Anda di halaman 1dari 30

KANKER PARU

A. TINJAUAN TEORI
1. Defenisi
a. Kanker
Kanker adalah suatu pertumbuhan sel-sel abnormal yang
cenderung menginvasi jaringan di sekitarnya dan menyebar ke tempat-
tempat jauh. Terdapar beberapa kategori kanker
Kanker adalah pertumbuhan sel abnormal yang cenderung
menyerang jaringan disekitarnya dan menyebar ke organ tubuh lain
yang letaknya jauh. Kanker terjadi karena profilerasi sel tak terkontrol
yang terjadi tanpa batas dan tanpa tujuan bagi pejamu. Istilah kanker
menagcu pada lebih dari 100 bentuk penyakit. Meskipun setiap kanker
memiliki ciri unik, kanker muncul melalui beberapa proses yang sama
yang pada akhirnya bergantung pada perubahan genetik secara krusial.
(elizabeth, 2008)
1) PENANDA SEL TUMOR
Sebagian sel kanker mengeluarkan penanda (Marker) sel
tumor. Penanda tersebut adalah zat spesifik yang disekresikam oleh
tumor kedalam darah, urine atau cairan spinalis orang yang
mengidap kanker. Penanda sel tumor mungkin merupakan antigen
spesifik yang terdapat di sel kanker. Sebagian antigen tumor serupa
denagn antigen janin dan disebut antigen janin dan disebut antigen
onkofetal (“onko” berarti tumor). Karena antigen janin sering tidak
mencetuskan respon imun, antigen janin tersebut menyamarkan
tumor dari sintem imun penjamu. Penanda sel tumor bahkan dapat
mencakup fragmen DNA yang dapat dideteksi, dengan teknin
pengukuran yang sangat sensitif, dalam sirkulasi jika dihasilkan
secar berlebihan oleh tumor tertentu.
2) DAMPAK KLINIS PENANDA SEL TUMOR
Penanda sel tumor secara klinis penting karna dapat dijadikan
alat untuk mendeteksi sel kanker tertentu, dan perkembangan dapat
diikuti sebelum, selama, dan setelah pengobatan. Misalnya, apabila
ditemukan adanya penanda sel tumor spesifik pada seorang pasien,
maka kanker diperkirakan diderita oleh pasien tersebut sehingga
diperlukan evaluasi diagnostig lebih lanjut.
3) CONTOH PENANDA SEL TUMOR
Contoh penanda sel tumor adalah :Alfa fetoprotein untuk
kanker hati dan yolk sac (ovarium dan testis)
a) Antigen karsinoembrionik untu kanker kolorektum
b) HCG (human chorionic gonadotropin) untuk banyak tumor,
termasuk koriokarsinoma (biasanya kanker rahim)
c) Fosfatasea asam dan antigen spesifik prostat (prostate speciftic
antigen, PSA) untuk kanker prostat
d) Imunoglobulin monoklonal (satu subtipe antibodi) untuk
melanoma multipe
e) CA-125, sebuah protein yang dilepaskan dari organ reproduksi
wanita dan dari lapisan kavum toraks dan rongga peritoneum.
Protein ini meningkat jumlahnya pada jaringn yang meradang
atau cedera dan sebagian penanda untuk kanker ovarium.
4) DISKRIPSI PERTUMBUHAN DAN PENYEBARAN TUMOR
Pertumbuhan dan penyebaran tomor seringkali dideskripsikan
secara klinis; beberapa istilah berbeda yang digunakn, dijelaskan
dibawah ini

1. Derajat (grading) : penilaian tumor berdasarkan derajat


anaplasia yang diperlihatkannya. Sebagai contoh, sel yang
kurang berdiferensiasi (yang sanat anaplastik) menandakan
tingkat tinggi
2. Stadium (staging) : keputusa klinis yang berkaitan dengan
ukuran tumor, derajat invasi lokal yang telah terjadi, dan
derajat penyebarannya ketempat-tempat yang jauh pada
individu tertentu.
3. Waktu penggandaan (dobling time) : perkiraan jumlah waktu
rerata yang diperlukan untuk pembelahan sel-sel tumor. Sel-
sel tumor yang cepat membelah memiliki waktu penggandaan
yang singkat.

