Anda di halaman 1dari 19

BAB.

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Era demokrasi Pancasila dimulai dengan peristiwa sejarah yang sangat gelap bagi
Indonesia, Gerakan 30 September (G30S) atau sering disebut sebagai G30S / PKI.
Pemberontakan G30S membawa satu angin perubahan sosial, politik dan ekonomi di
Indonesia. Sistem demokrasi terpimpin yang merupakan dasar untuk pembentukan
pemerintahan diktator oleh Soekarno setelah rilis Keputusan Presiden 5 Juli 1959 tidak
berlangsung lama. Di bawah kepemimpinan tunggal Presiden Soekarno, berdasarkan konsep
Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis) dengan tujuan menyatukan semua elemen
kekuatan sosial-politik di Indonesia tidak berhasil.

Hal itu terjadi karena tendensi Soekarno untuk kelompok yang menciptakan potensi konflik
politik baru yang membuat Indonesia menjadi tidak stabil. Ditambah dengan krisis ekonomi
dan konflik politik antara Partai Komunis Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan
Darat membuat rezim Orde Lama akhirnya runtuh dan Indonesia digantikan oleh rezim baru
yang disebut Orde Baru di bawah kepemimpinan Jenderal Soeharto. Setelah mengambil alih
kekuasaan Presiden Soekarno berdasarkan Surat Komando Sebelas Maret (Supersemar),
Soeharto kemudian menjadi penerus Soekarno sebagai Presiden kedua Republik Indonesia dan
secara resmi periode Orde Baru atau era demokrasi Pancasila dimulai.

Bahkan, pertama kali ketika Orde Baru dibentuk, mereka didukung oleh hampir semua
orang Indonesia (kecuali kelompok sayap kiri, yang hampir dimusnahkan selama G30S).
Banyak orang dari berbagai kalangan seperti mahasiswa, pemimpin agama, intelektual,
intelektual, dan sebagainya menaruh harapan bahwa Orde Baru dapat memulihkan demokrasi
Indonesia ke jalan yang benar, demokrasi yang melekat pada Pancasila. Oleh karena itu,
menurut Miriam Budiardjo, pada masa Orde Baru, Pancasila, UUD 1945, dan Keputusan
Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi dasar formal yang berlaku di Indonesia, sehingga
periode ini disebut juga demokrasi Pancasila.

Langkah pertama Orde Baru dalam proses merekonstruksi sistem demokrasi di Indonesia,
seperti yang disebutkan sebelumnya, adalah bahwa Orde Baru bertujuan untuk memperbaiki

1|Page
cita-cita demokrasi Indonesia yang melenceng menjadi kediktatoran di bawah kekuasaan
Presiden Soekarno selama periode Dipandu Demokrasi (Orde Lama). Salah satu langkah untuk
menghapuskan kediktatoran Orde Lama adalah membatalkan Keputusan MPRS no. III / 1963
yang berisi penunjukan Soekarno sebagai presiden seumur hidup, dan kepresidenan kemudian
direvisi kembali menjadi jabatan pilihan (terpilih secara periodik) untuk jangka waktu lima
tahun.

Kemudian Keputusan MPRS No.XIX / 1966 yang merupakan penentu peninjauan produk
legislatif selama Orde Lama, dan atas dasar Keputusan MPRS, UU No.19 / 1964 diganti dengan
UU No.14 / 1970 yang isisnya mengababalikan independensi peradilan. Badan legislatif
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-GR) juga mengembalikan hak dan fungsi kontrolnya atas
cabang eksekutif dan Ketua Dewan Perwakilan tidak lagi menjadi menteri di bawah Presiden
tetapi memiliki posisi yang sejajar dengan Presiden,Selain hak Presiden untuk campur tangan
di DPR dicabut. Kebebasan pers dan seni juga pulih, para pemimpin bekas partai politik dalam
demokrasi terpimpin ditangkap dan diasingkan, salah satunya Soetan Syahrir, tetapi Sjahrir
meninggal sebelum ia dapat kembali ke Indonesia.

B.Rumusan Masalah

1. Apakah Demokrasi Pancasila itu?


2. Bagaimana Sejarah Lahirnya Orde Baru?
3. Bagaimana Orde Baru Menjalankan Pemerintahan?
4. Bagaimana Keadaan Masyarakat dalam Berbagai Bidang?
5. Apa Latar Belakang dan Penyebab Jatuhnya Orde Baru?

