Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Skizofrenia

Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu skizo yang artinya retak atau pecah, dan frenia
yang artinya jiwa, dengan demikian, seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang
yang mengalami keretakan jiwa atau keretakkan kepribadian.

Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area


fungsi individu, termasuk berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan
realitas, merasakan dan menunjukan emosi serta berperilaku dengan sikap yang tidak dapat
diterima secara sosial.

2.2 Etiologi Skizofrenia

Penyebab skizofrenia sampai kini belum diketahui secara pasti dan merupakan
tantangan riset bagi pengobatan kontemporer. Telah banyak riset dilakukan dan banyak factor
predispposisi maupun pencetus yang diketahui yaitu :

a. Faktor genetika

Faktor genetika telah dibuktikan secara meyakinkan. Resiko masyarakat umum 1%,
pada orang tua 5%, pada saudara kandung 8% dan pada anak 15%-20%, apabila salah
satu orang tua menderita skizofrenia, walaupun anak telah dipisahkan dari orang tua
sejak lahir, anak dari kedua orang tua skizofrenia 30-40%. Pada kembar monozigot
40% -50%, sedangkan untuk kembar dizigot sebesar 5%-10%. Dari penelitian
epidemologi keluarga terlihat bahwa resiko untuk keponakan adalah 3%, masih lebih
tinggi dari populasi umum yang hanya 1%. Demikian juga dari penelitian anak adopsi
dikatakan anak penderita skizofrenia yang diadopsi orang tua normal, tetap resiko
16,6% , sebaliknya anak sehat yang diadopsi penderita skizofrenia resiko 1,6%, dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa semakin dekat hubungan keluarga biologis semakin
tinggi resiko terkena skizofrenia.
b. Faktor biologis dan biokimia

Dari faktor biologis dikenal suatu hipotesis dopamine yang menyatakan bahwa
skizofrenia disebabkan oleh aktivitas dopaminergik yang berlebihan dibagian kortikal
otak, dan berkaitan dengan gejala positif dari skizofrenia. Penelitian terbaru juga
menunjukkan pentingnya neurotransmitter lain termasuk serotonin, norepinefrin,
glutamate dan GABA. Selain perubahan yang sifatnya ditemukan perubahan anatomi
otak seperti pelebaran lateral ventrikel, antropi koreteks atau atropi otak kecil
(cerebellum), terutama pada penderita kronis skizofrenia.

c. Faktor psikososial

1. Teori perkembangan

Ahli teori seperti Freud, Sullivin, dan Erikkson mengemukakan bahwa


kurangnya perhatian yang hangat dan penuh kasih saying di awal tahun
kehidupan berperan dalam menyebabkan kurangnya identitas diri, salah
interpretasi terhadap realitas dan menarik diri dari hubungan social pada
penderita skizofrenia.

2. Teori belajar

Menurut ahli teori belajar (learning theory), anak-anak yang kemudian


menderita skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berfikir irasional orang tua
yang mungkin memiliki masalah emosional yang bermakna.

Hubungan interpersonal yang buruk dari penderita skizofrenia akan


berkembang karena mempelajari model yang buruk selama anak-anak

3. Teori keluarga

Teori-teori ini yang berkaitan dengan peran keluarga dalam munculnya


skizofrenia belum divalidasi dengan penelitian. Bagian fungsi keluarga yang
diimplikasikan dalam peningkatan kekambuhan penderita skizofrenia antara
lain ;
a) Faktor keluarga

Faktor keluarga yang dimaksutkan adalah factor stress yang dialami


anak dan r.emaja yang disebabkan kondisi keluarga yang tidak baik
yaitu:

1. Hubungan kedua orang tua yang dingin atau penuh ketegangan


2. Kedua orang tua jarang dirumah dan tidak ada waktu untuk bersama
dengan anak-anak.
3. Komunikasi antara orang tua dan anak yang tidak baik.
4. Kedua orang tua berpisah atau bercerai
5. Kematian salah satu atau kedua orang tua

b) Emosi yang diekspresikan atau disingkat EE (Expressed Emotion).


Dimana keluarga sering mengekspresikan emosi secara berlebihan
denngan sikap kekurang sabar, bermusuhan, pemarah, keras, kasar,
kritis dan otoriter.
c) Status social ekonomi

Beberapa ahli teori telah menyatakan bahwa industrialisasi, urbanisasi


dan status ekonomi yang rendah sangat kuat hubungannya dengan
skizofrenia. Itu sebabnya banyak penderita yang dijumpai pada
masyarakat golongan menengah kebawah.

