Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, kristenisasi 1 merupakan hal penting

bagi pemerintah Belanda karena gama Kristen mengajarkan perdamaian. Oleh karena

itu, penyebaran agama Kristen dinilai dapat mengurangi perlawanan masyarakat

Indonesia khususnya di Tanah Batak terhadap pemerintahan Belanda. Kristenisasi

awalnya dilakukan oleh zending-zending 2 barat ke Indonesia khususnya Tanah Batak

(Tapanuli) 3, yaitu lembaga Pekabaran Injil Baptis di Inggris tahun 1820. Kemudian

zending Amerika, tahun 1834. Setelah itu masuk Zending Ermello dari kota Ermello,

Belanda, yang tiba di Sumatera Mei 1856 dan berpos di Sipirok, tahun 1857.

Kristenisasi yang selanjutnya adalah RMG 4 dari Jerman. Fabri, salah seorang tokoh

pimpinan RMG pergi ke Negeri Belanda untuk menemui pemerintah Belanda agar

mengizinkan missionarisnya ke Tanah Batak menyebarkan agama Kristen. Sebelum

1
Usaha yang dilakukan untuk menjadikan penganut (pemeluk) agama Kristen; menjadikan
Kristen.
2
Istilah Zending digunakan bagi Badan Penginjilan Protestan, sedangkan Zendeling digunakan untuk
menyebut Pendeta – pendeta Protestan dalam melakukan penyebaran agam Kristen Protestan. Jan S.
Aritonang, Sejarah Pendidikan Kristen Di Tanah Batak, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988, hlm, 3.
Untuk seterusnya istilah-istilah ini akan digunakan untuk menyebutkan Pendeta – pendeta Protestan
dan Badan yang mengutus mereka.
3
Tanah Batak yang dimaksud di sini adalah mencakup wilayah masyarakat Batak Toba (Silindung,
Toba, Samosir, Humbang).
4
Rheinische Missions Gesselschaft (RMG) adalah badan Zending asal Jerman yang menyebarkan
agama Kristen. J.R. Hutauruk, Lahir, Berakar dan Bertumbuh di Dalam Kristus. Sejarah 150 Tahun
HKBP: 7 Oktober 1861 – 7 Oktober 2011, Pearaja Tarutung: Kantor Pusat HKBP, 2011, hlm. 35.

Universitas Sumatera Utara


menemui Pemerintah Belanda, RMG sudah mendatangi wilayah yang akan menjadi

tempat penyebaran injil RMG. Pemerintah Belanda pun mengizinkan zending RMG

melakukan tugasnya di Tanah Batak dan bekerja sama dengan zending Ermelo.

Pada 7 Oktober 1861, missionaris RMG dan Ermelo melakukan rapat pembagian

tugas. Dari hasil rapat tersebut diambil keputusan pembagian tugas dan tempat kerja

masing-masing missionaris dalam menyebarkan agama Kristen. Betz mendapat tugas

di Bungabondar, Klammer di Sipirok, sedangkan Heine dan Van Asselt di Pangaloan.

Tanggal pembagian tugas inilah yang kemudian dicatat sebagai hari jadi atau lahirnya

HKBP (Huria Kristen Batak Protestan). 5

Untuk memudahkan penyebaran agama Kristen, maka missionaris belajar tentang

sistem sosial, politik, budaya, agama. Perjumpaan masyarakat batak dengan Zending

RMG mengalami perubahan dalam beberapa hal, seperti : kepercayaan yang mereka

anut lambat laun mereka tinggalkan, kemudian menganut agama Kristen, yang

dulunya orientasi masyarakat batak adalah kehidupan pertanian anak-anak mereka

akan menjadi sumber rejeki dalam mengolah sawah, namun seiring masuknya

zending diperkenalkanlah tehnik-tehnik pertanian modern. Kristenisasi di Tanah

Batak semakin meluas. 6Pada tanggal 23 juni tahun 1862 RMG mengirim kembali

misionaris yang bernama Ingwer Ludwig Nommensen, I.L Nommensen adalah orang

yang sangat berperan penting dalam sejarah perkembangan HKBP. Zending RMG di

5
End, Van Den, Harta Dalam Bejana – Sejarah Gereja Ringkas. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1982, hlm. 175.
6
Jan S Aritonang, op.cit., hlm 7.