C.Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui sejarah lahirnya orde baru.


2. Untuk memaparkan langkah-langkah yang diambil pemerintah Orde Baru dalam
membangun bangsa kepada pembaca.
3. Untuk menyampaikan kepada pembaca tentang keadaan masyarakat selama Orde Baru
dalam berbagai bidang.

2|Page
4. Menjelaskan latar belakang dan penyebab jatuhnya Orde Baru kepada pembaca.

D.Manfaat Makalah

BAB. II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Demokrasi Pancasila


Berdasarkan GBHN tahun 1978 dan tahun 1983, demokrasi Pancasila adalah tujuan
dari pembangunan politik di Indonesia dimana dalam pelaksanaannya diperlukan
pemantapan kehidupan konstitusional kehidupan demokrasi dan tegaknya hukum.

B. Sejarah Lahirnya Orde Baru

3|Page
Lahirnya era Orde Baru dilatar belakangi oleh runtuhnya Orde Lama. Tepatnya pada
saat runtuhnya kekuasaan Soekarno yang lalu digantikan oleh Soeharto. Orde Baru lahir
sebagai rezim yang ingin mengoreksi penyelewengan tehadap Pancasila sebagai dasar
negara dan UUD 1945 selama masa Orde Lama. Koreksi ini penting, karena segala bentuk
penyelewengan tersebut telah menyebabkan kemunduran di berbagai bidang kehidupan
berbangsa dan bermasyarakat. Salah satu penyebab yang melatar belakangi runtuhnya Orde
Lama dan lahirnya Orde Baru adalah keadaan keamanan dalam negara yang tidak kondusif
pada masa Orde Lama. Terlebih lagi karena adanya peristiwa pemberontakan G 30 S/PKI.

Hal ini menyebabkan presiden Soekarno memberikan mandat kepada Soeharto untuk
melaksanakan kegiatan pengamanan di Indonesia melalui Surat Perintah Sebelas Maret atau
Supersemar. Bagi bangsa Indonesia Supersemar memiliki arti penting berikut:
1) Menjadi tonggak lahirnya Orde Baru
2) Dengan Supersemar, Letjen Soeharto mengambil beberapa tindakan untuk menjamin
kestabilan jalannya pemerintahan dan revolusi Indonesia
3) Lahirnya Supersemar menjadi awal penataan kehidupan sesuai dengan Pancasila dan
UUD 1945. Kedudukan Supersemar secara hukum semakin kuat setelah dilegalkan
melalui TAP MPRS No.XXXIII/1967. Sebagai pengemban dan pemegang Supersemar,
Letnan Jenderal Soeharto mengambil beberapa langkah awal seperti berikut:
a. Pada tanggal 12 Maret 1966 menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang dan
membubarkan PKI termasuk ormas-ormasnya
b. Pada tanggal 18 Maret 1966 menahan 15 orang menteri yang diduga
terlibat dalam G 30 S/PKI
c. Membersihkan MPRS dan DPR serta lembaga-lembaga negara lainnya dari pengaruh
PKI dan unsur-unsur komunis. Adapun langkah penting yang diambil pemerintah
Orde Baru antara lain:
o Membubarkan PKI dan menghancurkan PKI dan ormas-ormasnya
o Konsolidasi pemerintah dan pemurnian Pancasila dan UUD 1945
o Menghapus dualisme dalam kepemimpinan nasional
o Mengembalikan kestabilan politik dan merencanakan pembangunan
o Menyelenggarakan pemilihan umum
o Menyederhanakan partai politik
o Melaksanakan sidang umum MPR 1973
o Melaksanakan pembangunan di segala bidang kehidupan

4|Page
C. Keadaan Masyarakat dalam Berbagai Bidang

Seperti yang telah kita ketahui, tujuan terbentuknya Negara Indonesia adalah
“Memajukan kesejahteraan umum, melindungi segenap masyarakat Indonesia,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut memelihara perdamaian dunia”. Dalam
pelaksanaannya, tugas Negara ini dapat diselewengkan oleh pemerintah yang sedang
berkuasa demi kepentingan kekuasaannya. Orde Lama telah gagal melaksanakan cita-cita
negara yang dimaksud. Keadaan masyarakat Orde Lama ditandai dengan penyelewengan
terhadap dasar negara Pancasila dan UUD 1945. Lalu bagaimana dengan keadaan
masyarakat pada masa Orde Baru? Apakah menjadi lebih baik atau sebaliknya?

