“ (BAWANG PUTIH)”
Dosen Pengampu :
Asisten Dosen :
Di Susun Oleh:
UNIVERSITAS JAMBI
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Bawang putih sebenarnya berasal dari Asia Tengah, diantaranya Cina dan
Jepang yang beriklim subtropik. Dari sini bawang putih menyebar ke seluruh
Asia, Eropa, dan akhirnya ke seluruh dunia. Di Indonesia, bawang putih dibawa
oleh pedagang Cina dan Arab, kemudian dibudidayakan di daerah pesisir atau
daerah pantai. Seiring dengan berjalannya waktu kemudian masuk ke daerah
pedalaman dan akhirnya bawang putih akrab dengan kehidupan masyarakat
Indonesia. Peranannya sebagai bumbu penyedap masakan modern sampai
sekarang tidak tergoyahkan oleh penyedap masakan buatan yang banyak kita
temui di pasaran yang dikemas sedemikian menariknya (Syamsiah dan Tajudin,
2003).
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Liliales 8
Suku : Liliaceae
Marga : Allium
Bawang putih (Allium sativum L.) adalah herba semusim berumpun yang
mempunyai ketinggian sekitar 60 cm. Tanaman ini banyak ditanam di ladang-
ladang di daerah pegunungan yang cukup mendapat sinar matahari (Syamsiah dan
Tajudin, 2003).
a. Daun
Berupa helai-helai seperti pita yang memanjang ke atas. Jumlah daun yang
dimiliki oleh tiap tanamannya dapat mencapai 10 buah. Bentuk daun pipih rata,
tidak berlubang, runcing di ujung atasnya dan agak melipat ke dalam (arah
panjang/membulur).
b. Batang
c. Akar
Terletak di batang pokok atau di bagian dasar umbi ataupun pangkal umbi yang
berbentuk cakram. Sistem perakarannya akar serabut, pendek, menghujam ke
tanah, mudah goyang dengan air dan angin berlebihan.
Di dekat pusat pokok bagian bawah, tepatnya diantara daun muda dekat pusat
batang pokok, terdapat tunas, dan dari tunas inilah umbi-umbi kecil yang disebut
siung muncul. Hampir semua daun muda yang berada di dekat pusat batang pokok
memiliki umbi. Hanya sebagian yang tidak memiliki umbi (Syamsiah dan
Tajudin, 2003).
2.1.4 Kandungan dan Manfaat Bawang Putih (Allium sativum L)
Secara klinis, bawang putih telah dievaluasi manfaatnya dalam berbagai hal,
termasuk sebagai pengobatan untuk hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes,
rheumatoid arthritis, demam atau sebagai obat pencegahan atherosclerosis, dan
juga sebagai penghambat tumbuhnya tumor. Banyak juga terdapat publikasi yang
menunjukan bahwa bawang putih memiliki potensi farmakologis sebagai agen
antibakteri, antihipertensi dan antitrombotik (Majewski, 2014).
Allicin dan komponen sulfur lain yang terkandung di dalam bawang putih
dipercaya sebagai bahan aktif yang berperan dalam efek antibakteri bawang putih.
Zat aktif inilah yang dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri dengan spektrum
yang luas, hal ini telah dievaluasi di dalam banyak penelitian, bahwa bawang
putih memiliki aktivitas antibakteri yang cukup tinggi dalam melawan berbagai
macam bakteri, baik itu bakteri gram negatif maupun bakteri gram positif.
Beberapa bakteri yang telah terbukti memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap
aktivitas antibakteri bawang putih ialah Staphylococcus, Vibrio, Mycobacteria,
dan spesies Proteus (Mikaili, 2013).
Allicin merupakan senyawa yang bersifat tidak stabil, senyawa ini dalam
waktu beberapa jam akan kembali dimetabolisme menjadi senyawa sulfur lain
seperti vinyldithiines dan Diallyl disulfide (Ajoene) yang juga memiliki daaya
antibakteri berspektrum luas, namun dengan aktivitas yang lebih kecil (Dusica,
2011).
4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan karakteristik Fisik Pada Umbi-
umbian yaitu Bawang putih. Umbi bawang putih tersusun dari beberapa siung
yang masing-masing terbungkus oleh selaput tipis yang sebenarnya merupakan
pelepah daun sehingga tampak seperti umbi yang berukuran besar (Rukmana,
1995). Ukuran dan jumlah siung bawang putih bergantung pada varietasnya.
Umbi bawang putih berbentuk bulat dan agak lonjong. Siung bawang putih
tumbuh dari ketiak daun, kecuali ketiak daun paling luar. Jumlah siung untuk
setiap umbi berbeda tergantung pada varietasnya. Bawang putih varietas lokal
biasanya pada setiap umbinya tersusun 15-20 siung (Samadi, 2000).
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa pada pengamatan warna dan rasa, diperoleh
hasil bahwa bawang putih yang diamati berwarna kuning kecoklatan dan berasa
pedas, menyengat, sangat getir, sedikit pahit. Sedangkan pada pengamatan
pengukuran aroma dan bentuk, bawang putih memiliki aroma hambar lalu
dilakukan pemotongan melintang dan membujur pada saat dipotong membujur
aroma bawang putih lebih menyengat dan bawang putih memiliki bentuk bulat
tidak beraturan. Setiap bawang putih tersusun dari sejumlah anak bawang (siung)
dimana setiap siungnnya terbungkus kulit tipis yang berwarna putih (Untari,
2010). Bagian yang dapat di makan dari bawang putih adalah dagingnya dan
bagian yang tidak bisa dimakan adalah kulit tipis putih nya. Daging bawang putih
biasanya digunakan untuk bahan rempah-rempah.
Pada pengamatan berat kotor di peroleh berat 1 buku dan 1 siung adalah
35,52 gr dan 5,51 gram. Sedangkan berat bersih yang diperoleh 1 buku sebesar
33,52 gr dan berat 1 siung 5,37 gr. Hal ini menunjukkan perbedaan antara berat
kotor dan berat bersih tidak berbeda jauh. Sedangkan pada pengamatan ukuran,
didapatkan tebal sebesar 1,8 cm, panjang sebesar 2,6 cm dan tinggi sebesar 1,7
cm.
Selama pengamatan ini bawang putih yang telah dikupas terjadi pencoklatan
pada menit ke 45:47 detik. Reaksi ini dapat terjadi bila jaringan tanaman
terpotong, terkupas dan karena kerusakan secara mekanis yang dapat
menyebabkan kerusakan integritas jaringan tanaman. Hal ini menyebabkan enzim
dapat kontak dengan substrat yang biasanya merupakan asam amino tirosin dan
komponen fenolik seperti katekin, asam kafeat, dan asam klorogena sehingga
substrat fenolik pada tanaman akan dihidroksilasi menjadi 3,4-dihidroksi
fenilalanin (dopa) dan dioksidasi menjadi kuinon oleh enzim phenolase.
Pencoklatan enzimatis pada bahan pangan memiliki dampak yang merugikan.
Dampak merugikannya adalah mengurangi kualitas produk bahan pangan segar
sehingga dapat menurunkan nilai ekonomisnya. Perubahan warna ini tidak hanya
mengurangi kualitas visual tetapi juga menghasilkan perubahan rasa serta
hilangnya nutrisi. Reaksi pencoklatan ini dapat menyebabkan kerugian perubahan
dalam penampilan dan sifat organoleptik dari makanan serta nilai pasar dari
produk tersebut. Kecepatan perubahan pencoklatan enzimatis pada bahan pangan
dapat dihambat melalui beberapa metode berdasarkan prinsip inaktivasi enzim,
penghambatan reaksi substrat dengan enzim, penggunaan chelating agents,
oksidator maupun inhibitor enzimatis. Adapun cara konvensional yang biasa
dilakukan adalah perlakuan perendaman bahan pangan dalam air, larutan asam
sitrat maupun larutan sulfit (Wiley-Blackwell, 2012).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Basjir, Erlinda T., 2012. Uji Bahan Baku Antibakteri Dari Buah Mahkota Dewa
(Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) Hasil Radiasi Gamma dan
Antibiotik Terhadap Bakteri Patogen; hlm 168-174. ISSN 1411-2213.
Majewski M. 2014. Allium sativum: Facts and Myths Regarding Human Health. J
Natl Ins Public Health. 65 (1): 1-8.
Syamsiah dan Tajudin, 2003. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih. Jakarta :
Agromedia Pustaka.
Wiley, Blackwell 2012. Stabilitas Warna Ekstrak Buah Merah (Pandanus
conoideus) Terhadap Pemanasan Sebagai Sumber Potensial Pigmen
Alami. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Jurnal
Teknologi Pertanian, 13(3): 157-168.
LAMPIRAN