Anda di halaman 1dari 8

filosofi ekologi manusia

filosofi ekologi manusia adalah ketika manusia dipengaruhi oleh ekosistem diperlukan adanya
kemampuan beradaptasi, sebaliknya ketika manusia harus mempengaruhi ekosistemnya
diperlukan mengembangkan program sebagai media kontrol ekosistem itu sehingga apa yang
akan dilakukan tidak terjadi distorsi dan destruksi. Oleh karena itu dalam sistem pengelolaan
lingkungan, ekologi yang dibutuhkan ialah ekologi manusia, yaitu ilmu yang mempelajari
hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan hidupnya
.
Adapun keterlibatan manusia dalam ekosistemnya ialah:
Pertama, manusia terlibat langsung sebagai bagian dari unsur-unsur dalam sebuah bentuk
ekosistem secara imanen dengan komponen lainnya. Misalnya manusia, tumbuhan, hewan dan
benda mati, yang saling berinteraksi dalam sebuah sistem atau ekosistem melalui proses rantai
makanan.
Kedua, manusia secara transendental tidak terlibat langsung sebagai bagian dari unsur-unsur
dalam sebuah proses ekosistem bersama komponen lainnya. Misalnya ekosistem dari sebuah
kawasan seperti ekosistem rawa, ekosistem hutan, dan ekosistem biota laut.
Ketiga, namun demikian baik manusia terlibat langsung ataupun tidak terlibat langsung dalam
proses ekosistem itu, ia tetap dituntut untuk berperan memberikan komitmen dan integritasnya
terhadap ekosistem itu. Pola komitmen itu harus berdasarkan moral agama, moral manusia, etika
lingkungan dan norma-norma lainnya, agar ekosistem-ekosistem yang berlangsung di planet
bumi ini tetap dalam tatanan keseimbangan ekologis.

Fungsi Manusia
Sebagaimana kita maklumi bahwa manusia dalam pengertian ekologi manusia merupakan sosok
yang memegang fungsi dan peranan penting dalam konteks lingkungan hidupnya. Namun perlu
diingat pula bahwa manusia secara fisik merupakan makhluk yang lemah. Perikehidupan dan
kesejahteraannya sangat tergantung kepada komponen lain. Artinya keberhasilan manusia dalam
mengelola rumah tangganya dengan baik, ditentukan oleh berhasilnya manusia dalam mengelola
makhluk hidup lainnya secara keseluruhan dengan baik pula.
Untuk memperkuat kelemahan manusia, ia diberi kelebihan akal atau alam pikiran (noosfer).
Dengan akal pikirannya manusia memiliki budaya serta dengan budayanya (yang disebut extra
somatic tool) manusia mampu menguasai dan mengalahkan makhluk yang lebih besar dan
menaklukan alam yang dahsyat.
Masalahnya apabila noosfer dengan prilakunya digunakan untuk kepentingan kesejahteraan diri
dan makhluk hidup lainnya dan didukung oleh rasa tanggung jawab terhadap kelestarian
kemampuan daya dukung lingkungannya, maka sejahteralah manusia dan makhluk hidup
lainnya. Sebaliknya, dengan noosfer (extra somatic tool) yang dikembangkan manusia dalam
mempermudah hidup dan memenuhi kebutuhan pokok (primery biological needs) manusia dapat
bersifat tamat, egois, serakah mengeksploitasi sumber daya alam dengan semena-mena, tanpa
pertimbangan dampak yang akan terjadi kelak. Bahkan merasa dirinyalah yang paling
memerlukan, dengan memanfaatkan sumber daya alam itu yang pada gilirannya mereka
terancam hidupnya dan makhluk hidup lain, kini dan generasi mendatang.

Ilmu-Ilmu yang terkait dengan ekologi manusia sebagai berikut :


1.Sosiologi
Suatu wilayah yang di dalamnya berlangsung hubungan manusia dengan sesamanya dengan ciri
dan sistem dimana berkembang hubungan struktural dan fungsional antara mereka atau disebut
sosiosistem. Jadi yang menjadi konsentrasi pada lingkungan hidup sosial adalah manusia yang
berada dalam wilayah kajian itu. Misalnya wilayah permukiman, baik di perkotaan maupun
pedesaan atau daerah transmigrasi, suatu wilayah yang telah dihuni oleh manusia dan
berlangsung secara struktural dan fungsional dalam kehidupannya.
Lebih jelas lagi seperti yang dikemukakan oleh Andrey Armour. Lingkungan hidup sosial
meliputi:
1. Bagaimana manusia hidup, bekerja, bermain, dan berkativitas keseharian.
2. Sikap mental masyarakat.
3. Bagaimana kelakuan tindak-tanduk masyarakat.
4. Gaya hidup masyarakat.
5. Bagaimana kesehatan masyarakat.
6. Bagaimana kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
7. Bagaimana pendidikan masyarakat.
8. Ritual dan kehidupan beragama masyarakat.
9. Sistem nilai, norma, prilaku, sanksi, budaya, adat-istiadat, kebiasaan masyarakat,
keyakinan.
10. Community, dilihat dari aspek-aspek struktur penduduk, kohesi (hubungan erat atau
kebersamaan), stabilitas sosial, estetika, dan infrastruktur yang digunakan atau diakui sebagai
fasilitas umat.
11. Kepindahan penduduk misalnya transmigrasi, pindah biasa dari satu tempat ke tempat
lainnya atau misah rumah dari orang tua atau mertua ke kontrakan atau menempati rumah baru
dan sebagainya.

2.Kependudukan
Isu lonjakan penduduk sering kali menjadi tema besar
dalam perbincangan tentang krisis lingkungan yang terjadi
di berbagai belahan dunia.Keterkaitan keseimbangan lingkungan
dan kelestarian terhadap peningkatan jumlah penduduk diikuti
dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Hal inilah yang
sebenarnya menjadi poin dalam menyandarkan masalah
lingkungan. Meningkatnya jumlah penduduk telah memberikan
dampak
nyata bahwa kebutuhan untuk sandang, pangan, dan papan akan
ikut meningkat serta menuntut tambahan sarana dan prasarana
untuk melayani keperluan masyarakat. Walaupun lingkungan
menyediakan berbagai jenis sumberdaya alam, baik sumberdaya
alamhayati maupun non hayati, yang
dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat
diperbaharui, tetapi alam memiliki daya dukung
lingkungan yangterbatas. Oleh sebab itu, kita harus
meninggalkan paradigma terlalu menekankan aspek materi-
positivistik, untuk menunju paradigma pengetahuan yang
berwawasan lingkungan.Ekologi merupakan ilmu tentang
tempat tinggal makhluk hidup, atau biasa didefinisikan sebagai
ilmu yang mempelajari hubungan makhluk hidup dengan
lingkungannya (Karden, 2009: 4). Menariknya, semenjak
pertama kali ekologi diperkenalkan, ilmu ini kurang menarik
perhatian para ilmuan dikarenakan dianggap sebagai ilmu murni
yang terlalu general dan kurang bermanfaat. Namun, setelah
terjadi krisis lingkungan dan dilaksanakan Konferensi
Internasional tentang lingkungan hidup di Stockholm pada tahun
1972, barulah ekologi menarik perhatian semua pihak, baik
ilmuan, politikus, terlebih kaum agamawan.
Sebenarnya sudah sejak tahun 1950-an masalah lingkungan
mendapat perhatian serius, tidak saja dari kalangan ilmuan,
tetapi juga politisi maupun masyarakat umum (Saifullah, 2007:
1). Namun, perbincangan tentang problematika lingkungan
seolah tidak ada hentinya. Bumi semakin panas. Ini bukan judul
film, tetapi gejala nyata yang dirasakan dunia saat ini. Betapa
tidak! Suhu rata-rata udara di permukaan Bumi yang di abad lalu
meningkat 0,75ºC, dalam 50 tahun terakhir ini naiknya berlipat
ganda. Badan PBB, Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC), memproyeksikan bahwa pada tahun 2100 suhu
rata-rata dunia cenderung akan meningkat dari 1,8ºC menjadi
4ºC—dan skenario terburuk bisa mencapai 6,4ºC— kecuali
dunia mengambil tindakan untuk membatas emisi gas rumah
kaca (Said, 2011: 2).
Membahas ekologi dan kependudukan tidak bisa secara parsial
karena merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya
merupakan satu kesatuan yang saling membutuhkan.
Keterkaitan antara ekologi dan kependudukan seringkali
dihubungkan dengan kebutuhan ekonomi, hal ini diterangkan
oleh Syakur (2008: 44-45), bahwa setidaknya ada dua bentuk
tekanan kuat yang dirasakan menghimpit masyarakat dunia
sedang berkembang. Pertama, bersifat eksternal, yakni himpitan
yang datang dari negara-negara industri maju yang hendak
mempertahankan dominasi dan supremasi kekuatan ekonomi
dan tingkat standar hidup yang selama ini telah mereka
nikmati. Kedua, bersifat internal, yakni himpitan yang datang
dari dalam negeri sendiri. Himpitan yang kedua ini muncul dari
tuntutan para penguasa dan pemerintah masing-masing negara
berkembang yang bermaksud meningkatkan taraf perekonomian
rakyat dengan cara meniru pola dan tata cara yang pernah
dilakukan oleh negara-negara industri, khususnya menyangkut
eksploitasi sumber alam.
Namun ironisnya, penyempitan wacana lingkungan dalam
ekologi terapan dewasa ini melahirkan suatu kenyataan, bahwa
titik fokus kajian problem lingkungan selalu didasarkan pada
nilai untung bagi kepentingan manusia, bukan nilai untung bagi
lingkungan itu sendiri, atau keuntungan pahala yang didapat dari
Tuhan. Akibatnya, problem lingkungan yang tidak memberi
keuntungan bagi manusia akan diterlantarkan, diacuhkan,
bahkan akan dikesampingkan. Dengan demikian, ekologi akan
memunculkan wajah arogan, bukan ekologi santun yang utuh
yang berperikemakhlukan. Kondisi ini lah yang pemicu
terjadinya pelbagai problematika lingkungan di bumi tercinta.

3.Sumber Daya Alam


Ekologi adalah suatu kajian studi terhadap hubungan timbal
balik (interaksi) antar organism (antar makhluk hidup) dan
antara organism (makhluk hidup) dengan lingkungannya.
Faktor-faktor pembatas ekologis ini perlu diperhitungkan agar
pembangunan membawa hasil yang lestari.Hubungan antara
pengawetan ekosistem dan perubahan demi pembangunan demi
pembangunan ada tiga prinsip yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Kebutuhan untuk memperhatikan kemampuan untuk
membuat pilihan penggunaan sumber alam di masa depan.
2. Kenyataan bahwa peningkatan pembangunan pada daerah-
daerah pertanian tradisional yang telah terbukti berproduksi baik
mempunyai kemungkinan besar untuk memperoleh
pengembalian modal yang lebih besar dibanding daerah yang
baru.
3. Kenyataan bahwa penyelamatan masyarakat biotis dan
sumber alam yang khas merupakan langkah pertama yang logis
dalam pembangunan daerah baru, dengan alasan bahwa sumber
alam tersebut tak dapat digantikan dalam arti pemenuhan
kebutuhan dan aspirasi manusia, dan kontribusi jangka panjang
terhadap pemantapan dan produktivitas daerah (Dasmann, 1973)
Untuk menjamin keberlanjutan fungsi layanan sosial-ekologi
alam dan keberlanjutan sumberdaya alam dalam cakupan
wilayah yang lebih luas maka pendekatan perencanaan SDA
dengan instrumen penataan ruang harus dilakukan dengan
mempertimbangkan bentang alam dan kesatuan layanan
ekosistem, endemisme dan keterancaman kepunahan flora-
fauna, aliran-aliran energi sosial dan kultural, kesamaan sejarah
dan konstelasi geo-politik wilayah.
Dengan pertimbangan-pertimbangan ini maka pilihan-pilihan
atas sistem budidaya, teknologi pemungutan/ekstraksi SDA dan
pengolahan hasil harus benar-benar mempertimbangkan
keberlanjutan ekologi dari mulai tingkat ekosistem lokal sampai
ekosistem regional yang lebih luas. Dengan pendekatan
ekosistem yang diperkaya dengan perspektif kultural seperti ini
tidak ada lagi “keharusan” untuk menerapkan satu sistem PSDA
untuk wilayah yang luas. Hampir bisa dipastikan bahwa setiap
ekosistem bisa jadi akan membutuhkan sistem pengelolaan SDA
yang berbeda dari ekosistem di wilayah lain.
4.Ekonomi Pembangunan

Indonesia tak perlu di ragukan lagi merupakan salah satu negara di dunia
yang memiliki potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat besar,
dengan potensi SDA yang dimiliki tersebut menjadikan Indonesia
sebagai sasaran investasi yang potensial dan menarik bagi para investor.
Hal ini menjadikan tantangan akan pengelolaan SDA juga semakin besar
karena pengelolaan SDA akan sangat berkaitan dengan aspek ekonomi
dan ekologi. Pembangunan nasional dalam era reformasi dan otonomi
daerah sekarang ini, bidang ekonomi cenderung berbenturan paling
keras dengan urusan lingkungan hidup (ekologi), karena pembangunan
ekonomi dan pelestarian ekologi bagaikan dua sisi yang berlainan tapi
sangat berkaitan karena di satu sisi pembangunan ekonomi perlu
dilakukan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat tetapi di lain
pihak pembangunan ekonomi sedikit banyak akan membawa dampak
bagi pelestarian ekologi. Hal ini di sebabkan sebagian besar terminologi
ekonomi terbukti gagal mempertemukan keperdulian lingkungan dengan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu merupakan tugas yang
sangat berat bagi pemerintah khususnya pemerintah daerah yang
bersentuhan langsung dalam hal pengelolaan SDA, agar pendayagunaan
SDA dilakukan sedemikian rupa demi kesejahteraaan rakyat tetapi tidak
melupakan sisi pelestarian ekologi. Indonesia memiliki hampir semua
modal pembangunan, modal sumberdaya alam yang besar, modal sosial
yang khas, SDM dll yang semuanya perlu dijaga keharmonisannya
dalam sebuah aransemen pembangunan yang pas. Merubah paradigma
terhadap pembangunan. Setiap analisa yang dilakukan harus melihat
keterkaitan sebagai satu pendekatan menyeluruh.
Paradigma dengan penekanan lebih pada ekologi mengubah cara
pandang parsial menjadi menyeluruh karena masing-masing bagian ini
menentukan dinamika dari keseluruhan. Paradigma ini sejalan dengan
tujuan gerakan Deep Ecology yang menuntut suatu etika baru yang tidak
hanya berpusat pada manusia, tetapi berpusat pada bentang alam dan
mendukung suatu gaya hidup yang selaras dengan alam yang
diperjuangkan melalui isu lingkungan, pemberdayaan masyarakat dan
politik. Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi dapat diartikan
sebagai suatu proses kegiatan yang berupaya untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dalam suatu struktur ekonomi dari yang
bercorak tradisional ke modern. Dimana dalam pembangunan ekonomi
diupayakan terjadinya kenaikan pendapatan per kapita masyarakat yang
bertujuan untuk mengatasi kesenjangan sosial dengan cara memperkecil
tingkat pengangguran dan mempersempit jurang pemisah antara si kaya
dan si miskin. Dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, investasi
memiliki peran yang sangat dominan, yaitu untuk mempertinggi
kemampuan dalam hal menghasilkan barang produksi. Dalam
pembangunan ekonomi, barang produksi yang dimaksud tersebut di bagi
menjadi lima(5) kelompok besar yaitu pertanian, pertambangan,
manufaktur, perdagangan, dan jasa. Pembangunan ekonomi pada lima
kelompok besar barang produksi tersebut di tujukan untuk meningkatkan
kemakmuran masyarakat, mengakselerasi pertumbuhan ekonomi,
mengurangi ketimpangan, dan menghapus kemiskinan.

Anda mungkin juga menyukai