Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
B. Latar Belakang
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari.Kehidupan pada
masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik
agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya.Peralihan dari
kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia
dan faali.Namun, banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan
dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali.
Masalah pada neonatus ini biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik
terjadi pada masa perinatal.Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi
juga kecacatan.Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu,
perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak
tepat dan tidak bersih, serta kurangnya perawatan bayi baru lahir.
Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian
neonatus.Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada
masa neonatus.Salah satu kasus yang banyak dijumpai di sejumlah negara tropis
dan negara yang masih memiliki kondisi kesehatan rendah adalah kasus
tetanus.Data organisasi kesehatan dunia WHO menunjukkan, kematian akibat
tetanus di negara berkembang adalah 135 kali lebih tinggi dibanding negara
maju.Mortalitasnya sangat tinggi karena biasanya baru mendapat pertolongan
bila keadaan bayi sudah gawat.Penanganan yang sempurna memegang peranan
penting dalam menurunkan angka mortalitas.Tingginya angka kematian sangat
bervariasi dan sangat tergantung pada saat pengobatan dimulai serta pada
fasilitas dan tenaga perawatan yang ada.
Di Indonesia, sekitar 9,8% dari 184 ribu kelahiran bayi menghadapi
kematian. Contoh, pada tahun 80-an tetanus menjadi penyebab pertama kematian
bayi di bawah usia satu bulan. Namun, pada tahun 1995 kasus serangan tetanus
sudah menurun, akan tetapi ancaman itu tetap ada sehingga perlu diatasi secara
serius. Tetanus juga terjadi pada bayi, dikenal dengan istilah tetanus neonatorum,
karena umumnya terjadi pada bayi baru lahir atau usia di bawah satu bulan

1
(neonatus). Penyebabnya adalah spora Clostridium tetani yang masuk melalui
luka tali pusat, karena tindakan atau perawatan yang tidak memenuhi syarat
kebersihan.
Dengan tingginya kejadian kasus tetanus ini sangat diharapkan bagi
seorang tenaga medis, terutama seorang bidan dapat memberikan
pertolongan/tindakan pertama atau pelayanan asuhan kebidanan yang sesuai
dengan kewenangan dalam menghadapi kasus tetanus neonatorum.

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penyakit Tetanus Neonaturum ?
2. Bagaimana penyakit Tetanus ?
3. Bagaimana studi kasus Tetanus Neonaturum ?

D. Tujuan
1. Untuk mengetahuitentang penyakit Tetanus Neonaturum.
2. Untuk mengetahui penyakit Tetanus.
3. Untuk mengetahui studi kasus Tetanus Neonaturum.

2
BAB II
PEMBAHASAN
1. TETANUS NEONATORUM
A. Pengertian Tetanus Neonatorum
Kata tetanus berasal dari bahasa Yunani tetanus yang berarti
kencang atau tegang.Tetanus merupakan suatu infeksi akut yang ditandai
kondisi spastik paralisis yang disebabkanoleh neurotoksin yang dihasilkan
oleh Clostridium tetani. Tetanus berdasarkan gejalaklinisnya dapat dibagi
menjadi 3 bentuk, yaitu tetanus generalisasi (umum), tetanus local dantetanus
sefalik. Bentuk tetanus yang paling sering terjadi adalah tetanus generalisasi
dan jugamerupakan bentuk tetanus yang paling berbahaya Neonatal (berasal
dari neos yang berarti baru dan natus yang berarti lahir)merupakan suatu
istilah kedokteran yang digunakan untuk menggambarkan masa sejak
bayilahir hingga usia 28 hari kehidupan.Tetanus neonatorum merupakan
suatu bentuk tetanus generalisasi yang terjadi padamasa neonatal.
Tetanus Neonaturum adalah penyakit yang diderita oleh bayi baru
lahir (neonatus). Tetanus neonatorum penyebab kejang yang sering dijumpai
pada BBL yang bukan karena trauma kelahiran atau asfiksia, tetapi
disebabkan infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi akibat
pemotongan tali pusat atau perawatan tidak aseptic (Ilmu Kesehatan Anak,
1985)
Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada
neonatus yang disebabkan oleh clostridium tetani yaitu kuman yang
mengeluarkan toksin (racun) yang menyerang sistem saraf pusat. (Abdul Bari
Saifuddin, 2000)
Tetanus Neonatorum (TN) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
kuman Clostridium Tetani memasuki tubuh bayi baru lahir melalui tali pusat
yang kurang terawat dan terjadi pada bayi sejak lahir sampai umur 28 hari,
kriteria kasus TN berupa sulit menghisap ASI, disertai kejang rangsangan,
dapat terjadi sejak umur 3-28 hari tanpa pemeriksaan laboratorium. (Sudarjat
S, 1995).

3
Tetanus neonatorum merupakan suatu penyakit akut yang dapat
dicegah namun dapat berakibat fatal, yang disebabkan oleh produksi
eksotoksin dari kuman Clostridium tetani gram positif, dimana kuman ini
mengeluarkan toksin yang dapat menyerang sistem syaraf pusat.

B. Etiologi
Penyebabnya adalah hasil Clostrodium tetani (Kapitaselekta, 2000)
bersifat anaerob, berbentuk spora selama diluar tubuh manusia dan dapat
mengeluarkan toksin yang dapat mengahancurkan sel darah merah, merusak
lekosit dan merupakan tetanospasmin yaitu toksin yang bersifat neurotropik
yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot. (Ilmu Kesehatan
Anak, 1985)
Masa inkubasi biasanya 4-21 hari (umumnya 7 hari), tergantung
pada tempat terjadinya luka, bentuk luka, dosis dan toksisitas kuman Tetanus
Neonatorum.(Sudarjat S, 1995).