Universitas Sumatera Utara


bawah pimpinan I.L. Nommensen merasakan perlunya pendeta Batak, orang pribumi

yang lebih cocok untuk melayani sebagai pendeta bagi orang Kristen Batak itu sendiri

untuk memenuhi keinginan itu para misionaris ini melakukan pendekatan terutama

melalui pendidikan.

Pendekatan lewat pendidikan diawali dengan perkenalan terhadap

pengetahuan umum yang diikuti dengan pendidikan agama Kristen. Salah satu yang

dapat dilihat bahwa semangat penginjilan oleh para misionaris tempo dulu telah

membawa pengaruh dalam dunia pendidikan yang mampu membebaskan dari

kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan.

Kehadiran pendidikan di Indonesia khususnya di Tanah Batak,

dilatarbelakangi oleh penginjilan para misionaris di daerah Tanah Batak dan

sekitarnya. Hal itu berlangsung dengan pengembangan pendidikan. Peranan

pendidikan ini sangat besar dalam proses penginjilan dan pada masa tertentu

membawa perubahan dan transformasi sosial di tengah masyarakat Batak sendiri,

maupun di tengah masyarakat yang lebih luas.

Titik awal pendidikan di Tanah Batak pada umumnya berlangsung secara

bersamaan dengan aktivitas penginjilan dari lembaga-lembaga zending itu sendiri.

Hal itu terjadi karena para misionaris telah diinstruksikan untuk membuka sekolah

teologi, dan untuk itu mereka sudah dibekali dengan pedagogi teoritis maupun

praktis. 7 Sekolah-sekolah yang didirikan para misionaris telah melahirkan putra-putri

terbaik orang Batak. Putra – putri hasil dari didikan misionaris inilah kemudian
7
Ibid., hlm. 26.

Universitas Sumatera Utara


menjadi generasi sulung yang merantau ke berbagai penjuru tanah air setelah

mendapat pendidikan terbaik di Tanah Batak.

Di samping itu, sejak masuknya Injil di Tanah Batak, pendidikan merupakan

salah satu pilar yang paling menentukan dalam penyebaran Injil oleh para misionaris.

Karena itu kalau diperhatikan sejak datangnya para misionaris, pendidikan

berkembang dengan pesat, hampir di setiap gereja yang didirikan oleh para misionaris

juga didirikan sekolah untuk mendidik masyarakat pribumi. 8

HKBP semakin terpanggil untuk melayani jemaat dan untuk membangun

pendidikan ditengah – tengah bangsa Indonesia yang semakin maju. Sehingga dalam

Sinode Agung HKBP tahun 1952 diputuskan bahwa HKBP akan mendirikan

universitas. 9Sinode Agung menerima usulan tersebut dan membentuk suatu Panitia

Persiapan Pendirian dengan jangka waktu kerja satu tahun. Pada Sinode Agung tahun

1953, panitia ini bertugas melaporkan hasil kerja yang kemudian diterima dan

disahkan oleh pimpinan HKBP pada sinode tersebut. Selama dua tahun bekerja,

panitia tersebut mempersiapkan alat-alat perlengkapan yang dibutuhkan yaitu

kompleks universitas (gedung untuk ruangan kuliah termasuk didalamnya perumahan

staf pengajar) di bekas Kompleks Rumah Sakit Pantoan milik Marjanji Estate

Pematang Siantar, yang dibeli karena konsesinya telah berakhir. 10

Pada tanggal 7 Oktober 1954 berdirilah Universitas HKBP Nommensen di

8
Ibid., hlm. 28.
9
J.R. Hutauruk, op.cit., hlm. 210.
10
Wawancara, dengan Jubil Raplan Hutauruk, Kompleks Pemda Tk II Jalan Flamboyan I,
Medan, 30 Mei 2016

Universitas Sumatera Utara


Pematangsiantar dengan Fakultas Teologi sebagai Fakultas perdana bertujuan untuk

mendidik calon Pendeta HKBP dan Gereja pendukungnya di Sumatera Utara.

