Anda di halaman 1dari 25

MEKANISME PEMBORAN PADA TAMBANG TERBUKA

(SURFACE MINING)

ABSTRAK

Pemboran merupakan kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam suatu operasi
peledakan batuan. Kegiatan ini bertujuan untuk membuat sejumlah lubang ledak yang
nantinya akan diisi dengan sejumlah bahan peledak untuk diledakkan. Bukan hanya
untuk pembuatan lubang ledak tetapi pemboran memiliki fungsi lain seperti
pengumpulan data sebaran cadangan. Karena pentingnya kegiatan pemboran maka
perlu adanya materi yang menjelaskan tetang pemboran serta segala sesuatu yang ada
di dalam kegiatan pemboran secara terperinci sebagai bahan acuan dalam melakukan
kegiatan pemboran.
Untuk daerah-daerah tertentu memiliki struktur batuan yang beragam sehingga
sangat penting untuk mengetahui jenis alat bor yang sesuai. Pemboran bukan hanya
dilakukan untuk proses pembuatan lubang ledak tetapi juga dapat digunakan untuk
pengumpulan data persebaran cadangan,pengambilan semple,perhitungan volume dan
lain sebagainya yang sangat penting untuk proses penambangan batu bara
selanjutnya. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja pemboran antara lain geometri
peledakan, keterampilan operator serta kondisi alat bor yang digunakan dalam proses
pemboran. Hal tersebut wajib diketahui jika diinginkan hasil pemboran yang maksimal
sehingga dapat meningkatkan hasil produksi. Dalam masing-masing metode pemboran
yang digunakan memiliki kelebihan serta kekurangan yang harus dipertimbangkan agar
mendapat metode pemboran yang paling sesuai dengan keadaan dilapangan.
Kata kunci : Proses, Efisien, Sample, faktor, Metode, Produksi.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan tugas Teknik Penulisan
Tulisan Ilmiah (TPTI). Tugas ini disusun dengan judul ’’ Mekanisme Pemboran Pada
Tambang Terbuka (Surface Mining)”
Tugas ini berisikan materi tentang Pemboran yang dapat membanru Mahasiswa D3
Pertambangan maupun S1 yang ingin mempelajari tentang Pemboran pada tambang
terbuka (surface mining). Atas terselasainya tugas Teknik Penulisan Tulisan Ilmiah ini,
penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Untuk itu penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. H. Dharma Widada,
MT, selaku dosen pembimbing mata kuliah Teknik Penulisan Tulis Ilmiah.
Penulis menyadari bahwa penyelesaian tugas Teknik Penulisan Tulisan Ilmiah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan baik berupa saran
dan kritik yang sifatnya membangun demi sempurnanya laporan Tugas Akhir (TA) yang
akan dilakukan di masa yang akan datang.
Akhinya penulis berharap semoga tugas ini bermanfaat untuk memperluas
pengetahuan dan menambah wawasan serta bermanfaat bagi pembaca dan diri penulis
pribadi.

Samarinda, 11 Desember 2011

Penulis
DAFTAR ISI

halaman
HALAMAN JUDU ............................................................................................. i
ABSTRAK ........................................................................................................ ii
KATA PENGANTA R........................................................................................ iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 LatarBalakang ...................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
2.1 Pengertian Pemboran ............................................................................ 3
2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pemboran ................................... 3
2.3 Pemilihan Alat Bor ................................................................................ 8
2.4 Geometri Pemboran ............................................................................. 9
2.5 Sistem Pemboran Secara Mekanik (Mechanical Drilling) ..................... 12
2.6 Perlengkapan Metode Pemboran Rotary-Percussive........................... 13
2.7 Kegiatan Dasar pada Pemboran Rotary-Percussive ............................ 16
2.8 Estimasi Produksi Mesin Bor ................................................................ 17

BAB 3 PENUTUP ............................................................................................. 20


3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 20
3.2 Saran .................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 22
LAMPIRAN ....................................................................................................... 23
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemboran merupakan kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam suatu operasi
peledakan batuan. Kegiatan ini bertujuan untuk membuat sejumlah lubang ledak yang
nantinya akan diisi dengan sejumlah bahan peledak untuk diledakkan. Bukan hanya
untuk pembuatan lubang ledak tetapi pemboran memiliki fungsi lain seperti
pengumupulan data sebaran cadangan. Karena pentingnya kegiatan pemboran maka
perlu adanya materi yang menjelaskan tetang pemboran serta segala sesuatu yang ada
di dalam kegiatan pemboran secara terperinci sebagai bahan pembantu atau penuntun
dalam melakukan kegiatan pemboran.
Sistem pemboran berdasarkan dengan tingkat keterterapannya dibagi menjadi 8
(delapan) macam yaitu :
1. Mekanik : perkusif, rotari, rotari-perkusif
2. Termal : pembakaran, plasma, cairan panas, pembekuan
3. Hidroulik : pancar (jet), erosi, cavitasi
4. Sonik : vibrasi frekuensi tinggi
5. Kimiawi : microblast, disolusi
6. Elektrik : elektric arc, induksi magnetis
7. Seismik : sinar laser
8. Nuklir : fusi, fisi

