001 Bayan Bekam Saat Berpuasa II PDF
001 Bayan Bekam Saat Berpuasa II PDF
MAJELIS SYURA
PERKUMPULAN BEKAM INDONESIA
Nomor : 01/MS -PBI/B/VIII/1439
TENTANG
BEKAM SAAT BERPUASA
Memang tidak dipungkiri bahwa itu hadits shahih. Tepatnya takhrij Abu Daud dari
Tsauban dan Ibnu Majah dari Syaddad bin Aus, dishahihkan Syaikh Nashiruddin Al -
Albany.
Mereka pun untuk meminta bekam saat bulan Ramadhan. Padahal tidak sedikit di antara
mereka yang sudah terbiasa dibekam, entah karena hanya sekedar menjaga kebugaran,
terlebih lagi mereka yang sudah rutin dibekam karena mengidap penyakit tertentu yang
mengharuskan mereka rutin dibekam. Memang kegamangan ini selesai jika bekam
dilakukan malam hari. Tapi ma salahnya mereka merasa tidak memiliki waktu yang
senggang untuk berbekam pada malam Ramadhan karena shalat tarawih dan mengaji Al
-Qur’an. Di samping itu pembekamnya pun dihadapkan pada masalah yang sama pada
malam Ramadhan.
Entah karena niat dan tujuan apa, Allahlah Yang Mahatahu, mengapa yang disampaikan
kepada ummat hanya hadits Tsauban dan Syaddad bin Aus yang berisi sabda beliau di atas,
padahal ada hadits lain dari Ibnu Abbas yang justru lebih kuat
Tidak dipungkiri memang ada beberapa hadits yang terlihat muta’aridhain (saling
bertentangan) antara satu dengan lainnya, yang kemudian dikumpulkan para ulama kita
terdahulu , dijelaskan dan dicarikan cara pemahamannya yang tepat, sehingga yang
tadinya tampak saling bertentangan menjadi jelas dan gamblang. Mereka menamakan
hadits-hadits muta’aridhain ini dengan istilah mukhtalaful -hadits atau musykilul-hadits.
Berikut ini penjelasan tentang masalah bekam pada saat berpuasa, dalil masing - masing,
apa pendapat di antara ulama dan thariqul -ijma’.
Namun ada hadits lain yang diriwayatkan Al -Bukhary dan lain-lainnya yang juga shahih,
bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam meminta bekam ketika beliau sedang
melakukan ihram dan ketika sedang berpuasa, sehingga hadits ini menjadi pegangan
sebagian ulama tentang tidak batalnya puasa karena hijamah.
Ada pula yang hanya sebatas memakruhkan, tidak melarang dan mengharamkan karena
pertimbangan efek bekam yang dapat membuat tubuh menjadi lemah, seperti pendapat
Imam Malik dan lain -lainnya.
Apakah kita harus berpegang kepada hadits pertama dan mengabaikan hadits kedua,
atau sebaliknya. Bagaimana cara memahami dua hadits yang tampak saling bertentangan
ini dan memadukannya?
فَ َم َّر،صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم بِالْبَ ِقي ِع ِ ِ س ب ي نَما هو يم ِشي مع رس
َ ول اللَّه ُ َ َ َ ْ َ َ ُ َ ْ َ ٍ اد بْ َن أ َْو َّ أَنَّهُ أَ ْخبَ َرهُ أ،ََع ْن أَبِي ِق ََلبَة
َ َن َش َّد
"أَفْطََر:صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ِ ُ ال رس
َ ول اللَّه
ِ َّ ضى ِم َن
ُ َ َ فَ َق،ًالش ْه ِر ثَ َمان َي َع ْش َرةَ لَْي لَة َ َعلَى َر ُج ٍل يَ ْحتَ ِج ُم بَ ْع َد َما َم
) صحيح لغيره: وقال األلباني. 1681 ، (أخرجه ابن ماجه, "وم ِ ال
ُ ْحاج ُم َوال َْم ْح ُج
َ
Dari Abu Qilabah, dia mengabarkan bahwa tatkala Syaddad bin Aus sedang berjalan
bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di Baqi', beliau melewati seseorang
yang sedang meminta bekam, yang saat itu sudah melewati malam delapan belas dari
bulan Ramadhan. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, "Orang yang
membekam dan yang dibekam harus membatalkan puasanya". (Ditakhrij Ibnu Majah
nomor 1681. Menurut Al -Albany, ini hadits shahih ligharihi).
Kami diberi tahu Musa bin Isma’il, kamidiberitahu Wuhaib, kami diberitahu Ayyub, dari
Qilabah, dari Abul -Asy’ats, dari Syaddad bin Aus, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam mendatangi seseorang di Baqi, ketika orang itu sedang meminta hijamah,
sementara belia u memegangi tanganku pada tanggal 18 Ramadhan, seraya bersabda,
“Orang yang membekam dan dibekam harus membatalkan puasa.” (Sunan Abu Daud,
bab orang yang sedang berpuasa dibekam nomor 2371 ).