Pendirian Universitas HKBP Nommensen (UHN) di Pematangsiantar merupakan

tingkat kepedulian HKBP yang berperan dalam bidang sosial masyarakat. Alasan

berdirinya Universitas HKBP Nommensen di Pematangsiantar dikarenakan Kota

Pematangsiantar sebagai kota transit untuk wilayah Sumatera Utara dan kota yang

mulai berkembang pasca Indonesia merdeka. Selain itu, menandakan bahwa Gereja

dan lembaga pendidikannya (Theologi) ikut dalam arus kemajuan masyarakat, bangsa

dan negara.

Sejak tahun 1883 sampai tahun 1941, seminari yang didirikan oleh missionaris

dibuka secara berkesinambungan ditengah-tengah masyarakat. Setelah berdirinya

Universitas HKBP Nommensen, sekolah theologi menengah di Sipoholon

dipindahkan ke Pematangsiantar dan siswa-siswanya menjadi Mahasiswa Fakultas

Theologi. Fakultas Theologi Universitas HKBP Nommensen berperan sebagai

lembaga pendidikan pendeta bagi Gereja HKBP dan Gereja pendukungnya di

Sumatera Utara.11 Dengan dibukanya Fakultas Theologi di Universitas ini, Sekolah

Pendeta di Seminari Sipoholon ditutup dan dipindahkan ke Pematangsiantar.

Pada Sinode Godang HKBP 23-27 Januari 1978 di Seminari Sipoholon,

No.36/SG/78. Fakultas Theologi Universitas HKBP Nomensen diubah menjadi STT-

HKBP dengan alasan agar pendidikan para calon pendeta lebih dekat kepada Gereja

HKBP. Segala fasilitas dari Fakultas Theologi Universitas HKBP Nommensen


11
J.R. Hutauruk, loc. cit.

Universitas Sumatera Utara


dialihkan menjadi milik STT-HKBP. 12 Demikianlah STT-HKBP hingga kini menjadi

suatu lembaga pendidikan theologi HKBP, yang bertujuan untuk mempersiapkan para

calon pendeta bagi HKBP dan bagi Gereja-gereja Protestan lain di Indonesia.

Penulis mengangkat judul penulisan ini karena Fakultas Theologi merupakan fakultas

pertama yang berdiri di Universitas HKBP Nommensen yang pada tahun 1954

merupakan tahun awal berdirinya sebuah Universitas di Pematangsiantar. Oleh sebab

itu penulis tertarik untuk melakukan penulisan mengenai perkembangan Fakultas

Theologi Universitas HKBP Nommensen.

Skop temporal penelitian ini diawali pada tahun 1954 hingga 1978. Penetapan tahun

1954 sebagai awal penelitian adalah untuk mengkaji tonggak awal pendirian

Universitas HKBP Nommensen dengan Fakultas Theologia sebagai fakultas

perdananya. Batas akhir penelitian pada tahun 1978 merupakan tahun yang penting

bagi Fakultas Theologi karena pada tahun ini Fakultas Theologia berkembang

menjadi Sekolah Tinggi Theologi HKBP. Perkembangan yang dapat kita lihat dari

sebuah fakultas menjadi sekolah tinggi yaitu dari peningkatan mutu pendidikan guna

melahirkan pendeta bagi HKBP dan Gereja - gereja Protestan lain di Indonesia. Maka

dari penjelasan tersebut diangkatlah penelitian berjudul "Perkembangan Fakultas

Theologi Universitas HKBP Nommesen menjadi STT HKBP (1954-1978).

