Anda di halaman 1dari 7

BAYAN

MAJELIS SYURA
PERKUMPULAN BEKAM INDONESIA
Nomor : 01/MS -PBI/B/VIII/1439
TENTANG
BEKAM SAAT BERPUASA

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬


Muqaddimah
Tidak sedikit kaum Muslimin yang kebingungan ketika hendak meminta hijamah atau
bekam saat sedang melaksanakan puasa Ramadhan yang hukumnya wajib.
Kebingungan ini disertai dengan rasa was -was, khawatir dan gambang. Karena jelas - jelas
ada hadits shahih sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang menyatakan bahwa
orang yang membekam dan pasiennya harus membatalkan puasa. Begitulah yang beliau
sabdakan kepada mereka berdua saat ke Baqi’ masuk hari ke 18 bulan Ramadhan. Mereka
pun mendengar hadits ini bukan dari sembarang orang tapi dari sebagian ustadz yang
dapat dipercaya keilmuannya.

Memang tidak dipungkiri bahwa itu hadits shahih. Tepatnya takhrij Abu Daud dari
Tsauban dan Ibnu Majah dari Syaddad bin Aus, dishahihkan Syaikh Nashiruddin Al -
Albany.

Mereka pun untuk meminta bekam saat bulan Ramadhan. Padahal tidak sedikit di antara
mereka yang sudah terbiasa dibekam, entah karena hanya sekedar menjaga kebugaran,
terlebih lagi mereka yang sudah rutin dibekam karena mengidap penyakit tertentu yang
mengharuskan mereka rutin dibekam. Memang kegamangan ini selesai jika bekam
dilakukan malam hari. Tapi ma salahnya mereka merasa tidak memiliki waktu yang
senggang untuk berbekam pada malam Ramadhan karena shalat tarawih dan mengaji Al
-Qur’an. Di samping itu pembekamnya pun dihadapkan pada masalah yang sama pada
malam Ramadhan.

Entah karena niat dan tujuan apa, Allahlah Yang Mahatahu, mengapa yang disampaikan
kepada ummat hanya hadits Tsauban dan Syaddad bin Aus yang berisi sabda beliau di atas,
padahal ada hadits lain dari Ibnu Abbas yang justru lebih kuat

Sekretariat Majelis Syura Perkumpulan Bekam Indonesia


Jl. Prof. DR. Soepomo No.143, RT.13/RW.2, Menteng Dalam, Tebet, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12870 HP. +(62) 8-1234567-266
kedudukannya karena ditakhrij Al -Bukhary, yang menyatakan bahwa beliau pernah
meminta bekam saat berpuasa? Di hadits ini ada bentuk aktiva “ihtajama” atau meminta
hijamah dan bukan sekedar dibekam.

Tidak dipungkiri memang ada beberapa hadits yang terlihat muta’aridhain (saling
bertentangan) antara satu dengan lainnya, yang kemudian dikumpulkan para ulama kita
terdahulu , dijelaskan dan dicarikan cara pemahamannya yang tepat, sehingga yang
tadinya tampak saling bertentangan menjadi jelas dan gamblang. Mereka menamakan
hadits-hadits muta’aridhain ini dengan istilah mukhtalaful -hadits atau musykilul-hadits.

Berikut ini penjelasan tentang masalah bekam pada saat berpuasa, dalil masing - masing,
apa pendapat di antara ulama dan thariqul -ijma’.

Perbedaan Pendapat di Antara Ulama


Ada sebagian orang berpendapat bahwa seseorang yang melakukan pengobatan bekam
pada saat berpuasa,maka puasanya batal. Bahkan orang yang membekamnya pun juga
harus membatalkan puasanya. Hal ini dilandaskan kepada hadits shahih yang disebutkan
dalam Shahih Al-Bukhary, Kitab Bad’il -Wahyi, secara marfu’ dari Al -Hasan. Jadi
keshahihannya tak perlu disangsikan, juga diriwayatkan Abu Daud, At-Tirmidzy, Ahmad
bin Hambal dan dishahihkan Syaikh Nashiruddin Al-Albany.

Namun ada hadits lain yang diriwayatkan Al -Bukhary dan lain-lainnya yang juga shahih,
bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam meminta bekam ketika beliau sedang
melakukan ihram dan ketika sedang berpuasa, sehingga hadits ini menjadi pegangan
sebagian ulama tentang tidak batalnya puasa karena hijamah.