Tumor dapat tumbuh hanya secara lokal atau dapat menyebar ke


tempat-tempat jauh melalui proses yang dinamakan metastasis.
Metastasis inilah yang akhirnya mengantarkan seseorang pada
kematian.
Kategori kanker:
1. Tumor diindentifikasi berdasarkan jaringan asal, tempat mereka tumbuh.
Akhiran “oma’ biasanya ditambahkan ke istilah jaringn untuk
mengidentifikasi suatu kaker.
2. KARSINOMA adalah kanker jaringn epitel, termasuk sel-sel kulit, testis,
ovarium, kelenjar penghasil mucus, sel penghasil melanin, payudara,
serviks, kolon, rectum, lambung, pangkreas dan esophagus karsinoma in
situ adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan sel epitel abnormal
yang masih terbatas di daerah tertentu sehingga masih dianggap lesi
prainvasif.
3. LIMFOMA adalah kanker jaringn limfe yang mencakup kapiler limfe,
lacteal, limpa, berbagai kelenjar limfe, dan pembuluh limfe. Timus dan
sumsum tulang juga dapat dipengaruhi. Limfoma spesifik antara lain
adalah penyakit Hodgkin (kanker kelenjar limfe dan limpa) dan limfoma
malignum
4. SARKOMA adalah kanker jaringn ikat, termasuk sel-sel yang ditemukan
di otot dan tulang
5. GLIKOMA adalah kanker sel-sel glia (penunjang) di susunan saraf pusat

b. Kanker paru
Kanker paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price,
Patofisiologi, 1995). Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel –
sel yang mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi,
2000).
Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak
terkendali dalm jaringan paru-paru dapat disebabkan oleh sejumlah
karsinogen, lingkungan, terutama asap rokok.( Suryo, 2010)
Terdapat 4 jenis umum kanker paru: tiga karsinoma sel besar dan
satu karsinoma sel kecil. Karsinoma sel besar adalah karsinoma sel
skuamosa, adenokarsinoma sel besar.
Karsinoma sel skuamosa sebanyak 30% dari kanker paru. Kanker
ini jelas berkaitan dengan asap rokok dan pajanan dengan toksin-toksin
lingkungan, seperti asbestosdan komponen polusi udara. Tumor sel
skuamosa biasanya terletak di bronkus pada sisi tempat bronkus masuk
ke paru, yang disebut hilus, yang kemudian meluas kebawah ke
bronkus. Karena bronkus pada derajat tertentu mengalami obstruksi,
dapat terjadi atelektasis absorpsi dan pneumonia, serta penurunan
kapasitas ventilasi. Tumor ini tumbuh retif lambat dan memiliki
prognosis yang paling baik, yaitu kemungkinan hidup lima tahun jika
didiagnosos sebelum metastasis.
Adenokarsinoma adalah jenis kanker paru yang berasal dari
kelenjar paru. Tumor ini biasanya terjadi dibagian perifer paru,
termasuk bronkiolus terminal dan alveolus. Kanker Jenis ini terhitung
sekitar 30% dari kanker paru dan lebih tinggi diantara wanita.
Adenokarsinoma biasanya berukuran keci dan tumbuh lambat, tetapi
bermetastasis secara dini dan angka bertahan hidup sampai 5 tahunnya
buruk.
Kanker sel besar Takberdiferensiasi sangat anaplastik dan cepat
bermetastasis. Tumor ini sekitar 10-15% dari semua kanker paru,
sering terjadi di bagian perifer dan meluas kearah pusat paru. Tumor
ini berkaitan erat dengan merokok dan dapat menyebabkan nyeri dada.
Kanker jenis ini mamiliki prognosis berthan hidup yang sangat buruk.
Karsinoma sel kecil sekitar 25% dari semua sel kanker paru.
Tumor jenis ini juga disebut sebagi karsinoma oat cell dan biasanya
tumbuh dibagian tengah paru. Karsinoma sel kecil sejenis tumor yang
bersifat sangat anaplastik, atau embrionik, sehingga memperlihatkan
insiden metastasis yang tinggi. Tumor ini sering merupakan tempat
produksi tumor ektopik dan dapat menyebabkan gejala awal
berdasarkan gangguan endokrin. Metastasis paru yang timbul ada
tumor ini juga disebabkan obstruksi aliran udara. Tumor jenis ini
mungkin merupakn jenis yang paling sering dijumpai pada perokok,
dan memiliki prognosis paling buruk. (elizabeth, 2008)
Pembagian praktis untuk tujuan pengobatan :
1. Small Cell Lung Cancer (SCLC)
Gambaran histologinya yang khas adalah dominasi sel-sel
kecil yang hampir semuanya diisi oleh mucus dengan sebaran
kromatin yang sedikit sekali tanpa nucleoli. Disebut juga “oat cell
carcinoma” karena bentuknya mirip dengan bentuk biji gandum,
sel kecil ini cenderung berkunpul sekeliling pembuluh darah halus
menyerupai psedoroset. Sel-sel yang bermitosis banyak sekali
ditemukan begitu juga gambaran nekrosis. DNA yang terlepas
menyebabkan warna gelap disekitar pembuluh darah
2. Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC) karsinoma skuamosa,
adeno karsinoma, karsinoma sel besar.
Karsinoma sel skuamosa/karsinoma bronkogenik.
Karsinoma sel skuamosa berciri khas proses keratisasi dan
pembentukan “bridge” intraseluler, studi sitologi memperlihatkan
perubahan yang nyata dari dysplasia skuamosa ke karsinoma insitu
Klasifikasi histologist WHO 1999 untuk tumor paru dan tumor pleura :
Epithelia tumors
1. Benign
2. Preinsasive
3. Malignant
4. Large cell carcinoma
5. Adenosquamous carcinoma
6. Carcinoma woth pleomorphic sarcomatoid or sarcomatous element
7. Carcinoid tumor
8. Carcinomas of salicary gland tyepe
Gambaran klinis kanker paru
1. Metastasis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-
gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti psien dalam stadium
lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat :
a) Lokal (tumor setempat)
1. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
2. Hemoptisis
3. Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas
4. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
5. Aelektasis
6. Invasi local
1. Nyeri dada
2. Dispnea karena efusi pleura
3. Invasi ke pericardium terjadi temponade atau aritmia
4. Sindrom vena cava superior
5. Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
6. Suara sesak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
7. Syndrome Pancoasta karena invasi pada pleksus brakialis dan
saraf simpatis servikalis
8. Gejala penyakit metastasis
1. Pada otak, tulang, hati, adrenal
2. Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering
menyertai metastasis
3. Sindrom Paraneoplastik : Terdapat pada 10% kanker paru,
dengan gejala
1. Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
2. Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
3. Hipertrofi : osteoartropati
4. Neurologic : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
5. Neuromiopati
6. Endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid
(hiperkalsemia)
7. Dermatologi : eritema multiform, hyperkeratosis, jari
tabuh
8. Renal : syndrome of inappropriate andiuretic hormone
(SIADH)
9. Asimtomatik denagn kelainan radiologis

