Anda di halaman 1dari 13

Penyakit Batu Empedu di Duktus Koledokus

Rullyn Suzana Saputri 102010243, Yolanda Erizal 102014024 , Yohanna Inge 102014100 ,
Alexander Felix 102014128 , Bernadet Yulyanti 102014170, Elena Silvia Tara 102014177 ,
Dwiki Widyanugraha 102014194

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510. No. Telp (021) 5694-2061. Fax: (021) 563-1731

Email: elenasilviat@gmail.com

Abstrak

Kandung empedu mensekresikan bilirubin dan garam empedu melalui ductus sistikus dan ductus
koledocus. Terkadang saluran ini mengalami sumbatan akibat dari batu empedu yang disebut
sebagai koledokolithiasis. Koledokolithiasis adalah terdapatnya batu empedu dalam saluran
empedu yaitu di duktus koledokus. Batu ini bisa berasal dari migrasi dari kantung empedu atau
pun bisa terbentuk dari saluran tersebut. Gejala yang ditimbulkan dari koledokolithiasis bisa
asimptomatik bisa juga berupa nyeri kolik bilier, ikterus, nyeri tekan kuadran kanan atas, tinja
yang berwarna seperti dempul dan demam disertai menggigil. Koledokolithiasis dapat dideteksi
sekaligus di terapi salah satunya dengan endoscopic retrograde cholangiopancreatography
(ERCP).

Kata kunci: Koledokolithiasis, sumbatan, duktus.

Abstract
Gallbladder secreted bilirubin and bile salts through the cystic duct and choledochal duct.
Sometimes the channel is experiencing blockage because of gallstones is called
choledocholithiasis. Choledocholithiasis is the availability of gallstones in the bile ducts are in
the choledochal duct. This gall stone can come from the migration from the gallbladder or can
be formed from the duct. The symptoms caused from choledocolithiasis can be asymptomatic and
can also be painful biliary colic, jaundice, right upper quadrant tenderness, white stools like
putty and fever with shiver. Choledocholithiasis can be detected at once in therapy one of them
by endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP).

Keywords: Choledocholithiasis, obstruction, duct.

1
Pendahuluan

Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara
Barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi
penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan bati empedu tidak
mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi
relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik
yang spesifik maka risiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. Batu
empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi
melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut
sebagai batu saluran empedu sekunder. Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung
empedu juga disertai batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat
terbentuk primer di dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung
empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia
dibandingkan dengan pasien di negara Barat. Perjalanan batu saluran empedu sekunder belum
jelas benar, tetapi komplikasi akan lebih sering dan berat dibandingkan batu kandung empedu
asimtomatik. Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai batu empedu yang terdapat pada duktus
koledokus yang merupakan gabungan dari duktus sistikus dan hepatikus. Penyakit akibat
sumbatan batu empedu di lokasi ini sering disebut dengan koledokolitiasis.1
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui kaitan koledokolitiasis dalam
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, working dan differential diagnosis, etiologi,
epidemiologi, patogenesis, manifestasi klinis, komplikasi, penatalaksanaan, pencegahan dan
prognosis untuk konsep pemahaman dalam menegakkan diagnosis penyakit koledokolitiasis.

Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara riwayat kesehatan pasien baik secara langsung atau
tidak langsung yang memiliki tiga tujuan utama yaitu mengumpulkan informasi, membagi
informasi, dan membina hubungan saling percaya untuk mendukung kesejahteraan pasien.
Informasi atau data yang dokter dapatkan dari wawancara merupakan data subjektif berisi hal
yang diutarakan pasien kepada dokter mulai dari keluhan utama hingga riwayat pribadi dan
sosial.2

2
Untuk kasus ini keluhan utamanya adalah nyeri hebat yang hilang timbul secara
mendadak pada perut kanan atasnya dan menjalar hingga ke punggung kanan sejak 6 jam yang
lalu. Kemudian dilanjutkan dengan menanyakan riwayat penyakit sekarang. Tahapan ini penting
untuk menanyakan beberapa masalah seperti perjalanan penyakit, gambaran atau deskripsi
keluhan utama, keluhan atau gejala penyerta dan usaha berobat. Dari kasus tersebut kita
mendapati wanita tersebut mempunyai keluhan sejak 5 hari yang lalu, pasien juga mengeluh
demam tinggi, tubuhnya berwarna kekuningan dan tinjanya berwarna pucat seperti dempul.
Selain menanyakan riwayat penyakit sekarang, kita juga menyakan apakah sebelumnya pasien
pernah menderita penyakit yang sama seperti ini atau tidak dan menanyakan apakah dikeluarga
pasien adakah yang memiliki sakit atau bahkan riwayat sakit yang sama seperti ini dan juga
ditanyakan riwayat pribadi dari kebiasaan makan, kebersihan pasien, dan kebersihan lingkungan
dari pasien.2