d) Stres

Karena bervariasinya presentasi sintom dan prognosis


skizofrenia, maka tidak ada factor etiologic tunggal yang menyebabkan
timbulnya skizofrenia. Ada model yang mengintegrasikan factor
biologis, factor psikososial dan factor lingkungan adalah model stress
diathesis. Model ini menyatakan bahwa seseorang mungkin memiliki
suatu kerentaan spesifik (diatesis) terhadap stress yang memungkinkkan
berkembang menjadi simtom skizofrenia. Model interaksional yang
mengatakan bahwa penderita skizofrenia mempunyai kerentanan
genetic dan biologic terrhadap stress dan dianggap penyebab utama
dalam menentukan onset dan keparahan penyakit.

e) Kepribadian premorbid

Indikator premorbid (sebelum sakit) pada anak preskizofrenia antara


lain ketidakmampuan anak mengekspresikan emosi: wajah dingin,
jarang tersenyum, acuh tak acuh dan penyimpangan komunikasi seperti
anak sulit melakukan pembicaraan terarah. Sedangkan pada remaja
perlu diperhatikan kepribadian premobid seperti kepribadian paranoid
atau curiga berlebihan, menganggap semua orang musuh, juga
kepribbadian skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu bersifat hangat
dan ramah pada orang lain serta selalu menyindiri.

f) Rokok dan penyalahgunaan napza

Gangguan schizoid dapat dicetuskan atau disebabkan oleh penggunaan


kanabis ganja, gelek, marijuana.

2.3 Penegakkan diagnosis

Pedoman Diagnostik Skizofrenia menurut PPDGJ-III, adalah sebagai berikut (Maslim, 2003).:

- Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau
lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

1. “thought echo”, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda atau “thought insertion or withdrawal” yang merupakan isi yang
asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar
oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan “thought broadcasting”, yaitu isi
pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
2. “delusion of control”, adalah waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar atau “delusion of passivitiy” merupaka waham tentang dirinya tidak
berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” diartikan
secara jelas merujuk kepergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus), atau “delusional perception”yang merupakan pengalaman
indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat
mistik atau mukjizat.
3. Halusinasi auditorik yang didefinisikan dalam 3 kondisi dibawah ini:

 Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien,
atau
 Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara), atau
 Jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.

4. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).
5. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :

 Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang
menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-
bulan terus menerus;
 Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),
yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
 Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
 Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika;

6. Adanya gejala-gejala khas di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan
atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal)
5. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu,
sikap larut dalam diri sendiri (self- absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

Adapun kriteria diagnosis skizofrenia menurut DSM IV adalah (Tomb, 2003):

 Berlangsung minimal dalam enam bulan


 Penurunan fungsi yang cukup bermakna di bidang pekerjaan, hubungan interpersonal,
dan fungsi dalam mendukung diri sendiri
 Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas selama berlangsungnya
sebagian dari periode tersebut
 Tidak ditemui dengan gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood
mayor, autisme, atau gangguan organik.

2.4 Jenis-jenis skizofrenia

Kraepelin membagi skizofrenia menjadi beberapa jenis. Penderita digolongkan ke


dalam salah satu jenis menurut gejala utama yang terdapat padanya. Akan tetapi batas-batas
golongan-golongan ini tidak jelas, gejala-gejala dapat berganti-ganti atau mungkin seorang
penderita tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu jenis. Pembagiannya sebagai berikut
:(Maramis, 2009). Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di
muka, dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai
spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :

Skizofrenia paranoid

Skizofrenia paranoid agak berlainan dari jenis-jenis yang lain dalam jalannya penyakit.
Skizofrenia hebefrenik dan katatonik sering lama kelamaan menunjukkan gejala-gejala
skizofrenia simplex, atau gejala-gejala hebefrenik dan katatonik bercampuran. Skizofrenia
paranoid memiliki perkembangan gejala yang konstan. Gejala-gejala yang mencolok adalah
waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Pemeriksaan secara
lebih teliti juga didapatkan gangguan proses pikir, gangguan afek, dan emosi.

Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah umur 30 tahun. Permulaannya mungkin subakut,
tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat digolongkan
skizoid, mudah tersinggung, suka menyendiri dan kurang percaya pada orang lain.Berdasarkan
PPDGJ III, maka skizofrenia paranoid dapat didiganosis apabila terdapat butir-butir berikut :

 Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia


 Sebagai tambahan :

o Halusinasi dan atau waham harus menonjol :


 Suara-suara halusinasi satu atau lebih yang saling berkomentar tentang
diri pasien, yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau tanpa
bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.
 Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol.
 Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau
“Passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang
beraneka ragam, adalah yang paling khas.
o Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejalakatatonik
secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.

Pasien skizofrenik paranoid memiliki karakteristik berupa preokupasi satu atau lebih
delusi atau sering berhalusinasi. Biasanya gejala pertama kali muncul pada usia lebih tua
daripada pasien skizofrenik hebefrenik atau katatonik. Kekuatan ego pada pasien skizofrenia
paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan hebefrenik. Pasien skizofrenik
paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuan mentalnya, respon emosional, dan
perilakunya dibandingkan tipe skizofrenik lain.