C. Epidemiologi
Clostridium tetani berbentuk batang langsing, tidak berkapsul, gram
positip.Dapat bergerak dan membentuk sporaspora, terminal yang
menyerupai tongkat penabuh genderang (drum stick).Spora spora tersebut
kebal terhadap berbagai bahan dan keadaan yang merugikan termasuk
perebusan, tetapi dapat dihancurkan jika dipanaskan dengan otoklaf. Kuman
ini dapat hidup bertahun-tahun di dalam tanah, asalkan tidak terpapar sinar
matahari, selain dapat ditemukan pula dalam debu, tanah, air laut, air tawar
dan traktus digestivus manusia serta hewan.
Clostridium tetani terdapat di tanah dan traktus digestivus manusia
serta hewan.kuman ini dapat membuat spora yang tahan lama dan
berkembang biak dalam luka kotor atau jaringan nekrotik yang mempunyai
suasana anaerobic.Pada bayi penyakit ini di tularkan biasanya melalui
talipusat,yaitu karena pemotongan talipusat dengan alat yang tidak

4
steril.selain itu infeksi dapat juga melalui pemakaian oba,bubuk atau daun-
daun yang di gunakan dalam perawatan talipusat.
Penyakit ini masih banyak terdapat di Indonesia dan Negara-negara
lain yang sedang berkembang.mortalitasnya sangat tinggi karena biasanya
baru mendapat pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat.Penanganan yang
sempurna memegang peranan yang penting dalam menurunkan angka
mortalitas.

D. Patogenesis
Kontaminasi luka dengan spora mungkin sering.Biasanya penyakit
ini terjadi setelah luka tusuk yang dalam misalnya luka yang disebabkan
tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng, atau luka tembak, dimana luka tersebut
menimbulkan keadaan anaerob yang ideal. Selain itu luka laserasi yang kotor,
luka bakar dan patah tulang terbuka juga akan menimbulkan keadaan
anaerob.
Sedangkan pada tetanus neonatorum luka yang terjadi akibat
pemotongan tali pusat dengan alat-alat yang tidak steril atau perawatan tali
pusat yang salah.Dimana clostridium tetani masuk ke dalam tubuh melalui
luka.Pada neonatus/bayi baru lahir clostridium tetani dapat masuk melalui
umbilikus setelah tali pusat dipotong tanpa memperhatikan kaidah asepsis
antisepsis.
Bentuk spora akan berubah menjadi bentuk vegetatif bila
lingkungannya memungkinkan untuk berubah bentuk dan kemudian
mengeluarkan eksotoksin. Kuman tetanus sendiri tetap tinggal di daerah
luka.Kuman ini membentuk dua macam eksotoksin yang dihasilkan yaitu
tetanolisin dan tetanospasmin.Toksin ini diabsorpsi oleh organ saraf di ujung
saraf motorik dan diteruskan melalui saraf sampai sel ganglion dan susunan
saraf pusat dan terikat dengan sel saraf, toksin tersebut tidak dapat dinetralkan
lagi.

5
E. Gambaran Klinis

Masa tunas biasanya 5-14 hari, kadang-kadang sampai beberapa minggu jika
infeksinya ringan. Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan
otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam 48 jam
penyakit menjadi nyata dengan adanya trismus (Ilmu Kesehatan Anak, 1985).
Pada tetanus neonatorum perjalanan penyakit ini lebih cepat dan berat.
Anamnesis sangat spesifik yaitu :
1) Bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum (karena tidak dapat
menghisap).
2) Mulut mencucu seperti mulut ikan.
3) Mudah terangsang dan sering kejang disertai sianosis. (kebiruan warna
kulit, kuku, dan membrane mukosa dikarenakan kada O2 dalam darah
rendah)
4) Kaku kuduk sampai opistotonus (kekauan otot yang menunjang tubuh
sperti : otot punggung, otot leher dan otot badan).
5) Dinding abdomen kaku, mengeras dan kadang-kadang terjadi kejang.
6) Dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik kebawah, muka
rhisus sardonikus (muka khas menyeringai karena spasme otot muka)
7) Ekstermitas biasanya terulur dan kaku.
8) Tiba-tiba bayi sensitif terhadap rangsangan, gelisah dan kadang-kadang
menangis lemah.

6
F. Pencegahan
1) Melaui pertolongan persalinan tiga bersih, yaitu bersih tangan, bersihalas,
dan bersih alat.
b) Bersih tangan
Sebelum menolong persalinan, tangan poenolong disikat dan dicuci
dengan sabun sampai bersih.Kotoran di bawah kuku dibersihkan
dengan sabun. Cuci tangan dilakukan selama 15 – 30 “ .Mencuci
tangan secara benar dan menggunakan sarung tangan pelindung
merupakan kunci untuk menjaga lingkungan bebas dari infeksi.
c) Bersih alas
Tempat atau alas yang dipakai untuk persaliunan harus bersih,
karena clostrodium tetani bisa menular dari saluran genetal ibu pada
waktu kelahiran..
d) Bersih alat
Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril. Metode
sterilisasi ada 2, yang pertama dengan pemanasan kering : 1700 C
selama 60 ‘ dan yang kedua menggunakan otoklaf : 106 kPa, 1210 C
selama 30 ‘ jika dibungkus, dan 20 ‘ jika alat tidak dibungkus.

2) Perawatan tali pusat yang baik


Perawatan adalah proses pembuatan, cara merawat,
pemeliharaan, penyelenggaraan.
Perawatan tali pusat tersebut sebenarnya juga sederhana yang
penting,pastikan tali pusat dan area sekelilingnya selalu bersih dan
kering. Selalu cuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum
membersihkan tali pusat.Selama ini, standar perawatan tali pusat yang
dianjurkan oleh tenaga medis pada orang tua baru adalah membersih atau
membasuh pangkal tali pusat dengan alkohol 70%.Sedangkan dalam
kehidupan masyarakat desa masih ada yang menggunakan metode
perawatan tali pusat dengan bobok daun sirih.