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan diawali dengan melihat keadaan umum dari pasien yaitu tanda – tanda vital
pasien terlebih dahulu. Tanda– tanda vital mencakup suhu, tekanan darah, frekuensi napas,
frekuensi nadi. Keadaan umum pasien apakah sakit berat, sedang atau ringan, nyaman atau tidak,
tenang atau gelisah. Kemudian lakukan pemeriksaan seperti inspeksi (look), palpasi (feel), dan
pergerakan (move), dan auskultasi.1

Pemeriksaan abdomen paling baik dilakukan pada pasien dalam keadaan berbaring dan
relaks, kedua lengan berada disamping, dan pasien bernapas melalui mulut. Pasien diminta untuk
menekukkan kedua lutut dan pinggulnya sehingga otot – otot abdomen menjadi relaks.
Tangan pemeriksa harus hangat untuk menghindari terjadinya refleks tahanan otot oleh pasien.
Apakah ada tanda ikterus, tanda tanda penurunan berat badan, malnutrisi. Apakah dijumpai
dehidrasi, syok, Apakah adanya obstruksi (distensi, muntah, konstipasi, bising usus seperti
mendenting bernada tinggi. Kemudian lakukan pemeriksaan palpasi dengan menekan untuk
mengetahui apakah ada nyeri tekan atau tidak. Jika terdapat nyeri tekan pada abdomen kuadran
kanan atas menunjukkan kemungkinan kolesistitis akut. Setelah itu dilanjutkan dengan perkusi
yang berguna untuk memastikan adanya pembesaran beberapa organ, khususnya hati, limpa, atau
kandung kemih. Selanjutnya auskultasi dimana dilakukan pada kuadran abdomen secara

3
sistematis. Bunyi bising usus juga didengar pada masing - masing kuadran selama 1 menit.
Bising usus dapat naik, turun, normal dan tidak kedengaran bunyi.2

Pemeriksaan Penunjang
Selain melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, tindakan diagnostik
khusus yang bermanfaat untuk mendeteksi penyakit koledokolitiasis adalah pemeriksaan
laboratorium, dan pemeriksaan radiologi (USG abdomen, ERCP, MRCP).3
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium, apabila terdapat batu yang menyumbat saluran empedu,
akan ditemukan beberapa kondisi yaitu peningkatan enzim hati yang menunjukkan kolestasis
gamma GT dan alkali fosfatse, peningkatan enzim pankreas (amilase dan lipase) apabila batu
menyumbat duktus koledokus dan duktus pankreatikus dan peningkatan bilirubin serum terjadi
jika obstruksi masih berlangsung.3

USG Abdomen

USG Abdomen merupakan sarana diagnosis dan pencitraan pilihan dan pemeriksaan rutin
untuk menilai penyakit batu empedu. Sensitifitas untuk menilai batu kadung empedu lebih dari
96%. Pada pemeriksaan ini didapatkan ada bayangan hiperekoid di dalam unekoid serta terdapat
gambaran akustic shadow dan juga terdapat gambaran double rim dari vesika felea.
Ultrasonografi dapat juga secara akurat mengidentifikasi pelebaran saluran empedu baik intra
dan ekstrahepatik, selain juga lesi parenkim hati atau pankreas. Batu di koledokus bisa juga
terlihat dengan ultrasonografi walau sensitivitas tidak lebih dari 50 %. Ketiadaan gambaran
sonografi batu pada duktus koledokus tidak menyingkirkan kemungkinan adanya batu
koledokus.3

ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio-Pancreatography)


ERCP dilakukan bila diperlukan gambaran definitif sistem bilier dan saluran pankreas.
ERCP adalah suatu prosedur yang dilakukan dengan cara kolangiografi dan pankreatografi
langsung secara retrograd. Melalui kanulasi papila vateri, kontras disuntikkan ke dalam saluran
bilier atau pankreas. Indikasi utama ERCP adalah ikterus obstruktif, misalnya karena batu
empedu.4

