga meningkat.
14. IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi, seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal dan ureter.
15. Foto dada : dapat menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub;
deposit pada dan/ EKG atau takik aorta; perbesaran jantung.
16. CT scan : mengkaji tumor serebral, CSV, ensevalopati, atau
feokromositoma.
17. EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi. Catatan : Luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda
dini penyakit jantung hipertensi.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan
tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma
dan
kadar adosteron dalam plasma.
2. Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.
Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi
seperti golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis
kalsium,golongan penghambat konversi rennin angitensin.
F. Komplikasi
Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata berupa
perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,gagal
jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.

3. Konsep Hemodialisis
A. Pengertian Hemodialisis
Hemodialisis merupakan terapi untuk pasien gagal ginjal tahap akhir.
Metode ini menggantikan kerja yang biasanya dijalankan ginjal, yaitu
pembersihan darah dari sisa metabolisme, zat toksik, dan pengeluaran
timbunan air dalam tubuh (Agoes, 2010)
Hemodialisis adalah proses pembuangan zat-zat sisa metabolisme, zat
toksik lainnya melalui membran semi permeabel sebagai pemisah antara
darah dan dialisat yang sengaja dibuat dalam dializer (LeMone, Burke, &
Bauldoff, 2016).
Hemodialisis merupakan suatu tindakan yang digunakan pada klien gagal
ginjal untuk menghilangkan sisa toksik, kelebihan cairan dan untuk
memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dengan prinsip osmosis dan difusi
dengan menggunakan sistem dialisis eksternal dan internal (LeMone, Burke,
& Bauldoff, 2016).
Jadi kesimpulannya, hemodialisis merupakan terapi pengganti fungsi
ginjal untuk proses pembersihan darah dari zat sisa-sisa metabolisme, toksik,
dan timbunan elektrolit lainnya di dalam tubuh.
B. Tujuan Hemodialisis
Tujuan dari terapi hemodialisis untuk pasien gagal ginjal kronik yaitu
(Wijaya & Putri, 2013) :
1. Membuang sisa produk metabolisme protein seperti : urea, kreatinin dan
asam urat
2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara
darah dan bagian cairan
3. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh
C. Indikasi Hemodialisis
Indikasi dilakukannya terapi hemodialisis adalah (Wijaya & Putri, 2013) :
1. Pasien yang memerlukan hemodialisis adalah pasien GGK dan GGA
untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih ( laju filtrasi glomerulus <
5 ml).
2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan terapi hemodialisis
apabila terdapat indikasi :
a. Hiperkalemia ( K+ darah 6 meq/l)
b. Asidosis Metabolik
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum/ kreatinin tinggi dalam darah (Ureum > 200 mg%,
kreatinin serum > 6 mEq/l
e. Kelebihan cairan
f. Mual dan muntah hebat
3. Indikasi obat dan zat kimia
4. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat. Sindrom hepatorenal
dengan kriteria :
a. K+ pH darah < 7,10 asidosis
b. Oliguri/anuria > 5 hr
c. GFR < 5ml/menit/1,73 m2 pada GGK
d. Ureum darah > 200 mg/dl
D. Kontra Indikasi Hemodialisis
Selain indikasi hemodialisa juga kontraindikasi pada :
a. Hipertensi Berat ( TD > 200/ 100 mmHg )
b. Hipotensi ( TD<100 mmHg )
c. Adanya perdarahan hebat
d. Demam tinggi
E. Prosedur Pelaksanaan Hemodialisis
Prosedur pelaksanaan untuk proses terapi hemodialisis sebagai berikut
(Wijaya & Putri, 2013) :
1. Tahap Persiapan
a. Mesin sudah siap pakai
b. Alat lengkap 1 set Hemodialisis
c. Obat-obatan
d. Administrasi (surat persetujuan HD)
2. Tahap pelaksanaan
a. Penjelasan pada klien dan keluarga
b. Timbang berat badan
c. Atur posisi, observasi TTV
d. Siapkan sirkulasi mesin
e. Persiapan tindakan steril pada daerah punksi
f. Lakukan penusukan vena (out let dan in let) dengan AV fistula lalu
tutup dengan kasa steril
g. Berikan bolus heparin (dosis awal 50-100 IU/kg BB)
h. Memulai hemodialisis
i. Pencatatan dokumentasi selama proses dialisis
3. Tahap penghentian
A. Siapkan alat
B. Ukur TTV
C. Lepaskan outlet dan inlet punksi
D. Ukur TTV
E. Timbang berat badan
F. Analisa keluhan saat dan sesudah HD
F. Prinsip Hemodialisis
Prinsip pelaksanaan dari terapi hemodialisis itu meliputi (LeMone, Burke, &
Bauldoff, 2016) :
1. Difusi
Dihubungkan dengan pergeseran partikel-partikel dari konsentrasi tinggi
ke konsentrasi rendah oleh tenaga yang di timbulkan oleh perbedaan
konsentrasi zat-zat terlarut di kedua sisi membran dialisis, difusi
menyebabkan pergeseran urea, kreatinin dan asam urat dari kompartemen
darah klien ke kompartemen dialisat.
2. Osmosis
Mengangkut pergeseran cairan lewat membran semipermeabel dari
daerah yang kadar partikel-partikel rendah ke daerah yang kadar partikel
lebih tinggi, osmosis bertanggung jawab atas pergeseran cairan dari klien
terutama pada dialiser.
3. Ultrafiltrasi
Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membrane semi permeable akibat
perbedaan tekanan hidrostatik pada kompartemen darah dan
kompartemen dialisat.
4. Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan
akan mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam
cairan tersebut.

Pendidikan bagi pasien hemodialisis sangat penting. Hal-hal yang


penting dalam program pendidikan bagi pasien hemodialisis mencakup
(Suharyanto & Madjid, 2009) :
a. Alasan rasional dan tujuan terapi dialisis
b. Hubungan antara obat-obat yang diresepkan dan dialisis
c. Efek samping obat dan pedoman kapan harus memberitahukan ke dokter
mengenai efek samping tersebut.
d. Perawatan akses vaskuler : pencegahan, pendeteksian, dan
penatalaksanaan komplikasi yang berkaitan dengan akses vaskuler.
e. Dasar pemikiran untuk diet dan pembatasan cairan, konsekuensi akibat
kegagalan dalam mematuhi batasan ini.
f. Pedoman pencegahan dan pelaksanaan berlebihan volume cairan
g. Strategi untuk pendektesian, penatalaksanaan dan pengurangangan gejala
pruritus, neuropati serta gejala-gejaa kainnya.
h. Penatalaksanaaan komplikasi dialisis yang lain dan efek samping terapi (
dialisis, pembatasan diet, dan obat-obatan )
i. Strategi untuk menangani dan mengurangi kecemasan serta
ketergantungan pasien sendiri dan anggota keluarga mereka.
j. Pengaturan finansial untuk dialisis : strategi untuk mengindentifikasi dan
mendapatkan sumber-sumber finansial.
k. Strategi untuk mempertahankan kemandirian dan mengatasi kecemasan
anggota keluarga.
G. Pathway Hemodialisis
H. Akses Pembuluh darah
Akses pembuluh darah dalam pelaksanaan hemodialisis dibagi sesuai
fungsinya (Suharyanto & Madjid, 2009) :
1. Kateter Subklavia / Jugularis dan Femoralis
Akses segera ke dalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis darurat
dicapai melalui katerisasi subklavia untuk pemakaian sementara. Kateter
femoralis dapat dimasukan ke dalam pembuluh darah femoralis untuk
pemakaian segera dan sementara.
2. Fistula (cimino shunt breschia)
Fistula yang telah permanen dibuat melalui pembedahan (biasanya
dilakukan pada lengan bawah) dengan cara menghubungkan atau
menyambung (anastomosis) pembuluh arteri dengan vena secara side to
side ( dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah). Fistula
tersebut membutuhkan waktu 4 sampai 6 minggu untuk menjadi “matang”
sebelum siap digunakan. Waktu ini diperlukan untuk memberi kesempatan
agar fistula pulih dan segmen vena fistula berdilatasi dengan baik sehingga
dapat menerima jarum berlumen besar dengan ukuran 14-16. Jarum
ditusukan ke dalam pembuluh darah agar cukup banyak aliran darah yang
akan mengalir melalui dialiser. Segmen arteri fistula digunakan untuk
memasukan kembali (reinfus) darah yang sudah terdialisis.
3. Tandur
Dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis,
sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh arteri
atau tandur vena safena dari pasien sendiri. Baisanya tandur tersebut
dibuat bila pembuluh darah pasien tidak cocok untuk dijadikan fistula.
I. Komplikasi Hemodialisis
Komplikasi terapi dialisis dapat mencakup hal-hal sebagai berikut
(Suharyanto & Madjid, 2009) :
1. Hipotensi, dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan
2. Emboli udara, merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat terjadi jika
udara memasuki sistem vaskuler pasien.
3. Pruritus, dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir
metabolisme meninggalkan kulit.
4. Gangguan keseimbangan dialisat, terjadi karena perpindahan cairan
serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini
kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia yang
berat.
5. Kram otot, terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan
ruang ekstrasel.
6. Mual dan muntah.
7. Anemia dan sakit kepala
4. Konsep Asuhan Keperawatan
I. Pengkajian
1. Biodata
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, ras, agama, alamat, pekerjaan,
pendidikan dll. Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-
70 tahun), usia muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 %
pada pria.
2. Keluhan utama
Sesak napas, kencing sedikit bahkan tidak dapat kencing, gelisah, tidak
selera makan (anoreksia), mual, muntah, kembung, mulut terasa kering,
rasa lelah, napas berbau (ureum), gatal pada kulit.
3. Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang : diare, muntah, perdarahan, luka
bakar, rekasi anafilaksis, renjatan kardiogenik.
b. Riwayat penyakit dahulu : riwayat penyakit gagal ginjal akut,