Berikut potret kehidupan masyarakat pada masa Orde Baru di berbagai bidang :
1) Ideologi
Takut akan kembalinya Ideologi komunis di Indonesia, Orde Baru bertekad untuk
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Namun, yang
dilakukan oleh Orde Baru adalah menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang tertutup,
meskipun Orde Baru sering mengatakan bahwa Pancasila adalah ideologi terbuka.
Pancasila hanya ditafsirkan dari satu versi saja, yakni pemerintah. Pemerintah Orde Baru
memilki BP-7 yang bertugas memahami Pancasila secara “benar”, menafsirkan secara
benar dan menyampaikan tafsiran tersebut kepada masyarakat. Seluruh lapisan
masyarakat harus pernah mengikuti penataran P4 dan memperoleh sertifikat sebagai
syarat dalam mencari pekerjaan, melanjutkan studi, kenaikan pangkat dan golongan, dan
sebagainya.

Tidak hanya itu, Pancasila dijadikan sebagai satu-satunya ideologi yang seolah-olah
ideologi lain bisa dimasukkan ke dalam Pancasila. Organisasi apapun harus berasaskan
Pancasila, jika tidak akan dijebloskan ke penjara. Selama Orde Baru juga terjadi
indoktrinasi Pancasila secara intens yang bersifat berlebihan dan membosankan.
Meskipun demikian masyarakat tidak berani untuk menentang, karena takut dianggap
tidak Pancasilais dan dapat ditangkap.

5|Page
2) Politik
Melihat situasi politik yang kian memanas, DPR-GR berpendapat perlu dilakukan
penyelesaian politik secara konstitusional. Atas anjuran berbagai pihak, presiden
Soekarno memutuskan untuk menyerahkan kekuasaan kepada Jenderal Soeharto, yang
dilakukan sebagai upaya mengakhiri konflik politik dalam negeri.

Usaha yang dilakukan untuk menata kehidupan politik antara lain:


a. Pembentukan Kabinet Pembangunan
Kabinet awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah Kabinet
AMPERA dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma. Kabinet AMPERA
yaitu untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan untuk
melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet AMPERA disebut Catur
Karya Kabinet AMPERA.
Selanjutnya setelah sidang MPRS tahun 1968 menetapkan Soeharto sebagai
presiden untuk masa jabatan 5 tahun maka dibentuklah kabinet yang baru dengan
nama Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut dengan Pancakrida.

b. Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik


Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah partai tetapi bukan
berarti menghapuskan partai tertentu sehingga dilakukan penggabungan (fusi)
sejumlah partai. Sehingga pelaksanaannya kepartaian tidak lagi didasarkan pada
ideologi tetapi atas persamaan program.

Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosial-politik, yaitu:


o Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII, dan
Partai Islam seperti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 (kelompok partai
politik Islam)
o Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai
Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat nasionalis)
o Golongan Karya (Golkar)

6|Page
c. Pemilihan Umum
Pemilihan umum pada masa orde baru diadakan setiap lima tahun sekali dan
telah dilaksanakan sebanyak enamkali. Tujuan pemilu tersebut untuk memilih
anggota MPR, DPR, DPRD 1 dan 11. Keanggotaan MPR, yaitu seluruh anggota
DPR, utusan daerah dan golongan. Setiap lima tahun sekali MPR mengadakan
sidang umum. MPR berwenang memilih dan mengangkat presiden dan wakil
presiden. Presiden dan kabinetnya berkewajiban menjalankan tugasnya sesuai
dengan UUD 1945 melaksanakan GBHN, mempertanggungjawabkan tugasnya
tersebut pada akhir masa jabatannya. DPR bertugas mengawasi jalannya
pemerintahan/tugas presiden. Mekanisme tugas dan kerja lembaga negara lain
menyesuikan UUD 1945 dan UU yang mengaturnya.

Pada masa orde baru kehidupan politiknya diatur dalam UU berikut ini :
 UU No.1 Tahun 1985 tentang pemilihan umum.
 UU No.2 Tahun 1985 tentang susunan dan kedudukan MPR dan DPR.
 UU No.3 Tahun 1985 tentang partai politik dan golongan karya.
 UU No.4 Tahun 1985 tentang preferendum.
 UU No.5 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan (Ormas).