Meskipun banyak sistem pemboran yang dapat dipilih, kegiatan pemboran untuk
penyediaan lubang ledak pada saat ini umumnya dilakukan dengan mesin sistem
mekanik (perkusif, rotari, dan rotari-perkusif) dengan berbagai ukuran dan kemampuan,
tergantung pada kapasitas produksi yang diinginkan yang didasarkan pula pada
pertimbangan teknik dan ekonomi, sistem pemboran secara mekanik lebih applicable
dari pada sistem pemboran yang lain. Oleh sebab itu maka sangat penting untuk
mengetahui produktivitas alat bor untuk pembuatan lubang ledak untuk masing-masing
jenis batuan,sehingga di peroleh hasil yang maksimal dalam proses produksi.
Pemboran memiliki banyak fungsi antara lain :
a. Explorasi tubuh bijih
b. Informasi stratigrafi
c. Survey seismik (pembacaan gelombang pada batuan)
d. Verifikasi interpretasi geofisika dan geokimia
e. Kontrol kadar bijih
f. Perhitungan cadangan bijih
g. Deskripsi tubuh bijih (penyebaran, bentuk, butir dll)

1.2 Tujuan
Mengerti apa yang di maksud dengan pemboran
Mengerti manfaat dari pemboran
Mengeti mekanisme pemboran
Mengetahui hal – hal yang mempengaruhi kinerja alat bor
Mengetahui macam alat bor
Mampu memilih alat bor sesuai keadaan dilapangan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pemboran

Pemboran adalah salah satu kegiatan penting dalam sebuah industri


pertambangan. Kegiatan pemboran biasanya dilakukan sebelum diadakannya
penambangan. Adapun kegiatan pengeboran antara lain :

Pemboran Geotek adalah untuk menentukan karakteristik tanah dan batuan,


dalam beberapa hal digunakan untuk memperoleh informasi tentang kondisi alami dan
posisi mauka air tanah.Pemboran Kontruksi adalah untuk menetukan batas antara
batuan dasar (base meaf) dan batuan diatas yang umumnya sudah mengalami
deformasi pelapukan.

2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pemboran

Kinerja suatu mesin bor dipengaruhi oleh faktor-faktor sifat batuan yang dibor, rock
drillability, geometri pemboran, umur dan kondisi mesin bor, dan ketrampilan operator.

2.2.1 Sifat Batuan


Sifat batuan yang berpengaruh pada penetrasi dan sebagai konsekuensi pada
pemilihan metode pemboran yaitu : kekerasan, kekuatan, elastisitas, plastisitas,
abrasivitas, tekstur, struktur, dan karakteristik pembongkaran.
1. Kekerasan
Kekerasan adalah daya tahan permukaan batuan terhadap goresan. Batuan yang keras
akan memerlukan energy yang besar untuk menghancurkanya. Pada umumnya batuan
yang keras mempunyai kekuatan yang besar pula (Lihat table 2.1). Kekerasan batuan
diklasifikasikan dengan skala Fredrich Van Mohs (1882).

2. Kekuatan (strength)
Kekuatan mekanik suatu batuan merupakan daya tahan batuan terhadap gaya dari luar,
baik bersifat static maupun dinamik. Kekuatan batuan dipengaruhi oleh komposisi
mineralnya, terutama kandungan kuarsa. Batuan yang kuat memerlukan energi yang
besar untuk menghancurkanya.

(Lampiran Tabel 2.1)


3. Bobot isi / Berat jenis
Bobot isi (density) batuan merupakan berat batuan per satuan volume. Batuan
dengan bobot isi yang besar untuk membongkarnya memerlukan energy yang
besar pula.
4. Kecepatan Rambat Gelombang Seismik
Batuan yang masif mempunyai kecepatan rambat gelombang yang besar. Pada
umumnya batuan yang mempunyai kecepatan rambat gelombang yang besar akan
mempunyai bobotisi dan kekuatan yang besar pula sehingga sangat mempengaruhi
pemboran.
5. Abrasivitas
Abrasivitas adalah sifat batuan yang dapat digores oleh batuan lain yang lebih keras.
Sifat ini dipengaruhi oleh kekerasan butiran batuan, bentuk butir, ukuran butir, porositas
batuan, dan sifat heterogenitas batuan.
6. Tekstur
Tekstur batuan dipengaruhi oleh struktur butiran mineral yang menyusun batuan
tersebut. Ukuran butir mempunyai pengaruh yang sama dengan bentuk batuan,
porositas batuan, dan sifat-sifat batuan lainya. Semua aspek ini berpengaruh dalam
keberhasilan operasi pemboran.
7. Elastisitas
Sifat elastisitas batuan dinyatakan dengan modulus elastisitas atau modulus Young (E).
Modulus elastisitas batuan bergantung pada komposisi mineral dan porositasnya.
Umumnya batuan dengan elastisitas yang tinggi memerlukan energi yang besar untuk
menghancurkanya.
8. Plastisitas
Plastisitas batuan merupakan perilaku batuan yang menyebabkan deformasi permanen
setelah tegangan dikembalikan ke kondisi awal, dimana batuan tersebut belum hancur.
Sifat ini sangat dipengaruhi oleh komposisi mineral penyusunya, terutama kuarsa.
Batuan yang plastisitasnya tinggi memerlukan energi yang besar untuk
menghancurkannya.
9. Struktur Geologi
Struktur geologi seperti sesar, kekar, dan bidang perlapisan akan berpengaruh
terhadap peledakan batuan. Adanya rekaha-rekahan dan rongga-rongga di dalam
massa batuan akan menyebabkan terganggunya perambatan gelombang energy akibat
peledakan. Namun adanya rekahan-rekahan tersebut juga sangat menguntungkan
untuk mengetahui bidang lemahnya, sehingga pemboran akan dilakukan berlawanan
arah dengan bidang lemahnya.

2.2.2 Drilabilitas Batuan (Drillability of Rock)


Drilabilitas batuan adalah kecepatan penetrasi rata-rata mata bor terhadap batuan. Nilai
drilabilitas ini diperoleh dari hasil pengujian terhadap toughness berbagai tipe batuan
oleh Sievers dan Furby. Hasil pengujian mereka memperlihatkan kesamaan nilai
penetration speed dan net penetration rate untuk tipe batuan yang sejenis.

(Lampiran Tabel 2.2)

2.2.3 Umur dan Kondisi Mesin Bor

Alat yang sudah lama digunakan biasanya dalam kegiatan pemboran, kemampuan
mesin bor akan menurun sehingga sangat berpengaruh pada kecepatan pemboran.
Umur mata bor dan batang bor ditentukan oleh meter kedalaman yang dicapai dalam
melakukan pemboran. Untuk menilai kondisi suatu alat dapat dilakukan dengan
mengetahui empat tingkat ketersediaan alat, yaitu:

a. Ketersediaan Mekanik (Mechanical Availability, MA)


Ketersediaan mekanik adalah suatu cara untuk mengetahui kondisi mekanik yang
sesungguhnya dari alat yang digunakan. Kesediaan mekanik (MA) menunjukkan
ketersediaan alat secara nyata karena adanya waktu akibat masalah mekanik.
Persamaan dari ketersediaan mekanik adalah

MA = x 100%
Keterangan:
W = Jumlah jam kerja alat, yaitu waktu yang dipergunakan oleh operator
untuk melakukan kegiatan pemboran.
R = Jumlah jam perbaikan, yaitu waktu yang dipergunakan untuk perbaikan
dan waktu yang hilang akibat menunggu saat perbaikan termasuk juga waktu
penyediaan suku cadang serta waktu perawatan.
b. Ketersediaan Fisik (Physical Availability, PA)
Ketersediaan fisik menunjukkan kesiapan alat untuk beroperasi didalam seluruh waktu
kerja yang tersedia. Persamaan dari ketersediaan fisik adalah :

PA = x 100%

Keterangan:
S = Jumlah jam siap yaitu jumlah jam alat yang tidak dipergunakan padahal
alat tersebut siap beroperasi
(W+R+S) = jumlah jam tersedia, yaitu jumlah seluruh jam jalanmatau jumlah
jam kerja yang tersedia dimana alat dijadwalkan untuk beroperasi.
c. Penggunaan Efektif
Penggunaan efektif menunjukkan berapa persen waktu yang dipergunakan oleh alat
untuk beroperasi pada saat alat tersebut dapat digunakan. Penggunaan efektif
sebenarnya sama dengan pengertian efisiensi kerja. Persamaan dari kesediaan
penggunaan efektif adalah:
EU = x 100%
d. Pemakaian Ketersediaan (Use of Availability, UA)
Ketersediaan Penggunaan menunjukkan berapa persen waktu yang dipergunakan oleh
alat untuk beroperasi pada saat alat tersebut dapat digunakan. Penggunaan efektif
EUsebenarnya sama dengan pengertian efisiensi kerja. Persamaan dari ketersediaan
penggunaan adalah:

UA = x 100%

Penilaian Ketersediaan alat bor dilakukan untuk mengetahui kondisi dan kemampuan
alat bor untuk menyediakan lubang ledak. Kesediaan alat dikatakan sangat baik jika
persen ≥90%, dikatakan sedang jika berkisar antara 70%-80%, dikatakan buruk (kecil)
jika persen kesediaan alat ≤70%.

2.2.4 Geometri Pemboran


1. Diameter Lubang ledak
Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan diameter lubang ledak adalah :
a. Volume batuan yang dibongkar
b. Tinggi jenjang dan konfigurasi isian
c. Tingkat Fragmentasi yang diinginkan
d. Mesin bor yang tersedia
e. Kapasitas alat muat yang akan menangani material hasil peledakan.

2. Arah Lubang ledak


Pada kegiatan pemboran ada dua macam arah lubang ledak yaitu arah tegak dan arah
miring. Pada tinggi jenjang yang sama, kedalaman lubang ledak miring > dari pemboran
tegak selain itu pemboran miring penempatan posisi awal lebih sulit karena harus
menyesuaikan dengan kemiringan lubang ledak yang direncanakan.

3. Kedalaman Lubang ledak


Penentuan kedalaman lubang ledak disesuaikan dengan tinggi jenjang, dimana
kedalaman lubang ledak>tinggi jenjang. Kelebihan kedalaman lubang bor (subdrilling)
dimaksudkan untuk memperoleh jenjang yang rata.

2.3 Pemilihan Alat Bor

Adapun kondisi batuan yang akan digali atau dimanfaatkan bermaca-macam


karakteristik, tekstur, struktur dan kekerasannya, maka dalam usaha-usaha tersebut
perlu diterapkan suatu metode yang tepat. Misalnya terhadap batuan yang keras
(andesit), maka proses pemanfaatannya dapat dilakukan dengan metode peledakan.
Tetapi sebelum pelaksanaan keputusan pekerjaan peledakan, perlu dipertimbangkan
terlebih dahulu adanya fakto-faktor pemilihan bahan peledak dan factor-faktor teknis
yang mempengaruhi hasil dari suatu proses tersebut, sehingga ketetapan pekerjaan
dapat tercapai.
Metode pemboran yang utama dipergunakan dalam tambang terbuka atau
quarry adalah pemboran pertikal atau miring. Dalam pekerjaan tambang, pemboran ini
dilakukan untuk media bahan peledak. Sehingga dapat difungsikan sebagaimana
mestinya dan juga pemboran ini sangat berpengaruh terhadap bentuk permukaan
tambang khususnya bentuk bench yang diledakkan. Oleh karena itu, agar hasil dari
suatu proses peledakan baik itu dilihat dari fragmentasi batuan dan kondisi dari
tambang yang terbentuk terkoordinasi dengan baik, maka pola pemboran yang baik,
aman dan efisien adalah “Staggered Dill Pattern” dan pola peledakan yang digunakan
adalah “Staggered ‘V’ Cut”.

Sedangkan dalam pemilihan alat bor untuk tambang terbuka dan quarry yang
memakai metoda peledakan jenjang, ada beberapa factor yang harus diperhatikan,
antara lain : ukuran dan kedalaman lubang ledak, jenis batuan, kondisi lapangan dan
lain sebagainya,
a. Jenis Batuan, dimana menentukan pemilihan alat bor, percussive atau rotary-rushing,
dipakai untuk batuan yang keras, rotary-cutting dipakai untuk batuan sedimen.
b. Tinggi Jenjang, parameter yang dihubungkan dengan ukuran lainnya. Tinggi jenjang
ditentukan terlebih dahulu dan parameter lainnya disesuaikan atau ditentukan setelah
mempertimbangkan aspek lainnya. Dalam tambang terbuka dan quarry diusahakan
tinggi jenjang ditentukan terlebih dahulu, dengan beracuan pada peralatan bor yang
tersedia. Tinggi jenjang jarang melebihi 15 meter, kecuali ada pertimbangan lain.
c. Diameter Lubang Ledak, faktor penting dalam menentukan ukuran diameter lubang
ledak adalah besarnya target produksi. Diameter yang lebih besar akan memberikan
laju produksi yang tinggi. Faktor lain yang mempengaruhi pemilihan ukuran diameter
lubang ledak adalah fragmentasi batuan yang dikehendaki dan batasan getaran yang
diijinkan.
d. Kondisi Lapangan, kondisi lapangan sangat mempengaruhi pemilihan peralatan.
e. Fragmentasi, adalah istilah yang menggambarkan ukuran dari pecahan batuan setelah
peledakan dan pada umumnya fagmentasi dipengaruhi oleh proses selanjutnya.

2.4 Geometri Pemboran

geometri pemboran meliputi diameter lubang bor, kedalaman lubang tembak,


kemiringan lubang tembak, tinggi jenjang dan juga pola pemboran.

2.4.1. Diameter lubang tembak

diameter lubang tembak yang terlalu kecil menyebabkan faktor energi yang
dihasilkan akan berkurang sehingga tidak cukup besar untuk membongkar batuan yang
akan diledakkan, sedang jika diameter lubang tembak terlalu besar maka lubang
tembak tidak cukup untuk menghasilak fragmentasi yang baik, terutama pada batuan
yang banyak terdapat kekar dengan jarak kerapatan yang tinggi.

diameter lubang tembak yang kecil juga memberikan patahan atau hancuran yang lebih
baik pada bagian atap jenjang. hal ini berhubungan dengan stemming, dimana lubang
tembak yang besar maka panjang stemming juga aka semakin besar dikarenakan untuk
menghindari getaran dan batuan terbang, sedangkan jika menggunakan lubang tembak
yang kecil maka panjang stemming dapat dikurangi.

ukuran diameter lubang ledak yang akan dipilih akan tergantung pada :
1. volume massa batuan yang akan dibongkar (vulome produksi)

2. tinggi jenjang dan konfigurasi isian

3. tinggi fragmentasi yang diinginkan

4. alat muat yang digunakan

2.4.2. Kedalaman lubang tembak

kedalaman lubang tembak biasanya disesuaikan dengan tinggi jenjang yang


diterapkan. dan untuk mendapatkan lantai jenjang yang rata maka hendaknya
kedalaman lubang tembak harus lebih besar dari tinggi jenjang, yang mana kelebihan
daripada kedalaman ini disebut dengan sub drilling.

2.4.3. Kemiringan lubang tembak (arah pemboran)

arah pemboran yang kita ketahui ada dua, yaitu arah pemboran tegak dan arah
pemboran miring. arah penjajaran lubang bor pada jenjang harus sejjajar untu k
mrnjamin keseragaman burden yang ingin didapatkan dan spasi dalam geometri
peledakan. lubang tembak yang dibuat tegak, maka pada bagian lantai jenjang aan
menerima gelombang tekan yang besar, sehingga menimbulkan tonjlan pada lantai
jenjang, hal ini dikarenakan gelombang tekan seagian akan dipantulkan pada bidang
bebas dan sebagian lagi akan diteruskan pada abgian bawah lantai jenjang.

sedangkan dalam pemakaian lubang tembak miring akan membentuk bidang


bebas yang lebih luas, sehingga akan mempermudah proses pecahnya batuan karena
gelombang tekan yang dipantulkan lebih besar dan gelombang tekan yang diteruskan
pada lantai jenjang yang lebih kecil.

2.4.4. Pola pemboran

pola pemboran yang biasa diterapkan pada tambang terbuka biasanya menggunakan
dua macam pola pemboran yaitu :

1. pola pemboran segi empat (square pattern)

2. pola pemboran selang-seling (staggered)

(Lampiran Gambar 2.1)


Pola pemboran segi empat adalah pola pemboran dengan penempatan lubang-
lubang tembak antara baris satu dengan baris berikutnya sejajar dan membentuk segi
empat. Pola pemboran segi empat yang mana panjang burden dengan panjang spasi
tidak sama besar disebut square rectangular pattern. Sedangkan pola pemboran
selang-seling adalah pola pemboran yang penempatan lubang ledak pada baris yang
berurutan tidak saling sejajar, dan untuk pola pemboran selang-seling yang mana
panjang burden tidak sama dengan panjang spasi disebut staggered rectangular
pattern.

Beberapa Keuntungan Pemboran Miring :


- mengurangi biaya pemboran dan konsumsi handak, karena dengan burden yang
besar
- akan diperoleh jenjang yang stabil
- mengurangi resiko timbulnya ´toe dan ´backbreak

Beberapa Kerugian Pemboran Miring :


- sulit melakukan pemboran miring yang akurat
- diperlukan supervisi yang ketat

Beberapa Keuntungan Pemboran Vertikal :


- Pelaksanaan pengeboran lebih mudah, cepat, dan akurat
- Untuk jenis batuan yang sama, asesoris bor berumur lebih panjang
- Bahan peledak lebih sedikit
- Biaya pengeboran lebih kecil

Beberapa Kerugian Pemboran Vertikal :


- Lereng kurang stabil terhadap getaran, perlu analisis kestabilan lereng
- Hanya baik untuk batuan yang kompeten (kuat)
- Permukaan bidang bebas sering tidak rata

(Lampiran Gambar 2.2)


(Lampiran Gambar 2.3)

Faktor YangMempengaruhi:`Karakteristik Batuan (Data Geoteknik) `Karakteristik Bahan


Peledak `Teknik/ Metode Peledakan Desain :`Diameter Lubang Bor `Ketinggian
Jenjang `Geometri Pemboran : B, S, T, Sd `Struktur Batuan `Fragmentasi `Kestabilan
Jenjang

2.5 Sistem Pemboran Secara Mekanik (Mechanical Drilling)

Mechanical Drilling merupakan operasi pemboran yang peralatan pemborannya


digerakkan secara mekanis sehingga operator pemboran dapat mengendalikan semua
parameter pemboran lebih mudah. Peralatan pemboran ini disangga diatas rigs dan
menggunakan roda atau ban rantai. Komponen utama pada mechanical drilling adalah,
a. Mesin (sumber energi mekanik)
b. Batang Bor (mentransmisi energi mekanik)
c. Mata Bor (menggunakan energi mekanik untuk menembus batuan)
d. Flushing (membersihkan lubang bor dari cuttings)

Mechanical drilling terbagi menjadi tiga macam berdasarkan cara penetrasi terhadap
batuan, yaitu: rotary drilling, percussive drilling, dan rotary-percussive drilling.