Pasien skizofrenik paranoid biasanya bersikap tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak
ramah.Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif.Pasien skizofrenik paranoid
kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi
sosial.Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh gangguan psikosis mereka dan cenderung
tetap intak.
Skizofrenia Hebefrenik

Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau
antara 15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses berpikir, gangguan
kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti
mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada skizofrenia
heberfenik. Waham dan halusinasi banyak sekali.

Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia hebefrenik dapat didiganosis apabila terdapat
butir-butir berikut Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

 Diagnosis hebefrenik biasanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset
biasanya mulai 15-25 tahun)..
 Untuk diagnosis hebefrenik yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan
kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas
berikut ini memang benar bertahan :

o Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku
menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
o Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh
cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self- satisfied), senyum sendirir (self-
absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai
(grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);
o Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling)
serta inkoheren.
o Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol
(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak
(drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan,
sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan
(aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang
dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya,
makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.

Skizofrenia Katatonik

Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun, dan biasanya akut serta sering
didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh-gelisah katatonik atau stupor katatonik.
Stupor katatonik yaitu penderita tidak menunjukkan perhatian sama sekali terhadap
lingkungannya. Gejala paling penting adalah gejala psikomotor seperti:

1. Mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup


2. Muka tanpa mimik, seperti topeng
3. Stupor, penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang lama, beberapa hari,
bahkan kadang sampai beberapa bulan.
4. Bila diganti posisinya penderita menentang : negativism
5. Makanan ditolak, air ludah tidak ditelan sehingga berkumpul dalam mulut dan meleleh
keluar, air seni dan feses ditahan
6. Terdapat grimas dan katalepsi

Secara tiba-tiba atau pelan-pelan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan mulai
berbicara dan bergerak. Gaduh gelisah katatonik adalah terdapat hiperaktivitas motorik,
tetapi tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi rangsangan dari
luar.

Penderita terus berbicara atau bergerak saja, menunjukan stereotipi, manerisme, grimas
dan neologisme, tidak dapat tidur, tidak makan dan minum sehingga mungkin terjadi
dehidrasi atau kolaps dan kadang-kadang kematian (karena kehabisan tenaga dan terlebih
bila terdapat juga penyakit lain seperti jantung, paru, dan sebagainya)

Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia katatonik dapat didiganosis apabila terdapat
butir-butir berikut :

 Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.


 Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :

o Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam


gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara);
o Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal);
o Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
o Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan);
o Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
o Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan tubuh
dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
o Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat - kalimat.
o Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti
yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
o Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk
diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak,
gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada
gangguan afektif.

Pasien dengan skizofrenia katatonik biasanya bermanifestasi salah satu dari dua bentuk
skizofrenia katatonik, yaitu stupor katatonik dan excited katatatonik. Pada katatonik stupor,
pasien akan terlihat diam dalam postur tertentu (postur berdoa, membentuk bola), tidak
melakukan gerakan spontan, hampir tidak bereaksi sama sekali dengan lingkungan sekitar
bahkan pada saat defekasi maupun buang air kecil, air liur biasanya mengalir dari ujung mulut
pasien karena tidak ada gerakan mulut, bila diberi makan melalui mulut akan tetap berada di
rongga mulut karena tidak adanya gerakan mengunyah, pasien tidak berbicara berhari-hari, bila
anggota badan pasien dicoba digerakkan pasien seperti lilin mengikuti posisi yang dibentuk,
kemudian secara perlahan kembali lagi ke posisi awal. Bisa juga didapati pasien menyendiri di
sudut ruangan dalam posisi berdoa dan berguman sangat halus berulang-ulang.

Pasien dengan excited katatonik, melakukan gerakan yang tanpa tujuan, stereotipik
dengan impulsivitas yang ekstrim. Pasien berteriak, meraung, membenturkan sisi badannya
berulang ulang, melompat, mondar mandir maju mundur.Pasien dapat menyerang orang
disekitarnya secara tiba-tiba tanpa alasan lalu kembali ke sudut ruangan, pasien biasanya
meneriakka kata atau frase yang aneh berulang-ulang dengan suara yang keras, meraung, atau
berceramah seperti pemuka agama atau pejabat. Pasien hampir tidak pernah berinteraksi
dengan lingkungan sekitar, biasanya asik sendiri dengan kegiatannya di sudut ruangan, atau di
kolong tempat tidurnya.