Sistem politik yang adalah otoriter dan tidak demokratis, dimana kekuasaan
eksekutif terpusat dan tertutup dibawah kontrol lembaga kepresidenan, dalam
penyelenggaraan negara dan pembangunan ekonomi banyak terjadi KKN.
Pemerintahan orde baru pimpinan soekarto berlangsung selama 32 tahun namun
kehidupan politik pada waktu itu dinilai gagal. Sistem politik yang berlaku adalah
oteriter dan tidak demokratis dimana kekuasaan eksekutif terpesat dan tertutup
dibawah kontro lembaga kepresidenan dalam penyelenggaraan negara dan
pembangunan ekonomi banyak terjadi KKN. Selanjutnya pemerintahan orde baru
juga dinilai gagal karena telah menciptakan pemerintahan yang sentralistik yaitu
mekanisme hubungan pusat dan daeraah cenderung menganut sentralisasi
kekuasaan sehingga menyebabkan kesenjangandan ketidakadilan antara
pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah

7|Page
Pemilihan Umum Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan
pemilihan umum sebanyak enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun
sekali, yaitu: tahun 1971, 1977,1982, 1987, 1992, dan1997.
1. Pemilu 1971
Pejabat negara harus bersikap netral berbeda dengan pemilu 1955 dimana
para pejabat negara termasuk perdana menteri yang berasal dari partai peserta
pemilu dapat ikut menjadi calon partai secara formal.Organisasai politik yang
dapat ikut pemilu adalah parpol yang pada saat pemilu sudah ada dan diakui
mempunyai wakil di DPR/DPRD.Pemilu 1971 diikuti oleh 58.558.776pemilih
untuk memilih 460 orang anggota DPR dimana 360 orang anggota dipilih dan
100 orang diangkat. Diikuti oleh 10 organisasi peserta pemilu yaitu Partai
Golongan Karya (236 kursi), Partai Nahdlatul Ulama (58 kursi), Partai
Muslimin Indonesia (24 kusi), Partai Nasional Indonesia (20 kursi), Partai
Kristen Indonesia (7 kursi), Partai Katolik (3 kursi), Partai Islam Perti (2 kursi),
Partai Murba dan Partai IPKI (tak satu kursipun).

2. Pemilu 1977
Sebelum dilaksanakan Pemilu 1977 pemerintah bersama DPR
mengeluarkan UU No.3 tahun 1975 yang mengatur mengenai penyederhanaan
jumlah partai sehingga ditetapkan bahwa terdapat 2 partai politik (PPP dan PDI)
serta Golkar. Hasil dari Pemilu 1977 yang diikuti oleh 3 kontestan
menghasilkan 232 kursi untuk Golkar, 99 kursi untuk PPP dan 29 kursi untuk
PDI.

3. Pemilu 1982
Pelaksanaan Pemilu ketiga pada tanggal 4 Mei 1982. Hasilnya perolehan
suara Golkar secara nasional meningkat. Golkar gagal memperoleh
kemenangan di Aceh tetapi di Jakarta dan Kalimantan Selatan Golkar berhasil
merebut kemenangan dari PPP. Golkar berhasil memperoleh tambahan 10 kursi
sementara PPP dan PDI kehilangan 5 kursi.

4. Pemilu 1987
Pemilu tahun 1987 dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987. Hasil dari
Pemilu 1987 adalah:

8|Page
- PPP memperoleh 61 kursi mengalami pengurangan 33 kursi dibanding
dengan pemilu 1982 hal ini dikarenakan adanya larangan penggunaan
asas Islam (pemerintah mewajibkan hanya ada satu asas tunggal yaitu
Pancasila) dan diubahnya lambang partai dari kabah menjadi bintang.
- Sementara Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi
299 kursi.
- PDI memperoleh kenaikan 40 kursi karena PDI berhasil membentuk
DPP PDI sebagai hasil kongres tahun 1986 oleh Menteri Dalam Negeri
Soepardjo Rustam.

5. Pemilu 1992
Pemilu tahun 1992 diselenggarakan pada tanggal 9 Juni 1992 menunjukkan
perubahan yang cukup mengagetkan. Hasilnya perolehan Golkar menurun dari
299 kursi menjadi 282 kursi, sedangkan PPP memperoleh 62 kursi dan PDI
meningkat menjadi 56 kursi.

