Rizki Santi (2016-105)
Rizki Santi (2016-105)
SEDIAAN PARENTERAL
A. DEFINISI
Sediaan parenteral adalah bentuk sediaan untuk injeksi atau sediaan untuk infus. Pada
tahun 1660 pertama kali sediaan injeksi digunakan pada manusia. Perkembangan
injeksi ini baru berlangsung tahun 1852, khususnya ketika diperkenalkannya ampul
gelas oleh Limousin (Perancis) dan Friedlaeder (Jerman), seorang apoteker. injeksi
adalah pemakaian dengan cara penyemprotan larutan atau suspensi ke dalam tubuh
untuk tujuan terapeutik atau diagnostik . Injeksi berasal dari kata injectio yang berarti
memasukkan ke dalam, sedangkan infusio berarti penuangan ke dalam.
Pemberian obat secara parenteral memiliki keuntungan dan kelemahan tersendiri.
Keuntungan :
1. Obat memiliki onset (mula kerja) yang cepat.
2. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti.
3. Bioavailabilitas sempurna atau hampir sempurna.
4. Kerusakan obat dalam tractus gastrointestinalis dapat dihindari.
5. Obat dapat diberikan kepada penderita yang sakit keras atau yang sedang dalam
keadaan koma.
6. Beberapa obat tidak efektif diberikan secara oral.
7. Sangat membantu saat diperlukan efek lokal untuk anestesi.
8. Bermanfaat untuk terapi keseimbangan cairan elektrolit dalam tubuh.
Kelemahan :
1. Rasa nyeri pada saat disuntik.
2. Memberikan efek psikologis pada penderita yang takut disuntik.
3. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki,
terutama sesudah pemberian intravena.
4. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita di rumah sakit atau di tempat
praktik dokter oleh dokter dan perawat yang kompeten.
5. Pemberian obat secara parenteral mengikuti prosedur aseptik.
6. Proses pemberian secara parenteral membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan dengan sediaan oral.
7. Biaya pembuatan dan kemasan lebih mahal daripada sediaan oral.
B. PERSYARATAN SEDIAAN PARENTERAL
Kerja optimal larutan obat yang diberikan secara parenteral hanya diperoleh jika
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Sesuai antara kandungan bahan obat di dalam sediaan dengan pernyataan
tertulis pada etiket dan tidak terjadi pengurangan kualitas selama penyimpanan
akibat perusakan obat secara kimiawi dan sebagainya.
2. Penggunaan wadah yang cocok agar tetap steril, dan mencegah terjadinya
interaksi antara bahan obat dan material dinding wadah.
3. Aman secara toksikologi.
4. Kompatibel dengan sediaan parenteral lain tanpa terjadi reaksi.
5. Steril, bebas dari kontaminasi mikroorganisme, baik bentuk vegetatif , spora
yang patogen maupun nonpatogen.
6. Bebas pirogen.
7. Isotonis.
8. Isohidris.
9. Bebas partikel melayang.
10. Stabil baik secara fisika,kimia, maupun mikrobiologi.
Oral
Saluran cerna
Rektal
Intravena
Sistem sirkulasi
Ekskresi
Intramuskuler Tempat
Jaringan
metabolisme
Subkutan
Molekul obat diabsorpsi dalam bentuk bebas dan utuh dari jaringan ke dalam darah atau
peredaran sistemik. Absorbsi obat merupakan langkah pertama agar obat memberikan
efek terapeutik. Umumnya, obat baru memberikan efek terapeutik jika mencapai kadar
minimal tertentu dalam darah atau plasma yang disebut kadar efektif minimal (MEC).
Selama berada dalam darah dengan kadar di atas kadar minimal, obat akan memberikan
efek farmakologis. Sesudah ekskresi berlanjut dan kadar obat turun di bawah MEC,
efek obat akan berkurang sampai habis.
Kecepatan absorpsi mempengaruhi cepat atau lambatnya obat mencapai kadar MEC
yang merupakan mula kerja obat ( onset of action ). Kadar obat dalam darah terus naik
sampai mencapai puncak yang merupakan konsentrasi maksimum yang dicapai Cmax.
waktu yang diperlukan untuk mencapai Cmax teran waktu tergantung pada kecepatan
absorpsi dan waktu disebut tmax. Selanjutnya obat berangsur-angsur mengalami
eliminasi dengan cara ekskresi atau biotransformasi atau kombinasi keduanya. Untuk
obat-obat yang mempunyai indeks terapeutik yang sempit kadar puncak atau
maksimum, kita perlu memperhatikan agar jangan sampai melebihi kadar minimum
toksis atau MTC (Minimum Toxic Concentration) atau disebut juga MSC (Maximum
Safe Concentration).