infeksi saluran kemih, payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-
obat nefrotoksik, benigna prostatic hyperplasia, prostatektomi.
c. Riwayat penyakit keluarga : adanya penyakit keturunan Diabetes
Mellitus atau hipertensi.
4. Tanda vital : peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah, hipertensi,
napas cepat dan dalam (kussmaul), dyspnea.
5. Body Systems :
a. Pernapasan (B 1 : Breathing)
Gejala : napas pendek, dispnea nokturnal, paroksismal, batuk
dengan/tanpa sputum, kental dan banyak.
Tanda ; takhipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, batuk produktif
dengan/tanpa sputum, pernapasan cepat dan dalam, nyeri dada.
b. Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala : riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi nyeri dada atau
angina dan sesak napas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda : hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada
kaki, telapak tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi
ortostatik, friction rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan,
kuning kecenderungan perdarahan.
c. Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran : disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolet sampai
koma.
edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas ureum.
d. Perkemihan-Eliminasi Uri (B 4 : Bladder)
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua
dan pekat, tidak dapat kencing.
Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda: perubahan warna urine (pekat, merah, coklat, berawan)
oliguria atau anuria.
e. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis
erosiva dan diare, adanya edema anasarka (ascites).
f. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala : nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki,
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda : pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimosis
pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium, pada kulit, jaringan
lunak, sendi keterbatasan gerak sendi.
6. Pola aktivitas sehari-hari
a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan
manajemen kesehatan karena kurangnya pengetahuan tentang
dampak gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang
negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi
prosedur pengobatan dan perawatan yang lama. Oleh karena itu
perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Anoreksia, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake
minum yang kurang, dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan klien.
Gejala : peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat
badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut
(amonia)
Penggunaan diuretik.
Tanda : Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang,
rambut tipis, kuku rapuh.
c. Pola Eliminasi
Eliminasi urine :
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua
dan pekat sampai tidak dapat kencing.
Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut), abdomen kembung.
Tanda: perubahan warna urine (pekat, merah, coklat, berawan)
oliguria atau anuria.
Eliminasi alvi : diare atau konstipasi.
d. Pola tidur dan istirahat
Gelisah, cemas, gangguan tidur.
e. Pola aktivitas dan latihan
Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas sehingga
menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari
secara maksimal.
Gejala : kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise.
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
f. Pola hubungan dan peran
Gejala : kesulitan menentukan kondisi (tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran).
g. Pola sensori dan kognitif
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami
neuropati/mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya
trauma. Klien mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak,
klien mengalami disorientasi/tidak.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem).
i. Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual,
gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme.
Gejala : penurunan libido, amenorhea, infertilitas.
j. Pola mekanisme koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor
stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain dapat
menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping
yang konstruktif/adaptif.
Gejala : faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada
kekuatan
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung,
perubahan kepribadian.
k. Pola nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta gagal ginjal kronik dapat menghambat klien dalam
melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi pola ibadah klien.
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Kadar BUN (normal: 5-25 mg/dL) 2 , kreatinin serum (normal:0,5-1,5
mg/dL; 45-132,5 µmol/L[unit SI]) 2 , natrium (normal: serum: 135-145
mmol/L; urine: 40-22- mEq/L24 jam), dan kalium (normal: 3,5-5,0
mEq/L; 3-5,0 mmol/L[unit SI]) 2 , meningkat.
b. Analisis gas darah arteri menunjukkan penurunan pH arteri (normal:
7,35-7,45) 2 dan kadar bikarbonat (normal: 24-28 mEq/L) 2.
c. Kadar hematokrit (normal: wanita= 36-46%, 0,36-0,46 [unit SI]; pria=
40-50%, 0,40-0,54 [unit SI]) 2 dan hemoglobin (normal: wanita+ 12-
16 g/dL; pria = 13,5-18 g/dL) 2 rendah; masa hidup sel darah merah
berkurang.
d. Muncul defek trombositopenia dan trombosit ringan.
e. Sekresi aldosteron meningkat
f. Terjadi hiperglikemia dan hipertrigliseridemia
g. Penurunan kadar high density lipoprotein (HDL) (normal: 29-77
mg/dL).
h. Analisis gas darah (AGD) menunjukkan asidosis metabolic
i. Berat jenis urine (normal:1.0005-1,030) 2 tetap pada angka 1,010
j. Pasien mengalami proteinuria, glikosuria, dan pada urine ditemukan
sedimentasi, leukosit, sel darah merah, dan Kristal.
2. Pencitraan
Radiografi KUB, urografi ekskretorik, nefrotomografi, scan ginjal, dan
arteriografi ginjal menunjukkan penurunan ukuran ginjal.
3. Prosedur diagnostik
a. Biopsy ginjal memungkinkan identifikasi histologist dari proses
penyakit yang mendasari.
b. EEG menunjukkan dugaan perubahan ensefalopati metabolic
II. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet berlebih dan
retensi cairan serta natrium.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia,
mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa
mulut.
3. Kerusakan integritas kulit b.d gangguan volume cairan,perubahan
pigmentasi
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan curah jantung
(beban jantung yang meningkat)
5. Gangguan pertukaran gas b.d peningkatan beban jantung, tekanan vena
pulmonalis, edema paru.
6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi, produksi sampah.
III. Intervensi Keperawatan
No. Tujuan Intervensi Rasional
Dx.
1 Tujuan: Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :
asuhan keperawatan selama 1. Kaji TTV 1. Mengetahui keadaan umum
1x24 jam diharapkan kelebihan 2. Kaji adanya edema 2. Menunjukan adanya tanda-tanda letargi cairan
volume 3. Kaji status cairan (balance yang
cairan teratasi dengan cairan) 2. Menambah kerja dari jantung dan menuju edema
kriteria hasil: 4. Monitor BUN, kreatinin, asam pulmoner dan gagal jantung
-Tidak ada edema urat (bila ada) 3. Ketentuan batas cairan jika terjai oliguria
-BB dan TTV stabil 5. Batasi pemasukan cairan 4. Fungsi ginjal diketahui dan peningkatan BUN
-Elektrolit dalam batas normal lebih dari 25 mg/dl dan kreatinin lebih dari
1,5mg/dl
5. Pemasukan cairan yang berlebiha dapat
mengakibat kan terjadinya penumpukan cairan.
2 Tujuan: Setelah diberikan Mandiri: Mandiri:
. asuhan keperawatan selama 1. Kaji anoreksia, nausea dan 1. Tanda dan gejala dari peningkatan azotemia.
2x24 jam diharapkan nutrisi muntah 2. Protein ditentukan dengan kegagalan ginjal dan
pasien terpenuhi dengan kriteria 2. Batasi protein 20-60 gram tingkat BUN: karbohidrat untuk mencegah lemak
hasil: perhari, intake karbohidrat 100 untuk menghancurkan katabolisme jaringan.
a. -tidak ada mual, muntah. gram perhari 2000 kalori 3. Iritasi stomatistik meningkatkan nausea
-mukosa mulut lembab. perhari keseluruhan intake. 4. Protein komplek mengandung seluruh asam amino
-IMT normal. 3. Hindari minum berkafein, juice
makanan panas/berbau Kolaborasi:
4. Berikan intake ayam, ikan Bertugas untuk mengurangi muntah dengan menambah
sebagai sumber protein. asam gastrin
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian obat anti
emetik (metociropmid)

