Anda di halaman 1dari 35

JOURNAL READING

AHA/ASA 2018 GUIDELINE FOR THE EARLY


MANAGEMENT OF PATIENTS WITH
ACUTE ISCHEMIC STROKE

Oleh:
Vinnyssa Anindita

Penguji:
DR. dr. Roezwir Azhary, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SYARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. H. ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Stroke merupakan penyebab kematian terbesar kedua di dunia dan menyebabkan

peningkatan angka morbiditas terutama pada populasi dewasa tua dan lansia. WHO

(World Health Organization) memperkirakan 5,5 juta orang meninggal tiap

tahunnya karena stroke dan 20% diantaranya terjadi di negara Asia Selatan (India,

Pakistan, Bangladesh, dan Sri Lanka). Berdasarkan laporan dari Centers for

Disease Control and Prevention, stroke merupakan penyebab terbesar ke empat

yang dapat menyebabkan kematian di United States pada tahun 2013 dan

merupakan salah satu penyebab adanya disabilitas jangka panjang.

Dengan terus berkembangnya ilmu pengetahuan dan semakin banyaknya penelitian

terbaru mengenai stroke, American Heart Association/American Stroke

Association mengeluarkan pedoman penatalaksanaan awal pasien dengan stroke

iskemik akut terbaru pada tahun 2018. Tujuan dari pedoman ini adalah untuk

memberikan serangkaian rekomendasi komprehensif terkini untuk dokter yang

merawat pasien dewasa dengan stroke iskemik arteri akut dalam satu dokumen.

Audiensi yang dituju dari dibuatnya pedoman ini adalah penyedia perawatan pra-

rumah sakit, dokter, profesional kesehatan sekutu, dan administrator rumah sakit.

Adapun pedoman ini menggantikan pedoman 2013 dan pembaruan selanjutnya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Stroke Iskemik

Definisi yang paling banyak diterima secara luas mengenai stroke adalah

bahwa stroke merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau

tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional

otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada

intervensi bedah atau membawa kematian), yang tidak disebabkan oleh sebab lain

selain penyebab vaskuler.

Stroke iskemik didefinisikan pada saat vaskularisasi pembuluh darah ke

beberapa bagian otak secara tiba-tiba terganggu oleh adanya oklusi. Penyakit

iskemik cerebrovascular secara umum terjadi karena adanya trombosis,

embolism, dan hipoperfusi fokal, dan semua yang dapatkan menyebabkan adanya

reduksi atau gangguan pada aliran pembuluh darah cerebral yang dapat berefek

dalam fungsi neurologis karena adanya kehilangan oksigen dan glukosa.

2.2. Etiologi Stroke Iskemik

Dari total kejadian stroke iskemik, diperkirakan 45% diantaranya

disebabkan oleh adanya trombus pada arteri kecil dan arteri besar, sementara 20%

diakibatkan adanya emboli di pembuluh darah asalnya, emboli yang paling sering

yaitu dapat berupa cardioemboli yang disebabkan adanya atrial fibrilasi atau

penyakit katup atau arteroemboli; dan sisanya disebabkan oleh penyebab lain.
Stroke iskemik fokal sendiri disebabkan oleh adanya gangguan pada vaskularisasi

pembuluh darah ke area parenkim otak oleh trombus atau emboli.

2.3. Patofisiologi Stroke Iskemik

Infark serebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis (terbentuknya

ateroma). Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi

klinik dengan cara:

a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi

aliran darah

b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau

perdarahan aterom

c. Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli

d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang

kemudian dapat robek.

Embolus akan menyumbat aliran darah dan terjadilah anoksia jaringan otak

di bagian distal sumbatan. Di samping itu, embolus juga bertindak sebagai iritan

yang menyebabkan terjadinya vasospasme lokal di segmen di mana embolus

berada. Gejala kliniknya bergantung pada pembuluh darah yang tersumbat.

Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus, maka area sistem

saraf pusat (SSP) yang diperdarahi akan mengalami infark jika tidak ada

perdarahan kolateral yang adekuat. Di sekitar zona nekrotik sentral, terdapat

‘penumbra iskemik’ yang tetap viabel untuk suatu waktu, artinya fungsinya

dapat pulih jika aliran darah baik kembali. Iskemia SSP dapat disertai oleh
pembengkakan karena dua alasan: Edema sitotoksik yaitu akumulasi air pada

sel-sel glia dan neuron yang rusak; Edema vasogenik yaitu akumulasi cairan

ektraselular akibat perombakan sawar darah-otak. Edema otak dapat

menyebabkan perburukan klinis yang berat beberapa hari setelah stroke mayor,

akibat peningkatan tekanan intrakranial dan kompresi struktur-struktur di

sekitarnya

2.4. Manifestasi Klinis Stroke Iskemik

1) Infark pada Sistem Saraf Pusat

Tanda dan gejala infark arteri tergantung area vaskular yang terkena.

- Infark total sirkulasi anterior (karotis):

 Hemiplegia (kerusakan pada bagian atas traktus kortikospinal),

 Hemianopia (kerusakan pada radiasio optikus),

 Defisit kortikal, misalnya disfasia (hemisfer dominan), hilangnya

fungsi visuospasial (hemisfer nondominan).

- Infark parsial sirkulasi anterior:

 Hemiplegia dan hemianopia, hanya defisit kortikal saja.

- Infark lakunar:

 Penyakit intrinsik (lipohialinosis) pada arteri kecil profunda

menyebabkan sindrom yang karakteristik.