Ada pula yang hanya sebatas memakruhkan, tidak melarang dan mengharamkan karena
pertimbangan efek bekam yang dapat membuat tubuh menjadi lemah, seperti pendapat
Imam Malik dan lain -lainnya.

Apakah kita harus berpegang kepada hadits pertama dan mengabaikan hadits kedua,
atau sebaliknya. Bagaimana cara memahami dua hadits yang tampak saling bertentangan
ini dan memadukannya?

Sehingga diharapkan bayan ini memberikan pencerahan bagi ummat, menghilangkan


kesamaran dan kerancuan tentang masalah berbekam saat berpuasa.

Hadits Batalnya Puasa Karena Berbekam


Dalam hadits Tsaubah dan Syaddad bin Aus disebutkan kisah Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam ke Baqi’ setelah lewat tanggal 17 Ramadhan, yang berarti masuk hari
kedelapan belas dari Ramadhan, yang di sana beliau melewati dua orang yang sedang
membekam dan dibekam.

Sekretariat Majelis Syura Perkumpulan Bekam Indonesia


Jl. Prof. DR. Soepomo No.143, RT.13/RW.2, Menteng Dalam, Tebet, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12870 HP. +(62) 8-1234567-266
ِ ‫ال « أَفْطَر الْح‬
‫اج ُم َوال َْم ْح ُجو‬ َ َ‫ ق‬-‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫َع ْن ثَ ْوبَا َن َع ِن النَّبِ ِّى‬
َ َ
Dari Tsauban, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, "Orang yang
membekam dan yang dibekam harus membatalkan puasanya". (Ditakhrij Abu Daud, nomor
2369 dan dishahihkan Al-Albany).

‫ فَ َم َّر‬،‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم بِالْبَ ِقي ِع‬ ِ ِ ‫س ب ي نَما هو يم ِشي مع رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ ْ َ َ ُ َ ْ َ ٍ ‫اد بْ َن أ َْو‬ َّ ‫ أَنَّهُ أَ ْخبَ َرهُ أ‬،َ‫َع ْن أَبِي ِق ََلبَة‬
َ ‫َن َش َّد‬
‫ "أَفْطََر‬:‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ُ ‫ال رس‬
َ ‫ول اللَّه‬
ِ َّ ‫ضى ِم َن‬
ُ َ َ ‫ فَ َق‬،ً‫الش ْه ِر ثَ َمان َي َع ْش َرةَ لَْي لَة‬ َ ‫َعلَى َر ُج ٍل يَ ْحتَ ِج ُم بَ ْع َد َما َم‬
)‫ صحيح لغيره‬:‫ وقال األلباني‬. 1681 ،‫ (أخرجه ابن ماجه‬, "‫وم‬ ِ ‫ال‬
ُ ‫ْحاج ُم َوال َْم ْح ُج‬
َ
Dari Abu Qilabah, dia mengabarkan bahwa tatkala Syaddad bin Aus sedang berjalan
bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di Baqi', beliau melewati seseorang
yang sedang meminta bekam, yang saat itu sudah melewati malam delapan belas dari
bulan Ramadhan. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, "Orang yang
membekam dan yang dibekam harus membatalkan puasanya". (Ditakhrij Ibnu Majah
nomor 1681. Menurut Al -Albany, ini hadits shahih ligharihi).

‫ول اللَّ ِه‬ ِ ‫ث عن شد‬ ِ ِ ِ


َّ ‫َّاد بْ ِن أ َْو ٍس أ‬
َ ‫َن َر ُس‬ َ ْ َ ِ ‫وب َع ْن أَِِب قالَبَةَ َع ْن أَِِب األَ ْش َع‬
ُ ُّ‫ب َحدَّثَنَا أَي‬
ٌ ‫يل َحدَّثَنَا ُوَهْي‬
َ ‫وسى بْ ُن إ ْْسَاع‬
َ ‫َحدَّثَنَا ُم‬
« ‫ال‬
َ ‫ضا َن فَ َق‬ ِ َ‫آخ ٌذ بِي ِدى لِثَما َن ع ْشرَة خل‬
ِ ‫ أَتَى علَى رج ٍل بِالْب ِقي ِع وهو ََيتَ ِجم وهو‬-‫صلى اهلل عليه وسلم‬-
َ ‫ت م ْن َرَم‬
ْ َ َ َ َ َ ََُ ُ ْ ََُ َ ُ َ َ
‫ وكذلك ابن ماجه والرتمذي وامحد وصححه‬281/2 ,‫ سنن أيب دود باب يف الصائم َيتجم‬.» ‫وم‬ ِ ْ ‫أَفْطَر‬
ُ ‫اْلَاج ُم َوالْ َم ْح ُج‬ َ
‫االلباين‬

Kami diberi tahu Musa bin Isma’il, kamidiberitahu Wuhaib, kami diberitahu Ayyub, dari
Qilabah, dari Abul -Asy’ats, dari Syaddad bin Aus, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam mendatangi seseorang di Baqi, ketika orang itu sedang meminta hijamah,
sementara belia u memegangi tanganku pada tanggal 18 Ramadhan, seraya bersabda,
“Orang yang membekam dan dibekam harus membatalkan puasa.” (Sunan Abu Daud,
bab orang yang sedang berpuasa dibekam nomor 2371 ).

Dalam kitab Syarah Musnad Asy -Syafi’y disebutkan beberapa pengertian dari hadits ini:
1. Diriwayatkan dari Abul -Asy’ats Ash-Shan’any, karena keduanya melakukan ghibah,
sehingga sabda beliau tersebut dimaksudkan bahwa mereka berdua tidak mendapatkan
pahala puasa dan bukan berarti puasanya batal.
2. Maksud sabda beliau, bahwa pasien berpotensi akan batal puasanya karena kondisinya

Sekretariat Majelis Syura Perkumpulan Bekam Indonesia


Jl. Prof. DR. Soepomo No.143, RT.13/RW.2, Menteng Dalam, Tebet, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12870 HP. +(62) 8-1234567-266
yang lemah. Sedangkan pembekam, karena darah berpotensi masuk ke mulut saat
melakukan penyedotan darah.
3. Beliau melewati keduanya pada sore hari jelang berbuka puasa, sehingga sabda beliau
dimaksudkan sebagai pemberitahuan bahwa sebenar lagi akan tiba waktu berbuka
puasa.
4. Dengan bekam itu, suatu saat tertentu keduanya dapat membatalkan puasanya.
5. Sabda beliau, “Orang yang dibekam dan yang dibekam harus membatalkan puasa”
terjadi pada tahun terjadinya fa thu Makkah. Sedangkan hadits Ibnu Abbas dimana
beliau meminta hijamah saat berpuasa terjadi pada saat haji wada’, yang berarti terjadi
belakangan. Sehingga apa yang diriwayatkan Ibnu Abbas menghapus hadits “Orang
yang dibekam dan yang dibekam harus membatalkan puasa”.

Hadits tentang Nabi Yang Meminta Bekam Saat Berpuasa


Di sisi lain terdapat hadits yang tampaknya bertentangan dengan hadits di atas bahwa
Nabi Shallallahu ‘AlaihiwaSallam meminta bekam justru saat beliau sedang berpuasa.
Bahkan jika ditimbang dari faktor kekuatan hadits, justru hadits ini lebih kuat.

.‫صائِم‬ ِ ِ ٍ
َ ‫احتَ َج َم َو ُه َو‬ َ ‫َن النَّبِ َّى‬
ْ ‫صلَّى اهلل َعلَْيه َو َسلَّ َم‬ َّ ‫ضى اهللُ َع ْن ُه َما أ‬
َ ‫َع ِن ابْ ِن َعبَّاس َر‬
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah
meminta hijamah ketika beliau sedang berpuasa". (Ditakhrij Al - Bukhary, nomo r 1836).
DalamShahih Al-Bukhary, hadits nomor 5374 dan Shahih Muslim, hadits nomor 2942,
juga disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga meminta hijamah di
suatu tempat yang disebut Lahyu Jamal karena sakit migraine yang menimpa beliau.
Padahal saat beliau dalam keadaan ihram. Padahal saat ihram tidak boleh mencukur
rambut. Hal ini sekedar menggambarkan tentang kelebihan bekam yang mendapatkan
prioritas sehingga dapat membolehkan sesuatu yang tadinya dilarang karenanya.

ٍ َّ‫ َع ِن ابْ ِن َعب‬، َ‫ َع ْن ِع ْك ِرَمة‬، ‫وب‬


َّ ‫ َر ِضي اللَّهُ َعْن ُه َما أ‬، ‫اس‬ ٍ ‫حدَّثَنا معلَّى بن أ‬
َّ ِ‫َن الن‬
‫َِّب صلى اهلل‬ َ َ ُّ‫ب َع ْن أَي‬
ٌ ‫ َحدَّثَنَا ُوَهْي‬، ‫َسد‬
َ ُ ْ َُ َ َ
ِ ِ ‫عليه وسلم احتَجم وهو ُُْم ِرم واحتَجم وهو‬
ُ‫اب ا َْل َج َامةُ َوالْ َق ْيء‬
ٌ َ‫ (صحيح البخاري كتاب بدء الوحي ب‬. ‫صائ ٌم‬
َ ََْ َ َ ْ َ ٌ ََْ َ َ ْ

َّ ِ‫ل‬
)1938 ‫حديث رقم‬.‫لصائِ ِم‬
Kami diberitahu Mu’alla bin Asad, kam diberitahu Wuhaib bin Ayyub, dari Ikrimah, dari
Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam meminta
hijamah ketika beliau sedang mel aksanakan ihram, dan beliau meminta hijamah ketika
beliau sedang berpuasa.” (Shahih Al -Bukhary, Kitab Permulaan turun wahyu bab hijamah
dan muntah bagi orang yang berpuasa, nomor 1938).

Sekretariat Majelis Syura Perkumpulan Bekam Indonesia


Jl. Prof. DR. Soepomo No.143, RT.13/RW.2, Menteng Dalam, Tebet, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12870 HP. +(62) 8-1234567-266
Penjelasan dan Pemaduan Dua Hadits dalam Kitab Fathul -Bary
Banyak uraian tentang masalah ini di kitab -kitab syuruh dan fiqih. Namun u ntuk
memahami dua hadits di atas yang tampaknya saling bertentangan dan bagaimana
pendapat para ulama mengenai hal ini, mari kita cukupkan keterangan pada uraian Ibnu
Hajar Al -Asqalany dalam Kitab Fathul -Bary Syarh Al-Bukhary, 4/176-177, sebagai
berikut:

Asy-Syafi’y berkata mengenai perbedaan hadits ini, setelah mentakhrij hadits Syaddad
dengan lafazh: Kami bersama Rasulullah pada waktu penaklukan Makkah, lalu beliau
melihat seorang laki -laki yang dibekam pada tanggal 18 Ramadhan, lalu beliau bersabda
sambil memegangi tanganku, “Pembekam dan yang dibekam harus membatalkan puasa.”
Kemudian Asy -Syafi’y menyebutkan hadits Ibnu Abbas bahwa Rasulullah meminta hijamah
ketika beliau sedang berpuasa .

Asy-Syafi’y berkata, “Sanad hadits Ibnu Abbas adalah yang paling baik. Kalaulah
seseorang menghindarkan hijamah, maka hal itu lebih aku sukai sebagai langkah kehati-
hatian, namun analoginya tetap pada hadits Ibnu Abbas. Yang paling aku ingat dari
pendap at para shahabat, tabi’in dan para ulama secara umum bahwa seseorang tidak
perlu membatalkan puasa karena hijamah. Saya katakana, di sinilah letak rahasianya
mengapa Al -Bukhary menyebutkan hadits Ibnu Abbas ini setelah hadits “Az -Za’farany,
bahwa Asy -Syafi’y mengaitkan pendapat bahwa hijamah membatalkan puasa dengan
keshahihan hadits ini. At -Tirmidzy menyatakan, Asy - Syafi’y menyampaikan pendapat ini
saat berada di Baghdad (pendapat lama). Namun saat berada di Mesir beliau condong
kepada rukhshoh, wallohu a’ lam.

Sebagian ulama lain menta’wili hadits “Pembekam dan yang dibekam membatalkan
puasa”, yang dimaksudkan bahwa keduanya berpotensi dapat batal puasanya karena
makan. Takwil dikuatkan dengan perkataan Al -Baghawy dalam Syarhus- Sunnah, bahwa
makna “Pembeka m dan yang dibekam membatalkan puasa”, artinya berpotensi makan.
Sehubungan dengan pembekam, karena dia berpotensi menelan sebagian darah saat
menyedot alat bekam. Adapun sehu bungan dengan orang yang dibekam, karena kekutan
tubuhnya dapat melemah sebagai a kibat dari bekam.

Kemudian hadits bahwa Rasulullah meminta hijamah pada saat beliau berpuasa dan
melakukan ihram, maka tak dapat diragukan lagi bahwa hadits ini adalah hadits shahih.
Ibnu Abdil -Barr dan lain-lainnya mengatakan, “Di sini terkandung dalil bahwa hadits
“Pembek am dan yang dibekam membatalkan puasa”, hukumnya mansuukh atau
terhapus dan tidak berlaku.

Sekretariat Majelis Syura Perkumpulan Bekam Indonesia


Jl. Prof. DR. Soepomo No.143, RT.13/RW.2, Menteng Dalam, Tebet, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12870 HP. +(62) 8-1234567-266
Kesimpulan dan Solusi Bekam Saat Berpuasa
Berikut beberapa cara yang cerdas dan solusi aplikatif tentang berbekam saat berpuasa.
1. Puasa Ramadhan hukumnya wajib dan bekam hukumnya mubah. Sesuatu yang mubah
tidak boleh membatalkan yang wajib. Pelaksanaan bekam yang mubah tidak boleh
membatalkan puasa Ramadhan yang wajib.
2. Bekam menjadi makruh jika dilakukan orang yang jelas -jelas badannya lemah, dan
lebih makruh lagi jika kemudian bekam itu membatalkan puasanya, dan tidak makruh
bagi orang yang badannya kuat.
3. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa bekam membatalkan puasa. Namun
mayoritas ulama berpendapat tidak batal karena berhujjah dengan hadits Ibnu Abbas,
yang dikuatkan dari aspek kekuatan hadits dan masa periwayatan hadits Ibnu Abbas
yang lebih belakang sehingga dapat dianggap memansukh hadits Tsauban.
4. Jika memungkinkan bekam dapat dilaksanakan pada malam hari, maka afdhalnya
bekam dilaksanakan pada mal am hari.
5. Pelaksanaan bekam dapat membatalkan puasa ialah ketika pembekam dan/atau pasien
memasukkan sesuatu seperti makanan dan/atau minuman ke dalam tubuhnya. Jika
tidak, maka puasa tidak batal.
6. Kondisi pasien yang lemah biasanya disertai dengan muntah. Bagaimana jika pasien
muntah saat dibekam? Menurut pendapat Ibnu Juraij, Atha’ dan ‘Amr bin Dinar, muntah
tidak membatalkan puasa jika tidak disengaja, dan batal jika disengaja. Maka ketika
seorang pasien bekam muntah saat dibekam dan dia berpuasa, maka hal itu tidak
membatalkan puasanya. Yang menjadi pertimbangan batalnya puasa bukan pada apa
yang keuar dari mulut tapi apa yang masuk ke mulut.
7. Kondisi pasien yang lemah biasanya disertai dengan pingsan. Bagaimana jika pasien
pingsan? Apakah pingsan membatalk an puasa? Jika pingsan terjadi sepanjang hari
dari sebelum sahur hingga waktu berbuka, maka batal puasanya. Jika seseorang
pingsan hanya sebagian waktu siang dan dia sadar kembali pada waktu siang, maka
puasanya tetap sah. Begitulah menurut pendapat madzha b Asy-Syafi’y dan Ahmad.
8. Kalaulah bekam tetap harus dilaksanakan saat berpuasa sementara pasien dalam kondisi
lemah, maka lakukanlah bekam dengan sedikit titik pada titik -titik utama atau titik -
titik Nabawi. Hindari bekam dengan banyak titik.
9. Bekam tidak membatalkan puasa walau pasien muntah dan pingsan selagi tidak
memasukkan sesuatu berupa makanan dan/atau minuman ke mulut, lalu menelannya.
10. Dalam kondisi yang tidak dikehendaki ketika pasien mengalami sinkope atau bahkan
pingsan, maka segera hentikan bekam dan lakukan penanganan sesuai standar
kegawatdaruratan untuk pasien sinkope atau pingsan, tanpa memberinya makan atau
minum agar tidak membatalkan puasanya.

Sekretariat Majelis Syura Perkumpulan Bekam Indonesia


Jl. Prof. DR. Soepomo No.143, RT.13/RW.2, Menteng Dalam, Tebet, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12870 HP. +(62) 8-1234567-266
11. Kalaulah pasien dalam keadaan lemah fisiknya karena sakit, maka sebenarnya dia
sudah mendapatkan rukhshah untuk tidak berpuasa dan dapat menggantinya pada
kesempatan lain.

Jakarta, 19 Sya’ban 1439 H


5 Mei 2018 M

Kathur Suhardi
Ketua

Sekretariat Majelis Syura Perkumpulan Bekam Indonesia


Jl. Prof. DR. Soepomo No.143, RT.13/RW.2, Menteng Dalam, Tebet, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12870 HP. +(62) 8-1234567-266

Anda mungkin juga menyukai