3. Tujuan: Setelah diberikan Intervensi Mandiri: Rasional Mandiri:


asuhan keperawatan selama 3x 1. Kaji gatal-gatal, pecah dalam 1. Gatal-gatal hasil dari kekeringan kulit kristalisasi
24 jam kerusakan integritas kulit, kemerahan pada titik urea pada kulit, tekanan konstan pada kulit
kulit teratasi dengan tekanan menunjukan penurunan pada jaringan dan pecahan
kriteria hasil: 2. Kaji mukosa oral adanya 2. Hasil dari peningkatan urea dan amonia dari
- Turgor kulit elastis. stomatitis dan pernafasan bau pecahan bakteri dan urea
-Tidak ada kemerahan pada amoni 3. Hasil dari retensi urine dan penurunan atau
kulit. 3. Kaji apakah rambut mudah peningkatan Iritasi kulit dapat disebabkan karena
-Pecah dan erosi kulit tidak ada rusak dan kuku pucat, serta kuku.
pada kulit akibat garukan warna pada kulit. 4. Karena menggaruk area yang gatal akan membuat
4. Ajari klien untuk menekan area luka pada kulit.
yang gatal 5. Bahan kapas dapat meningkatkan gatal-gatal
5. Anjurkan klien untuk Kolaborasi:
menghindari pemakaian dari Untuk menahan dingin sel,membentuk mikro organisme
bahan kapas.
Kolaborasi:
Pemberian obat anti biotik
(ampicilin)
DAFTAR PUSTAKA

Agoes, A., Agoes, A., & Agoes, A. (2010). Penyakit di Usia Tua. Jakarta: EGC.

Dharma, P. S. (2015). Penyakit Ginjal; Deteksi Dini dan Pencegahan.


Yogyakarta: CV Solusi Distribusi.

Mahdiana, R. (2010). Mencegah Penyakit Kronis Sejak Dini. Yogyakarta: Tora


Book.

Suhartono, Toto. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


Sistem Perkemihan. Jakarta : CV. Trans info Media.

Nurarif, Nurul Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-
NOC Jilid 1. Yogyakarta: MediAction

Yasmara, Deni dkk. 2016.Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah:


Diagnosis NANDA-I 2015-2017 Intervensi NIC hasil NOC. Jakarta: EGC

Probowo, Eko. 2014. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta :


Nuha Medika.

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah,


Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Anda mungkin juga menyukai