6. Pemilu 1997
Pemilu ke enam dilaksanakan pada 29 Mei 1997. Hasilnya:
a. Golkar memperoleh suara mayoritas perolehan suara mencapai 74,51 %
dengan perolehan kursi 325 kursi.
b. PPP mengalami peningkatan perolehan suara sebesar 5,43 % dengan
perolehan kursi 27 kursi.
c. PDI mengalami kemerosotan perolehan suara karena hanya mendapat 11
kursi di DPR. Hal ini disebabkan karena adanya konflik internal dan
terpecah antara PDI Soerjadi dan PDI Megawati Soekarno Putri.

Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan


kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung
secara tertib dan dijiwai oleh asas LUBER (Langsung, Umum, Bebas, dan
Rahasia).Kenyataannya pemilu diarahkan pada kemenangan peserta tertentu yaitu
Golongan Karya (Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu 1971-1997. Kemenangan
Golkar yang selalu mendominasi tersebut sangat menguntungkan pemerintah dimana
terjadi perimbangan suara di MPR dan DPR. Perimbangan tersebut memungkinkan
Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode pemilihan. Selain

9|Page
itu, setiap Pertangungjawaban, Rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari
pemerintah selalu mendapat persetujuan dari MPR dan DPR tanpa catatan.

d. Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat dengan


disaksikan oleh wakil PBB pada tanggal 2 Agustus 1969.

Kebijakan lain yang di ambil pemerintah Orde baru adalah menetapkan


peran ganda ABRI yang di kenal dengan Dwifungsi ABRI.ABRI tidak
hanya berperan dalam bidang pertahanan dan keamanan Negara tetapi juga berperan
di bidang politik.Hal terbukti dari banyaknya anggota ABRI yang ternyata memegang
jabatan sipil seperti walikota,bupati dan gubenur bahkan ABRI memiliki jatah di
keanggotaan MPR/DPR.Alasan yang mendasari kebijakan tersebut tertuang dalam
pasal 27 ayat (1)UUD 1945. Pasal tersebut mengemukakan bahnwa “segala warga
Negara bersama kedudukankannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya.Bukan hanya pada bidang politik pemerintahan,ternyata
kedudkan ABRI dalam masyarakat Indonesia juga merambat di sector
ekonomi.Banyak anggota ABRI menjadi kepala skepala BUMN maupun
komisaris di berbagai perusahaan swasta.

e. Kembali menjadi anggota PBB


Indonesia kembali menjadi anggota PBB dikarenakan adanya desakan dari
komisi bidang pertahanan keamanan dan luar negeri DPR-GR terhadap
pemerintah Indonesia. Pada tanggal 3 Juni 1966 akhirnya disepakati bahwa
Indonesia harus kembali menjadi anggota PBB dan badan-badan internasional
lainnya dalam rangka menjawab kepentingan nasional yang semakin mendesak.
Keputusan untuk kembali ini dikarenakan Indonesia sadar bahwa ada banyak
manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi anggota PBB pada tahun 1950-
1964. Indonesia secara resmi akhirnya kembali menjadi anggota PBB sejak
tanggal 28 Desember 1966.

f. Pendirian ASEAN (Association of South-East Asian Nations).

10 | P a g e
Indonesia menjadi pemrakarsa didirikannya organisasi ASEAN pada tanggal 8
Agustus 1967. Masih di bidang politik, pemerintah Orde Baru sangat mengontrol
kebebasan berpendapat meskipun dalam UUD menjamin hal ini. Mahasiswa yang
sangat aktif berdemonstrasi kini tidak bebas lagi. Normalisasi Kehidupan Kampus
(NKK) sejak tahun 1978, membungkam suara mahasiswa untuk menyuarakan
aspirasinya. Demikian pula dengan kebebasan pers yang merupakan salah satu faktor
penting dalam demokrasi. Pers yang terlalu memberitakan masalah sensitif atau
masalah yang dianggap membahayakan keberlangsungan Orde Baru akan dibredel
(dicabut izinnya)

Dampak Positif Kebijakan Politik Pemerintahan Orde Baru


 Pemerintah mampu membangun pondasi yang kuat bagi kekuasaan lembaga
kepresidenan yang membuat semakin kuatnya peran Negara dalam masyarakat.
Situasi keamanan pada masa ORBA relatif aman dan terjaga dengan baik
karena pemerintah mampu mengatasi semua tindakan dan sikap yang dianggap
bertentangan dengan Pancasila. Dilakukan peleburan partai dimaksudkan agar
pemerintah dapat mengontrol parpol.

Dampak Negatif dari Kebijakan Politik Pemerintah Orde Baru


 Terbentuk pemerintahan orde baru yang bersifat otoriter, dominatif, dan
sentralis.
 Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan masyarakat, berbangsa
dan bernegara termasuk kehidupan politik yang sangat merugikan rakyat.
 Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi yang baik
dan benar kepada rakyat Indonesia. Golkar menjadi alat politik untuk mencapai
stabilitas yang diinginkan, sementara 2 paratai lainnya hanya sebagai boneka
agar tercipta citra sebagai Negara demokrasi.
 Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng untuk
melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam setiap pemilihan
presiden melalui MPR Suharto selalu terpilih.

11 | P a g e
 Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme) sehingga banyak wakil rakyat yang duduk di MPR/DPR yang tidak
mengenal rakyat dan daerah yang diwakilinya.
 Kebijakn politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung KKN.
 Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi kehidupan bebangsa
dan benegara bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya masyarakat yang
berperan besar terisi oleh personel TNI dan Polri. Dunia bisnis tidak luput dari
intervensi TNI/Polri.
 Kondisi politik lebih payah dengan adnya upaya penegakan hukum yang sangat
lemah. Dimana hukum hanya diciptakan untuk keuntungan pemerimtah yang
berkuasa sehingga tidak mampu mengadili para konglomerat yang telah
menghabisi uang rakyat.

3) Sosial
Pemerintah Orde Baru memperluas kekuasaan mereka atas kehidupan sosial
masyarakat melalui tentara. TNI memiliki struktur organisasi yang menempatkan mereka
sampai ke desa-desa. Dengan struktur ini, TNI mengawasi dan mempengaruhi seluruh
kehidupan sosial warga negaranya. Tidak mengherankan TNI bisa menyusup ke dalam
kelompok-kelompok sosial untuk memastikan bahwa mereka tidak membahayakan
negara. Sementara karena masyarakat semakin lama semakin tidak memiliki kesadaran
politik, maka hubungan sosial antar sesama warga bersifat steril terhadap politik.

4) Kebudayaan
Pemerintah Orde Baru mendefinisikan kebudayaan nasional sebagai puncak-puncak
kebudayaan daerah. Dengan demikian, kebudayaan daerah yang dianggap bertentangan
atau membahayakan kebudayaan nasional akan dihapus atau dilarang. Pemerintah juga
mengontrol kerja dan produksi kebudayaan. Seniman tidak bisa seenaknya
mengahasilkan karya seni. Karya seni yang membahayakan Pancasila dan UUD akan
dilarang. Demikian pula dengan pementasan drama atau teater. Semuanya harus ada izin
tertulias dari aparat keamanan. Selain itu isi pementasan atau isi puisi harus dikontrol.

12 | P a g e
5) Ekonomi
Untuk menanggulangi keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan masa
Demokrasi Terpimpin, pemerintah menempuh cara:
a. Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaruan
Kebijakan ekonomi, keuangan dan pembangunan.
b. MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program penyelamatan,
program stabilitas dan rehabilitasi, serta program pembangunan. Langkah-langkah
yang diambil Kabinet AMPERA mengacu pada TapMPRS tersebut adalah sebagai
berikut:
o Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang
menyebabkan kemacetan.
o Debirokratisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian.
o Berorientasi pada kepentingan produsen kecil. Untuk melaksanakan langkah-
langkah penyelamatan tersebut maka ditempuh cara:
1. Mengadakan operasi pajak
2. Cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan dengan
menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
3. Penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta
menghapuskan subsidi bagi perusahaan negara.
4. Membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor. Seluruh perencanaan
dan pembangunan ekonomi dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah.
Masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam perencanaan pembangunan. Rakyat
hanya menjadi objek atau sasaran pembangunan. Untuk memajukan
perekonomian nasional, pemerintah terus memajukan pembangunan di berbagai
sektor, termasuk sektor pertanian. Kebijakan modernisasi pertanian pada masa
Orde baru dikenal dengan sebutan Revolusi Hijau. Revolusi Hijau merupakan
perubahan cara bercocok tanam daricara tradisional ke cara modern. Revolusi
Hijau (Green Revolution) merupakan suatu revolusi produksi biji-bijian dari
hasil penemuan-penemuan ilmiah berupa benih unggul baru dari berbagai
varietas, gandum, padi, dan jagung yang mengakibatkan tingginya hasil panen
komoditas tersebut.