12
Ibid., hlm. 211.

Universitas Sumatera Utara


1.2 Rumusan Masalah

Dalam tulisan ini penulis mengkaji masalah yang berhubungan dengan

Perkembangan Fakultas Theologi Universitas HKBP Nommesen menjadi STT HKBP

(1954 - 1978). Untuk membatasi permasalahan yang dikaji maka penulis membatasi

masalah dalam beberapa pertanyaan, antara lain:

1. Bagaimana keadaan pendidikan theologi sebelum 1954?

2. Bagaimana sejarah berdirinya Fakultas Theologi Universitas HKBP

Nommensen 1954 di Pematangsiantar?

3. Bagaimana perkembangan Fakultas Theologi menjadi Sekolah Tinggi

Theologi tahun 1954 – 1978 di Pematangsiantar?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan pokok pemikiran di atas, terdapat tujuan yang hendak dicapai

oleh penulis yaitu merupakan jawaban dari masalah-masalah yang dirumuskan

sebelumnya antara lain:

1. Menjelaskan keadaan pendidikan theologi sebelum tahun 1954.

2. Menjelaskan sejarah berdirinya Universitas HKBP Nommensen pada tahun

1954 di Pematangsiantar.

3. Menjelaskan perkembangan Fakultas Theologi menjadi Sekolah Tinggi

Theologi pada tahun 1954 – 1978 di Pematangsiantar.

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan antara lain sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


1. Penulis mengaharapkan tulisan ini dapat menjadi landasan untuk tetap

mempertahankan peranannya sebagai lembaga pendidikan baik secara religius

maupun pengetahuan umum.

2. Sebagai tambahan literatur kepustakaan yang dapat dimanfaatkan bagi

perkembangan dunia pendidikan, khususnya ilmu sejarah dalam hal sejarah

pendidikan

3. Sebagai sarana infomasi bagi pihak yang berkepentingan dalam penelitian

lebih lanjut mengenai Universitas HKBP Nommensen baik dari pihak

perguruan tinggi itu sendiri maupun masyarakat umum.

1.4 Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, selain akan melakukan penelitian ke lapangan dan

wawancara, peneliti juga menggunakan beberapa sumber tertulis dan literature

kepustakaan berupa buku-buku dan laporan sebagai bentuk studi kepustakaan yang

akan dilakukan selama penelitian. Ada banyak kajian tentang pendidikan Kristen,

terutama tentang perkembangan teologi.

Adapun buku-buku yang peneliti gunakan sebagai acuan tinjauan pustaka ini

antara lain adalah J.R Hutauruk dalam Tuhan Menyertai UmatNya. Garis-garis besar

Sejarah 125 tahun HKBP : 7 Oktober 1861 – 1986. Pearaja Tarutung: Kantor Pusat

HKBP, 1986. Dalam buku ini menjelaskan HKBP sebagai Gereja yang mendirikan

sekolah-sekolah pendeta yang didirikan untuk kebutuhan jemaat pada awalnya serta

menceritakan bagaimana latar belakang dan perkembangan Sekolah Tinggi Theologi

Universitas Sumatera Utara


HKBP dimulai dari pelayanan pekabaran Injil di Tanah Batak, dan yang semakin

lama berkembang pesat dimulai dari seminari di Sipirok tepatnya di daerah

Parausorat, Seminari Pansur Napitu, Seminari Sipoholon sampai kepada Fakultas

Teologi Universitas HKBP Nommensen yang pada akhirnya memisahkan diri

menjadi Sekolah Tinggi Theologi. Bahasan lain dalam buku ini adalah menguraikan

secara jelas Sejarah Pekabaran Injil di tengah-tengah masyarakat Batak yang diawali

dari sejarah penginjilan oleh para penginjil Barat dari Lembaga Pekabaran Injil

Rheinische Missionsgesselschaft.