2. Etiologi
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui,
tetapi ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam
peningkatan insiden kanker paru :
1) Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan
statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih
dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma
bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh
kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok
berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan
kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun.
Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau
rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
2) Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di
Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 %
meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan
radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen
etiologi operatif.
3) Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan
karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja
pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang
bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami
peningkatan insiden.
4) Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru
yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun
telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam
atmosfer di kota. ( Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).
5) Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam
kanker paru, yakni :
a. Proton oncogen.
b. Tumor suppressor gene.
c. Gene encoding enzyme.
Teori Onkogenesis.
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor
tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen
supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau
penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya,
tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti
apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed
cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel
sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat
pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan
penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran
kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.
6) Diet.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan
vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru. (Ilmu
Penyakit Dalam, 2001).
3. Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan
oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa
timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus
vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus
yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan
diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat
berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing
unilateral dapat terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan
adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke
struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka.

4. Manifestasi klinis
Pada waktu masih dini gejala sangat tidak jelas utama seperti batuk
lama dan infeksi saluran pernapasan. Oleh karena itu pada pasien dengan
batuk lama 2 minggu sampai 1 bulan harus dibuatkan foto X dengan gejala
lain dyspnea, hemoptoe, febris, berat badan menurun dan anemia. Pada
keadaan yang sudah berlanjut akan ada gejala ekstrapulmoner seperti
nyeri tulang, stagnasi (vena cava superior syndroma).
Rata – rata lama hidup pasien dengan kanker paru mulai dari
diagnosis awal 2 – 5 tahun. Alasannya adalah pada saat kanker paru
terdiagnosa, sudah metastase ke daerah limfatik dan lainnya. Pada pasien
lansia dan pasien dengan kondisi penyakit lain, lama hidup mungkin lebih
pendek.
Gejala umum:
1) Batuk : Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor.
Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi
berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan
purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
2) Hemoptisis : Sputum bersemu darah karena sputum melalui
permukaan tumor yang mengalami ulserasi.
3) Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.

5. Klasifikasi
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru
(1977) :
1. Karsinoma Bronkogenik.
a. Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan
epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka
panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Terletak
sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar.
Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan
cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening hilus,
dinding dada dan mediastinum.
b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.
Tumor ini timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari
epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti
hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke
mediastinum dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan
penyebaran hematogen ke organ – organ distal.
c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan
dapat mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer
segmen bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan
jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial
kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe
pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak menunjukkan
gejala – gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh.
d. Karsinoma sel besar.
Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat
buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam –
macam. Sel – sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru -
paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat
ke tempat – tempat yang jauh.
e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
f. Lain – lain.
- Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
- Tumor kelenjar bronchial.
- Tumor papilaris dari epitel permukaan.
- Tumor campuran dan Karsinosarkoma
- Sarkoma
- Tak terklasifikasi.
- Mesotelioma.
- Melanoma. (Price, Patofisiologi, 1995).

6. Stadium kanker
Tabel Sistem Stadium TNM untuk kanker Paru – paru: 1986
American Joint Committee on Cancer.

Tumor Primer (T)


tumor primer tidak dapat ditentukan dengan hasil radiologi dan bronkoskopi
Tx
tetapi sitologi sputum atau bilasan bronkus positif (ditemukan sel ganas)
T0 tidak tampak lesi atau tumor primer
Tis Carcinoma in situ
ukuran terbesar tumor primer ≤ 3 cm tanpa lesi invasi intra bronkus yang
sampai ke proksimal bronkus lobaris
T1
T1a Ukuran tumor primer ≤ 2 cm

T1b Ukuran tumor primer > 2 cm tetapi ≤ 3cm


ukuran terbesar tumor primer > 3 cm tetapi ≤ 7 cm, invasi intrabronkus
dengan jarak lesi ≥ 2 cm dari distal karina, berhubungan dengan atelektasis
atau pneumonitis obstruktif pada daerah hilus atau invasi ke pleura visera.
T2
T2a Ukuran tumor primer > 3cm tetapi ≤ 5 cm
T2b Ukuran tumor primer > 5cm tetapi ≤ 7 cm
Ukuran tumor primer > 7 cm atau tumor menginvasi dinding dada termasuk
sulkus superior, diafragma, nervus phrenikus, menempel pleura mediastinum,
T3 pericardium. Lesi intrabronkus ≤ 2 cm distal karina tanpa keterlibatan karina.
Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif di paru. Lebih
dari satu nodul dalam satu lobus yang sama dengan tumor primer.
Ukuran tumor primer sembarang tetapi telah melibatkan atau invasi ke
mediastinum, trakea, jantung, pembuluh darah besar, karina, nervus laring,
T4
esophagus, vertebral body. Lebih dari satu nodul berbeda lobus pada sisi yang
sama dengan tumor (ipsilateral).
Kelenjar Getah Bening (KGB) regional (N)
Nx Metastasis ke KGB mediastinum sulit dinilai dari gambaran radiologi
N0 Tidak ditemukan metastasis ke KGB
Metastasis ke KGB peribronkus (#10), hilus (#10), intrapulmonary (#10)
N1
ipsilateral
N2 Metastasis ke KGB mediastinum (#2) ipsilateral dan atau subkarina (#7)
Metastasis ke KGB peribronkial, hilus, intrapulmoner, mediastinum
N3
kontralateral dan atau KGB supraklavikula
Metastasis (M)
Mx Metastasis sulit dinilai dari gambaran radiologi
M0 Tidak ditemukan metastasis
Terdapat metastasis jauh

M1a Metastasis ke paru kontralateral, nodul di pleura, efusi pleura ganas,


M1 efusi perikardium

M1b Metastasis jauh ke organ lain (otak, tulang, hepar, KGB leher, aksila,
atau suprarenal

7. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka
harapan hidup klien.
b. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien
maupun keluarga.
d. Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia
pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri
dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan
Keperawatan, 2000)
- Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru
lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara
mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak
terkena kanker.
 Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau
toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy
 Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua
lesi bisa diangkat.
 Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus,
bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi
jamur; tumor jinak tuberkulois.
 Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
 Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau
penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan
dari permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es).
 Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura
viscelaris)
- Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan
kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor
dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan
terhadap pembuluh darah/ bronkus.
- Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor,
untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan
metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.

8. Pemeriksaan diagnostic
a) Radiologi.
1) Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi
dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi
adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi
lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse
pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
2) Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
b) Laboratorium.
1) Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
2) Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi
kebutuhan ventilasi.
3) Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum
pada kanker paru).
c) Histopatologi.
1) Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan
sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
2) Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer
dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
3) Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik
dengan cara torakoskopi.
4) Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening
yang terlibat.
5) Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila
bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya
gagal mendapatkan sel tumor.
d) Pencitraan.
1) CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan
pleura.
2) MRI

9. Patofisiologi
Fungsi sistem jantung ialah menghantarkan oksigen, nutrien,
dan subtansi lain ke jaringan dan membuang produk sisa
metabolisme selular melalui pompa jantung, sistem vaskular
sirkulasi, dan integritas sistem lainnya. Namun fungsi tersebut dapat
terganggu disebabkan oleh penyakit dan kondisi yang
mempengaruhi irama jantung, kekuatan kontraksi, aliran darah
melalui kamar- kamar pada jantung, aliran darah miokard dan
sirkulasi perifer.Iskemia miokard terjadi bila suplai darah ke
miokard dari arteri koroner tidak cukup dalam memenuhi kebutuhan
oksigen organ (Yeni, 2013).
Selain itu, perubahan fungsi pernapasan juga menyebabkan
klien mengalami gangguan oksigenasi.Hiperventilasi merupakan
suatu kondisi ventilasi yang berlebih, yang dibutuhkan untuk
mengeliminasi karbondioksida normal di vena, yang diproduksi
melalui metabolisme seluler.Hipoventilasi
terjadiketikaventilasialveolartidakadekuatmemenuhikebutuhanoksig
entubuh atau mengeliminasi CO2 secara adekuat. Apabila ventilasi
alveolar menurun, maka PaCO2 akan meningkat. Sementara
hipoksia adalah oksigenasi jaringan yang tidak adekuat pada tingkat
jaringan (Guyton & Hall,2007).
10. Pathway Faktor lingkungan (udara, bakteri, virus,
jamur) Masuk melalui saluran nafas atas

Terjadi infeksi dan proses


peradangan

Kontraksi otot-otot polos


Hipersekresi kelenjar
saluran pernafasan
mukosa

Penyempitan saluran
Akumulasi secret berlebih pernafasan

Keletihan otot pernafasan


Secret mengental di jalan
napas

 Dispnea
 Penggunaan otot bantu
Gangguan penerimaan Obstruksi jalan nafas
pernafasan
O2 dan pegeluaran CO2  Fase ekspirasi
memanjang
Ketidakseimbangan  Batuk tidak efektif  Pola nafas abnormal
ventilasi dan perfusi  Tidak mau batuk (takipnea, bradipnea,
 Sputum berlebih hiperventilasi,
 Mengi, wheezing dan kussmaul, cheyne-
 Dispnea atau ronchi kering stokes)
 PCO2  Dyspnea  Ortopnea
meningkat/menurun  Sianosis  Pernafasan cuping
 PO2 menurun  Frekuensi nafas hidung
 Adanya bunyi nafas berubah
tambahan  Pola nafas berubah
 Sianosis
Pola Nafas Tidak Efektif
 Nafas cuping hidung
 Pola nafas abnormal Bersihan Jalan Nafas
(cepat/lambat, Tidak Efektif
regular/ireguler,
dalam/dangkal)

Gangguan Pertukaran
Gas
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian
a. Riwayat :
Perokok berat dan kronis, terpajan terhadpa lingkungan karsinogen,
penyakit paru kronis sebelumnya yang telah mengakibatkan
pembentukan jaringan parut dan fibrosis pada jaringan paru.
b. Pemeriksaan fisik pada pernapasan
Batuk menetap akibat sekresi cairan, mengi, dyspnea, hemoptisis
karena erosi kapiler di jalan napas, sputum meningkat dengan bau tak
sedap akibat akumulasi sel yang nekrosis di daerah obstruksi akibat
tumor, infeksi saluran pernapasan berulang, nyeri dada karena
penekanan saraf pleural oleh tumor, efusi pleura bila tumor
mengganggu dinding par, disfagia, edema daerah muka, leher dan
lengan.
c. Nutrisi :
Kelemahan, berat badan menurun dan anoreksia
d. Psikososial :
Takut, cemas, tanda –tanda kehilangan. Tanda vital Penngkatan suhu
tubuh, takipnea
e. Pemeriksaan diagnostik.
2. Diagnosa keperawatan
1. Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi
bronkial sekunder karena invasi tumor. (D.0001)
2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolar kapiler
ditandai dengan PCO2 meningkat/menurun (D.0003)
3. Pola nafas tidak efektif b.d gangguan neuromuskular ditandai dengan
pola nafas abnormal (takipnea)(D.0005)

4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan saraf


oleh tumor paru.
5. ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan factor biologis yang mengalami kelelahan dan dyspnea
6. intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara umum.
3. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Nic
Noc
1. ketidakefektifan bersihan jalan Status respirasi : kepatenan jalan nafas Manajemen jalan napas
napas berhubungan dengan 1. Kecepatan respirasi (kondisi 1. Membuka jalan napas menggunakan teknik dorongan dengan
obstruksi bronkial sekunder yang dialami pasien / membuka dagu atau rahang
karena invasi tumor. (D.0001) peningkatan yang diharapkan) 2. Melakukan terapy fisik dada, dengan tepat
2. Irama pernapasan (kondisi yang 3. Mengeluarkan secret dengan dorongan batuk atau isapan
dialami pasien / peningkatan 4. Auskultasi suara napas, tidak ada peningkatan atau penurunan
yang diharapkan) ventilasi dan dan keberadaan suara napas
3. Dalamnya pernapasan (kondisi 5. Mengatur bronkodilator dengan tepat
yang dialami pasien / 6. Dorongan pelan, pernapasan dalam dan batuk
peningkatan yang diharapkan) 7. Ajarkan batuk efektif
4. Kemampuan mengeluarkan Peningkatan batuk
sekret 1. Pantau hasil tes pulmonary, terutama kapasitas vital, kekuatan
maksimal inspirasi, kemampuan mengeluarkan volume ekspirasi
dalam 1 detik (FEV1), dan FEV1/FVC dengan tepat
2. Dorong pasien untuk melakukan bebrapa pernapasan dalam
3. Bantu pasien untuk duduk dengan posisi kepala sedikit fleksi, bahu
rilek, dan lutut fleksi
4. Ajarkan pasien mengikuti batuk dengan beberapa tarikan napas
maksimal
Memantau pernapasan
1. Pantau kecepatan, kedalaman, dan usaha pernapasan
2. Catat pergerakan dada, perhatikan kesimetrisan dada, penggunaan
tarikan otot aksesori, supraklavikular, dan otot interkostal
3. Memantau suara pernapasan seperti dengkuraan

2. Setelah dilakukan tindakan asuhan 1. observasi status respirasi


Gangguan pertukaran gas b.d
keperawatan selama 3x24 jam
perubahan membrane alveolar 2. berikan posisi semi fowler
diharapkan masalah Gangguan
kapiler ditandai dengan PCO2
3. berikan terapi oksigen
pertukaran gas teratasi dengan
meningkat/menurun (D.0003)
kriteria hasil: 4. lakukan fisioterapi dada

a. Dyspnea menurun 5. berikan obat inhalasi

b. Napas cuping hidung menurun 6. lakukan pengambilan sampel darah arteri

c. PCO2 membaik

d. PO2 membaik

e. Takikardia menurun

f. pH arteri membaik
3. Setelah dilakukan tindakan 3x24 1. Observasi status respirasi
Pola nafas tidak efektif b.d
jam diharapkan pasien menunjukkan
gangguan neuromuskular 2. Observasi status neurologis
(D.
polapernafasan yang efektif dengan
ditandai dengan pola nafas
000 3. Berikan posisi semi fowler
kriteria hasil:
abnormal (takipnea)
5) 4. Stabilsasi jalan nafas
a. Dyspnea menurun
b. Penggunaan otot bantu nafas 5. Berikan terapi relaksasi otot progresif
menurun
c. Pemanjangan fase ekspirasi
menurun
d. Ortopnea menurun
e. Frekuensi nafas membaik
f. Pernafasan cuping hidung
menurun

4. Gangguan rasa nyaman nyeri Pengendalian nyeri Pemberian analgesic


berhubungan dengan penekanan 1. Mengenal serangan nyeri (kondisi 1. Periksa aturan pemakaian obat, dosis, frekuensi resep analgesic
saraf oleh tumor paru. yang dialami pasien / peningkatan 2. Periksa pengalaman alergi obat
yang diharapkan) 3. Monitor tanda vital sebelum dan sesudah pemberian obat analgesic
2. Menggunakan diary sebagai dosis pertama
pemantau gejala setiap waktu 4. Lakukan tindakan untuk menurangi efek samping analgesic
(kondisi yang dialami pasien / 5. Ajarkan cara menggunakan analgesic, strategi mengurangi efek
peningkatan yang diharapkan) samping, dan harapan untuk melibatkan ketegasan untuk
3. Menggunakan analgesic sesual meringankan nyeri.
anjuran 6. Berkolaborasi dengan dokter jika obat, dosis, rute pemberian atau
4. Menggunakan non analgesic interval penggantian terindikasi,membuat rekomendasi mendasar
Tingkat nyeri yang spesifik pada prinsip ekuianalgesik
1. Lamanya episode nyeri (kondisi Manajemen nyeri
yang dialami pasien / peningkatan 1. Melakukan pengkajian komprehensif terhadap nyeri termasuk lokasi,
yang diharapkan) karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan
2. Ekpresi wajah terhadap nyeri nyeri dan factor penyebab
3. Tekanan otot 2. Mengamati tindakan nonverbal dari ketidaknyamanan
4. Kehilangan nafsu makan 3. Menjamin perhatian pasi4en terhadap penggunaan analgesic
4. Menggunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengelaman nyeri dan menyampaikan penerimaan respon pasien
terhadap nyeri
5. Ketidakseinbangan nutrisi Peningkatan status nutrisi Manajement nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh 1. Toleransi makanan (kondisi yang 1. Tentukan status nutrisi pasien dan kemampuan untuk memenuhi
berhubungan dengan factor dialami pasien / peningkatan kebutuhan nutrisi
biologi yang mengalami yang diharapkan) 2. Ketahui makanan alergi pasien dan intoleransi
kelelahan dan dyspnea 2. Berat badan 3. Tentukan pilihan makanan pasien
3. Serum albumin 4. Bantu pasien untuk menetukan petunjuk atau pyramid makanan
4. Intek nutrisi 5. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrisi yang dibutuhkan
6. Mengatur diet jika dibutuhkan
7. Bantu pasien membuka bungkusan makanan, memotong makanan,
dan makan jika diperlukan
8. Menawarkan nutrisi dengan makanan berat
9. Monitor kalori dan intek makanan
10. Monitor kecendrungan penurunan berat badan dan penambahan berat
Memantau gizi
1. Berat pasien
2. Monitor turgor kulit dan mobilitas pasien
3. Tentukan pola makan
4. Pantau kepucatan, kemerahan dan selaput konjungtiva kering
6. Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas Manajement energy
berhubungan dengan kelemahan 1. Kecepatan respirasi saat 1. Gunakan peralatan yang valid untuk menentukan keletihan jika
secara umum. beraktivitas (kondisi yang terindikasi
dialami pasien / peningkatan 2. Pilih perencanaan peningkatan keletihan dengan berkolaborasi
yang diharapkan) dengan pharmakologi atau nonpharmakologi dengan tepat
2. Denyut nadi saat beraktivitas 3. Tntukan apa dan bagaimana banyaknya aktivitas yang diperlukan
3. Tekanan sistol darah saat untuk membangun daya tahan
beraktivitas 4. Memantau intek nutrisi untuk menjamin keadekuatan sumber energy
4. Tekanan diastole darah saat 5. Konsultasi dengan ahli gizi tetang bagaimana untuk meningkatkan
beraktivitas intek dengan makanan tinggi energy
6. Bantu pasien untuk menetukan pilihan aktivitas
7. Hindari aktivitas perawatan selama jadwal priode tidur
8. Gunakan ROM aktif dan pasif untuk mengurangi tekanan otot
Terapi aktivitas
1. Tentukan kemamapuan pasien dengan aktivitas latihan spesifik
2. bantu pasien untuk mengetahui pilihan aktivitas yng tepat
3. bantu pasien dan kelurga untuk mengenal penurunan tingakat
aktivitas

5. Implementasi dan evaluasi


No Diagnosa Implementasi Evaluasi
1 Tidak efektif Manajemen jalan napas S : pasien tidak lagi dispnea
bersihan jalan 1. Membuka jalan napas menggunakan teknik dorongan dengan O:
napas membuka dagu atau rahang 1. Kecepatan respirasi (mengalami
berhubungan 2. Melakukan terapy fisik dada, dengan tepat peningkatan yang diharapkan)
dengan obstruksi 3. Mengeluarkan secret dengan dorongan batuk atau isapan 2. Irama pernapasan (mengalami
bronkial sekunder 4. Auskultasi suara napas, tidak ada peningkatan atau penurunan peningkatan yang diharapkan)
karena invasi ventilasi dan dan keberadaan suara napas 3. Dalamnya pernapasan (mengalami
tumor. (D.0001) 5. Mengatur bronkodilator dengan tepat peningkatan yang diharapkan)
6. Dorongan pelan, pernapasan dalam dan batuk A: masalah teratasi, masalah teratasi sebagian
7. Ajarkan batuk efektif atau masalah belum teratasi
Peningkatan batuk P: lanjutkan intervensi atau tidak
1. Pantau hasil tes pulmonary, terutama kapasitas vital, kekuatan
maksimal inspirasi, kemampuan mengeluarkan volume ekspirasi
dalam 1 detik (FEV1), dan FEV1/FVC dengan tepat
2. Dorong pasien untuk melakukan bebrapa pernapasan dalam
3. Bantu pasien untuk duduk dengan posisi kepala sedikit fleksi, bahu
rilek, dan lutut fleksi
4. Ajarkan pasien mengikuti batuk dengan beberapa tarikan napas
maksimal
Memantau pernapasan
1. Pantau kecepatan, kedalaman, dan usaha pernapasan
2. Catat pergerakan dada, perhatikan kesimetrisan dada, penggunaan
tarikan otot aksesori, supraklavikular, dan otot interkostal
3. Memantau suara pernapasan seperti dengkuraan
2 Gangguan rasa Pemberian analgesic S : pasien tidak lagi mengalami rasa nyeri
nyaman nyeri 1. Periksa aturan pemakaian obat, dosis, frekuensi resep analgesic O: Pengendalian nyeri
berhubungan 2. Periksa pengalaman alergi obat 1. Mengenal serangan nyeri (kondisi yang
dengan penekanan 3. Monitor tanda vital sebelum dan sesudah pemberian obat analgesic dialami pasien / peningkatan yang
saraf oleh tumor dosis pertama diharapkan)
paru. 4. Lakukan tindakan untuk mengurangi efek samping analgesic 2. Menggunakan diary sebagai pemantau
5. Ajarkan cara menggunakan analgesic, strategi mengurangi efek gejala setiap waktu (kondisi yang dialami
samping, dan harapan untuk melibatkan ketegasan untuk pasien / peningkatan yang diharapkan)
meringankan nyeri. 3. Menggunakan analgesic sesual anjuran
6. Berkolaborasi dengan dokter jika obat, dosis, rute pemberian atau 4. Menggunakan non analgesic
interval penggantian terindikasi, membuat rekomendasi mendasar Tingkat nyeri
yang spesifik pada prinsip ekuianalgesik 1. Lamanya episode nyeri (kondisi yang dialami
Manajemen nyeri pasien / peningkatan yang diharapkan)
1. Melakukan pengkajian komprehensif terhadap nyeri termasuk 2. Ekpresi wajah terhadap nyeri
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau 3. Tekanan otot
keparahan nyeri dan factor penyebab 4. Nafsu makan kembali
2. Mengamati tindakan nonverbal dari ketidaknyamanan A: masalah teratasi, masalah teratasi sebagian
3. Menjamin perhatian pasien terhadap penggunaan analgesic atau masalah belum teratasi
4. Menggunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui P: lanjutkan intervensi atau tidak
pengelaman nyeri dan menyampaikan penerimaan respon pasien
terhadap nyeri
3 Ketidakseinbangan Manajement nutrisi S. : pasien tidak lagi mengeluh mengalami
nutrisi kurang dari 1. Tentukan status nutrisi pasien dan kemampuan untuk memenuhi penurunan berat badan
kebutuhan tubuh kebutuhan nutrisi O: Peningkatan status nutrisi
berhubungan 2. Ketahui makanan alergi pasien dan intoleransi 1. Toleransi makanan (kondisi yang dialami
dengan factor 3. Tentukan pilihan makanan pasien pasien / peningkatan yang diharapkan)
biologi yang 4. Bantu pasien untuk menetukan petunjuk atau pyramid makanan 2. Berat badan
mengalami 5. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrisi yang dibutuhkan 3. Serum albumin
kelelahan dan 6. Mengatur diet jika dibutuhkan 4. Intek nutrisi
dyspnea 7. Bantu pasien membuka bungkusan makanan, memotong makanan, A: masalah teratasi, masalah teratasi sebagian
dan makan jika diperlukan atau masalah belum teratasi
8. Menawarkan nutrisi dengan makanan berat P: lanjutkan intervensi atau tidak
9. Monitor kalori dan intek makanan
10. Monitor kecendrungan penurunan berat badan dan penambahan
berat
Memantau gizi
1. Berat pasien
2. Monitor turgor kulit dan mobilitas pasien
3. Tentukan pola makan
4. Pantau kepucatan, kemerahan dan selaput konjungtiva kering
4 Intoleransi Manajement energy A: pasien sudak tidak lagi merasa kelemahan
aktivitas 1. Gunakan peralatan yang valid untuk menentukan keletihan jika O:
berhubungan terindikasi Toleransi aktivitas
dengan kelemahan 2. Pilih perencanaan peningkatan keletihan dengan berkolaborasi 1. Kecepatan respirasi saat beraktivitas
secara umum. dengan pharmakologi atau nonpharmakologi dengan tepat (kondisi yang dialami pasien /
3. Tntukan apa dan bagaimana banyaknya aktivitas yang diperlukan peningkatan yang diharapkan)
untuk membangun daya tahan 2. Denyut nadi saat beraktivitas
4. Memantau intek nutrisi untuk menjamin keadekuatan sumber 3. Tekanan sistol darah saat beraktivitas
energy 4. Tekanan diastole darah saat beraktivitas
5. Konsultasi dengan ahli gizi tetang bagaimana untuk meningkatkan A: masalah teratasi, masalah teratasi sebagian
intek dengan makanan tinggi energy atau masalah belum teratasi
6. Bantu pasien untuk menetukan pilihan aktivitas P: lanjutkan intervensi atau tidak
7. Hindari aktivitas perawatan selama jadwal priode tidur
8. Gunakan ROM aktif dan pasif untuk mengurangi tekanan otot

Terapi aktivitas
1. Tentukan kemamapuan pasien dengan aktivitas latihan spesifik
2. bantu pasien untuk mengetahui pilihan aktivitas yng tepat
3. bantu pasien dan kelurga untuk mengenal penurunan tingakat
aktivitas
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood, dkk. (1993), Pengantar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University
Press, Surabaya.

Brunner & Suddarth.(2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol. 1. Jakarta:
EGC.
Engram, Barbara, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa
Suharyati S, volume 1, EGC, Jakarta

Gloria, M. bulecheck dkk, (2013), Nursing Intervension Classification (NIC), ed 6,


Mosby, California

Guyton & Hall.(2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.


Herdman, T. heather, (2012), Diagnose Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2012-
2014, EGC, Jakarta

Lab/UPF Ilmu Penyakit Paru, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dokter
Soetomo, Surabaya

Phipps, Wilma. et al, (1991), Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical
Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Tindakan


Keperawatan.Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Tindakan Kriteria
Hasil Keperwatan.Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI.(2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

Sue, Moorhead, (2013), Nursing Outcome Classification (NOC), ed 4, Mosby,


California

Tucker, Martin dkk, (1999), Standar Perawatan Pasient,alih bahasa Yasmin Aih
dkk, volume 4, edisi V, EGC, Jakarta

Wilson, Susan and Thompson, June (1990), Respiratory Disorders, Mosby Year
Book, Toronto.

Anda mungkin juga menyukai