13 | P a g e
Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menggalakkan revolusi
hijau ditempuh dengan cara:
- Intensifikasi Pertanian
Intensifikasi Pertanian di Indonesia dikenal dengan nama Panca Usaha Tani
yang meliputi:
 Pemilihan bibit unggul
 Pengolahan tanah yang baik
 Pemupukan
 Irigasi
 Pemberantasan hama
- Ekstensifikasi Pertanian
Ekstensifikasi pertanian, yaitu Memperluas lahan tanah yang dapat ditanami
dengan pembukaan lahan-lahan baru.
- Diversifikasi Pertanian
Usaha penganeka-ragaman jenis tanaman pada suatu lahan pertanian melalui
sistem tumpang sari.
- Rehabilitasi Pertanian
Merupakan usaha pemulihan produktivitas sumber daya pertanian yang kritis,
yang membahayakan kondisi lingkungan, serta daerah rawan dengan maksud
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah tersebut.
6) Pertahanan dan Keamanan
Guna menciptakan stabilitas politik maka pemerintah menempatkan peran ganda bagi
ABRI yaitu sebagai peran hankam dan sosial. Sehingga peran ABRI dikenal dengan
Dwifungsi ABRI. Peran ini dilandasi dengan adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara
pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan Polri dalam pemerintahan adalah sama
di lembaga MPR/DPR dan DPRD mereka mendapat jatah kursi dengan pengangkatan.
Pertimbangan pengangkatannya didasarkan pada fungsi stabilisator dan dinamisator.
Peran dan kedudukan ABRI semacam tidak hanya mengukuhkan kekuatan pengaruh
ABRI dalam penyelenggaraan Negara, tetapi juga mengamankan kekuasaan Orde Baru
itu sendiri. Tentara selama masa Orde Baru adalah sebagai alat kekuasaan bagi
pemerintah Orde Baru.

14 | P a g e
7) Agama
Selama masa Orde Baru, hanya 5 agama saja yang diperbolehkan hidup dan
berkembang di kalangan masyarakat sedangkan agama-agama lain dilarang. Orang yang
tidak beragama pun dilarang, jadi semua orang harus beragama, tetapi agamanya harus
salah satu dari kelima agama yang diperbolehkan. Pemerintah juga mengawasi praktik-
praktik keagamaan setiap agama. Praktik keagamaan yang membahayakan keamanan
atau bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 akan ditindak dengan keras.

8) Pendidikan dan Kesehatan


Orde Baru harus mengahadapi masalah-maslah sosial yang lebih besar daripada yang
dihadapi para reformis dimasa politik Etis. Hal ini terjadi sebagian karena Belanda gagal
menyelesaikan masalah-masalah ini beberapa dekade sebelumnya, dan sebagian lagi
karena berlalunya waktu dan pergolakan yang terjadi sejak penahlukan Jepang membuat
masalah tersebut kin kompleks. Belanda gagal memenuhi kesejahteraan bangsa yang
pada tahun 1930 berpenduduk 60,7 juta. Karena kelalaian selama beberapa dekade lalu
dan mndesaknya kebutuhan untuk lebih dahulu mengendalikan ekonomi bangsa ditahun-
tahun setelah 1965, maka mungkin tak mengejutkan jika pemerintahan Orde Baru
awalnya tidak mampu berkontribusi banyak dalam memenuhi kesejahteraan
penduduknya, yang pada sensus tahun 1971 telah mencapai 119,2 juta jiwa dan 147,3
jutapada tahun 1980.
Standar kesehatan dan pendidikan masih rendah, tetapi jauh lebih baik daripada di
zaman Belanda. Pada tahun 1974, trdapat 6.221 dokter. Di Jawa terdapat satu dokter
untuk setiap 21,7 ribu penduduk dan diluar pulau Jawa terdapat satu dokter untuk setiap
17,9 ribu ( angka ini tidak berarti akses untuk mendapatkan dokter lebih mudah disana,
karena penduduk tersebar ditempat yang saling berjauhan). Sensus tahun 1971
menunjukkan bahwa tingkat melek huruf bagi anak yang berusia 10 tahun adalah 72%
dikalangan laki-laki dan 50,3% pada perempuan. Tetapi secara umum kualitas sistem
sekolah telah menurun sejak tahun 1950-an, sehingga angka melek huruf ini tidak bisa
dianggap sebagai bukti bhwa pendidikan formal sudah cukup tersedia. Pada tahun 1973,
walaupun 57% (11,8 juta) dari penduduk yang berusia 7-12 tahun duduk disekolah dasar,
namun masih tersisa sekitar 8.9 juta dalam kelompok ini ynag tidak berpendidikan.

Pada tingat perguruan tinggi, pemerintahan ndonesia mampu melampaui rekor yang
dicapai Belanda. Namun, pada tahun 1973, hanya sekitar seperempat dari 1% penduduk

15 | P a g e
(329.300) yang terdaftar dilembaga perguruan tinggi negeri dan swasta, 117.600
diantaranya terdaftar di Universitas atau lembaga perguruan tinggi negeri. Jumlah ini
agak rendah, tetapi jumlah lulusannya lebih banyak daripada yang bisa dipekerjakan
negara, kerena faktanya tingkat pengangguran bagi lulusan kian bertambah. Kualitas
pendidikan pada tingkat perguruan tinggi ini juga menuai kririk. Pemerintah baru mampu
membuat kemajuan besar dibidang kesehatan dan pendidikan dipertengahan tahun 1970-
an.

D. Latar Belakang dan Penyebab Jatuhnya Orde Baru

Di balik kesuksesan pembangunan di depan, Orde Baru menyimpan beberapa


kelemahan. Selama masa pemerintahan Soeharto, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN) tumbuh subur. Kasus-kasus korupsi tidak pernah mendapat penyelesaian hukum
secara adil. Pembangunan Indonesia berorientasi pada pertumbuhan ekonomi sehingga
menyebabkan ketidak adilan dan kesenjangan sosial. Bahkan, antara pusat dan daerah
terjadi kesenjangan pembangunan karena sebagian besar kekayaan daerah disedot ke pusat.
Akhirnya, muncul rasa tidak puas di berbagai daerah, seperti di Aceh dan Papua. Di luar

16 | P a g e
Jawa terjadi kecemburuan sosial antara penduduk lokal dengan pendatang (transmigran)
yang memperoleh tunjangan pemerintah.

Penghasilan yang tidak merata semakin memperparah kesenjangan sosial. Pemerintah


mengedepankan pendekatan keamanan dalam bidang sosial dan politik. Pemerintah
melarang kritik dan demonstrasi. Oposisi diharamkan rezim Orde Baru. Kebebasan pers
dibatasi dan diwarnai pemberedelan koran maupun majalah. Untuk menjaga keamanan atau
mengatasi kelompok separatis, pemerintah memakai kekerasan bersenjata. Misalnya,
program ”Penembakan Misterius” (Petrus) atau Daerah Operasi Militer (DOM).

Kelemahan tersebut mencapai puncak pada tahun 1997–1998. Penyebab utama


runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun
1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang
melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan
rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok
menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh
mahasiswa.

Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.
Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu
terjadi peristiwa Trisakti, yaitu meninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat
bentrok dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya
Lesmana, Hery Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang
gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai “Pahlawan Reformasi”. Menanggapi aksi
reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII
menjadi Kabinet Reformasi.

Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU
Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UUAnti monopoli, dan UU
Anti korupsi. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14
menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan
tersebut menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Akhirnya pada tanggal
21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI

17 | P a g e
dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai
berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
BAB. III

PENUTUP

A.Kesimpulan

B. Saran

18 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/9672840/Makalah_Orde_Baru

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.academia.edu/28991
712/MAKALAH_ORDE_BARU.docx&ved=2ahUKEwjf3PTT6PnkAhWZT30KHcBbA4Y
QFjABegQIBxAC&usg=AOvVaw3eUn1lD1Av0qi98SJY-xhT&cshid=1569890246179

19 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai