Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut WHO (World Health Organization), masalah gangguan jiwa di

dunia ini sudah menjadi masalah yang semakin serius. Paling tidak, ada satu dari

empat orang di dunia ini mengalami gangguan jiwa. WHO memperkirakan ada

sekitar 450 juta orang di dunia ini ditemukan mengalami gangguan jiwa.

Berdasarkan data statistik, angka pasien gangguan jiwa memang sangat

mengkhawatirkan (Yosep, 2007).

Menurut UU Kesehatan Jiwa No.3 Tahun 1966, Kesehatan Jiwa adalah

suatu keadaan yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional

secara optimal dari seseorang dan perkembangan ini selaras dengan dengan

orang lain. Sedangkan menurut American Nurses Associations (ANA)

keperawatan jiwa merupakan suatu bidang khusus dalam praktek keperawatan

yang menggunakan ilmu perilaku manusia sebagai ilmu dan penggunaan diri

sendiri secara terapeutik sebagai caranya untuk meningkatkan, mempertahankan,

memulihkan kesehatan jiwa.

Di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar 70% halusinasi yang dialami

oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi pendengaran, 20% halusinasi

penglihatan, dan 10% adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan.

Angka terjadinya halusinasi cukup tinggi.

Menurut data rekapitulasi yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit
Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda mencatat rata-rata pasien yang

dirawat inap pada tahun 2016 sebanyak 249 orang dengan jumlah rata-rata pasien

IGD sebanyak 2,57 orang. Sedangkan pada tahun 2017 tercatat data pasien yang

dirawat inap sebanyak 210 orang dengan jumlah rata-rata pasien IGD sebanyak

1,88 orang per hari. Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam

Samarinda pada tahun 2016 mencatat rata-rata jumlah pasien di ruang Punai

dengan diagnosa gangguan sensori persepsi:halusinasi sebanyak 7,18 %.

Sedangkan pada tahun 2017 tercatat rata-rata jumlah pasien diruang Punai dengan

diagnosa gangguan sensori persepsi:halusinasi sebanyak 14,4%. Diagonsa

gangguan sensori persepsi:halusinasi terjadi peningkatan 7,22% (Survey Indikator

Mutu Pelayanan Ruang Punai Tahun 2017). Dampak yang dapat ditimbulkan oleh

pasien yang mengalami halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya. Di mana

pasien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya. Dalam

situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain

(homicide), bahkan merusak lingkungan. Untuk memperkecil dampak yang

ditimbulkan, dibutuhkan penanganan halusinasi yang tepat (Hawari 2009, dikutip

dari Chaery 2009). Penanganan pasien dengan masalah halusinasi dapat

dilakukan dengan kombinasi psikofarmakologi dan intervensi psikososial seperti

okupasi, terapi keluarga, dan terapi psikoterapi yang menampakkan hasil yang

lebih baik

Tindakan keperawatan pada pasien dengan halusinasi Gangguan orientasi

realita adalah ketidakmampuan individu untuk menilai dan berespon pada realita.

Klien tidak dapat membedakan rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat

membedakan lamunan dan kenyataan. Klien juga tidak mampu untuk

memberikan respon yang akurat, sehingga tampak perilaku yang sulit dimengerti.

Halusinasi adalah penyerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan


dari luar yang dapat meliputi semua panca indera dan terjadi disaat individu sadar

penuh (Depkes dalam Dermawan dan Rusdi, 2013)

Berdasarkan fenomena diatas, penulis tertarik untuk melakukan tindakan

keperawatan pada klien yang mengalami gangguan persepsi sensori halusinasi.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan laporan kasus ini adalah sebagai berikut:

a. Tujuan umum:

Mendapatkan pengalaman dalam Asuhan Keperawatan pada klien dengan

halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, yang meliputi

pengkajian, penegakkan diagnosa, merencanakan dan melaksanakan tindakan

keperawatan, dan mengevaluasi.

b. Tujuan Khusus:

Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah agar penulis mampu:

1. Melaksanakan pengkajian data pada klien dengan masalah utama

gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

2. Menganalisa data pada klien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi

pendengaran.

3. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi

sensori: halusinasi pendengaran

4. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan

persepsi sensori: halusinasi pendengaran

5. Mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan pada klien dengan

gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

6. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan persepsi

sensori: halusinasi pendengaran


c. Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Penulis dapat memperdalam pengetahuan tentang asuhan keperawatan yang

telah dilakukannya.

2. Penderita adalah dapat memaksimalkan kemampuannya untuk dapat

mengendalikan jiwanya sehingga dapat sembuh dari gangguan jiwanya.

3. Rumah Sakit Jiwa hasil tugas akhir/ asuhan keperawatan ini dapat dijadikan

sebagai salah satu bahan acuan dalam menentukan kebijakan operasional

Rumah Sakit Jiwa agar mutu pelayanan keperawatan dapat ditingkatkan.

4. Pembaca hasil asuhan keperawatan ini semoga dapat menambah pengetahuan

dan masukan dalam mengembangkan ilmu keperawatan di masa yang akan

datang
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Halusinasi

a. Pengertian

1. Skizofrenia

Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang

mempengaruhi berbagai area, fungsi individu, termasuk berfikir dan

berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realita,

merasakan dan menunjukan emosi dan berperilaku dengan sikap

yang tidak dapat diterima secara sosial (frida, 2010)

Skizofrenia sebagai suatu sindrom yang dapat disebabkan oleh

bermacam-macam penyebab, antara lain keturunan, pendidikan

yang salah, maladaptif, tekanan jiwa, penyakit badani seperti lues

otak, dan penyakit lain yang belum di ketahui. Akhirnya timbul

pendapat bahwa skizofrenia itu suatu gangguan psikomatis, atau

merupakan manifestasi somatik dan gangguan psikogenetik. tetapi

pada skizofrenia justru kerusakannnya adalah untuk menentukan

mana yang primer dan mana yang sekunder, mana yang merupakan

penyebab dan mana yang hanya akibatnya saja. (Albert & Willy,

2009)

Skizofrenia merupakan penyakit yang mempengaruhi otak dan

menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan


perilaku yang aneh dan terganggu. Gejala skizofrenia dibagi dalam

dua kategori pertama yaitu gejala positif atau gejala nyata, yang

mencangkup waham, halusinasi, dan diagnosis, bicara dan perilaku

yang tidak teratur, serta gejala negative atau gejala samar seperti,

efek datar, tidak memiliki kemauan, dan menarik diri dari

masyarakat dan memiliki rasa yang tidak nyaman (videback, 2008)

2. Halusinasi

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori atau suatu objek

tanpa adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini

meliputi seluruh panca indra. Halusinasi merupakan suatu gelaja

gangguan jiwa yang seseorang mengalami perubahan sensori

persepsi, serta merupakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,

perabaan dan penciuman. Seseorang merasakan stimulus yeng

sebetulnya tidak ada. (Yusuf, Rizki, Hani 2015)

Halusinasi dalah hilangnya kemampuan manusia dalam

membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan

eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat

tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.

Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak

ada orang yang lagi berbicara (Kusumawati & Hartono, 2010)

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien

mengalami perubahan sensori persepsi: merasakan sensasi PALSU

berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan dan penghidupan .


Pasien merupakan setimulus yang sebenarnya tidak ada. pasien

merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara. Melihat

bayangan orang atau suatu yang menentukan padahal tidak ada

bayangan tersebut. Membaui bau-bauan padahal tidak sedang

makan apapu. Merasakan sensasi rabaan padahal tidak ada apapun

dalam permukaan kulit. (Nurjanah, 2008)

Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau stimulus yang

datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau

distorsi terhadap stimulus tersebut (Nanda-1, 2012).

a. Etiologi

1. Faktor predisposisi menurut Yosep (2011)

2. Faktor perkembangan

Perkembangan klien yang terganggu misalnya

kuranganya mengontrol emosi dan keharmonisan klien tidak

mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi hilang percaya

diri.

3. Faktor sosialkultural

Seseorang yang merasa tidak terima di lingkungan

sejak bayi akan membekas di ingatannya sampai dewasa

dan ia akan merasa di singkirkan, kesepian dan tidak

percaya pada lingkunganya


4. Faktor biokimia

Adanya stress yang berlebihan yang di alami oleh seseorang maka di

dalam tubuhnya akan di hasilkan suatu zat yang dapat bersifat

halusinogenik neurokimia sehingga menjadi ketidak seimbangan

asetil kolin dan dopamine.