7
Untuk perawatan tali pusat bagian yang harus selalu dibersihkan
adalah pangkal tali pusat,bukan atasnya. Untuk membersihkan pangkal
ini, anda harus sedikit mengangkat(bukan menarik) tali pusat. Bayi anda
tidak akan merasakan sakit. Sisa air atau alkohol yang menempel,pada
tali pusat dapat dikeringkan dengan kain kasa steril atau kapas. Setelah
kering anginkan tali pusat.Anda dapat mengipas dengan tangan atau
meniup-niup untuk mempercepat pengeringan.Tali pusat harus
dibersihkan sedikitnya 2x dalam sehari.
Tali pusat juga tidak boleh ditutup rapat dengan apapun, karena
akan membuatnya menjadi lembab. Selain memperlambat puputnya tali
pusat,uga menimbulkan resiko infeksi. Kalaupun terpaksa ditutup(
mungkin anda ngeri melihat penampakannya), tutup atau ikat dengan
longgar pada bagian atas tali pusat dengan kain kasa steril. Pastikan
bagian pangkal tali pusat terkena udara dengan leluasa. Bila bayi anda
menggunakan popok sekali pakai, pililah yang memang untuk bayi baru
lahir(yang ada lekukan pada bagian depan), dan jagan kena celana atau
juinsuit pada bayi anda. Sampai tali pust puput,kenakan saja popok dan
baju atasan. Apabila bayi anda menggunakan popok kain,jangan
masukan baju atasnya kedalam popok. Intinya adalah membiarkan tali
pusat terkena udara agar cepat mongering dan terlepas.
Perawatan tali pusat kering adalah tali pusat dibersihkan dan
dirawat serta dibalut dengan kasa kering,tali pusat dijaga agar bersih dan
kering tidak terjadi infeksi sampai tali pusat kering dan lepas.
Cara perawatan tali pusat kering:
a) Siapkan alat-alat
b) Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat tali pusat
c) Keringkan tangan menggunakan handuk bersih dan kering
d) Tali pusat dibersihkan dengan kain kasa.
e) Setelah bersih,oleskan air steril atau alkohol menggunakan kapas
bertangkai mulai dari pangkal sampe ujung.
f) Tali pusat dibungkus dengan kasa steril kering

8
g) Setelah tali pusat terlepas atau puput,pusat tetap diberikan kain
steril(asuhan persalinan normal)

Cara perawatan tali pusat kering adalah dengan membungkus


tali pusat dengan kasa dan mengkondisikan tali pusat tetap kering. Olesi
dengan alkohol 70% jangan pake betadin,karena yodium yang dikandung
betadin dapat masuk ke peredaran darah bayi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan kelenjar gondok (Anonymous2006). Menurut
penelitian serta rekomendasi WHO, dibandingkan dengan menggunakan
alkohol. Ternyata membersihkan tali pusat dengan menggunakan air dan
sabun cenderung mempercepat puputx(terlepasnya) tali pusat. Namun
biasanya, jika tanpa menggunakan alkohol ada kemungkinan tali pusat
mengeluarkan bau tidak sedap.Kondisi inilah yang biasanya membuat ibu
cemas. Agar tidak bingung sebelum memutuskan sebaiknya konsultasi
dulu hal ini dengan dokter (Anonymous,2010).
Tujuan yaitu mencegah infeksi mempercepat pengeringan dan
lepasnya tali pusat, memberikan rasa nyaman pada bayi,dan menurunkan
angka mordilitas pada bayi.
3) Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada ibu hamil
Kekebalan terhadap tetanus hanya dapat diperoleh melalui
imunisasi TT. Ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT dalam
tubuhnya akan membentuk antibodi tetanus. Seperti difteri, antibodi
tetanus termasuk dalam golongan Ig G yang mudah melewati sawar
plasenta, masuk dan menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh
tubuh janin, yang akan mencegah terjadinya tetanis neonatorum.
Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan 2 kali ( 2 dosis). Jarak
pemberian TT pertama dan kedua, serta jarak antara TT kedua dengan
saat kelahiran, sangat menentukan kadar antibodi tetanus dalam darah
bayi. Semakin lama interval antara pemberian TT pertama dan kedua
serta antara TT kedua dengan kelahiran bayi maka kadar antibosi tetanus
dalam darah bayi akan semakin tinggi, karena interval yang panjang akan

9
mempertinggi respon imunologik dan diperoleh cukup waktu untuk
menyeberangkan antibodi tetanus dalam jumlah yan cukup dari tubuh ibu
hamil ke tubuh bayinya.
TT adalah antigen yang sangat aman dan juga aman untuk ibu
hamil tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan
imunisasi TT . Pada ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT tidak
didapatkan perbedaan resiko cacat bawaan ataupun abortus dengan
mereka yang tidak mendapatkan imunisasi .
Tabel Pemberian Imunisasi TT dan Lamanya Perlindungan
Dosis Saat Pemberian % Lama
Perlindungan Perlindungan
TT1 Pada kunjungan pertama atau 0 Tidak ada
TT2 sedini mungkin pada kehamilan 80 % 3 tahun
TT3 Minimal 4 minggu setelah TT1 95 % 5 tahun
Minimal 6 bulan setelah TT2 atau 10 tahun
TT4 selama kehamilan berikutnya 99 % selama usia subur
TT5 Minimal setahun setelah TT3 atau
selama kehamilan berikutnya 99 %
Minimal setahun setelah TT4 atau
selama kehamilan berikutnya

G. Penatalaksanaan
1) Mengatasi kejang
Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan atau
pemberian obat anti kejang.Obat yang dapat dipakai adalah kombinasi
fenobarbital dan largaktil.Fenobarbital dapat diberikan mula-mula 30 – 60
mg parenteral kemudian dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10 mg
per hari. Largaktil dapat diberikan bersama luminal, mula-mula 7,5 mg
parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6 x 2,5 mg setiap hari.
Kombinasi yang lain adalah luminal dan diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg
BB. Obat anti kejang yang lain adalah kloralhidrat yang diberikan lewat
rektum.