Selain itu kajian lain adalah Uli Kozok, dalam Utusan Damai di Kemelut

Perang – Peran Zending dalam Perang Toba. Mengulas perjalanan seorang zending

Nomensen di Tanah Batak. Uli kozok lebih menjelaskan perjumpaan para zending

dengan masyarakat Batak Toba. Uli Kozok menulis peran Misi Protestan Jerman

dalam sejarah Tanah Batak dan dalam perkembangan masyarakatnya. Melalui

dokumen-dokumen otentik (surat-surat dan artikel para misionaris), Uli Kozok

membuktikan bahwa para misionaris meminta Pemerintah Belanda agar

menganeksasi daerah Silindung dan Toba, bahkan ikut sendiri secara fisik dalam

Perang Batak I, pada tahun 1878. Uli Kozok menuliskan secara rinci pengalaman

para penginjil (zending) di Tanah Batak. Dia menuliskan sejarah masuknya injil ke

Tanah Batak, melalui tokoh-tokoh. Buku ini secara beruntun memaparkan tokoh-

tokoh yang pernah menginjakkan kakinya di Tanah Batak.

Universitas Sumatera Utara


O.H.S Purba, Elvis Purba dalam Migran Batak Toba di Luar Tapanuli Utara:

Suatu Deskripsi, Medan: Monora, 1998. Di dalam buku ini secara detail menjelaskan

motip, sebab dan akibat perpindahan penduduk dari dataran tinggi toba ke luar

Tapanuli Utara. Bagi etnis Toba migrasi ini adalah perpindahan keluar dari desa

asalnya yang dimotivasi oleh nilai-nilai 3H, Hamoraon, Hagabeon dan Hasangapon.

Hal yang menyebabkan orang batak Toba pindah ke luar Tapanuli adalah, kehadiran

kolonial Belanda di Tanah Batak. Juga menjelaskan bagaimana peran missionaris

Jerman yang pada waktu itu juga ikut melebarkan misi penginjilannya keluar dari

Tapanuli Utara seperti ke wilayah Simalungun. Dimana kehadiran para missionaris

ini membawa pengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat setempat. Selain

itu dalam buku ini juga dijelaskan keadaan orang batak Toba diluar Tapanuli Utara

dimulai dari masa kolonial, masa pendudukan Jepang dan masa revolusi kemerdekaan

J.R Hutauruk dalam Kemandirian Gereja: Penelitian Historis-Sistematis

Tentang Gerakan Kemandirian Gereja di Sumatera Utara Dalam Kancah

Pergolakan Kolonialisme dan Gerakan Kebangsaan di Indonesia, 1899-1942,

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992. Buku ini menjelaskan bagaimana Gereja Batak

menuju kemerdekaannya terlepas dari pengaruh bangsa barat. Selain itu juga

menjelaskan kemandirin Gereja Batak dilihat dari segi historis.

Jan S. Aritonang dalam bukunya Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak,

1988 yang menjelaskan secara rinci awal penyebaran agama Kristen di Tanah Batak.

Dimana para Zending ini awalnya mendirikan pendidikan formal sejak awal kiprah

Universitas Sumatera Utara


mereka yakni supaya anak-anak yang belum beragama Kristen supaya menganut

agama Kristen dan orang-orang yang mereka injili dapat dapat membaca Alkitab dan

literatur-literatur kristiani lainnya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Batak.

Hingga sampai didirikannya sekolah-sekolah teologi yang berawal dari Seminari

Pansurnapitu, Seminari Sipoholon sampai kepada didirikannya Universitas HKBP

Nommensen. Bagaimana perjumpaan orang Batak dengan Zending. Khususnya RMG

dibidang pendidikan.