2.5.1 Metode Pemboran Rotary Drilling


Rotary Drilling adalah metode pemboran yang menggunakan aksi putaran
untukmelakukan enetrasi terhadap batuan. Pada metode ini ada dua jenis mata bor,
yaitu tricone bit dengan hasil penetrasinya berupa gerusan dan drag bit dengan hasil
penetrasinya berupa potongan (cutting).
2.5.2 Metode Pemboran Percussive Drilling
Percussive Drill adalah metode pemboran yang menggunakan aksi tumbukan untuk
melakukan penetrasi terhadap batuan. Komponen utama Percussive drilling adalah
piston. Energi tumbukan piston diteruskan ke batang bor dan mata bor dalam bentuk
gelombang kejut yang bergerak sepanjang batang bor untuk meremukkan permukaan
batuan.

2.5.3 Metode Pemboran Rotary – Percussive Drilling


Rotary-Percussive Drilling adalah metode pemboran yang menggunakan aksi tumbukan
yang dikombinasikan dengan aksi putaran, sehingga terjadi proses peremukan dan
penggerusan batuan. Metode ini terbagi menjadi dua :
a. Top Hammer
Pada metode ini, aksi putaran dan tumbukan dihasilkan diluar lubang bor yang
kemudian ditransmisikan melalui batang bor yang menuju mata bor.
b. Down The Hole Hammer
Pada metode ini, aksi tumbukan dihasilkan didalam lubang bor yang dialirkan langsung
ke mata bor, sedangkan aksi putarannya dihasilkan diluar mata bor yang kemudian
ditransmisikan melalui batang bor menuju mata bor.

2.6 Perlengkapan Metode Pemboran Rotary-Percussive


Batang bor yang digunakan pada pemboran rotary-percussive ada dua macam, yaitu
integral drill steel dan extention drill Steel.

2.6.1 Integral Drill Steel


Integral drill steel tidak memerlukan couplings karena mata bor dan batang bornya
menjadi satu. Batang bor ini biasanya digunakan untuk jenjang yang relative rendah
atau kedalaman pemboran relative dangkal dan diameter lubang bor antara 22-41
mm.Komponen Batang Bor Jenis Integral.
2.6.2 Extension Drill Steel
Berbeda dengan Integral drill, extension drill memerlukan coupling untuk
menghubungkan shank rod dengan extension rods. Selain itu, batang bor jenis
extension dapat dipakai untuk mendapatkan kedalaman pemboran yang
diinginkan.Komponen batang extension

Perlengkapan pemboran pada alat bor rotary-percussive drilling dengan


menggunakan extension drill steel adalah :
1) Threads
Drill Steel threads berfungsi menghubungkan, shank, coupling sleeve, rods dan bits
selama operasi pemboran. Threads terdiri dari 4 macam, yaitu:
a. R – Thread
R – thread digunakan pada lubang berdiameter kecil (22-38 mm), R-thread
memiliki sebuah pitch berukuran 12,77 mm dan mempunyai profil sudut
yang besar.
b. T – Thread
Dapat digunakan pada semua kondisi pemboran dengan batang bor berukuran 38 – 51
mm. T-thread memiliki ukuran pitch yang lebih besar dan sudut yang lebih kecil
sehingga pelepasan koplingnya lebih mudah daripada R – thread. Umur pakai thread
tipe ini lebih panjang.
c. C – Threads
C – thread didesain untuk batang berukuran 51 mm atau lebih. Pitch pada
thread ini berukuran besar dan slope angle mirip dengan T- thread.

d. GD or HL – Thread
Thread ini mempunyai karakteristik diantara R- thread dan T – thread. Thread ini
mempunyai asymmetrical ‘sawtooth’ profil dan digunakan pada batang bor berukuran
25 – 57 mm.

2) Shank Adaptor
Shank adaptor merupakan komponen mesin bor yang pertama yang menstransmisikan
energi pukulan dari piston ke batang bor. Shank adaptor ini terletak didalam mesin bor
dandihubungkan dengan couplings ke batang bor pertama.

3) Batang Bor
Batang bor berguna untuk meneruskan energi putaran dan energi pukulan dari shank
adaptor ke mata bor. Pada pemboran dengan top hammer batang bor merupakan
komponen setelah drill chuck dan dapat berbentuk hexagonal maupun round cross –
section.
4) Couplings
Coupling berguna untuk menyambungkan batang bor yang satu dengan batang bor
lainnya. Tujuan penggunaan coupling untuk memperoleh kedalaman yang diinginkan.
5) Mata bor
Mata bor berguna untuk meneruskan energi putaran dan tumbukan dari batang bor ke
batuan. Alat bor rotary-percussive drill terdiri dari 2 jenis mata bor, yaitu:

a. Button Bit
Button bit berbentuk silinder. Pada bagian permukaan button bit terbesar tungstan
carbide dalam berbagai bentuk dengan diameter antara 50 mm – 251 mm. button bit ini
lebih cocok digunakan pada rotary-percusive drilling, mempunyai kecepatan yang lebih
tinggi daripada insert bit, lebih resisten terhadap pengerutan dan cold-pressing, dan
mampu meneruskan energy dari batang bor secara lebih efektif. (Gambar 3.10) Sleeve-
type Semi-bridge type Full-bridge type Helical-splines type

b. Insert Bit
Insert bit ini terdiri dari dua bentuk yaitu cross bits dan X-bits. Cross bits terdiri dari
empat buah tungsten carbide yang saling membentuk sudut 90o sedangkan X-bits
terdiri dari empat buah tungsten carbide yang saling membentuk sudut 75o dan 105o.
Insert bits memiliki ukuran diameter mulai dari 35 mm sampai 57 mm untuk cross bits
dan 64 mm untuk Xbits.(

2.7 Kegiatan Dasar pada Pemboran Rotary-Percussive


2.7.1 Percussion
Energi pukulan dihasilkan dari shock wave yang menggerakkan piston secara berulang-
ulang kemudian ditransmisikan dari hammer ke mata bor melalui batang bor. Button Bit
Cross Bit X-Bit
2.7.2 Rotation
Gerakan putaran yang menghasilkan perputaran mata bor diantara energi pukulan
berulang-ulang. Gerakan ini mengakibatkan terjadinya tumbukan mata bor batuan
dengan posisi yang berbeda-beda. Metode Pemboran di Permukaan dan
Pemakaiannya
2.7.3 Feed, or Thrust Load
Trhust Load adalah energi yang dihasilkan oleh pull down motor untuk menggerakkan
hammer dan kemudian diteruskan ke mata bor sehingga terjadi kontak permanen
dengan batuan. Feed adalah komponen dari rotary-percussive rock drill yang
menggerakkan pneumatic maupun hydraulic hammers maju mundur. Feed juga
menyediakan thrust load yang diperlukan pada operasi pemboran.

2.7.4 Flushing
Flushing adalah semburan udara, air, atau busa ke dalam lubang bor untuk
mengeluarkan cutting dari dalam lubang bor serta bertujuan untuk membersihkan
lubang bor.

2.8 Estimasi Produksi Mesin Bor

2.8.1 Waktu Edar (Cycle Time)


Waktu edar yang dibutuhkan untuk membuat satu lubang.

Ct = Bt + St + At + Pt + Dt

Keterangan :
Ct = Waktu edar (menit)
Bt = Waktu pemboran (menit)
St = Waktu menyambung batang bor (menit)
At = Waktu melepas batang bor (menit)
Dt = Waktu untuk mengatasi hambatan (menit)
Pt = Waktu pindah ke lubang yang lain, dan mempersiapkan alat bor hingga
siap untuk melakukan pemboran (menit)

2.8.2 Kecepatan Pemboran Rata-rata ( Drilling Speeds)


Kecepatan pemboran terdiri dari beberapa definisi :
1) Drilling Rate
Drilling Rate merupakan perbandingan kedalaman lubang bor yang dicapai terhadap
waktu yang diperlukan untuk membuat 1 atau lebih lubang bor, tanpa memperhitungkan
waktu untuk mengatasi hambatan (delay time).
Dr1 =

Keterangan :
Dr1 : Kecepatan pemboran bersih (meter/menit)
H : Kedalaman lubang tembak (meter)
Ct – Dt : Waktu edar pemboran tanpa hambatan (menit)

2) Gross Driling Rate


Gross Drilling Rate merupakan perbandingan kedalaman lubang bor yang dicapai
terhadap waktu yang tersedia.
GDR =
Keterangan:
GDR = Kecepatan pemboran (m/menit)
H = Kedalaman Lubang Tembak (meter)
Ct = waktu edar pemboran (menit)

2.8.3 Efisiensi Kerja Pemboran


Efisiensi kerja pemboran adalah perbandingan antara waktu kerja produktif dengan
waktu kerja yang terjadwal dan dinyatakan dalam persen. Waktu produktif adalah waktu
yang digunakan untuk kerja pemboran. Jadi efisiensi kerja dapat dinyatakan:
EK = X 100%
Keterangan:
EK = Efisiensi kerja pemboran (%)
WP = waktu kerja produktif (jam)
WT = waktu kerja yang tersedia (jam)
2.8.4 Volume Setara
Volume setara (Equivalent volume, Veq) menyatakan volume batuan yang diharapkan
terbongkar untuk setiap meter kedalaman lubang ledak yang dinyatakan dalam m3/m.
Volume setara dapat dihitung denga persamaan:
Veq =
Keterangan :
Veq = volume setara (m3/m)
V = volume batuan yang diledakkan (m3)
n = jumlah lubang tembak
H = kedalaman lubang tembak (m)
2.8.5 Produksi Pemboran
Produksi pemboran tergantung kecepatan pemboran mesin bor, volume setara dan
penggunaan efektif mesin bor. Produksi tersebut dinyatakan dalam m3/jam. Maka
persamaan produksi pemboran adalah:

P = Veq x GDR x EK x 60
Keterangan :
P = produksi alat bor (m3/jam/alat)
60 = konversi dari menit ke jam
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan uraian dari bab- bab sebelumnya maka dapat diambil beberapa
kesimpulan
dan saran sebagai berikut:

3.1 Kesimpulan

1. Pemboran adalah salah satu kegiatan penting dalam sebuah industri pertambangan.
Kegiatan pemboran biasanya dilakukan sebelum diadakannya penambangan.
Pemboran masuk dalam kegiatan eksplorasi detail yaitu pengambila conto sistematik
dengan pemboran inti.
2. Pemboran sangat bermanfaat dalam berbagai kegiatan dalam proses penambangan
dari sebelum dilakukan kegiatan penambangan contohnya survey tinjau dan prospeksi
umum yaitu sampling batuan sedangkan dalam proses pemanbangan pemboran
sangan di perlukan dalam proses pembokaran burden atau tanah penutup dengan
menggunakan peledak serta pemetaan geologi daerah persebaran bahan galian.
3. Mekanisme pemboran berhubungan dengan berbagai hal seperti jenis batuan di
lapangan, kondisi geologi dan keahlian dari operator alat itu sendiri.
4. Pemilihan alat bor didasarkan pada:
a. Jenis Batuan, dimana menentukan pemilihan alat bor, percussive atau rotary-
rushingdipakai untuk batuan yang keras, rotary-cutting dipakai untuk batuan sedimen.
b. Tinggi Jenjang, parameter yang dihubungkan dengan ukuran lainnya. Tinggi
jenjanditentukan terlebih dahulu dan parameter lainnya disesuaikan atau ditentukan
setelah mempertimbangkan aspek lainnya. Dalam tambang terbuka dan quarry
diusahakan tinggi jenjang ditentukan terlebih dahulu, dengan beracuan pada peralatan
bor yang tersedia. Tinggi jenjang jarang melebihi 15 meter, kecuali ada pertimbangan
lain.
c. Diameter Lubang Ledak, faktor penting dalam menentukan ukuran diameter
lubangledak adalah besarnya target produksi. Diameter yang lebih besar akan
memberikan laju produksi yang tinggi. Faktor lain yang mempengaruhi pemilihan
ukuran diameter lubang ledak adalah fragmentasi batuan yang dikehendaki dan
batasan getaran yang diijinkan.
d. Kondisi Lapangan, kondisi lapangan sangat mempengaruhi pemilihan peralatan.
e. Fragmentasi, adalah istilah yang menggambarkan ukuran dari pecahan batuan
setelah peledakan dan pada umumnya fagmentasi dipengaruhi oleh proses selanjutnya.
5. Dalam kegiatan pemboran penting agar operator dapat memilih alat bor sesui
keadaan dilapangan hal ini sangat berhubungan erat dengan skil dari oporator alat bor
dan pengalaman di bagian pemboran.

3.2 Saran
1. Sebaiknya saat melakukan pemboran sumber air harus benar memadai untuk
menghidari kerusakan alat bor dan kesinambungan proses pemboran.
2. Untuk mempertahankan kecepatan pemboran maka perlu adanya penajaman
kembali mata bor (Bit Grinding) dengan alat yang dinamakan grinder sehingga
kedalaman yang dihasilkan memuaskan dan mencapai target. Hal ini dilakukan juga
untuk memperpanjang umur mata bor.
3. Untuk memperpanjang umur batang bor, diupayakan agar operator menggunakan
WI (Work Instruction) dan SOP (Standar Operational Prosedure) pemboran yang telah
ditetapkan dan tetap menjaga kestabilan penyediaan air dan angin untuk pemboran.
4. Efisiensi pemboran dapat kita lakukan dengan cara memperkecil waktu hambatan
yang berupawaktu perbaikan, perawatan, persiapan pemboran serta melakukan
scalling dan washing secara bersamaan serta menekan waktu persiapan pulang. Maka
dengan demikian produksidapat meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Winarno, A,2008, Pengantar Teknologi Mineral,Jurusan tenik pertambangan


Universitas Mulawarman
2. Koesnaryo S., (2001), Pemboran untuk Penyediaan Lubang Ledak, Jurusan Teknik
Pertambangan UPN “VETERAN” Yogyakarta
3. http://wapedia.mobi/id/Emas
4. Jimeno,.CL., (1995), Drilling And Blasting Of Rock, AA Bakema, Roterdam .

Anda mungkin juga menyukai