10
2) Pemberian antitoksin
Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S
(antitetanus serum) dengan dosis 10.000 satuan setiap hari serlama 2 hari .
3) Pemberian antibiotika
Untuk mengatasi infeksi dapat digunakan penisilin 200.000
satuan setiap hari dan diteruskan sampai 3 hari panas turun.
4) Perawatan Tali pusat
Tali pusat dibersihkan dengan alkohol 70 % .
5) Memperhatikan jalan nafas, diuresis (Peningkatan produksi urin oleh
ginjal), dan tanda vital. Lendir sering dihisap.
Masalah yang perlu diperhatikan adalah bahaya terjadi gangguan
pernafasan, kebutuhan nutrisi/cairan dan kurangnya pengetahuan orang tua
mengenai penyakit.Gangguan pernafasan yang sering timbul adalah apnea,
yang disebabkan adanya tenospasmin yang menyerang otot-otot
pernafasan sehingga otot tersebut tidak berfungsi.Adanya spasme pada
otot faring menyebabkan terkumpulnya liur di dalam rongga mulut
sehingga memudahkan terjadinya pneumonia aspirasi (Infeksi paru-
paru).Adanya lendir di tenggorokan juga menghalangi kelancaran lalu
lintas udara (pernafasan).Pasien tetanus neonatorum setiap kejang selalu
disertai sianosis terus-menerus. Tindakan yang perlu dilakukan :
a) Baringkan bayi dalam sikap kepala ekstensi dengan memberikan ganjal
dibawah bahunya.
b) Berikan O2 secara rumat karena bayi selalu sianosis (1 – 2 L/menit jika
sedang terjadi kejang, karena sianosis bertambah berat O2 berikan lebih
tinggi dapat sampai 4 L/menit, jika kejang telah berhenti turunkan lagi).
c) Pada saat kejang, pasangkan sudut lidah untuk mencegah lidah jatuh ke
belakang dan memudahkan penghisapan lendirnya.
d) Sering hisap lendir, yakni pada saat kejang, jika akan melakukan nafas
buatan pada saat apnea dan sewaktu-waktu terlihat pada mulut bayi.
e) Observasi tanda vital setiap ½ jam .
f) Usahakan agar tempat tidur bayi dalam keadaan hangat.

11
g) Jika bayi menderita apnea :
1) Hisap lendirnya sampai bersih
2) O2 diberikan lebih besar (dapat sampai 4 L/ menit)
Letakkan bayi di atas tempat tidurnya/telapak tangan kiri penolong,
tekan-tekan bagian iktus jantung (Denyut apeks jantung) di tengah-
tengah tulang dada dengan dua jari tangan kanan dengan frekuensi
50 – 6 x/menit.
Bila belum berhasil cabutlah sudut lidahnya, lakukan pernafasan
dengan menutup mulut dan hidung bergantian secara ritmik dengan
kecepatan 50 – 60 x/menit, bila perlu diselingi tiupan.

2. TETANUS
A. Pengertian Tetanus
Tetanus (lockjaw) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh racun
yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium tetani.Disebut juga lockjaw karena
terjadi kejang pada otot rahang.Tetanus banyak ditemukan di negara-negara
berkembang.
Tetanus atau Lockjaw merupakan penyakit akut yang menyerang
susunan saraf pusat yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang
dihasilkan oleh Clostridium Tetani.Penyakit ini timbul jika kuman tetanus
masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi
telinga, bekas suntikan dan pemotongan tali pusat. Dalam tubuh kuman ini
akan berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain
tetanospasmin yang secara umum menyebabkan kekakuan, spasme dari otot
bergaris.
Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka
kematian dari penyakit tetanus masih cukup tinggi.Oleh karena itu tetanus
masih merupakan masalah kesehatan.Akhir–akhir ini dengan adanya
penyebarluasan program imunisasi di seluruh dunia, maka angka kesakitan
dan angka kematian telah menurun secara drastis.

12
B. Etiologi
Penyebab penyakit ini ialah Clostridium tetani yang hidup anaerob, bebentuk
spora selama diluar tubuh manusia, tersebar luas ditanah dna mengeluarkan
toksin bila dalam kondisi baik. Toksin ini dapat menghancurkan sel darah
merah, merusak leukosit dan merupakan Tetanospasmin yaitu toksin yang
neurotropic yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot.
C. Epidemiologi
Penyakit tetanus biasanya timbul didaerah yang mudah terkontaminasi
dengan tanah dan dengan kebersihan dan perawatan luka yang buruk.
D. Patogenesis
Biasanya penyakit ini terjadi setelah luka tusuk yang dalam misalnya luka
yang disebabakan tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak,
Karena luka tersebut menimbulkan keadaan anaerob yang ideal.
Selain itu luka laserasi yang kotor, luka bakar dan patah tulang terbuka juga
akan mengakibatkan keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan
Clostridium tetaniini. Walaupun demikian luka-luka ringan seperti luka
gores, lesi pada mata, telinga atau tonsil dan traktus digestivus, serta gigitan
serangga dapat pula merupakan porte d’entrée (tempat masuk) dari
Clostridium tetani.dibagian ilmu kesehatan anak FKUI-RSCM Jakarta, sering
ditemukan telinga dengan otitis media perforate merupakan tempat masuknya
Clostridium tetani, bila anamnestic tidak ada luka.
Hipotesis mengenai cara absorbsi dan bekerjanya toksin :
1) Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motoric dan melalui aksis silindrik
dibawa ke kornu anterior susunan saraf pusat.
2) Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah
arteri kemudian masuk kedalam susunan saraf pusat.
Toksin tersebut bersifat seperti antigen, sangat mudah diikat oleh jaringan
saraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh
antiitoksin spesifik.Namun, toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat
mudah dinetralkan oleh antitoksin.Hal ini penting artinya untuk pencehan dan
pengobatan penyakit ini.