- Infark sirkulasi posterior (vertebrobasilar):

 Tanda-tanda lesi batang otak,

 Hemianopia homonim.
 Infark medulla spinalis

2) Serangan Iskemik Transien

Tanda khas TIA adalah hilangnya fungsi fokal SSP secara

mendadak; gejala seperti sinkop, bingung, dan pusing tidak cukup

untuk menegakkan diagnosis. TIA umumnya berlangsung selama

beberapa menit saja, jarang berjam-jam. Daerah arteri yang terkena

akan menentukan gejala yang terjadi:

- Karotis (paling sering):

 Hemiparesis,

 Hilangnya sensasi hemisensorik,

 Disfasia,

 Kebutaan monokular (amaurosis fugax) yang disebabkan oleh

iskemia retina.

- Vertebrobasilar:

 Paresis atau hilangnya sensasi bilateral atau alternatif,

 Kebutaan mendadak bilateral (pada pasien usia lanjut),

 Diplopia, ataksia, vertigo, disfagia-setidaknya dua dari tiga gejala

ini terjadi secara bersamaan


2.5. Manajemen Stroke Iskemik Akut Sesuai Pedoman AHA/ASA 2018

2.5.1. Manajemen Stroke Pra-Rumah Sakit dan Sistem Perawatan

Bagian ini dalam pedoman AHA/ASA 2018 membahas tentang

peningkatan pemanfaatan terapi stroke akut dan peningkatan hasil melalui

upaya sebagai berikut

1. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan tanda dan gejala


stroke

Pengenalan gejala stroke secara dini sangat penting untuk

memungkinkan masyarakat mencari perawatan dengan tepat

waktu. Sayangnya, pengetahuan tentang tanda-tanda ancaman

stroke beserta faktor risikonya di masyarakat, atau di dalam

pedoman ini disebutkan di Amerika Serikat, masih buruk.

Dengan demikian, upaya edukasi stroke harus dirancang secara

terarah untuk dapat mengoptimalkan efektivitasnya

2. Maksimalkan pemanfaatan EMS melalui 911

Penggunaan emergency medical services (EMS) atau

pelayanan medis darurat oleh pasien stroke berkaitan dengan

kedatangan ke unit gawat darurat yang lebih awal (waktu onset-

to-door ≤ 3 jam), evaluasi unit gawat darurat yang lebih cepat

(lebih banyak pasien dengan waktu door-to-imaging ≤25 menit),

pengobatan yang lebih cepat (lebih banyak pasien dengan waktu

door-to-needle [DTN] ≤60 menit), dan lebih banyak pasien yang

diobati dengan alteplase jika onsetnya ≤ 2 jam.


Namun di Amerika, diantara keseluruhan kasus stroke, hanya

≈60% dari semua pasien stroke yang menggunakan EMS. Oleh

karena itu, diperlukan upaya lebih lanjut untuk memastikan

berjalannya aktivasi sistem gawat darurat 911 atau sistem serupa

oleh pasien atau anggota masyarakat lainnya dalam kasus dugaan

stroke.

3. Mengoptimalkan manajemen & triase pra-rumah sakit

Berdasarkan pedoman AHA/ASA 2018, dijelaskan bahwa

EMS harus mengembangkan paradigma dan protokol triase

melalui upaya sebagai berikut

 Penggunaan instrumen skrining tervalidasi untuk stroke,

seperti FAST (face, arm, speech test) scale, Los Angeles

Prehospital Stroke Screen, atau Cincinnati Prehospital

Stroke Scale

 Identifikasi rumah sakit regional yang dapat memberikan

alteplase IV dan yang dapat melakukan trombektomi

 Misi AHA: Lifeline telah mengusulkan algoritma triage

berbasis keparahan
4. Membangun dan terus meningkatkan kualitas perawatan di
tempat stroke center

Pada poin ini dijelaskan bahwa stroke center harus memiliki:

 Protokol yang terorganisir untuk evaluasi darurat terhadap

pasien dugaan stroke

 Merancang tim stroke akut yang mencakup dokter,

perawat, dan personel laboratorium/ radiologi

 Penentuan waktu door-to-needle bagi pasien yang

direncanakan menerima alteplase IV. Tujuan utama yaitu

waktu door-to-needle 60 menit atau kurang dalam ≥50%

kasus. Sementara untuk tujuan sekunder, ditetapkan

waktu door-to-needle 45 menit atau kurang dalam ≥50%

dari kasus.
5. Telemedicine

Solusi telemedicine dapat membantu meningkatkan perawatan

ketika di fasilitas pelayanan kesehatan terkait tidak terdapat dokter

ahli on-site. Pedoman AHA/ASA 2018 menyebutkan bahwa

teleradiologi terbukti bermanfaat untuk mendapatkan interpretasi

gambar yang cepat.

Di dalam pedoman disebutkan pula bahwa telestroke bisa efektif

dalam pengambilan keputusan alteplase IV. Meta-analisis yang

membandingkan mortalitas dan hasil fungsional dalam jangka waktu

3 bulan antara pasien yang mendapat alteplase IV dengan bantuan

telestroke dengan pasien yang mendapat alteplase IV langsung di

stroke center tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.

Selain itu, telestroke juga mungkin diterapkan untuk pada triase

pasien untuk melakukan trombektomi mekanik. Sebuah studi

observasional menunjukkan bahwa terdapat hasil tingkat reperfusi dan

hasil fungsional yang serupa antara pasien telestroke dan yang dirawat

langsung di pusat perawatan tersier

2.5.2. Evaluasi dan Perawatan Gawat Darurat

1. Rekomendasi Penggunaan Stroke Severity Rating Scale

AHA/ASA merekomendasikan penggunaan severity scale (skala

keparahan) terstandarisasi untuk mengukur defisit neurologis. Adapun


severity scale yang biasanya digunakan adalah National Institutes of

Health Stroke Scale

Interpretasi NIH Stroke Scale :

2. Pencitraan Otak

Semua pasien yang masuk ke rumah sakit (UGD) dengan kecurigaan

stroke akut disarankan mendapatkan evaluasi pencitraan otak begitu

sampai di rumah sakit. Adapun pada mayoritas kasus, modalitas


pencitraan yang digunakan adalah CT scan non kontras. CT scan non

kontras, walaupun pada beberapa penelitian terbukti tidak lebih sensitif

dibandingkan Diffusion-weighted Magnetic Resonance Imaging (DW-

MRI) dalam mendeteksi stroke iskemik akut, dianggap sebagai modalitas

pencitraan yang paling cost-effective, terutama karena pemeriksaan ini

mampu mendeteksi pendarahan intrakranial (ICH) akut sehingga dapat

menghindari pemberian antitrombotik pada pasien dengan stroke

pendarahan.

Pada banyak pasien, diagnosis stroke iskemik sebenarnya dapat

ditegakkan berdasarkan presentasi klinis yang disertai atau tanpa hasil

CT scan non kontras yang menunjukkan adanya perubahan awal iskemik.

Namun pada beberapa pasien dengan hasil CT scan non kontras negatif

yang juga disertai beberapa kondisi seperti presentasi klinis yang

membingungkan, penggunaan DW-MRI untuk melihat area difusi

terbatas (restricted diffusion) dapat menuntun pemeriksa pada perubahan

tatalaksana yang akan memberikan luaran yang lebih baik. Namun sejauh

ini, belum ada kriteria yang jelas terkait karakteristik pasien seperti apa

yang akan lebih diuntungkan dengan pemeriksaan DW-MRI dan pada

kondisi apa DW-MRI menjadi lebih cost-effective dibandingkan

pemeriksaan CT scan non kontras.

Adapun selang waktu yang dianjurkan dari awal pasien masuk ke

IGD sampai dilakukannya pemeriksaan pencitraan otak adalah ≤ 20

menit. Mengingat keuntungan yang didapat dari pemberian alteplase IV


dan thrombectomy mekanik sebagai terapi utama stroke iskemik akut

bersifat time-dependent, pencitraan otak untuk menyingkirkan

kemungkinan ICH yang dilakukan lebih dini pada pasien yang berpotensi

atau memenuhi syarat untuk mendapatkan terapi ini akan memberikan

keuntungan terapi yang lebih besar, karena selang waktu yang lebih

singkat antara pasien masuk hingga mendapat pemeriksaan pencitraan

otak akan memungkinkan pasien dengan stroke iskemik akut

mendapatkan terapi lebih cepat.

Pedoman AHA/ASA 2018 menyebutkan bahwa tidak ada cukup

bukti untuk menahan pengobatan dengan alteplase berdasarkan

hipodensitas pada CT scan non kontras. Analisis data dari uji klinis acak

terkontrol (RCT) terkait alteplase IV untuk stroke iskemik akut

menunjukkan tidak ada interaksi merusak yang signifikan secara statistik

pada hasil klinis antara pengobatan alteplase dan hipodensitas atau

hipoattenuasi CT baseline. Selain itu, tanda CT hiperdense pada area

arteri cerebri media (MCA) juga tidak boleh digunakan sebagai kriteria

untuk menahan pemberian alteplase IV dari pasien yang dinyatakan

memenuhi syarat.

Penggunaan MRI rutin untuk menyingkirkan adanya pendarahan

mikro dalam otak atau cerebral microbleeds (CMB) tidak dianjurkan.

Adanya CMB dikaitkan dengan peningkatan risiko sICH. Tetapi, tingkat

sICH pada pasien stroke iskemik dengan CMB adalah ~ 6%, hampir
sama dengan risiko sICH secara keseluruhan dalam percobaan NINDS

tPA.

Bagi pasien yang memenuhi kriteria endovascular treatment (EVT),

pemeriksaan vaskular intrakranial noninvasif direkomendasikan selama

evaluasi pencitraan awal pasien stroke akut. Namun pada pasien yang

dinyatakan memenuhi syarat untuk alteplase IV berdasarkan pedoman

dari tenaga profesional (ahli saraf atau dokter emergensi), memulai

alteplase IV sebelum dilakukannya pencitraan vaskular noninvasif

direkomendasikan untuk pasien yang belum melakukan pencitraan

vaskular noninvasif di penilaian pencitraan awal mereka. Pada kondisi

seperti ini, dimana pasien yang terkonfirmasi mengalami stroke iskemik

akan dinilai oleh ahli saraf atau dokter emergensi di UGD, NIHSS adalah

instrumen terbaik untuk memprediksi obstruksi pembuluh besar (LVO).

Untuk pasien yang memenuhi kriteria untuk EVT, pemeriksaan CT

angiografi dapat dilakukan bila pasien terindikasi LVO, dan tanpa harus

menunggu kadar kreatinin serum, karena risiko terjadinya nefropati

akibat kontras dari CT angiografi relatif rendah, terutama pada pasien

tanpa riwayat gangguan ginjal. Kemudian pada pasien yang merupakan

kandidat potensial untuk trombektomi mekanik, pemeriksaan pencitraan

arteri karotis dan vertebral ekstrakranial, selain sirkulasi intrakranial,

dapat dilakukan untuk memberikan informasi yang berguna tentang

kelayakan pasien dan perencanaan prosedur endovaskular.


3. Pemeriksaan Diagnostik Lainnya

Pedoman manajemen stroke iskemik AHA/ASA 2018 memperjelas

bahwa diantara seluruh pemeriksaan selain pencitraan otak, hanya

pemeriksaan glukosa darah yang harus dilakukan pada seluruh pasien

sebelum mendapatkan alteplase IV.

Pemeriksaan lain, seperti pemeriksaan international normalized

ratio (INR), activated partial thromboplastin time (aPTT), dan hitung

trombosit mungkin diperlukan bila terdapat kecurigaan koagulopati.

Selain itu, pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan EKG

dan troponin. Adapun pemeriksaan tersebut dilakukan dengan catatan

tidak menunda atau memperlambat pemberian alteplase IV. Sementara

itu, pemeriksaan rontgen thoraks rutin pada kondisi hiperakut tanpa

adanya tanda penyakit pulmonar, jantung, atau vaskular pulmonar akut

belum jelas diketahui manfaatnya.

2.5.3. Perawatan Suportif Umum dan Perawatan Emergensi

1. Airway, Breathing, dan Oksigenasi

Pedoman stroke AHA/ASA 2018 merekomendasikan pemberian

bantuan jalan napas dan bantuan ventilasi pada pasien stroke akut dengan

penurunan kesadaran atau dengan disfungsi bulbar yang berpotensi

menyebabkan gangguan jalan napas. Sementara itu, pemberian

suplementasi oksigen pada pasien stroke iskemik akut ditujukan untuk


menjaga saturasi oksigen >94% dan tidak direkomendasikan diberikan

pada pasien stroke iskemik akut yang tidak hipoksia.

2. Tekanan Darah

Pedoman stroke AHA/ASA 2018 merekomendasikan dilakukannya

koreksi hipotensi dan hipovolemia untuk mempertahankan perfusi

jaringan untuk menyokong fungsi organ. Penelitian yang dilakukan

Visvanathan et al. (2015) terkait pemilihan regimen cairan parenteral

untuk meningkatkan luaran fungsional pasien dengan stroke akut

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat kematian yang

signifikan antara pasien stroke akut yang mendapat regimen cairan

koloid dan pasien yang mendapat cairan kristaloid. Dari penelitian

tersebut, didapatkan bahwa pemberian koloid berkaitan dengan peluang

kejadian edema pulmonar yang lebih tinggi, sedangkan pemberian cairan

kristaloid memiliki risiko edema serebri dan pneumonia yang lebih

tinggi. Sampai saat ini belum ada pedoman terbaik terkait volume, durasi,

dan aturan pemberian cairan parenteral untuk pasien dengan stroke akut.

Sampai saat ini, belum ada acuan nilai tekanan darah yang jelas yang

dianggap memberikan luaran paling baik pada pasien dengan stroke

iskemik akut. Tetapi pada pasien dengan peningkatan tekanan darah yang

direncanakan mendapat terapi alteplase IV, tekanan darah harus dijaga di

kisaran tekanan sistolik <185 mmHg dan tekanan diastolik <110 mmHg

sebelum mendapat terapi alteplase IV, dan dijaga pada kisaran <180/105
mmHg dalam jangka waktu 24 jam pasca pemberian alteplase. Adapun

pilihan terapi hipertensi pada pasien stroke iskemik akut yang

direncanakan mendapat terapi reperfusi adalah sebagai berikut.

3. Temperatur

Kondisi hipertermia (temperatur >38°C) pada pasien stroke

iskemik akut harus diidentifikasi penyebabnya dan ditatalaksana

melalui pemberian antipiretik dengan segera untuk menurunkan

temperatur pada pasien stroke iskemik akut. Penelitian yang dilakukan

Saxena et al. (2015) menunjukkan bahwa temperatur puncak pasien

stroke <37°C dan >39°C pada 24 jam pertama menunjukkan

peningkatan risiko kematian dibandingkan dengan kondisi

normothermia.

Keuntungan dari hipotermia terinduksi (induced hypothermia),

walaupun sebenarnya merupakan strategi neuroprotektif yang

menjanjikan, belum jelas manfaatnya pada pasien stroke iskemik akut.


Beberapa penelitian terkait induced hypothermia dengan berbagai

metode seperti surface cooling, endovascular cooling¸ dan metode

lainnya menunjukkan bahwa induced hypothermia memiliki

peningkatan risiko kejadian infeksi, termasuk pneumonia.

4. Glukosa Darah

Bukti menunjukkan bahwa hiperglikemia persisten pada saat 24

jam pertama rawat inap setelah stroke iskemik akut berkaitan dengan

luaran yang lebih buruk, sehingga penting untuk menatalaksana

hiperglikemia dan menjaga kadar glukosa darah pada kisaran 140 - 180

mg/dL. Di samping itu, pada pasien stroke iskemik akut perlu juga

dilakukan monitoring glukosa darah untuk mencegah terjadinya

hipoglikemia (<60 mg/dL), dan pasien kejadian hipoglikemia pada

stroke iskemik akut harus mendapat tatalaksana yang tepat melalui

pemberian dextrose IV.

5. Alteplase IV

Alteplase IV (0.9 mg/kg, dosis maksimum 90 mg dalam 60 menit

dengan 10% dari total dosis yang didapat diberikan di awal secara bolus

dalam 1 menit) direkomendasikan untuk pasien yang memenuhi kriteria

dalam jangka waktu 3 jam, atau dalam jangka waktu 3-4.5 jam sejak

onset munculnya gejala stroke iskemik. Adapun indikasi dan

kontraindikasi dari pemberian alteplase IV adalah sebagai berikut.


Indikasi (Dalam 3 jam)
Usia ≥ 18 tahun
Keparahan Pada pasien dengan gejala stroke berat,
alteplase IV dapat diberikan dalam jangka
waktu 3 jam dari munculnya gejala stroke
iskemik. Walaupun terdapat, risiko
transformasi pendarahan, pemberian
alteplase masih bermanfaat secara klinis
Untuk pasien dengan stroke ringan tapi
menimbulkan gejala yang melumpuhkan
Indikasi (Dalam 3-4.5 jam)
Usia Direkomendasikan pada pasien <80
Diabetes mellitus (DM) tahun, tanpa riwayat DM dan riwayat
Riwayat stroke stroke sebelumnya, skor NIHSS ≤25,
sebelumnya tidak sedang mengkonsumsi obat
Keparahan antikoagulan, dan pada pencitraan
Konsumsi Antikoagulan didapatkan tidak adanya bukti cedera
Pencitraan iskemik yang melibatkan >1/3 daerah
arteri cerebri media
Kriteria Indikasi Lain
Tekanan Darah <185/110 mm Hg
Glukosa Darah >50 mg/dL
Terapi antiplatelet Administrasi alteplase IV pada pasien
sebelumnya yang mengkonsumsi antiplatelet
monoterapi/ kombinasi dengan
catatan manfaat alteplase lebih besar
dibandingkan risiko sICH
End Stage Renal Disease Pasien ESRD on hemodialisis aPTT
(ESRD) dengan normal direkomendasikan
mendapat alteplase

Kontraindikasi
Onset Tidak disarankan jika waktu onset tidak jelas atau> 3 atau 4,5 jam
CT Tidak dianjurkan jika CT menunjukkan perdarahan intrakranial
akut
Riwayat stroke Mungkin berbahaya pada pasien dengan riwayat stroke iskemik
iskemik akut akut dalam 3 bulan. Berpotensi untuk peningkatan risiko
dalam 3 bulan perdarahan dan morbiditas dan mortalitas terkait ada tetapi tidak
mapan.
Cedera kepala Kontraindikasi dalam 3 bulan akibat risiko perdarahan.
berat
Bedah intra- Berpotensi berbahaya dalam jangka waktu 3 bulan pasca
kranial / Intra- prosedur.
spinal
Riwayat ICH Berpotensi berbahaya pada pasien dengan riwayat ICH.
Subarachnoid Kontraindikasi pada pasien dengan tanda / gejala yang paling
Hemorrhage konsisten dengan SAH.
Riwayat Riwayat keganasan GI atau perdarahan GI dalam 21 hari berisiko
keganasan GI tinggi.
atau perdarahan
GI
Koagulopati Alteplase IV tidak boleh diberikan jika trombosit <100.000 /
mm3, INR> 1,7, aPTT> 40, atau PT> 15 karena keamanan dan
efikasi tidak diketahui.
Low-molecular- Sebaiknya tidak diberikan jika dosis pengobatan LMWH
weight Heparin diberikan dalam waktu 24 jam.

Infective Alteplase IV tidak boleh diberikan karena peningkatan risiko


Endocarditis perdarahan.

Intra-axial Alteplase IV berpotensi berbahaya.


intracranial
neoplasm
6. Trombolitik Intravena Lainnya

Sejauh ini agen trombolitik yang telah terbukti memberikan manfaat

pada kasus stroke iskemik akut adalah alteplase dan tenecteplase. Akan

tetapi, tenecteplase yang diberikan dalam dosis 0.4 mg/kg IV bolus

dosis tunggal belum terbukti bersifat superior dibandingkan pemberian

alteplase. Walaupun demikian, penggunaan tenecteplase dapat

dipertimbangkan menjadi pilihan trombolitik alternatif dari alteplase

pada pasien stroke iskemik akut dengan gangguan neurologis minor dan

tanpa oklusi intrakranial mayor.

Sementara itu, beberapa uji coba randomisasi placebo-terkontrol

(randomized placebo-controlled trials) belum menunjukkan adanya

manfaat pemberian streptokinase IV dalam 6 jam atau desmoteplase

dalam 3-9 jam setelah onset stroke pada pasien dengan penumbra

iskemik atau oklusi arteri intrakranial besar. Oleh karena itu,

penggunaan kedua obat ini di luar uji klinis tidak direkomendasikan.

7. Trombektomi Mekanik

Pada pedoman AHA/ASA 2018, disebutkan bahwa pasien yang

memenuhi syarat untuk terapi alteplase IV harus menerima alteplase IV

bahkan jika EVT sedang dipertimbangkan. Dan pada pasien yang sudah

mendapat terapi alteplase IV tetapi sedang dipertimbangkan untuk

trombektomi mekanik, observasi setelah pemberian alteplase IV untuk

menilai respon klinis tidak boleh dilakukan. Hal ini didasari dari
beberapa uji klinis terkait upaya reperfusi pada stroke yang

menyimpulkan bahwa karena hasil kecacatan pada 90 hari secara

langsung dikaitkan dengan waktu dari onset gejala hingga dimulainya

intervensi endovaskular, setiap penyebab keterlambatan trombektomi

mekanik, termasuk observasi respons klinis setelah alteplase IV, harus

dihindari.

Berdasarkan pedoman AHA/ASA 2018, pasien stroke iskemik akut

harus menerima trombektomi mekanik dengan stent retriever jika

mereka memenuhi semua kriteria berikut:

 skor mRS prestroke dari 0 hingga 1;

 oklusi kausatif arteri karotis interna atau segmen MCA 1

(M1);

 usia ≥18 tahun;

 skor NIHSS ≥6; ASPECTS ≥6; dan

 pengobatan dapat dimulai (pungsi pangkal paha) dalam

waktu 6 jam dari onset gejala.

Pada beberapa kondisi, meskipun manfaatnya belum pasti,

penggunaan trombektomi mekanik dengan stent retriever mungkin

dapat dilakukan pada pasien stroke iskemik akut yang dipilih dengan

hati-hati di mana pengobatan dapat dimulai (pungsi pangkal paha)

dalam waktu 6 jam setelah onset gejala. Adapun kondisi-kondisi yang

dapat dipertimbangkan untuk dilakukan trombektomi mekanik antara

lain adalah
 Stroke iskemik yang memiliki oklusi kausatif segmen

MCA 2 (M2) atau bagian MCA segmen 3 (M3)

 Stroke iskemik dengan oklusi kausatif dari arteri serebral

anterior, arteri vertebral, arteri basilar, atau arteri serebral

posterior

 Stroke iskemik yang memiliki skor mRS prestroke >1,

ASPECTS <6, atau skor NIHSS <6, dan oklusi kausatif dari

arteri karotis interna (ICA) atau proksimal MCA (M1).

8. Pemberian Antiplatelet

AHA/ASA merekomendasikan pemberian aspirin pada pasien

stroke iskemik akut dalam jangka waktu 24 jam hingga 48 jam setelah

onset. Pada pedoman sebelumnya, dosis awal yang direkomendasikan

adalah 325 mg, tapi pada pedoman terbaru ini, AHA/ASA

merekomendasikan aspirin diberikan dengan dosis antara 160 mg dan

300 mg, karena uji klinis yang menguji keamanan dan manfaat dari

aspirin pada pasien stroke iskemik akut menggunakan kedua dosis

tersebut. Pada pasien yang telah mendapatkan terapi alteplase,

pemberian aspirin sebaiknya ditunda hingga 24 jam pasca

administrasi alteplase.

Walaupun terbukti memberikan manfaat bagi pasien stroke

iskemik akut, aspirin tidak direkomendasikan untuk digunakan

sebagai substitusi pada perawatan stroke akut bagi pasien yang


memenuhi syarat untuk mendapatkan alteplase IV atau thrombectomy

mekanik.

Selain bermanfaat pada onset akut, aspirin juga teruji bermanfaat

untuk pasien stroke iskemik pada fase subakut. Uji klinis CHANCE

(Clopidogrel in High-Risk Patients With Acute Nondisabling

Cerebrovascular Events) membuktikan pada pasien dengan stroke

ringan (NIHSS ≤3) atau berisiko tinggi mengalami TIA (Skor ABCD2

[Age, Blood Pressure, Clinical Features, Duration, Diabetes] ≥4),

pengobatan selama 21 hari dengan menggunakan terapi dual

antiplatelet (aspirin dan clopidogrel) yang dimulai dalam waktu 24

jam yang selanjutnya diikuti oleh pemberian clopidogrel saja selama

90 hari dapat memberikan manfaat pencegahan awal stroke sekunder

dalam periode 90 hari dari onset gejala.

9. Volume Expansion/Hemodilution, Vasodilators, and


Hemodynamic Augmentation

Hemodilusi dengan ekspansi volume, pemberian albumin dosis

tinggi, atau administrasi agen vasodilator seperti pentoxifylline, tidak

direkomendasikan sebagai pengobatan pada pasien stroke iskemik akut.

10. Neuroprotective Agents

Uji klinis dari pengobatan neuroprotektif pada pengobatan stroke

iskemik akut yang ada sejauh ini menunjukkan hasil negatif. Salah satu

uji klinis agen neuroprotektif yang ada, uji klinis FAST-MAG (Field
Administration of Stroke Therapy–Magnesium), menunjukkan tidak

adanya perbedaan signifikan antara kelompok intervensi yang

diberikan magnesium infus pada kondisi hiperakut dengan kelompok

placebo. Oleh karena itu, pemberian agen neuroprotektif tidak

direkomendasikan.

2.5.4. Manajemen Rawat Inap Stroke Iskemik Akut : Perawatan Suportif


Umum (General Supportive Care)

1. Suplementasi Oksigen

Sama seperti yang telah dibahas pada sub-bab sebelumnya,

AHA/ASA 2018 merekomendasikan pemberian bantuan jalan napas

dan bantuan ventilasi pada pasien stroke akut dengan penurunan

kesadaran atau dengan disfungsi bulbar yang berpotensi menyebabkan

gangguan jalan napas. Sementara itu, pemberian suplementasi oksigen

pada pasien stroke iskemik akut ditujukan untuk menjaga saturasi

oksigen >94% dan tidak direkomendasikan diberikan pada pasien

stroke iskemik akut yang tidak hipoksia.

2. Tekanan Darah

Penurunan tekanan darah secara berlebih pada pasien stroke

iskemik akut kadang justru akan memperburuk iskemik pada cerebri.

Oleh karena itu, pada pasien stroke iskemik akut, pengobatan hipertensi

lebih awal diindikasikan bila terdapat kondisi komorbid seperti adanya

gagal jantung akut, kelainan koroner akut, diseksi aorta, atau


preeklampsia/eklampsia yang membutuhkan penurunan tekanan darah

untuk mencegah timbulnya komplikasi. Secara keseluruhan, penurunan

tekanan darah sebanyak 15% dari tekanan darah awal mungkin masih

aman.

Sementara itu, pada pasien dengan tekanan darah ≥220/120 mm Hg

yang tidak mendapatkan alteplase atau endovascular treatment (EVT)

dan tidak memiliki kondisi komorbid yang memerlukan penurunan

tekanan darah segera, manfaat yang didapatkan dari memulai

pengobatan hipertensi dalam 48 – 72 jam pertama setelah munculnya

gejala stroke iskemik belum pasti. Tapi, penurunan tekanan darah

hingga 15% dapat dilakukan selama 24 jam pertama setelah onset

stroke. Adapun pilihan obat antihipertensi yang digunakan dapat dilihat

pada tabel 1.

Pada pasien stroke rawat inap dengan tekanan darah >140/90

mmHg yang stabil secara neurologis, dapat dimulai kembali terapi

antihipertensi untuk meningkatkan kontrol tekanan darah jangka

panjang.

Dan sama seperti yang telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya,

AHA/ASA 2018 juga merekomendasikan dilakukannya koreksi

hipotensi dan hipovolemia untuk mempertahankan perfusi jaringan

untuk menyokong fungsi organ.


3. Temperatur

Kondisi hipertermia (temperatur >38°C) pada pasien stroke

iskemik akut harus diidentifikasi penyebabnya dan ditatalaksana

melalui pemberian antipiretik dengan segera untuk menurunkan

temperatur pada pasien stroke iskemik akut. Penelitian yang dilakukan

Saxena et al. (2015) menunjukkan bahwa temperatur puncak pasien

stroke <37°C dan >39°C pada 24 jam pertama menunjukkan

peningkatan risiko kematian dibandingkan dengan kondisi

normothermia.

Keuntungan dari hipotermia terinduksi (induced hypothermia),

walaupun sebenarnya merupakan strategi neuroprotektif yang

menjanjikan, belum jelas manfaatnya pada pasien stroke iskemik akut.

Beberapa penelitian terkait induced hypothermia dengan berbagai

metode seperti surface cooling, endovascular cooling¸ dan metode

lainnya menunjukkan bahwa induced hypothermia memiliki

peningkatan risiko kejadian infeksi, termasuk pneumonia.

4. Glukosa

Bukti menunjukkan bahwa hiperglikemia persisten pada saat 24

jam pertama rawat inap setelah stroke iskemik akut berkaitan dengan

luaran yang lebih buruk, sehingga penting untuk memberikan

tatalaksana hiperglikemia yang tepat dan menjaga kadar glukosa darah

pada kisaran 140 - 180 mg/dL. Di samping itu, pada pasien stroke
iskemik akut perlu juga dilakukan monitoring glukosa darah untuk

mencegah terjadinya hipoglikemia (<60 mg/dL), dan pasien kejadian

hipoglikemia pada stroke iskemik akut harus mendapat tatalaksana

yang tepat melalui pemberian dextrose IV.

5. Nutrisi

Pada pasien stroke iskemik akut, diet enteral sebaiknya dimulai

dalam waktu 7 hari pasca rawat inap. Jika pasien mengalami disfagia,

pemberian nutrisi disarankan diberikan melalui selang nasogastrik pada

fase awal stroke (dimulai dari 7 hari pertama) dan digantikan dengan

pipa gastrostomi perkutan jika terdapat ketidakmampuan menelan yang

lebih lama (>2-3 minggu).

Implementasi protokol oral hygiene terbukti dapat mengurangi

kejadian pneumonia setelah stroke. Sørensen et al. menunjukkan bahwa

intervensi dengan skrining disfagia terstandar dan diet dan oral hygiene

terstandar dengan obat kumur antibakterial dengan chlorhexidine

mengurangi pneumonia (7% versus 28%) dibandingan dengan

kelompok kontrol.

6. Profilaksis Deep Vein Thrombosis

CLOTS (Clots in Legs or stockings After Stroke) 3 adalah uji

coba multisenter yang membandingkan penggunaan perawatan rutin

dengan intermittent pneumatic compression (IPC) dengan perawatan


rutin tanpa IPC pada pasien stroke immobile untuk profilaksis DVT.

Pasien yang memenuhi syarat didaftarkan ke dalam uji klinis dalam

waktu 3 hari pasca stroke akut dan tidak dapat dimobilisasi ke toilet

tanpa bantuan orang lain. Perawatan rutin didefinisikan sebagai

penggunaan aspirin untuk stroke nonhemoragik, hidrasi, dan

kemungkinan stocking kompresi. Adapun hasil akhir dari uji coba ini

adalah kejadian DVT didapatkan lebih banyak pada kelompok non-

IPC dibandingkan dengan kelompok IPC.

Upaya profilaksis DVT lainnya adalah melalui upaya

farmakologis dengan menggunakan heparin subkutan (unfractionated

heparin [UFH] atau low molecular weight heparin [LWMH]) dengan

dosis profilaksis. Tetapi manfaat yang didapatkan dari pemberian obat

tersebut pada pasien stroke iskemik akut yang immobile belum

diketahui pasti.

7. Skrining Depresi

Beberapa alat seperti Center of Epidemiological Studies-

Depression Scale (CESD), Center of Epidemiological Studies-

Depression Scale (HDRS), and Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-

9) dapat digunakan untuk mendeteksi adanya depresi post-stroke.

Namun, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk menentukan

metode skrining dan waktu optimal untuk mendiagnosis dan mengobati

depresi post-stroke. Pasien yang didiagnosis dengan depresi post-stroke


harus diobati dengan antidepresan tanpa adanya kontraindikasi dan

dipantau secara ketat untuk memverifikasi efektivitas pengobatan.

8. Lainnya

Rekomendasi lainnya yang diberikan oleh AHA/ASA terkait

manajemen umum stroke iskemik akut antara lain adalah

 Penggunaan antibiotik profilaksis secara rutin belum terbukti

bermanfaat.

 Penempatan kateter kandung kemih yang menetap tidak boleh

dilakukan karena risiko terkait infeksi saluran kemih terkait

kateter.

 Selama rawat inap dan rehabilitasi rawat inap, penilaian kulit

teratur direkomendasikan dengan skala risiko objektif seperti

skala Braden.

 Disarankan untuk meminimalkan atau menghilangkan gesekan

kulit, untuk meminimalkan tekanan kulit, untuk memberikan

permukaan pendukung yang tepat, untuk menghindari

kelembaban yang berlebihan, dan untuk menjaga nutrisi dan

hidrasi yang memadai untuk mencegah kerusakan kulit.

Pembalikan teratur, kebersihan kulit yang baik, dan penggunaan

kasur khusus, bantal kursi roda, dan tempat duduk

direkomendasikan hingga mobilitas kembali.


2.5.5. Manajemen Rawat Inap Stroke Iskemik Akut : Perawatan
Komplikasi Akut

1. Edema Cerebellar dan Cerebral

Edema setelah infark serebelar besar dapat menyebabkan kerusakan

neurologis melalui hidrosefalus obstruktif akut dan kompresi langsung ke

batang otak. Ketika terdapat hidrosefalus, ventrikulostomi segera adalah

langkah pertama yang dapat dilakukan. Namun jika ventrikulostomi tidak

berhasil dan kompresi batang otak tetap terjadi, kraniektomi dekompresi

suboksipital. Hasil setelah kraniektomi suboksipital sendiri bisa baik.

Pasien dengan infark teritorial besar berisiko tinggi mengalami

komplikasi edema otak dan peningkatan tekanan intrakranial. Meskipun

edema yang tidak begitu parah dapat dikelola secara medis, perawatan

bedah mungkin merupakan satu-satunya pilihan efektif untuk kasus yang

sangat parah. Penggunaan terapi osmotik untuk pasien dengan perburukan

klinis dari edema cerebri yang berhubungan dengan infark serebral dapat

dilakukan. Selain itu, penggunaan hiperventilasi moderat singkat (target

PCO2 30-34 mm Hg) juga merupakan pengobatan yang dapat dilakukan

untuk pasien dengan penurunan neurologis akut yang parah akibat edema

cerebri. Hiperventilasi adalah pengobatan yang sangat efektif untuk secara

cepat memperbaiki edema cerebri, tetapi ia bekerja dengan menginduksi

vasokonstriksi serebral, yang dapat memperburuk iskemia jika hipokapnia

berlanjut atau mendalam.


2. Kejang

Kejang berulang setelah stroke harus diperlakukan dengan cara yang

sama seperti ketika kejang terjadi akibat kondisi neurologis akut lainnya,

dan obat anti-kejang harus dipilih berdasarkan karakteristik pasien tertentu.

Dan penggunaan profilaksis obat anti-kejang tidak dianjurkan.


BAB III
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat didapat adalah sebagai berikut

1. AHA/ASA merekomendasikan stroke severity rating scale berupa National

Institutes of Health Stroke Scale untuk setiap pasien stroke yang masuk ke

rumah sakit

2. CT Scan non kontras adalah modalitas pencitraan yang direkomendasikan

pada kasus stroke iskemik akut. Selang waktu yang direkomendasikan dari

pasien datang hingga mendapatkan pemeriksaan pencitraan adalah 20 menit

3. Terapi reperfusi dengan alteplase IV dan/atau trombektomi mekanik adalah

pengobatan utama yang diberikan dalam kondisi stroke iskemik akut.

Dengan waktu yang direkomendasikan untuk dilakukannya door-to-needle

adalah 60 menit.

4. Hanya pemeriksaan glukosa darah yang harus dilakukan pada seluruh

pasien sebelum mendapatkan alteplase IV

5. AHA/ASA merekomendasikan pemberian aspirin pada pasien stroke

iskemik akut dalam jangka waktu 24 jam hingga 48 jam setelah onset

6. Pada pasien stroke iskemik akut, diet enteral sebaiknya dimulai dalam

waktu 7 hari pasca rawat inap.


DAFTAR PUSTAKA

Dennis M, Sandercock P, Reid J, Graham C, Forbes J, Murray G; CLOTS


(Clots in Legs Or sTockings after Stroke) Trials Collaboration.
Effectiveness of intermittent pneumatic compression in reduction of
risk of deep vein thrombosis in patients who have had a stroke
(CLOTS 3): a multicentre randomised controlled trial. Lancet.
2013;382:516–524.

Evans MRB, White P, Cowley P, et al. Revolution in acute ischaemic stroke


care: a practical guide to mechanical thrombectomy. Pract Neurol.
2017;17:252–265.

Kanyal Neema. 2015. The Ischemic Stroke: Pathophysiology &


Pharmacological Treatment. International Journal of Pharma
Research & Review. India.

Lyden P. 2016. Using the National Institutes of Health Stroke Scale. Stroke.
2017;48:513-19.

Musuka TD, Wilton SB, Traboulsi M, and Hill MD. 2015. Diagnosis and
management of acute ischemic stroke: speed is critical. CMAJ.

Powers WJ, Rabinstein AA, Ackerson T, Adeoye OM, Bambakidis NC,


Becker K, Biller J, Brown M, Demaerschalk BM, Hoh B, Jauch EC,
Kidwell CS, Leslie-Mazwi TM, Ovbiagele B, Scott PA, Sheth KN,
Southerland AM, Summers DV, Tirschwell DL; on behalf of the
American Heart Association Stroke Council. 2018 Guidelines for the
early management of patients with acute ischemic stroke: a guideline
for healthcare professionals from the American Heart
Association/American Stroke Association. Stroke. 2018;49:e46–e99.

Schröder J, Thomalla G. A Critical Review of Alberta Stroke Program Early


CT Score for Evaluation of Acute Stroke Imaging. Front. Neurol.
2017;7:245.

Visvanathan A, Dennis M, Whiteley W. Parenteral fluid regimens for


improving functional outcome in people with acute stroke. Cochrane
Database Syst Rev. 2015

Wang Y, Wang Y, Zhao X, Liu L, Wang D, Wang C, Wang C, Li H, Meng


X, Cui L, Jia J, Dong Q, Xu A, Zeng J, Li Y, Wang Z, Xia H, Johnston
SC; CHANCE Investigators. Clopidogrel with aspirin in acute minor
stroke or transient ischemic attack. N Engl J Med. 2013;369:11–19.

Anda mungkin juga menyukai