Dalam kitab Syarah Musnad Asy -Syafi’y disebutkan beberapa pengertian dari hadits ini:
1. Diriwayatkan dari Abul -Asy’ats Ash-Shan’any, karena keduanya melakukan ghibah,
sehingga sabda beliau tersebut dimaksudkan bahwa mereka berdua tidak mendapatkan
pahala puasa dan bukan berarti puasanya batal.
2. Maksud sabda beliau, bahwa pasien berpotensi akan batal puasanya karena kondisinya
.صائِم ِ ِ ٍ
َ احتَ َج َم َو ُه َو َ َن النَّبِ َّى
ْ صلَّى اهلل َعلَْيه َو َسلَّ َم َّ ضى اهللُ َع ْن ُه َما أ
َ َع ِن ابْ ِن َعبَّاس َر
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah
meminta hijamah ketika beliau sedang berpuasa". (Ditakhrij Al - Bukhary, nomo r 1836).
DalamShahih Al-Bukhary, hadits nomor 5374 dan Shahih Muslim, hadits nomor 2942,
juga disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga meminta hijamah di
suatu tempat yang disebut Lahyu Jamal karena sakit migraine yang menimpa beliau.
Padahal saat beliau dalam keadaan ihram. Padahal saat ihram tidak boleh mencukur
rambut. Hal ini sekedar menggambarkan tentang kelebihan bekam yang mendapatkan
prioritas sehingga dapat membolehkan sesuatu yang tadinya dilarang karenanya.
َّ ِل
)1938 حديث رقم.لصائِ ِم
Kami diberitahu Mu’alla bin Asad, kam diberitahu Wuhaib bin Ayyub, dari Ikrimah, dari
Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam meminta
hijamah ketika beliau sedang mel aksanakan ihram, dan beliau meminta hijamah ketika
beliau sedang berpuasa.” (Shahih Al -Bukhary, Kitab Permulaan turun wahyu bab hijamah
dan muntah bagi orang yang berpuasa, nomor 1938).
Asy-Syafi’y berkata mengenai perbedaan hadits ini, setelah mentakhrij hadits Syaddad
dengan lafazh: Kami bersama Rasulullah pada waktu penaklukan Makkah, lalu beliau
melihat seorang laki -laki yang dibekam pada tanggal 18 Ramadhan, lalu beliau bersabda
sambil memegangi tanganku, “Pembekam dan yang dibekam harus membatalkan puasa.”
Kemudian Asy -Syafi’y menyebutkan hadits Ibnu Abbas bahwa Rasulullah meminta hijamah
ketika beliau sedang berpuasa .
Asy-Syafi’y berkata, “Sanad hadits Ibnu Abbas adalah yang paling baik. Kalaulah
seseorang menghindarkan hijamah, maka hal itu lebih aku sukai sebagai langkah kehati-
hatian, namun analoginya tetap pada hadits Ibnu Abbas. Yang paling aku ingat dari
pendap at para shahabat, tabi’in dan para ulama secara umum bahwa seseorang tidak
perlu membatalkan puasa karena hijamah. Saya katakana, di sinilah letak rahasianya
mengapa Al -Bukhary menyebutkan hadits Ibnu Abbas ini setelah hadits “Az -Za’farany,
bahwa Asy -Syafi’y mengaitkan pendapat bahwa hijamah membatalkan puasa dengan
keshahihan hadits ini. At -Tirmidzy menyatakan, Asy - Syafi’y menyampaikan pendapat ini
saat berada di Baghdad (pendapat lama). Namun saat berada di Mesir beliau condong
kepada rukhshoh, wallohu a’ lam.
Sebagian ulama lain menta’wili hadits “Pembekam dan yang dibekam membatalkan
puasa”, yang dimaksudkan bahwa keduanya berpotensi dapat batal puasanya karena
makan. Takwil dikuatkan dengan perkataan Al -Baghawy dalam Syarhus- Sunnah, bahwa
makna “Pembeka m dan yang dibekam membatalkan puasa”, artinya berpotensi makan.
Sehubungan dengan pembekam, karena dia berpotensi menelan sebagian darah saat
menyedot alat bekam. Adapun sehu bungan dengan orang yang dibekam, karena kekutan
tubuhnya dapat melemah sebagai a kibat dari bekam.
Kemudian hadits bahwa Rasulullah meminta hijamah pada saat beliau berpuasa dan
melakukan ihram, maka tak dapat diragukan lagi bahwa hadits ini adalah hadits shahih.
Ibnu Abdil -Barr dan lain-lainnya mengatakan, “Di sini terkandung dalil bahwa hadits
“Pembek am dan yang dibekam membatalkan puasa”, hukumnya mansuukh atau
terhapus dan tidak berlaku.
Kathur Suhardi
Ketua