13
E. Gejala Klinis

Masa tunas biasanya 5-14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa


minggu pada infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh
antiserum.
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin
bertambah terutama pada rahang dan leher.
Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata :
1) Trismus (Kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot
mastikatoris.
2) Kuduk kaku sampai epistotonus (Karena ketegangan otot-otot erector
terunki).
3) Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dari abdomen akut).
4) Kejang tonik terutama bila diransang karena toksin yang tedapat dikornu
anterior.
5) Risus Sardonikus karena spasme otot muka (Alis tertarik keatas, sudut
mulut tertarik keluar dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi).
6) Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nmyeri kepala, nyeri
anggota badan sering merupakan gejala dini.

14
7) Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan epistotonus ekstremitas
anterior dalam keadaan eskstensi lengan kaku dan tangan mengepal kuat.
Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermiten diselingi periode
relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa
nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramuskulus karena terjadi
kontraksi yang kuat.
8) Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan otot pernafasan dan laring.
Retensi urin dapat terjadi Karena spasme otot uretral. Fraktura Kolomna
vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
9) Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
10) Biasanya terdapat leokositosis ringan dan kadang-kadang peninggian
tekanan cairan otot.
Secara klinis tetanus ada 3 macam :
1) Tetanus umum
2) Tetanus lokal
3) Tetanus cephalic.
1) Tetanus umum:
Bentuk ini merupakan gambaran tetanus yang paling sering
dijumpai. Terjadinya bentuk ini berhubungan dengan luas dan dalamnya luka
seperti luka bakar yang luas, luka tusuk yang dalam, furunkulosis,
ekstraksi gigi, ulkus dekubitus dan suntikan hipodermis.
Biasanya tetanus timbul secara mendadak berupa kekakuan otot
baik bersifat menyeluruh ataupun hanya sekelompok otot. Kekakuan otot
terutama pada rahang (trismus) dan leher (kuduk kaku). Lima puluh
persen penderita tetanus umum akan menunjukkan trismus.
Dalam 24–48 jam dari kekakuan otot menjadi menyeluruh
sampai ke ekstremitas. Kekakuan otot rahang terutama masseter
menyebabkan mulut sukar dibuka, sehingga penyakit ini juga disebut
'Lock Jaw'.
Selain kekakuan otot masseter, pada muka juga terjadi kekakuan
otot muka sehingga muka menyerupai muka meringis kesakitan yang disebut

15
'Rhisus Sardonicus' (alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke
bawah, bibir tertekan kuat pada gigi), akibat kekakuan otot–otot leher bagian
belakang menyebabkan nyeri waktu melakukan fleksi leher dan tubuh
sehingga memberikan gejala kuduk kaku sampai opisthotonus.Selain
kekakuan otot yang luas biasanya diikuti kejang umum tonik baik secara
spontan maupun hanya dengan rangsangan minimal (rabaan, sinar dan
bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi dan adduksi serta tangan
mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi.
Kesadaran penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta
ketakutan yang menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah
terangsang. Spasme otot–otot laring dan otot pernapasan dapat
menyebabkan gangguan menelan, asfiksia dan sianosis. Retensi urine
sering terjadi karena spasme sphincter kandung kemih.
Kenaikan temperatur badan umumnya tidak tinggi tetapi dapat
disertai panas yang tinggi sehingga harus hati–hati terhadap komplikasi
atau toksin menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu.
Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis
berupa takikardi, hipertensi yang labil, berkeringat banyak, panas yang tinggi
dan ariunia jantung.
Menurut beratnya gejala dapat dibedakan 3 stadium :
1) Trismus (3cm) tanpa kejang tonik umum meskipun diransang
2) Trismus (3cm atau lebih kecil) dengan kejang tonik umum bila diransang.
3) Trismus (1cm) dengan kejang tonik umum spontan.
Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas:
Grade 1: ringan
- Masa inkubasi lebih dari 14 hari
- Period of onset > 6 hari
- Trismus positif tetapi tidak berat
- Sukar makan dan minum tetapi disfagia tidak ada.
Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dan
kekakuan umum terjadi beberapa jam atau hari.

16
Grade II: sedang
- Masa inkubasi 10–14 hari
- Period of onset 3 had atau kurang
- Trismus ada dan disfagia ada.
Kekakuan umum terjadi dalam beberapa hari tetapi dispnoe dan sianosis
tidak ada.
Grade III: berat
- Masa inkubasi < 10 hari
- Period of onset 3 hari atau kurang
- Trismus berat
- Disfagia berat.
Kekakuan umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat
banyak dan takikardia.
2) Tetanus lokal
Bentuk ini sebenarnya banyak akan tetapi kurang dipertimbangkan karena
gambaran klinis tidak khas.Bentuk tetanus ini berupa nyeri, kekakuan
otot–otot pada bagian proksimal dari tempat luka. Tetanus lokal adalah
bentuk ringan dengan angka kematian 1%, kadang–kadang bentuk ini
dapat berkembang menjadi tetanus umum.
3) Bentuk cephalic
Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila luka
mengenai daerah mata, kulit kepala, muka, telinga, leper, otitis media
kronis dan jarang akibat tonsilectomi. Gejala berupa disfungsi saraf
loanial antara lain: n. III, IV, VII, IX, X, XI, dapat berupa gangguan
sendiri–sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari
bahkan berbulan–bulan.Tetanus cephalic dapat berkembang menjadi
tetanus umum. Pada umumnya prognosa bentuk tetanus cephalic jelek.
F. Pencegahan
1) Mencegah terjadinya luka .
2) Perawatan luka yang adekuat.