1.5 Metode Penelitian

Dalam penulisan sejarah yang ilmiah, pemakaian metode sejarah yang ilmiah

sangatlah penting. Metode penelitian sejarah lazim disebut dengan metode sejarah.

Metode itu sendiri berarti cara, jalan, atau petunjuk pelaksana atau petunjuk teknis. 13

Sejumlah sistematika penulisan yang terangkum di dalam metode sejarah sangat

membantu setiap penelitian di dalam merekonstruksi kejadiann pada masa yang telah

berlalu.

Untuk mendapatkan penulisan sejarah yang deskriptif analitis haruslah melalui

tahapan demi tahapan, yaitu:

Tahap pertama heuristik (pengumpulan sumber) yang sesuai dan mendukung

sumber objek yang diteliti. Dalam hal ini dengan menggunakan metode penelitian

kepustakaan dan penelitian lapangan. Dalam penelitian kepustakaan dilakukan

13
Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah, Yogyakarta: Ar-Ruz Media Group,
2007, hlm. 53.

Universitas Sumatera Utara


dengan mengumpulkan beberapa buku, dan skripsi yang pernah ditulis sebelumnya

berkaitan dengan judul yang dikaji. Kemudian penelitian lapangan akan dilakukan

dengan menggunakan metode wawancara terhadap Dosen Fakultas Theologi, Dosen

STT HKBP, serta alumni dari Fakultas Thelogi memberikan informasi yang

dibutuhkan dalam penulisan ini. Tahapan kedua yang dilakukan adalah kritik. Dalam

tahapan ini kritik dilakukan terhadap sumber yang telah terkumpul untuk mencari

kesahihan sumber tersebut baik dari segi substansial (isi) yakni dengan cara

menganalisis sejumlah sumber tertulis misalnya buku-buku atau dokumen. Kritik ini

disebut kritik intern. Mengkritik dari segi materialnya untuk mengetahui keaslian atau

palsukah sumber tersebut agar diperoleh keautentikannya, kritik ini disebut kritik

ekstern.

Tahapan ketiga adalah interpretasi, dalam tahapan ini data yang diperoleh

dianalisis sehingga melahirkan satu analisis yang baru yang sifatnya lebih objektif

dan ilmiah dari objek yang diteliti. Objek kajian yang cukup jauh ke belakang serta

minimnya data dan fakta yang ada membuat interpretasi menjadi sangat vital dan

dibutuhkan keakuratan serta analisis yang tajam agar mendapatkan fakta sejarah yang

objektif.

Tahap terakhir adalah historiografi, yakni penyusunan kesaksian yang dapat

dipercaya tersebut menjadi satu kisah atau kajian yang menarik dan selalu berusaha

memperhatikan aspek kronologisnya. Metode yang dipakai dalam penulisan ini

adalah deskriptif analitis. Yaitu dengan menganalisis setiap data dan fakta yang ada

untuk mendapatkan penulisan sejarah yang kritis dan ilmiah.

Universitas Sumatera Utara


Dalam perkembangan penelitian dan penulisan sejarah terutama abad ke-20

dan ke-21 ini para sejarawan telah membiasakan diri mengenal dan menggunakan

sejumlah konsep-konsep, baik yang dikenal dari dalam lingkungan sejarah sendiri

maupun yang diangkat dari ilmu-ilmu sosial lain. Ketika menganalisis berbagai

peristiwa atau fenomena masa lalu, sejarawan menggunakan konsep-konsep dari

berbagai ilmu sosial tertentu yang relevan dengan pokok kajian. Ini dikenal dengan

pendekatan interdisiplin atau multidimensional yang memberikan karakteristik

“ilmiah” kepada sejarah. Penggunaan berbagai konsep disiplin ilmu sosial lain ini

memungkinkan suatu masalah dapat dilihat dari berbagai dimensi sehingga

pemahaman tentang masalah itu, baik keluasaan maupun kedalamannya, akan

semakin jelas. 14

14
Ibid. hal. 303-304.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai