Anda di halaman 1dari 21

PERENCANAAN STRATEGI PRODUK

DAN BERSAING, DISTRIBUSI JASA

(BPJS KETENAGAKERJAAN)

Oleh

Kelompok 5 – Kelas SM-MP2

1. Hafidz Prayosa 1610210364

2. Alexia Inneke Angelina 1610210402

3. Nur Lailatul F. 1610210424

4. Trian Binar Y. 1610210592

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA


(STIESIA) SURABAYA
TAHUN AJARAN 2019-2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan dan sasaran perusahaan sangat

dipengaruhi oleh kemampauan suatu perusahaan dalam merencanakan strategi produk dan

mampu bersaing dalam distribusi jasa. Perusahaan untuk mencapai tujuannya harus maampu

menyusun strategi pemasaran yang komprehensif sehingga upaya pemasaran yang dilakukan

bisa optimal. Untuk itu kita akan mengkaji lebih jauh mengenal pemasaran itu sendiri,

khususnya tentang perencanaan strategi.

BPJS Ketenagakerjaan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Ketenagakerjaan) merupakan program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga

kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu dan penyelenggaraannya menggunakan

mekanisme asuransi sosial. BPJS ketenagakerjaan mempunyai 4 program yaitu; Program

Jaminan Hari Tua, Jaminan Kecelekaan Kerja, Jaminan Pensiun dan Jaminan Kematian.

Masing – masing program memiliki beberapa manfaat didalamnya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan distribusi jasa? Apa manfaat produk jasa dari BPJS

Ketenagakerjaan?

2. Tingkatan produk jasa apa yang sering digunakan?

3. Bagaimana maksud merek dan diferensiasi produk?

4. Bagaimana ciri – ciri lingkungan bersaing bisnis jasa?

5. Bagaimana distribusi jasa dalam BPJS Ketenagakerjaan?


BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Pemasaran Jasa

2.1.1. Pengertian Pemasaran Jasa

Definisi dari pemasaran jasa yang dikutip oleh Kotler dan Keller dalam Fandy

Tjiptono (2009;4) adalah setiap tindakan jasa adalah perbuatan yang dapat ditawarkan oleh

suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik)

dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.

Menurut Lovelock dan Gummesson (2011;36) mendefinisikan bahwa service

(pelayanan) adalah sebuah bentuk jasa dimana para pelanggan atau konsumen dapat

memperoleh manfaat melalui nilai jasa yang diharapkan. Konsep pemasaran jasa secara

sederhana sebagai usaha untuk mempertemukan produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu

perusahaan dengan calon pelanggan yang akan menggunakan jasa tersebut, oleh karena itu

produk dan jasa yang dihasilkan oleh suatu atau perusahaan harus dapat memenuhi kebutuhan

dan keinginan pelanggan.

Sedangkan Rismiati (2005;270) mendefinisikan pemasaran jasa adalah setiap kegiatan

atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak yang lain dan merupakan barang

tidak berwujud (intangible) serta tidak berakibat pada kepemilikan akan sesuatu.

Melihat pendapat dari para ahli diatas, peniliti menyimpulkan bahwa pemasaran jasa

adalah proses setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan dan diberikan oleh suatu pihak

yang pada dasarnya bersifat tidak berwujud (intangible).

2.1.2. Karakteristik jasa

Jasa memiliki karakteristik yang luas, yang membedakan dari produk berupa

barang.Karakteristik tersebut menimbulkan implikasi yang penting dalam pemasaran jasa.


Kotler dan Armstrong (2012;260) menjelaskan jasa memiliki empat karakteristik utama yang

sangat mempengaruhi rancangan program yaitu :

1. Tidak Berwujud (Intangibility)

Jasa tidak dapat dilihat, diraba, dirasa, didengar, dicium, atau menggunakan indra

lainnya sebelum jasa itu dibeli. Hal ini lah yang membedakan jasa dengan hasil produksi

(produk) perusahaan. Penampilan suatu barang jasa diwakili oleh wujud tertentu seperti

perbuatan, penampilan, atau sebuah usaha lainnya yang tidak dapat disimpan, dipakai, atau

ditempatkan di suatu tempat yang kita inginkan. Wujud inilah yang dapat membentuk

pengalaman dan mempengaruhi kepuasan konsumen. Hal inilah yang membuat sulit untuk

mengevaluasi suatu produk layanan. Oleh karena itu, tugas perusahaan adalah untuk

memberikan pelayanan yang nyata pada satu atau lebih cara dan mengirim sinyal yang tepat

tentang kualitas perusahaan.

2. Tidak Terpisahkan (Inseparability)

Jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedia pelayanannya, baik orang-orang maupun

mesin. Jika seorang karyawan memberikan pelayanan, maka karyawan menjadi bagian dari

pelayanan tersebut karena pelanggan juga hadir pada saat jasa dihasilkan. Jasa dihasilkan dan

dikonsumsi secara bersamaan. Tidak seperti barang fisik yang diproduksi, disimpan dalam

persediaan, didistribusikan lewat berbagai penjualan, dan baru kemudian dikonsumsi, jasa

biasanya dijual dahulu kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan atau tidak

dipisahkan.

2.1.3 7P dari Pemasaran Jasa

Lovelock, dkk (2012;20) mengatakan bahwa ketika mengembangkan cara untuk

memasarkan barang-barang manufaktur, pemasar biasanya fokus pada produk (product),


harga (price), tempat (place) (atau distribusi), dan promosi (atau komunikasi), ini biasanya

disebut "4P" dari bauran pemasaran.

2.1.4 The Flower of Service

Produk jasa dapat berhubungan dengan produk fisik maupun tidak. Maksudnya, ada

produk fisik sebagai persyaratan utama. Dalam jasa yang membutuhkan produk fisik sering

kali tidak lepas dari unsur layanan pelengkap (suplementary services) yang dapat

diklasifikasikan kedalam delapan kelompok yang disebut “The Flower Of Services”

(Lovelock dan Wirtz 2011 :108).

Gambar 2.1 The Flower of Service


Sumber : Christoper Lovelock, Jochen Wirtz (2011:108)

Layanan tambahan yang mempermudah

1. Information, informasi sangatlah penting dalam penyedia jasa. Dengan memberikan

informasi yang jelas, lengkap, dan akurat dapat menjadi suatu kekuatan dalam sebuah

jasa.
2. Order taking, penerimaan pesanan meliputi aplikasi , pengisian pesanan, dan reversasi

atau cek-in. Reservasi (termasuk pembuatan janji dan cek-in) mewakili jenis penerimaan

pesanan khusus yang mengharuskan pelanggan untuk menuju unit layanan yang spesifik.

3. Billing, penagihan merupakan hal yang sangat umum bagi hampir semua jasa (kecuali

diberikan pelayanan gratis). Pada penagihan yang tidak akurat, tidak terbaca atau tidak

lengkap memiliki risiko mengecewakan pelanggan. Baiknya penagihan bersifat jelas dan

informatif dan dirinci sehingga jelas perhitungan jumlahnya.

4. Payment, tagihan mengharuskan pada pelanggan untuk melakukan pembayaran atas jasa

yang digunakan pelanggan. Penyedia jasa baiknya mengetahui dengan baik apakah

pelanggan tersebut sudah melakukan pembayaran. Misalnya dengan melakukan

pemeriksaan sebelum masuk kedalam bioskop ataupun sebelum naik kereta. Layanan

tambahan yang memperkuat :

5. Consultation, melibatkan dialog untuk mengetahui kebutuhan pelangganya, kemudian

mengembangkan solusi yang sesuai.

6. Hospitality, penyedia jasa mampu memberikan pelayanan lebih. Contohnya, disediakan

ruang tunggu bagi pelanggan, koran, majalah, diberikan fasilitas tv pada sebuah bengkel

atau pun klinik kecantikan.

7. Safekeeping, ketika pelanggan mengunjungi tempat layanan, sering kali mereka

memerlukan bantuan untuk barang bawaan mereka. Penyedia jasa dapat menyediakan

tempat penyimpanan barang.

8. Exception, layanan tambahan yang diberikan penyedia jasa diluar kebiasaan atau proses

penghantaran layanan.
2.2 Service Quality

2.2.1 Pengertian Service Quality

Sudah menjadi keharusan perusahaan melakukan kualitas pelayanan yang terbaik

supaya mampu bertahan dan tetap menjadi kepercayaan pelanggan. Pola konsumsi dan gaya

hidup pelanggan menuntu perusahaan mampu memberikan pelayanan yang berkualitas.

Keberhasilan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas dapat ditentukan

dengan pendekatan service quality yang telah dikembangkan oleh Parasuraman, Berry, dan

Zeithaml dalam Lupiyoadi (2006;181).

Wyckof dalam Wisnalmawati (2005;155) berpendapat bahwa kualitas jasa adalah

tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk

memenuhi keinginan pelanggan. Sedangkan menurut Parasuraman dalam Tjiptono &

Chandra (2011:157), terdapat faktor yang mempengaruhi kualitas sebuah layanan adalah

expected service (layanan yang diharapkan) dan perceived service (layanan yang diterima).

Jika layanan yang diterima sesuai bahkan dapat memenuhi apa yang diharapkan maka jasa

dikatakan baik atau positif. Jika perceived service melebihi expected service, maka kualitas

pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas ideal. Sebaliknya apabila perceived service lebih

jelek dibandingkan expected service, maka kualitas pelayanan dipersepsikan negatif atau

buruk. Oleh sebab itu, baik tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan

perusahaan dan pekerja yang dimiliki dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah kemampuan

suatu perusahaan untuk memenuhi keinginan konsumen secara konsisten agar layanan yang

diterima melebihi layanan yang diharapkan.

2.2.2 Dimensi Service Quality

Tingkat kualitas pelayanan tidak dapat dinilai hanya berdasarkan sudut pandang

perusahaan tetapi dari sudut pandang penilaian pelanggan juga. Menurut Parasuraman,
Zeithaml, dan Berry yang di kutip dalam Tjiptono & Chandra (2011:198), Menyederhanakan

dimensi kualitas jasa menjadi 5, yaitu:

1. Bukti fisik ( Tangible ) Untuk mengukur penampilan fisik, perlengkapan, fasilitas,

karyawan, dan sarana komunikasi.Pengukurannya meliputi fasilitas fisik, kebersihan,

kenyamanan, ruangan, dan kelengkapan peralatan komunikasi.

2. Kehandalan ( Reliability ) Merupakan kemampuan perusahaan dalam memberikan jasa

yang tepat dan dapat diandalkan. Pengukurannya meliputi : kemampuan memberikan

pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

3. Daya Tanggap ( Responsiveness ) Artinya mampu memberikan pelayanan yang cepat

dan efisien kepada pelanggan.Pengukurannya meliputi keinginan dari para staf dan

karyawan untuk membantu pelanggan dengan memberikan pelayanan cepat tanggap

terhadap keinginan dan kebutuhan pelanggan.

4. Jaminan ( Assurance) Artinya mengukur kemampuan dan kesopanan karyawan serta sifat

dapat dipercaya yang dimiliki oleh perusahaan. Pengukurannya meliputi: pengetahuan

dan kemampuan karyawan, ramah tamah dan kesopanan, sifat dapat dipercaya yang

dimiliki para staf, bebas dari keraguan, bahaya dan resiko.

5. Empati ( Emphaty ) Pengukurannya meliputi : kemudahan dalam melakukan hubungan,

komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan pelanggan dengan

cepat dengan cermat.

2.2.3 Gap Service Quality

Kualitas jasa yang diberikan sangat mempengaruhi kepuasan pelanggan dari sebuah

perusahaan.Namun ada beberapa gap atau kesenjangan yang dapat menyebabkan kegagalan

dalam penyampaian jasa kepada pelanggan. Dalam buku Tjiptono, Fandy (2008)

kesenjangan-kesenjangan yang ada antara lain :


1. Gap pertama (knowledge gap) adalah kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi

manajemen terhadap harapan pelanggan. Pihak manajemen perusahaan tidak selalu dapat

memahami harapan pelanggan secara akurat.

2. Gap kedua (standards gap) adalah kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap

harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa. Dalam situasi tertentu manajemen

mungkin dapat memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan, namun mereka

tidak menyusun standar kinerja yang jelas.

3. Gap ketiga (delivery gap) adalah kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan

penyampaian jasa. Gap ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu karyawan kurang terlatih

sehingga belum menguasai tugasnya, beban kerja yang terlampau berlebihan, standar

kerja tidak dapat dipenuhi oleh karyawan, atau bahkan karyawan tidak bersedia

memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.

4. Gap keempat (communication gap) adalah kesenjangan antara penyampaian jasa dan

komunikasi eksternal. Sering kali harapan pelanggan dipengaruhi iklan dan pernyataan

atau janji yang dibuat perusahaan sehingga hal ini menyebabkan harapan pelanggan

terlalu besar dan sulit terpenuhi. Jika harapan pelanggan tidak terpenuhi maka akan

menimbulkan persepsi negatif terhadap kualitas jasa yang diberikan oleh perusahaan

yang bersangkutan.

5. Gap kelima (service gap) adalah kesenjangan antara jasa yang dipersepsikan dan jasa

yang diharapkan. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi

perusahaan dengan cara yang berbeda, atau bisa juga mereka keliru mempersepsikan

kualitas jasa tersebut.


2.2.4 Faktor yang Mengurangi Service Quality

Menurut Tjiptono (2012;178), terdapat beberapa faktor yang dapat mengurangi

layanan sebuah perusahaan. Sehingga setiap perusahaan perlu memperhatikan faktor-faktor

yang menyebabkan penurunan kualitas layanan, seperti :

1. Produksi dan konsumsi yang terjadi secara simultan Karakter dari jasa itu sendiri adalah

inseparability, artinya jasa tersebut diproduksi dan dikonsumsi pada waktu yang

bersamaan. Sehingga terjadi interaksi antara penyedia jasa dan konsumen yang

memungkinkan terjadi hal-hal berdampak negatif di mata konsumen.

2. Intensitas tenaga kerja yang tinggi Keterlibatan karyawan secara intensif dalam

penyampaian layanan dapat pula menimbulkan dampak negatif pada kualitas, yaitu

berupa tingginya variabilitas layanan yang dihasilkan. Seperti pelatihan kurang memadai

atau pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan, motivasi karyawan kurang diperhatikan,

dan lain-lain.

3. Dukungan terhadap pelanggan internal kurang memadai Karyawan front-line adalah

ujung tombak dalam sistem penyampaian layanan. Karyawan front-line dapat dikatakan

sebagai citra perusahaan karena karyawan-karyawan tersebut memberikan kesan pertama

kepada konsumen.Agar para karyawan front-line mampu memberikan pelayanan dengan

efektif, diperlukan dukungan dari perusahaan seperti, dukungan informasi (prosedur

operasi), peralatan (pakaian seragam, material), maupun pelatihan keterampilan.

4. Gap komunikasi Komunikasi merupakan faktor penting dalam menjalin hubungan antara

perusahaan dengan konsumen. Bila terjadi gap komunikasi, maka konsumen

memberikan penilaian negatif terhadap kualitas pelayanan. Gap-gap komunikasi tersebut

dapat berupa:

a. Penyedia layanan memberikan janji yang berlebihan, sehingga tidak mampu

memenuhinya
b. Penyedia layanan tidak selalu memberikan informasi terbaru kepada konsumen

c. Pesan komunikasi yang disampaikan penyedia layanan tidak dipahami konsumen

d. Penyedia layanan tidak memperhatikan atau menindaklanjuti keluhan atau saran

konsumen

5. Memperlakukan semua pelanggan dengan cara yang sama Setiap konsumen memiliki

karakter, emosi, keinginan yang berbeda-beda. Penyedia layanan harus memahami

keunikan dan perbedaan yang ada. Sehingga tidak dapat memperlakukan semua

konsumen dengan cara yang sama.

6. Perluasan atau pengembangan layanan secara berlebihan Penambahan layanan dapat

berdampak baik atau bahkan berdampak negatif mengurangi service quality pada sebuah

perusahaan. Dampak baiknya adalah untuk menyempurnakan service quality menjadi

lebih baik. Tetapi di sisi lain, apabila layanan baru terlampau banyak, hasil yang didapat

belum tentu optimal.

7. Visi bisnis jangka pendek Visi jangka pendek dapat merusak service quality yang sedang

ditujukan untuk jangka panjang. Sebagai contoh, kebijakan sebuah restoran menutup

sebagian cabang akan mengurangi tingkat akses bagi para pelanggan restoran tersebut.

Sehingga pelanggan akan datang ke restoran yang mungkin jaraknya tidak dekat dari

tempat tinggal. Sehingga dapat menimbulkan keluhan akan jarak dan persepsi negatif

terhadap kualitas layanan restoran tersebut.

8. Mengembangkan sistem informasi kualitas layanan Service quality information system

adalah sistem yang dipergunakan oleh perusahaan dengan cara melakukan riset data.

Betujuan untuk memahami suara konsumen (consumen’s voice) mengenai ekspektasi

dan persepsi konsumen terhadap layanan yang diberikan perusahaan.Sehingga

perusahaan dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan berdasarkan sudut

pandang konsumen.
2.2.6 Penilaian Service Quality

Schiffman dan Kanuk (2008) mengatakan bahwa da beberapa kriteria yang mengikuti

dasar penilaian konsumen terhadap kualitas pelayanan yaitu :

1. Keandalan merupakan konsistensi kinerja yang berarti bahwa perusahaan menyediakan

pelayanan yang benar pada waktu yang tepat, dan juga berarti perusahaan menjunjung

tinggi janjinya.

2. Responsif merupakan kesediaan dan kesiapan karyawan untuk memberikan pelayanan.

3. Kompetensi berarti memiliki kemampuan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk

melayani.

4. Aksesibilitas meliputi kemudahan untuk dihubungi.

5. Kesopanan meliputi rasa hormat, sopan, dan keramahan karyawan.

6. Komunikasi berarti membiarkan konsumen mendapat informasi yang dibutuhkan dan

bersedia mendengarkan konsumen.

7. Kredibilitas meliputi kepercayaan, keyakinan, dan kejujuran.

8. Keamanan yaitu aman dari bahaya, risiko, atau kerugian.

9. Empati yaitu berusaha untuk mengerti kebutuhan dan keinginan konsumen.

10. Fisik meliputi fasilitas, penampilan karyawan, dan peralatan yang digunakan untuk

melayani konsumen.

2.3 Customer Satisfaction

2.3.1 Pengertian Customer Satisfaction

Akbar & Parvez (2009) mengatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah konsep

terkenal dan didirikan konsep dalam beberapa area seperti pemasaran, riset konsumen,

psikologi ekonomi, kesejahteraan ekonomi, dan ekonomi. Interpretasi yang paling umum
yang diperoleh dari berbagai penulis mencerminkan gagasan bahwa kepuasan adalah

perasaan yang dihasilkan dari proses mengevaluasi apa yang telah diterima terhadap apa yang

diharapkan, termasuk keputusan pembelian itu sendiri dan kebutuhan, keinginan yang terkait

dengan pembelian.

Menurut Reid & Bojanic (2010:63), kepuasan pelanggan adalah suatu hal yang

muncul ketika jasa perusahaan yang dirasakan konsumen mencapai atau melebihi ekspektasi

konsumen.

Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2012:37), kepuasan pelanggan adalah

tingkat dimana kinerja yang dirasakan dari suatu produk sesuai dengan ekspektasi pelanggan.

Suatu perusahaan akan berusaha membuat pelanggan senang dengan menjanjikan apa yang

mereka dapat berikan dan memberikan apa yang mereka janjikan. Pelanggan yang senang

tidak hanya akan melakukan pembelian ulang tetapi akan membantu menjadi teman yang

akan menyebarkan pengalaman positif mereka.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah hal yang

dirasakan oleh pelanggan ketika sudah mencoba suatu produk atau jasa dan mendapatkan

hasil yang sesuai dengan ekspektasi pelanggan.

2.3.2 Word of Mouth (WOM)

Menurut Kotler & Keller (2009:512) word of mouth marketing adalah aktivitas

pemasaran melalui perantara orang ke orang baik secara lisan, tulisan, maupun alat

komunikasi elektronik yang berhubungan dengan pengalaman pembelian jasa atau

pengalaman menggunakan produk atau jasa.

Menurut Tjiptono (2012:164) mengemukakan bahwa word of mouth merupakan

pernyataan (secara personal maupun non personal) yang disampaikan oleh orang lain selain

penyedia layanan kepada pelanggan. Word of mouth bersifat kredibel dan efektif karena
disampaikan oleh orangorang yang dipercayai konsumen (teman, keluarga, tetangga, dan

sebagainya).

Menurut WOMMA (Word of Mouth Marketing Association) dikutip oleh Ratna Dwi

Kartika Sari (2012) Word of Mouth adalah suatu aktifitas yang mana konsumen memberikan

informasi mengenai suatu merek atau produk kepada konsumen lain.

Dari definisi word of mouth diatas dapat disimpulkan bahwa word of mouth

merupakan media promosi baik secara lisan, tulisan dan alat komunikasi elektronik di mana

konsumen memberikan informasi mengenai suatu merek atau produk kepada konsumen lain
BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Produk Jasa BPJS Ketenagakerjaan

Pemasaran jasa adalah sebuah kegiatan yang menawarkan suatu produk yang tidak

dapat dilihat atau tidak berbentuk yang nantinya tidak menghasilkan suatu kepemilikan

kepada satu pihak ke pihak lain seperti menurut Kotler.

Produk yang tidak dapat dilihat atau tidak berbentuk ini adalah produk jasa. Produk

jasa yang ditawarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan berupa jaminan sosial ketenagakerjaan

yang menggunakan mekanisme yang biasa kita sebut dengan “asuransi”. BPJS

Ketenagakerjaan menawarkan 4 (empat) program jaminan sosial, yaitu:

1. Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

Merupakan jaminan yang memberikan perlindungan atas resiko-resiko kecelakaan kerja.

Perlindungan ini dimulai dari perjalanan berangkat hingga pulang kerja dan perjalanan dinas.

2. Jaminan Kematian (JKM)

Memberikan manfaat berupa uang tunai ketika peserta meninggal bukan karena

kecelakaan kerja dan akan diberikan kepada ahli warisnya.

3. Jaminan Hari Tua (JHT)

Program jangka panjang yang diberikan secara berkala sekaligus sebelum Peserta

memasuki masa pensiun, bisa diterimakan kepada janda/duda, anak atau ahli waris Peserta

yang sah apabila Peserta meninggal dunia.

4. Jaminan Pensiun (JP)

Jaminan yang memiliki tujuan mempertahankan kehidupan yang layak untuk peserta

maupun ahli warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia

pensiun atau mengalami cacat.


3.2 Tingkat Produk Jasa

Pada BPJS Ketenagakerjaan, tingkat produk jasa sebagai berikut:

1. The Generic Product

Memiliki pengertian sebagai produk inti atau generik dari jasa dasar. Hal tersebut

dikarenakan BPJS Ketenagakerjaan memiliki program-program jaminan sosial yang

memberikan program perlindungan dasar. Sebagai contoh program yang diikuti oleh

kepesertaan non-upah (seperti ojol dan petani) yang hanya diprogramkan mengikuti Jaminan

Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. Sedangkan untuk kepesertaan upah (karyawan

perusahaan kantor) mengikuti seluruh program yang terdiri dari Jaminan Kematian, Jaminan

Kecelakaan Kerja, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Hari Tua.

2. Expected Product

Tingkat selanjutnya dalah “produk yang diharapkan” apabila konsumen membeli produk

tersebut. BPJS Ketenagakerjaan menawarkan konsumen dengan mendapatkan jaminan sosial

dengan harga yang sesuai ekonomi masyarakat.

Banyaknya resiko kecelakaan yang mengancam mereka dari berangkat, saat, dan pulang

kerja membuat para pekerja mendapatkan perlindungan. Sehingga dengan menjadi peserta

BPJS Ketenagakerjaan yang menyediakan jaminan perlindungan dengan harga yang sesuai

“kantong” masyarakat.

3. The Augmented Product

Merupakan suatu tambahan jasa atau manfaat-manfaat yang tidak terpikirkan oleh

konsumen tapi akan memberi kepuasan bagi mereka. BPJS Ketenagakerjaan memberikan

jaminan sosial tambahan untuk:

1) Program Bukan Penerima Upah


Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) adalah pekerja yang melakukan kegiatan atau

usaha ekonomi secara mandiri untuk memperoleh penghasilan dari kegiatan atau usahanya

tersebut yang meliputi pemberi kerja, pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri,

misalnya petani, tukang ojek, supir angkot, pedagang keliling, dokter, pengacara/advokat,

artis, dan lain-lain.

2) Program untuk Sektor Jasa Konstruksi

Karena memiliki potensi biaya yang cukup tinggi, para pekerja konstruksi didaftarkan

menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.Hal itu berlaku untuk semua pekerja termasuk tenaga

kerja harian lepas, tenaga borongan atau tenaga kerja yang terikat perjanjian kerja tertentu.

4. The Potential Product

Dengan mengutamakan pelayanan prima kepada peserta dalam memberikan layanan

program jaminan-jaminan yang disediakan, maka BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen untuk

memberikan yang terbaik bagi mitra perusahaan dan peserta BPJS Ketenagakerjaan.

3.3 Merk dan Diferensiasi Produk

3.3.1 Merk

a) Peran Merk

Peran merk dari BPJS Ketenagakerjaan ini digunakan sebagai identitas bahwa BPJS

Ketenagakerjaan ini merupakan lembaga pemberi jaminan sosial dan perlindungan untuk

tenaga kerja.

b) Jenis Merk

Merupakan jenis private brand karena dimiliki oleh “pedagang” dari produk jasa

tersebut, bukan merupakan manufactured brand.


c) Fungsi Pemakaian Merk

Menjadi pembeda dari lembaga jaminan sosial lainnya yang menganut mekanisme yang

sama. Sehingga merk BPJS Ketenagakerjaan dan program-programnya memiliki cirri khas

tersendiri yang menunjukkan identitasnya.

d) Faktor yang Mempengaruhi Merk

Faktor yang mempengaruhi merk tersebut mempunyai bermacam-macam faktor. Seperti

segmentasi yang diambil dan situasi pasar yang menjadi acuan.

3.3.2 Diferensiasi Produk

Sesuai dengan pembagian yang dilakukan oleh Philip Kotler, terbagi menjadi 3 (tiga)

kategori sebagai berikut:

1. Diferensiasi yang Melekat pada Produk

Salah satunya tentang kinerja produk jasa yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan ini

adalah program jaminan sosial dan perlindungannya. Dengan menggunakan program

tersebut, konsumen sudah mendapatkan perlindungan dari resiko-resiko kecelakaan kerja.

2. Diferensiasi pada Pelayanan

BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk

mitra dan anggota kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu, diberikannya bimbingan

atau pengarahan dan penjelasan syarat dan kententuan yang berkaitan dengan program-

program dari BPJS Ketenagakerjaan.

3. Diferensiasi pada Sumber Daya Manusia

BPJS Ketenagakerjaan mempunyai nilai budaya yaitu yang disebut sebagai (ETHIKA)

ialah:Iman, Ekselen, Teladan, Harmoni, Integritas, Kepedulian, Antusias. Yang mana nilai

budaya tersebut digunakan sebagai pedoman untuk memberikan pelayanan terbaik untuk

konsumen atau anggota kepesertaan.


4. Diferensiasi Citra

BPJS Ketenagakerjaan juga memberikan program tanggung jawab sosial perusahaan

atau Corporate Social Responsibility (CSR) yang salah satunya adalah program Employee

Volunteering.

3.4 Ciri-Ciri Lingkungan Bersaing Bisnis Jasa

1. Kegiatan operasional utamanya adalah menjual jasa yaitu berupa program jaminan sosial

dan perlindungan untuk tenaga kerja.

2. Pesaing yang banyak dengan persamaan menggunakan sistem asuransi, seperti Allianz

dan Prudential.

3.5 Distribusi Jasa

Terdapat tiga partisipan dalam distribusi jasa pada BPJS Ketenagakerjaan, yaitu:

1. Penyedia Jasa, yaitu pihak dari BPJS Ketenagakerjaan itu sendiri.

2. Perantara, yaitu adalah pihak dari ekspedisi yang mengantarkan surat-surat, seperti

surat yang bersifat mengajak perusahaan tersebut untuk menjadi anggota kepesertaan,

surat pemberitahuan penunggakan iuran, dan lain-lain.

3. Konsumen, yaitu pihak dari anggota kepesertaan itu sendiri, pekerja non-upah maupun

perusahaan.

Saluran distribusi yang digunakan BPJS Ketenagakerjaan adalah:

1. Aplikasi BPJSTKU yang dapat di install pada smartphone yang telah banyak digunakan

masyarakat, sehingga mempermudah pengecekan saldo.


2. Adanya situs web resmi dari BPJS Ketenagakerjaan yang mempermudah perolehan

informasi tentang BPJS Ketenagakerjaan beserta program-programnya.

3. Adanya pesawat telepon yang dapat menghubungkan peserta dengan pihak dari BPJS

Ketenagakerjaan untuk sekedar menanyakan sesuatu informasi atau bimbingan terhadap

kepesertaan.
BAB 4

PENUTUP

4.1 Simpulan

Sebenarnya apapun program pelayanan masyarakat yang dikeluarkan oleh pemerintah

pasti bertujuan dan bermaksud untuk kemaslahatan masyarakat luas, namun yang sering

menjadi masalah dalam program-program pemerintah yang baik itu adalah pelayanannya.

4.2 Saran

Rubah cara pandang melayani behind the desk menjadi infront the desk, ciptakan sales

executive untuk kunjungan rutin ke perusahaan-perusahaan yang telah mendaftarkan

karyawan mereka untuk mengajak anggota lain dalam keluarga karyawan tersebut menjadi

anggota BPJSTK.

Anda mungkin juga menyukai