17
3) Pemberian Anti Tetanus Serum (ATS) dalam berapa jam setelah luka
yaitu untuk memberikan kekebalan pasif, sehingga dapat dicegah
terjadinya tetanus atau masa inkubasi diperpanjang atau bila terjadi
tetanus gejalanya ringan. Umumnya diberikan 1.500 U intramuskulus
dengan didahului oleh uji kulit dan mata.
4) Pemberian toksoid tetanus pada anak yang belum pernah mendapat
imunisasi aktif pada minggu-minggu berikutnya setelah pemberian ATS,
kemudian diulangi lagi dengan jarak waktu 1 bulan 2 kali berturut-turut.
5) Pemberian Penlisilin Prokain selama 2-3 hari setelah mendapat luka berat
(dosis 50.000 U/ kgbb/hari).
6) Imunisasi aktif toksoid tetanus diberikan agar anak membentuk
kekebalan secara aktif. Sebagai vaksinasi dasar diberikan bersama
vaksinasi terhadap pertussis dan difteria, dimulai pada umur 3 bulan.
Vaksinasi ulangan (booster)diberikan 1 tahun kemudian dan pada usia 5
tahun selanjutnya setiap 5 tahun diberikan hanya bersam toksoid difteria
(tanpa vaksin pertussis).
Bila terjadi luka berat pada seornag anak yang telah mendapat imunisasi atau
toksoid tetanus 4 tahun yang lalu, maka kepadanya wajib diberikan
pencegahan dnegna suntikan seklaigus antitoksin dan toksoid pada kedua
ekstremitas (berlaina tempat suntikan).
G. Pengobatan / Penatalaksanaan
1) Pengobatan Umum:
a) Isolasi penderita untuk menghindari rangsangan. Ruangan perawatan
harus tenang.
b) Perawatan luka dengan Rivanol, Betadin, H2O2.
c) Bila perlu diberikan oksigen dan kadang–kadang diperlukan tindakan
trakeostomi untuk menghindari obstruksi jalan napas.
d) Jika banyak sekresi pada mulut akibat kejang atau penumpukan saliva
maka dibersihkan dengan pengisap lendir.
e) Makanan dan minuman melalui sonde lambung. Bahan makanan yang
mudah dicerna dan cukup mengandung protein dan kalori.

18
2) Pengobatan Khusus:
a) Anti Tetanus toksin
Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk:
- Toksin bebas dalam darah;
- Toksin yang bergabung dengan jaringan saraf.
Yang dapat dinetralisir oleh antitoksin adalah toksin yang bebas
dalam darah. Sedangkan yang telah bergabung dengan jaringan
saraf tidak dapat dinetralisir oleh antitoksin. Sebelum pemberian
antitoksin harus dilakukan:
- Anamnesa apakah ada riwayat alergi;
- Tes kulit dan mata; dan
- Harus selalu sedia Adrenalin 1:1.000.
Ini dilakukan karena antitoksin berasal dari serum kuda, yang
bersifat heterolog sehingga mungkin terjadi syok anafilaksis.
Tes mata
Pada konjungtiva bagian bawah diteteskan 1 tetes larutan
antitoksin tetanus 1:10 dalam larutan garam faali, sedang pada mata
yang lain hanya ditetesi garam faali. Positif bila dalam 20 menit,
tampak kemerahan dan bengkak pada konjungtiva.
Tes kulit
Suntikan 0,1 cc larutan 1/1000 antitoksin tetanus dalam larutan faali
secara intrakutan. Reaksi positif bila dalam 20 menit pada tempat
suntikan terjadi kemerahan dan indurasi lebih dari 10 mm.
Bila tes mata dan kulit keduanya positif, maka antitoksin diberikan
secara bertahap (Besredka).
Dosis
Dosis ATS yang diberikan ada berbagai pendapat. Behrman
(1987)danGrossman (1987) menganjurkan dosis 50.000–100.000 u
yang diberikan setengah lewat intravena dan setengahnya
intramuskuler. Pemberian lewat intravena diberikan dengan cara
melarutkannya dalam 100–200 cc glukosa 5% dan diberikan

19
selama 1–2 jam. Di FKUI, ATS diberikan dengan dosis 20.000 u
selama 2 hari. Di Manado, ATS diberikan dengan dosis 10.000 i.m,
sekali pemberian.
b) Antikonvulsan dan sedatif
Obat–obat ini digunakan untuk merelaksasi otot dan mengurangi
kepekaan jaringan saraf terhadap rangsangan. Obat yang ideal dalam
penanganan tetanus ialah obat yang dapat mengontrol kejang dan
menurunkan spastisitas tanpa mengganggu pernapasan, gerakan–
gerakan volunter atau kesadaran.Obat–obat yang lazim digunakan
ialah:
1) Diazepam
Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis
0,5 mg/kg.bb/kali i.v. perlahan–lahan dengan dosis optimum 10
mg/kali diulangi setiap kali kejang. Kemudian diikuti pemberian
diazepam peroral–(sonde lambung) dengan dosis 0,5 mg/kg.bb/kali
sehari diberikan 6 kali.
2) Fenobarbital
Dosis awal: 1 tahun 50 mg intramuskuler; 1 tahun 75 mg
intramuskuler. Dilanjutkan dengan dosis oral 5–9 mg/kg.bb/hari
dibagi dalam 3 dosis.
3) Largactil
Dosis yang dianjurkan 4 mg/kg.bb/hari dibagi dalam 6 dosis.
4) Antibiotik
a) Penisilin Prokain
Digunakan untuk membasmi bentuk vegetatif Clostridium
Tetani.Dosis: 50.000 u/kg.bb/hari i.m selama 10 hari atau 3
hari setelah panas turun. Dosis optimal 600.000 u/hari.
b) Tetrasiklin dan Eritromisin
Diberikan terutama bila penderita alergi terhadap penisilin.
Tetrasiklin : 30–50 mg/kg.bb/hari dalam 4 dosis.
Eritromisin : 50 mg/kg.bb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.

20
5) Oksigen: Bila terjadi asfiksia dan sianosis.
6) Trakeostomi
Dilakukan pada penderita tetanus jika terjadi:
- Spasme berkepanjangan dari otot respirasi
- Tidak ada kesanggupan batuk atau menelan
- Obstruksi larings; dan
- Koma.
7) Hiperbarik
Diberikan oksigen murni pada tekanan 5 atmosfer.

C. Studi Kasus Tetanus Neonaturum


Ny.S bersama suaminya pergi ke rumah sakit membawa bayinya yang
masih berusia 12 hari karena mulut bayinya mencucu seperti ikan dan disertai
dengan kejang. Keluarga mengatakan bahwa bayinya sesak, panas dan tidak
mau menyusu sejak 2 hari yang lalu, bayinya sangat rewel dan susah tidur
sejak 3 hari yang lalu. Ny.S bersama suaminya mengatakan bahwa mereka
tidak pernah menderita penyakit menular ataupun penyakit keturunan, juga
belum pernah melakukan imunisasi TT. Setelah ditanyakan perawat tentang
riwayat kelahiran bayinya, ibu sang bayi menceritakan bahwa bayinya adalah
anak pertama mereka, dan pada saat kelahirannya Ny.S melakukan persalinan
di dukun beranak di desanya karena keterbatasan transportasi dan biaya jika
harus melahirkan di rumah sakit. Jenis persalinannya spontan dan tidak ada
komplikasi pasca persalinan.
Pada pemeriksaan awal di RS didapatkan hasil bayi terlihat lemah dan
terkadang menangis, serta tali pusat bayi Ny.S kotor, setelah ditanyakan, Ny.S
memotong tali pusat bayinya dengan menggunakan ramuan untuk menutup
luka tali pusat dengan kunyit dan abu dapur, kemudian tali pusatnya dibalut
dengan menggunakan kain pembalut. Dan hasil dari tanda-tanda vital bayi
Ny.S sebagai berikut nadi 124x/menit, RR 48x/menit dan suhunya 38,6 oC.
Bayi Ny.S didiagnosis sementara dengan tetanus neonatorium sedang karena
perawatan tali pusat yang tidak tepat.

21
A. Analisa Kasus
Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas Diri
Nama : Si fulan
Jenis kelamin ` : Laki-laki
Umur : 12 hari
Alamat : Jalan Kemuning, Surabaya
No. RM : 123456

b. Keluhan Utama
Ny S mengeluh kalau bayinya yang masih berusia 12 hari mulutnya
mencucu seperti ikan disertai kejang. Keluarga mengatakan bahwa
bayinya sesak, panas dan tidak mau menyusu sejak 2 hari yang lalu,
sangat rewel dan susah tidur sejak 3 hari yang lalu.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny.S melakukan persalinan di dukun beranak, jenis persalinannya
spontan dan tidak ada komplikasi pasca persalinan. Saat setelah lahir,
tali pusat bayinya ditutup dengan kunyit dan abu dapur, kemudian
dibalut dengan menggunakan kain pembalut. Bayinya adalah anak
pertama, Ny.S bersama suaminya mengatakan bahwa mereka tidak
pernah menderita penyakit menular ataupun penyakit keturunan, juga
belum pernah melakukan imunisasi TT.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada.
e. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing) : An. Ny S mengalami dispnoe dengan RR
48x/menit

22
b. B2 (Blood) : dbn (N 124x/menit, T 38,6 oC)
c. B3 (Brain) : An. Ny S mengalami kejang-kejang
d. B4 (Bladder) :-
e. B5 (Bowel) :-
f. B6 (Bone) : Lemah
Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah keperawatan
1. Data Subjektif : Kejang Ketidakefektifan Pola
- Ibu klien mengatakan nafas
bayinya dispnoe (sesak
Ekspansi otot
nafas)
pernafasan terganggu
Data objektif :
- RR klien meningkat
Gangguan proses
dari normal : 48x/menit
pertukaran gas

Hipoksia

Dispnoe (sesak nafas)

2. Data subjektif: Ketidakseimbangan


Tetanus
- Ibu klien mengatakan nutrisi: kurang dari
bayinya lemas karena kebutuhan tubuh
Infeksi
kurang energi
Data objektif:- Resiko Cedera
Inflamasi
- Bayinya terlihat lemas

Demam disertai
kejang

Kehabisan energi
Tidak mau menyusu

23
Nutrisi tidak terserap
maksimal

3. Data subjektif: Perawatan luka tali Hipertermi


- Ibu klien mengatakan pusat yang salah
anaknya demam, kejang Clostridium tetani
Data objektif: masuk tubuh
-Suhu tubuh meningkat
dari keadaan normal: Infeksi
38,6°C
Inflamasi
Pembengkakan

Demam

Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas b/d sianose asfiksia
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan
menelan makanan
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin
(bakterimia) yang ditandai dengan suhu tubuh 38-40 oC
4. Resiko Cedera b/d Kejangs

Intervensi
DX: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan
menelan makanan
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil:
a. BB optimal
b. Intake adekuat

24
c. Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %
No. Intervensi Rasional
Dampak dari tetanus adalah adanya
kekakuan dari otot pengunyah sehingga
Jelaskan faktor yang klien mengalami kesulitan menelan dan
mempengaruhi kesulitan dalam kadang timbul reflek balik atau kesedak.
1.
makan dan pentingnya makan bagi Dengan tingkat pengetahuan yang
tubuh adekuat diharapkan klien dapat
berpartsipatif dan kooperatif dalam
program diit.
Sebelum mulai memberikan
makan, kaji apakah pasien cukup
sadar dan responsive, apakah dapat
2. mengontrol mulutnya, memiliki
reflex batuk/muntah, dan dapat
menelan ludahnya.

Pastikan peralatan pengisap


3. tersedia di tempat dan berfungsi
sebagaimana mestinya
Posisikan pasien dengan benar:

a. Duduk tegak (60º-90º) di


kursi atau menjuntaikan
kaki di sisi tempat tidur
4.
jika mungkin (sangga
dengan bantal jika perlu)
b. Terapkan posisi ini selama
10-15 menit, sebelum
makan dan pertahankan

25
selama 10-15 menit setelah
pasien slesai makan.
c. Fleksikan kepala ke depan
pada garis tengah tubuh,
kira-kira 45º untuk
menjaga kepatenan
esofagus

Upayakan pasien tetap focus


dengan memberikan arahan
5.
sampai ia selesai menelan setiap
suapan.
Mulai dengan jumlah kecil, dan
tingkatkan secara bertahap sambil
6.
pasien belajar menguasai setiap
langkah.
Diit yang diberikan sesuai dengan
keadaan klien dari tingkat membuka
mulut dan proses mengunyah.
Kolaboratif :
Pemberian cairan perinfus diberikan
Pemberian diit TKTP cair, lunak
pada klien dengan ketidakmampuan
7. atau bubur kasar.
mengunyak atau tidak bisa makan lewat
Pemberian carian per IV line
mulut sehingga kebutuhan nutrisi
Pemasangan NGT bila perlu
terpenuhi.
NGT dapat berfungsi sebagai masuknya
makanan juga untuk memberikan obat

Evaluasi

1. Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh


2. Pola nafas anak dapat kembali efektif

26
3. Anak tidak menunjukkan kekurangan volume cairan, membrane mukosa
lembab, turgor kulit baik
4. Status nutrisi anak terpenuhi, berat badan sesui usia, dapat meminum asi
dengan baik
5. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit, tidak ada kemerahan, lesi dan edema
6. Anak tidak mengalami kenjang, cidera tidak terjadi
7. Orang tua mempunyai pengetahuan cara merawat tali pusar dengan benar

27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Surasmi (2003), tetanus neonatorum adalah penyakittetanus
yang terjadi pada neonatus (bayi berusia 0-1 bulan). Penyebab tetanus adalah Cl
ostridium tetani,yang infeksinya biasa terjadi melalui luka dari tali pusat.
Dapat juga karena perawatan tali pusat yang menggunakan obat
tradisional seperti abu dankapur sirih, daun-daunan dan sebagainya.Masa
inkubasi berkisar antara 3-14 hari, tetapi bisa berkurang atau lebih.Gejalaklinis
infeksi tetanus neonatorum umumnya muncul pada hari ke 3 sampai ke 10
(Surasmi, 2003).
Tindakan pencegahan yang paling efektif adalah melakukanimunisasi
dengan tetanus toksoid (TT) pada wanita calon pengantin dan ibu hamil. Selain
itu, tindakan memotong dan merawat tali pusat harus secara steril.Pemberian
asuhan keperawatan pada bayi berisiko tinggi: tetanus neonatorum difokuskan
pada upaya penanganan dari tanda dan gejala penyakit yang diderita untuk
tindakan pemulihan fisik klien.
Tetanus (lockjaw) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh racun
yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium tetani.Disebut juga lockjaw karena
terjadi kejang pada otot rahang.Tetanus banyak ditemukan di negara-negara
berkembang.
Masa tunas biasanya 5-14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu
pada infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum.
Pencegahan yang dapat dilkaukan mencegah terjadinya luka, perawatan luka
yang adekuat, pemberian Anti Tetanus Serum (ATS), pemberian toksoid tetanus,
pemberian Penlisilin Prokain, Imunisasi aktif toksoid serta pengobatan yang
meliputi pengobatan spesifik dengan ATS, Antikonfulsan dan penenang,
penisilin prokain, diet harus cukup kaloro dan protein, isolasi untuk menghindari
rangsangan, diberikan oksigen .

28
B. Saran
Adapun saran yang dapat kelompok berikan adalah :
1) Bagi Bidan yang akan memberikan asuhan keperawatan pada bayi dengan
penyakit tetanus neonatorum harus lebih memperhatikan dan tahu pada
bagian- bagian mana saja dari asuhan keperawatan pada bayi yang perlu
ditekankan.
2) Bidan juga memberikan pendidikan kesehatan kepada bapak dan ibu
ataukeluarga dari anak tentang bahaya tetanus dan penyuluhan untuk
melakukan persalinan di rumah sakit, puskesmas, klinik bersalin, atau
pelayanan kesehatanlainnya agar terhindar dari infeksi tetanus pada anaknya
akibat penggunaan alat
3) Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit, Kedua orang tua
pasien yang bayinya menderita tetanus peru diberi penjelasan bahwa
bayinya menderita sakit berat, maka memerlukan tindakan dan pengobatan
khusus, kerberhasilan pengobatan ini tergantung dari daya tahan tubuh si
bayi dan ada tidaknya obat yang diperlukan hal ini mengingat untuk tetanus
neonatorum memerlukan alat/otot yang biasanya di RS tidak selalu tersedia
dan harganya cukup mahal (misalnya mikrodruip). Selain itu yang perlu
dijelaskan ialah jika ibu kelak hamil lagi agar meminta suntikan pencegahan
tetanus di puskesmas, atau bidan, dan minta pertolongan persalinan pada
dokter, bidan atau dukun terlatih yang telah ikut penataran Depkes.
Kemudian perlu diberitahukan pula cara pearawatan tali pusat yang baik.

29
DAFTAR PUSTAKA

Latief, Abdul dkk. 1974. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Percetakan Info Medika.

Surasmi, Asrining dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta :EGC

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo : Jakarta.

Sudarti.2010. Kelainan dan Penyakit Pada Bayi dan Balita.yogyakarta:Nuha


Medika.

Barkin, R. M.; Pichichero, M. E. Diphteria–Pertusis–Tetanus Vaccine


Teactogenicity of Cimmercial Products. Pediatricas 1979; 63:256–260.

30

Anda mungkin juga menyukai