5. Faktor psikologis

Tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggung jawab akan mudah

terjerumus pada penyelah guna zat adaptif. Klien lebih memilih

kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam nyata.

6. Pola genetik dan pola asuh

Hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan

hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor presipitasi

Penyebab halusinasi dapat di lihat dari lima dimensi menurut

(Yosep, 2011).

1. Dimensi fisik

Halusinasi dapat di timbulkan oleh beberapa kondisi fisik

seperti kelelahan yang luar biasa, pengguanaan obat-obatan,

demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan

waktu tidur dalam waktu yang lama.


2. Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak

dapat di atasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari

halusinasi dapat berupa printah memaksa dan menakutkan.

Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut sehingga

dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap

ketakutan tersebut.

3. Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini merangsang bahwa individu

dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan

fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego

sendiri untuk melawan implus yang menekan, namum

merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang

dapat mengembil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan

mengontrol semua perilaku klien.

4. Dimensi sosial

Klien mengaggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata itu

sangatlah membahayakan, klien asik dengan halusinasinya.

Seolah-olah dia merupakan tempat akan memenuhi kebutuhan

akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak di

dapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi di jadikan system

kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika sistem halusinasi

berupa ancaman, dirinya maumpun orang lain. Oleh karna itu


aspek penting dalam melakukan intervensi keperawatan klien

dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang

menimbulkan pengalam interpersonal yang memuaskan, serta

menguasakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu

berinteraksi dengan lingkungan dan halusinasi tidak langsung.

5. Dimensi spiritual

Klien mulai dengan kemampuan hidup, rutinitas tidak

bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara

spiritual untuk menysucikan diri. Ia sering memaki takdir tetapi

lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan

dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

c. Tanda dan Gejala

Menurut (Yosep, 2011) yaitu:

1. Halusinasi pendengaran

Data Subyektif:

a) Mendengar sesuatu menyuruh

melakukan sesuatu yang berbahaya

b) Mendengar suara atau bunyi

c) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap

d) Mendengar seseorang yang sudah meninggal

e) Mendengar suara yang mengancam diri klien atau

orang lain atau yang membahayakan


Data obyektif:

a) Mengarahkan telinga pada sumber suara

b) Bicara atau tertawa sendiri

c) Marah marah tanpa sebab

d) Menutup telinga mulut komat kamit

e) Ada gerakan tangan

2. Halusinasi penglihatan

Data subyektif:

a) Melihat orang yang sudah meninggal

b) Melihat makhluk tertentu

c) Melihat bayangan

d) Melihat sesuatu yang menakutkan

e) Melihat cahaya yang sanat

terang Data obyektif:

1) Tatapan mata pada tempat tertentu

2) Menunjuk kea rah tertentu

3) Ketakutan pda objek yang dilihat

b. Halusinasi penghidu

Data subyektif:
a) Mencium sesuatu seperti bau mayat, darah, bayi, fase, bau

masakan, dan parfum yan menyengat

b) Klien mengatakan sering mencium bau sesuatu


Data obyektif:

1) Ekspresi wajah seperti sedang mencium

2) Adanya gerakan cuping hidung

3) Mengarahkan hidung pada tempat tertentu

c. Halusinasi peraba

Data subyektif:

a) Klien mengatakan seperti ada sesuatu di tubuhnya

b) Merasakan ada sesuatu di tubuhnya

c) Merasakan ada sesuatu di bawah kulit

d) Merasakan sangat panas, atau dingin

e) Merasakan tersengat aliran litrik

Data obyektif:

1) Mengusap dan menggaruk kulit

2) Meraba permukaan kulit


3) Menggerak gerakan badanya

4) Memegangi terus area tertentu

d. Halusinasi

pengecap Data

subyektif:

a) Merasakan seperti sedang makan sesuatu

b) Merasakan ada yang dikunyah di

mulutnya Data obyektif:

1) Seperti mengecap sesuatu

2) Mulutnya seperti mengunyah


3) Meludah atau muntah

e. Halusinasi Chenesthetic dan kinestetik

Data subyektif:

a) Klien mengatakan tubuh nya tidak ada fungsinya

b) Merasakan tidak ada denyut jantung

c) perasaan tubuhnya melayang

laying Data obyektif:

1) klien menatap dan melihati tubuhnya sendiri

2) klien memegangi tubuhnya sendiri

3. Jenis halusinasi

Menurut Yusuf (2015) jenis halusinasi dibagi menjadi 5 yaitu:

a. Halusinasi pendengaran (audiktif, akustik)

Paling sering di jumpai dapat beruba bunyi mendenging atau

bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering mendengar

sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut

di tunjukan oleh penderita sehingga penderita tidak jarang


bertengkar dan berdebat dengan suara-suara tersebut.

Suara tersebut dapat di rasakan dari jauh atau dekat, bahkan

mungkin datang dari tiap tubuh nya sendiri. Suara bisa

menyenangkan, menyuruh berbuat baik, tetapi dapat pula berupa

ancaman, mengejek, memaki atau bahkan menakutkan dan kadang-

kadang mendesak atau memerintah untuk berbuat sesuatu seperti

membunuh atau merusak.


b. Halusinasi penglihatan (Visual, optik)

Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organic).

Biasanya muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,

menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang

mengerikan atau tidak menyenangkan.

c. Halusinasi penciuman (olfaktorik)

Halusinasi ini biasanya mencium sesuatu bau tertentu dan

merasakan tidak enak, melambungkan rasa bersalah pada

penderita. Bau ditambah dilambangkan sebagai pengalaman yang

dianggap penderita sebagai suatu kombinasi moral.

d. Halusinasi pengecapan (gustatorik)

Walaupun jarang terjadi biasanya bersamaan dengan halusinasi

penciuman, penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi

gustorik lebih jarang timbang halusinasi gustatorik.

e. Halusinasi raba (taktil)

Merasa diraba, disentuh, ditiup atau merasa ada sesuatu yang

bergerak di bawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis

dan skizofrenia.
4. Tahapan halusinasi

Menurut Kusumawati dan Hartono (2010), tahapan halusinasi terdiri

dari 4 fase yaitu:

a. Fase I (Comforting)

Comforting disebut juga fase menyenangkan, pada tahapan ini

masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik dari fase ini

klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, perasaan rasa

bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat di selesaikan.

pada fase ini klien berperilaku tersenyum atau tertawa yang tidak

sesuai, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat,

respon verbal yang lambat jika sedang asik dengan hausinasinya

dan suka menyendiri.

b. Fase II (Conndeming)

Pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan termasuk

dalam psikotik ringan. karakteristik klien pada fase ini menjadi

pengalaman sensori menjijihkan dan menakutkan, kecemasan

meningkat, melamun dan berfikir sendiri menjadi dominan, mulai

merasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang

lain tau dan klien ingin mengontrolnya. Perilaku klien pada fase ini

biasanya meningkatkan tanda tanda system syaraf otonom seperti

peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, klien asyik dengan


halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realita.
c. Fase III (Controling)

Controlling disebut juga ansietas berat, yaitu pengalaman

sensori menjadi berkuasa. Karakteristik klien meliputi bisikan,

suara, bayangan, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan

mengontrol klien. Tanda-tanda fisik berupa berkeringat, tremor,

dan tidak mampu memenuhi perintah.

d. Fase IV (Conquering)

Conquering disebut juga fase panik yaitu klien lebur dengan

halusinasinya termasuk dalam psikorik berat. Karakteristik yang

muncul pada klien meliputi halusinasi berubah menjadi

mengancam, memerintah dan memarahi klien. Klien menjadi takut,

tidak berdaya, hilang control dan tidak dapat berhubungan secara

nyata dengan orang lain dan lingkungan.

5. Penilaian terhadap setresor

1. Kognitif: tidak dapat berpikir logis, inkoheren, disorientasi,

gangguan memori jangka pendek maupun jangka panjang,

konsentrasi rendah, kekacauan alur pikir, ketidakmampuan

mengambil keputusan, fligh of idea, gangguan berbicara dan

perubahan isi pikir

2. Afektif: tidak spesifik, reaksi kecemasan secara umum,

kegembiraan yang berlebihan, kesedihan yang berlarut dan takut


yang berlebihan, curiga yang berlebihan dan defensif sensitif
3. Fisiologis: pusing, kelelahan, keletihan, denyut jantung meningkat,

keringat dingin, gangguan tidur, muka merah/tegang, frekuensi

napas meningkat, ketidakseimbangan neurotransmitter dopamine

dan serotonine

4. Perilaku: berperilaku aneh sesuai dengan isi halusinasi, berbicara

dan tertawa sendiri, daya tilik diri kurang, kurang dapat mengontrol

diri, penampilan tidak sesuai, perilaku yang diulang-ulang, menjadi

agresif, gelisah, negatif, melakukan pekerjaan dengan tidak tuntas,

gerakan katatonia, kaku, gangguan ekstrapiramidal, gerakan mata

abnormal, grimacvin, gaya berjalan abnormal, komat-kamit,

menggerakkan bibir tanpa adanya suara yang keluar

5. Sosial: ketidak mampuan untuk berkomunikasi, acuh dengan

lingkungan, penurunan kemampuan bersosialisasi, paranoid,

personal hygiene jelek, sulit berinteraksi dengan orang lain, tidak

tertarik dengan kegiatan yang sifatnya menghibur, penyimpangan

seksual dan menarik diri.


6. Psikopatologi

Proses terjadinya halusinasi diawali dari atau dengan orang yang

menderita halusinasi akan menganggap sumber dari hasilnya berasal

dari lingkungan atau stimulus eksternal (Yosep, 2011). Pada fase awal

masalah itu menimbulkan peningkatan kecemasan yang terus dan

sistem pendukung yang kurang akan menghambat atau membuat

persepsi untuk membedakan antara apa yang dipikirkan dengan

perasaan sendiri menurun.

Meningkatnya pada fase Comforting, klien mengalami emosi yang

berlanjut seperti cemas, kesepian, perasaan berdosa dan sensorinya

dapat dikontrol bila kecemasan dapat diatur. Pada fase ini klien

cenderung merasa nyaman dengan halusinasinya. Pada fase conderming

klien mulai menarik diri. Pada fase controlling klien dapat merasakan

kesepian bila halusinasinya berhenti. Pada fase conquering klien lama

kelamaan sensorinya terganggu, klien merasa terancam dengan

halusinasinya terutama bila tidak menuruti perintahnya


Faktor Predisposisi

Psikologi

Biologi Stresor Presipitasi Sosial budaya

Sifat Asal Waktu Jumlah

Penilaian Terhadap Stresor

Kognitif Afektif Fisiologis perilaku sosial

Sumber-sumber Koping

Kemampuan Personal Dukungan Sosial Aset Materi Keyakinan positif

Mekanisme Koping

Construtive Destructive

Rentang Respon

Respon adaptif Respon maladaptif

7. Rentang Respon

Gambar II.2 Rentang respon


Adaptif Maladaptif

1. Respon
a. adaptif
Pikiran logis a. proses pikir terganggu a. Waham, Halusinasi

b. Persepsi akurat b. Ilusi b. Kerusakan

proses emosi

c. Emosi konsistensi c. Emosi berlebihan c. Perilaku

dengan tidak

Pengalaman d. Perilaku yang terorganisasi

d. Perilaku cocok tidak biasa d. Isolasi sosial

e. Hubungan social e. Menarik diri

humoris
Respon adaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut (Yusuf, Rizki

& Hanik, 2015) Meliputi:

a. Pikiran logis berupa pendapat atau pertimbangan yang dapat di terima

akal.

b. Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang sesuatau

peristiwa secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.

c. Emosi konsisten dengan pengalaman berupa ke mantepan perasaan jiwa

yang timbul sesuai dengan peristiwa yang pernah di alami.

d. Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan

dengan individu tersebut di wujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan

yang tidak bertentangan denagn moral.

e. Hubungan sosial dapat di ketahui melalui hubungan seseorang dengan

orang lain dalam pergaulan di tengah masyarakat.

2. Respon maladaptif

Respon maladaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut (Yusuf,

Rizki & Hanik, 2015) meliputi:

a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh di pertahankan

walaupun tidak di yakini oleh orang lain dan bertentangan dengan

kenyataan sosial.

b. Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang salah

terhadap rangsangan.
c. Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidak mampuan atau

menurunya kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan,

keakraban, dan kedekatan.

d. Ketiak teraturan perilaku berupa ketidak selarasan antara perilaku dan

gerakan yang di timbulkan.

e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang di alami oleh individu

karna orang lain menyatakan sikap yang negativ dan mengancam.

9. Penatalaksanaan Medis

Terapi farmakologi untuk pasien jiwa menurut Kusumawati & Hartono

(2010) adalah:

a. Anti psikotik

Jenis : Clorpromazin (CPZ), Haloperidol (HLP)

Mekanisme kerja : Menahan kerja reseptor dopamin dalam otak

sebagai penenang, penurunan aktifitas motoric,

mengurangi insomnia, sangat efektif untuk

mengatasi: delusi, halusinasi, ilusi, dan

gangguan proses berfikir.

Efek samping :

1) Gejala ekstrapiramidal seperti berjalan menyeret kaki, postur

condong kedepan, banyak keluar air liur, wajah seperti topeng,


sakit kepala dan kejang.

2) Gastrointestinal seperti mulut kering, anoreksia, mual, muntah,

berat badan bertambah.


3) sering berkemih, retensi urine, hipertensi, anemia, dan

dermatitis.

b. Anti Ansietas

Jenis : Atarax, Diazepam (chlordiazepoxide)

Mekanisme kerja : Meradakan ansietas atau ketegangan

yang berhubungan dengan situasi

tertentu.

Efek samping :

1) Pelambatan mental, mengantuk, vertigo, bingung, tremor, letih,

depresi, sakit kepala, ansietas, insomnia, bicara tidak jelas.

2) Anoreksia, mual, muntah, diare, kontipasi, kemerahan, dan gatal-

gatal.

c. Anti Depresan

Jenis : Elavil, asendin, anafranil, norpamin, ainequan,

tofranil, ludiomil, pamelor, vivacetil, surmontil.

Mekanisme kerja : Mengurangi gejala depresi,

penenang. Efek samping :

1) Tremor, gerakan tersentak-sentak, ataksia, kejang, pusing,

ansietas, lemas, dan insomnia.

2) pandangan kabur, mulut kering, nyeri epigastrik, kram abdomen,


diare, hepatitis, icterus

3) retensi urine, perubahan libido, disfungsi erelsi.


d. Anti Manik

Jenis : Lithoid, klonopin, lamictal

Mekanisme kerja : Menghambat pelepasan scrotonin dan

mengurangi sensitivitas reseptor dopamine

Efek samping : sakit kepala, tremor, gelisah, kehilangan

memori, suara tidak jelas, otot lemas, hilang koordinasi.

e. Anti Parkinson

Jenis : Levodova, trihexpenidyl (THP)

Mekanisme kerja : Meningkatkan reseptor dopamine untuk

mengatasi gejala parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik,

menurunkan ansietas, iritabilitas.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan. Kegiatan perawatan dalam melakukan pengkajian

keperawatan ini dalah dengan mengkaji klien dan keluarga klien tentang

tanda gejalan serta factor penyebab, memfalidasi data dari klien

(kusumawati & Hartono, 2010)


Sedangkan tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan

perumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang di kumpulkan

meliputi biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.


Cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) aspek, yaitu fisik,

emosional, intelektual, sosial dan spiritual (Yosep, 2011). Untuk dapat

menjaring data yang di perlukan, umumnya di kembangkan formulir

pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam

pengkajian. Isi pengkajian meliputi: Identitas klien, keluhan utama atau

alasan masuk, faktor predisposisi, faktor presipitasi, pemicu tanda dan

gejala, hambatan.

Data pengkajian keperawatan jiwa dapat di kelompokan menjadi

pengkajian perilaku, faktor predisposisi, faktor resipitasi, penilaian

terhadap setresor, sumber koping dan kemampuan koping yang di miliki

klien (Stuart, 2007).

Menurut Stuart (2007) data yang di peroleh dari pengkajian dapat pula

di kelopokan menjadi dua yaitu data subjektif dan data objektif yang mana

data di temukan secara nyata di peroleh mulai dari observasi atau

pemeriksaan langsung oleh perawat. Sadangkan data subjektif merupakan

data yang di sampaikan secara lisan baik oleh klien maupun dari keluarga

klien serta di peroleh melalui wawancara antara perawat dengan klien dan

keluarga.

Pengkajian di lakukan penulis pada klien Ny. S pada tanggal 22 Mei

sampai tanggal 24 Mei 2017 di ruang Nakula RSUD Banyumas.

Berdasarkan hasil pengkajian di peroleh data klien datang ke ruang Nakula

RSUD Banyumas pada tanggal 10 Mei 2017 di antar oleh keluarganya

untuk di rawat. Dari pengkajian data yang di dapatkan data subjektif,


keluarga klien mengatakan bahwa klien pada saat di ruamh sering

menyendiri, melamun, sering ngomong sendiri kalo malam hari, kadang

bicara nglantur dan suka memberantakin rumah. Gejala ini berlangsung

pada tanggal 3 Mei 2017 klien bertingkah laku tidak seperti biasanya.

Faktor predisposisi yang mendukung munculnya masalah pada Ny. S yaitu

keluarga klien mengatakan sudah 4x di rawat di Rumah Sakit Umum

Daerah Banyumas pada bulan November 2015 tetapi proses

penyembuhannya kurang maksimal karna tidak mengonsumsi obat secara

teratur dan lingkungan yang kadang membuat klien kambuh dari

penyakitnya. Faktor presipitasi yang terjadi pada klien yaitu kepikiran

anaknya yang akan masuk kuliah karna faktor ekonomi dan ada masalah

dengan suaminya. Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia

dalam membedakan rangsangan intelektual (pikiran) dan rangsangan

eksternal perubahan sensori persepsi: merupakan sensasi palsu berupa

penglihatan, pengecapan, perabaan, pnghidu, dan pendengaran (Direja,

2011).

Menurut Yosep (2011) karateristik perilaku yang dapat di tunjukan

klien dan kondisi halusinasi berupa seseorang yang merasakan meliputi

mendengar suara-suara, paling sering adalah suara orang, klien berbicara

sendiri, senyum dan tertawa sendiri berbicara kacau dan kadang tidak

masuk akal, tidak bisa membedakan hal yang nyata dan tidak nyata,

menarik diri dan menghindar dari orang lain, perasaan curiga, takut,

gelisah, bingung, dan kontak mata kosong.


Tanda dan gejala menurut Direja (2010) klien pada halusinasi

cenderung menarik diri, sering di dapatkan duduk terpaku, pada

pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri,

secara tiba-tiba marah dan menyerang orang lain, gelisah atau melakukan

gerakan seperti sedang menikmati sesuatu.

Pada saat pengkajian hambatan yang di alami penulis terhadap klien

adalah kurang kooperatif, klien tanpak gelisah dan sering tidak konsentrasi

saat di tanya. Klien sering mengalihkan topik pembicaraan dan klien

sering bicara ngelantur dan tidak terkontrol klien tidak mengatahui bahwa

yang di alaminya adalah sebuah halusinasi yang merupakan salah satu

penyakit gangguan jiwa. Kemudian penulis memberikan pengetahuan

tentang pengertian halusinasi kepada klien dan tanda gejalan seseorang

mengalami halusinasi serta mengajaknya cara menghilangkan suara yang

tidak tanpak wujudnya.

Adanya fase halusinasi yang di alami klien pun menjadi salah satu

faktor penghambat dalam pengkajian. Klien mengalami fase conquering

atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya. Klien yang sepenuhnya

sudah di kuasai dan menimbulkan kepanikan dan ketakutan. Karateristik

halusinasi berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien.

Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat

berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.


2. Diagnose Keperawatan

a. Akibat : Risiko perilaku kekerasan

b. Masalah utama : Gangguan persepsi: Halusinasi pendengaran

c. Etiologi : Defisit perawatan Diri

3. Pohon Masalah

Gambar III. 3 Pohon Masalah

Gangguan Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi


Resiko perilaku mencedeai diri

core problem
Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah


4. Intervensi

Menurut Yosep (2011), yaitu:

a. Gangguan sensori persepsi: Halusinasi

a) Tujuan umum

Klien dapat mengontrol halusinasi

b) Tujuan khusus

a) Klien dapat membina hubungan saling percaya

b) Klien dapat mengenal halusinasinya

c) Klien dapat mengontrol halusinasinya

d) Klien dapat dukungan dari keluarga dalam

mengontrol halusinasi

e) Klien dapat memanfaatkan obat secara teratur

c) Intervensi
a) Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan

komunikasi terapeutik

b) Sapa klien dengan sopan

c) Perkenalkan diri dengan sopan

d) Tanyakan nama klien dengan lengkap

e) Jelaskan tujuan pertemuan

f) Tunjukan sikap empati

g) Observasi tingkah laku klien terkait halusinasi

h) Bantu klien mengenal halusinasinya


i) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika

halusinasi

j) Diskusikan manfaat yang dilakukan klien dan beri pujian pada

klien

b. Risiko perilaku kekerasan

a) Tujuan umum

Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan baik

secara fisik, sosial, verbal, spiritual.

b) Tujuan khusus

a) Bina hubungan sling percaya

b) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan

c) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan

d) Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan

c) Intervensi

a) Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan komunikasi

terapeutik
b) Bantu klien mengungkapkan perasaanya

c) Bantu klien untuk mengungkapkan tanda perilaku kekerasan

d) Diskusikan dengan klien keuntungan dan kerugian perilaku

kekerasan

e) Diskusikan dengan klien cara mengontrol perilaku kekerasan

f) Ajatkan klien mempraktekan cara mengontrol perilaku

kekerasan, beri pujian klien


c. Defisit perawatan diri

a) Tujuan Umum:

a) Klien tidak mengalami masalah defisit perawatan diri.

b) Tujuan Khusus

a) Klien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri

b) Klien mampu melakukan berhias secara baik

c) Klien mampu melakukan makan dengan baik

d) Klien mampu melakukan eliminasi secara mandiri

c) Intervensi

a) Melatih klien cara perawatan kebersihan diri

b) Membantu klien latihan berhias

c) Melatih klien makan secara mandiri

d) Mengajarkan klien melakukan BAB/BAK secara mandiri


5. Implementasi

Tndakan keperawatan (implementasi) dilakukan berdasarkan rencana

yang telah dibuat. Tindakan keperawatan dibuat dan dilakukan sesuai

dengan kebutuhan dan kondisi klien saat ini. Perawat bekerja sama dengan

klien, keluarga, dan tim kesehatan lain dalam melakukan tindakan

keperawatan (Stuart, 2013).

6. Evaluasi

Evaluasi adalah suatu proses penilaian berkesinambungan tentang

pengaruh intervensi keperawatan dan program pengobatan terhadap status

kesehatan klien dan hasil kesehatan yang di harapkam (Stuart, 2013).

DAFTAR PUSTAKA

Ah. Yusuf, Rizky Fitryasari PK, dan Hanik Endang Nihayati, 2015, Buku Ajar

Keperawatan Kesehatan Jiwa, Salemba Medika, Jakarta

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Amplikasi Penulisan LaporanPendahuluan

dan Strategi Pelaksanaan Tindakan. Jakarta: Salemba Medika.

Iyus, Yosep. 2007. Keperawatan Jiwa, Edisi 1. Jakarta: Refika Aditama.

Iyus, Yosep. 2011. Keperawatan Jiwa, Edisi 4. Jakarta: Refika Aditama

Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.

Jakarta: Salemba Medika.

Nurjanah, S. 2008. Penyuluhan Pertanian Madya Pasbangluhtan.


BPTP.Yogyakarta.

Stuart, Gail Wiscarz. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta. EGC

Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta: EG

S. N. Ade Herma Direja. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: Nuha

Medika.

Willy F. Maramis, Albert A. Maramis Penerbit: Airlangga university press

ISBN: 978-979-1330-56-5 Tahun terbit: 2009.

Yusuf, Ahmad Dkk. 2015.Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:

Salemba Medika.

Nanda, 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Buku

Kedokteran: EGC.

Dermawan, R., & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka

Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Mamnuah, Nurjanah, I., Prabandari, Y. S., & Marchira, C. R. (2016). Literature

Reviw of Mental Health Recovery in Indonesia. GSTF Journal of Nursing

and Health Care (JNHC) Vol.3 No.2, June, 20-25

Anda mungkin juga menyukai