Walaupun pasien skizofrenia katatonik hanya memunculkan salah satu dari kedua
diatas, pada kebanyakan kasus gejala tersebut bisa bergantian pada pasien yang dalam waktu
dan frekuensi yang tidak dapat diprediksi.Seorang pasien dengan stupor katatonik dapat secara
tiba-tiba berteriak, meloncat dari tempat tidurnya, lalu membantingkan badannya ke dinding,
dan akhirnya dalam waktu kurang dari satu jam kemudian kembali lagi ke posisi stupornya.

Selama stupor atau excited katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang
ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis
mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang
disebabkan oleh dirinya sendiri.

Skizofrenia Simplex

Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simplex adalah
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sulit
ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan
sekali. Permulaan gejala mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau
mulai menarik diri dari pergaulan.

Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia katatonik dapat didiganosis apabila terdapat
butir-butir berikut :

 Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung


pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
o Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat
halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dandisertai
dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat
sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.
o Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe
skizofrenia lainnya.

Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas.Gejala utama pada
jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir
biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat.Jenis ini timbulnya
perlahan-lahan sekali.Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan
keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam
pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang
menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.

Skizofrenia residual

Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat sedikitnya satu episode
psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang ke arah gejala negatif yang lebuh menonjol.
Gejala negatif terdiri dari kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas, penumpula afek, pasif
dan tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan, ekspresi nonverbal yang menurun, serta
buruknya perawatan diri dan fungsi sosial.

Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua:

 Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan


psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata,
modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
 Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
 Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia;
 Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi
kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative
tersebut.

Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya
gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup
untuk memenuhi tipe lain skizofrenia.Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku
eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan
pada tipe residual.Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan
tidak disertai afek yang kuat.

Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated).

Seringkali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan
kedalam salah satu tipe.PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci.
Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:

 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia


 Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau
katatonik.
 Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

Depresi Pasca-Skizofrenia

Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :

 Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum


skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
 Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran
klinisnya); dan
 Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria
untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
 Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode
depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus
tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.
Skizofrenia lainnya

 Bouffe Delirante (acute delusional psychosis)

Konsep diagnosis skizofrenia dengan gejala akut yang kurang dari 3 bulan, kriteria
diagnosisnya sama dengan DSM-IV-TR. 40% dari pasien yang didiagnosa dengan
bouffe delirante akan progresif dan akhirnya diklasifikasikan sebagai pasien skizofren

 Oneiroid
Pasien dengan keadaan terperangkap dalam dunia mimpi, biasanya mengalami
disorientasi waktu dan tempat.Istilah oneiroid digunakan pada pasien yang
terperangkap dalam pengalaman halusinasinya dan mengesampingkan keterlibatan
dunia nyata.
 Early onset schizophrenia

Skizofrenia yang gejalanya muncul pada usia anak-anak. Perlu dibedakan dengan
retardasi mental dan autisme

 Late onset schizophrenia

Skizofrenia yang terjadi pada usia lanjut (>45 tahun). Lebih sering terjadi pada wanita
dan pasien-pasien dengan gejala paranoid.

2.4 Terapi

1) Psikofarmaka

Dapat dibagi dalam dua golongan yaitu golongan generasi pertama (typical), yaitu :
chlorpromazine HCl, Trifluoperazine HCl, Thioridazine HCl, Haloperidol dan
golongan generasi kedua (atypical), yaitu : Risperidone, Clozapine, Quetiapine,
Olanzapine.

2) Electro Convulsive Terapy

Electro Convulsive Terapy diberikan kepada penderita skizofrenia kronik. Tujuannya


adalah memperpendek serangan skizofrenia, mempermudah kontak dengan penderita,
namun tidak dapat mencegah serangan ulang.
3) Psikoreligius
Menurut Larson, penelitian yang termuat dalam Religious commitment and Health
menyatakan bahwa agama amat penting dalampencegahan agar seorang tidak mudah
jatuh sakit, meningkatkan kemampuan mengatasi penderitaan dan mempercepat
penyembuhan.
4) Psikososial
Agar tumbuh kembang anak sehat baik fisik, psikologik, social dan spiritual, hendaknya
diciptakan rumah tangga yang sehat dan bahagia agar supaya kepribadian anak menjadi
matang dan kuat sehingga tidak mudah jatuh sakit. Dalam hal ini N. Stinnet J.De frain
mengemukakan enam criteria membina keluarga yang sehat dan bahagia yaitu :
a. Ciptakan kehidupan beragama dalam keluarga.
b. Adakan waktu bersama dalam keluarga
c. Ciptakan hubungan yang baik antar anggota keluarga.
d. Keluarga sebagai unit social yang terkecil ikatannya harus erat dan kuat, jangan
longgar dan rapuh.
e. Harus saling menghargai sesama anggota keluarga.
f. Bila keluarga mengalami krisis, maka prioritas utama adalah keutuhan keluarga
dan bila diperlukan berkonsultasi dengan ahlinya

Anda mungkin juga menyukai