4
MRCP (Magnetic Resonance Cholanguo-Pancreatography)
MRCP merupakan suatu adaptasi MRI dengan sensitivitas dan spesivitas lebih dari 90 %
untuk batu saluran empedu dibandingkan dengan ERCP. MRCP merupakan pilihan terbaik
apabila terdapat kecurigaan adanya batu di saluran empedu. Bila dicurigai kuat ada batu
koledokus, ERCP didahulukan karena bisa diikuti oleh ekstraksi batu perendoskopi. Keuntungan
MRCP di antaranya noninvasif dan tidak menggunakan bahan kontras.4

Diagnosa Kerja

Dari anamnesis, dapat diketahui umurnya yaitu wanita berusia 50 tahun dan mengeluh
nyeri hebat yang hilang timbul secara mendadak pada perut kanan atasnya dan menjalar hingga
ke punggung kanan sejak 6 jam yang lalu. Selain itu juga diketahui bahwa pasien juga mengeluh
demam tinggi, tubuhnya berwarna kekuningan, dan tinjanya berwarna pucat seperti dempul.
Selain anamnesis di atas, perlu juga dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
sehingga dapat meyakinkan diagnosis, sehingga dapat ditegakan diagnosis kerjanya, yaitu
koledokolitiasis.4
Sebagian besar batu dalam duktus koledokus berasal dari batu empedu yang bermigrasi.
Migrasi berhubungan dengan ukuran batu, duktus sistikus, dan koledokus. Batu yang tinggal di
koledokus akan menimbulkan komplikasi. Pada saat kolesistektomi, sekitar 10% pasien dengan
batu kandung empedu juga memiliki batu di saluran empedu, umumnya pada duktus koledokus
atau hepatikus komunis. Tetapi dapat juga didapatkan di saluran empedu intrahepatik.
Koledokolitiasis terbagi dua menjadi koledokolitiasis primer yang batunya berada pada saluran
kadung empedu dan koledokolitiasis sekunder yang batu empedu dari kandung empedu
bermigrasi ke duktus koledokus melalui duktus sistikus. Biasanya batu ini terbentuk akibat
obstruksi bilier parsial karena batu sisa, striktur traumatik, kolangitis sklerotik, atau kelainan
bilier congenital. Infeksi dapat merupakan kejadian awal. Batu berwarna cokelat, tunggal atau
multiple, oval, dan menyesuaikan diri dengan sumbu memanjang saluran empedu. Batu
cenderung terjepit di ampula Vater.5
Differential Diagnosis

Kolangitis

5
Istilah kolangitis dipakai untuk infeksi bakteri padan cairan empedu di dalam saluran
empedu. Kolangitis disebabkan oleh adanya obstruksi aliran empedu seperti tumor, striktur,
stent, dan paling sering batu koledokus. Gejala umumnya berupa demam, menggigil, nyeri perut,
dan ikterus (triad Charcot).4
Timbulnya kolangitis berasal dari kombinasi adanya bakteri di cairan empedu ditambah
dengan meningkatnya tekanan di dalam saluran empedu karena obstruksi. Pada beberapa
keadaan, jalur infeksi cukup jelas misalnya timbulnya kolangitis setelah ERCP pada anastomosis
enterobilier, bakteri mencapai saluran empedu secara retrograd, namun pada banyak keadaan,
mekanisme yang tepat bagaimana cairan empedu terinfeksi tidak begitu jelas. Kemungkinan
besar bakteri naik dari duodenum yang dimungkinkan oleh adanya divertikel periampuler atau
disfungsi motorik sfingter Oddi. Bakteri yang terlibat adalah bakteri Gram negatif aerob seperti
E. coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas atau enterobacter, bakteri anaerob ditemukan pada 10-
20% kasus. Bila kolangitis tidak diobati dengan baik, dapat timbul bakterimia, dan selanjutnya
abses hati tunggal atau multipel.4
Karakteristik kolangitis berupa leukositosis dan kadar bilirubin serum 2-4 mg/dl karena
obstruksi biasanya tidak total. Bila bilirubin serum di atas 10 mg/dl perlu dicurigai obstruksi
saluran empedu total akibat neoplasma. Fosfatase alkali, gamma GT, dan 5-NT meningkat
mencolok. Tranaminase serum juga meningkat. Pada obstruksi akut dan transien, tranaminase
serum akan meningkat sangat tinggi (lebih dari 10 kali lipat) karena nekrosis hepatoselular, namu
akan menurun dengan cepat dalam 2-3 hari. Diagnosis utama ditegakkan dengan ultrasonografi
di mana ditemukan pelebaran saluran empedu proksimal obstruksi pada 90% kasus. Batu
koledokus tidak selalu tampak pada ultrasonografi. Penyebab lain yang perlu dipertimbangkan
terutama pada pasien tanpa nyeri adalah neoplasma saluran empedu dari luar oleh kelenjar getah
bening di porta hepatis. CT scan juga berguna untuk menentukan penyebab kolangitis. CT scan
digunakan untuk menentukan perluasan neoplasma yang menyebabkan obstruksi tersebut. Bila
terdapat pelebaran saluran empedu, pemeriksaan kolangiografi langsung seperti ERCP/PTC
sangat berguna untuk diagnosis dan terapi.4

Keganasan5
Karsinoma pankreas adalah karsinoma yang berkembang ketika sel-sel kanker terbentuk
pada jaringan-jaringan pankreas. Sekitar 95% dari kanker pankreas adalah adenokarsinoma,
sisanya 5% termasuk adenosquamous karsinoma, karsinoma sel cincin, dan hepatoid karsinoma.
6
Karsinoma pankreas merupakan karsinoma gastrointestinal yang terbanyak ke tiga di Indonesia
setelah karsinoma kolon dan rektum dan karsinoma lambung. Kanker ini memiliki prognosis
yang buruk karena selalu didiagnosis pada fase yang telah lanjut.

Umumnya untuk kasus dengan diagnosa karsinoma pankreas, keluhan yang diajukan
penderita adalah timbulnya rasa nyeri di epigastrium, yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk sudah
berbulan-bulan. Serangan nyeri dapat terus menerus atau dapat intermiten. Tetapi
perasaan tersebut makin lama makin sering yang dirasakan bertambah berat, dan dirasakan
berkurang bila penderita duduk sambil membungkukkan badan. Nafsu makan berkurang,
mual, berat badan menurun. Untuk karsinoma di kaput pankreas biasanya disertai keluhan mata
dan badan menguning, serta gatal-gatal.

Pemeriksaan radiologi/imaging untuk menentukan adanya suatu keganasan pada


pankreas yang sering digunakan adalah Ultranonografi, Computerized Tomografi (CT scan),
Endoscopic Retrograde Cholangiopanreografi (ERCP), dan Magnetik Resonance
cholangiopancreotografi (MRCP).

Etiologi
Penyebab koledoklitiasis sama seperti kolelitiasis, yaitu adanya faktor predisposisi
terjadinya batu empedu. Faktor predisposisi itu antara lain; perubahan komposisi empedu (sangat
jenuh dengan kolesterol), statis empedu (akibat gangguan kontraksi kandung empedu atau
spasme sfingter oddi), dan infeksi (bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan)
kandung empedu. Batu pada koledokolitiasis dapat berasal dari batu di kandung empedu yang
bermigrasi dan menyumbat di duktus koledokus, atau dapat juga berasal dari pembentukan batu
di duktus koledokus itu sendiri.3

Epidemologi
Di negara barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai dengan batu
saluran empedu. Di Asia lebih banyak ditemukan batu saluran empedu primer (batu yang
dibentuk di saluran empedu). Perbandingan pria : wanita adalah 1:2, dan banyak terjadi pada usia
40-an. Di Amerika Serikat, insidens kasus batu empedu pada wanita lebih tinggi dibandingkan
dengan pria (2,5:1). Hal ini dikarenakan adanya estrogen endogen yang menghambat konversi
enzimatik kolesterol menjadi asam empedu sehingga menambah saturasi kolesterol dalam cairan
empedu. Kehamilan menambah risiko batu empedu. Progesteron menyebabkan gangguan
pengosongan kandung empedu dan bersama estrogen meningkatkan litogenesis cairan empedu

7
pada kehamilan. Pemberian estrogen secara farmakologis juga menambah risiko pembentukan
batu empedu. Pada masyarakat Barat, komposisi didapatkan 73% batu pigmen dan 27% batu
kolesterol. Faktor resiko terjadinya batu empedu adalah usia, gender wanita, kehamilan,
estrogen, obesitas, etnik, sirosis, anemi hemolitik, dan nutrisi parenteral.5

Faktor genetik juga terlibat pada pembentukan batu empedu, dibuktikan dengan
prevalensi batu empedu yang tersebar luas di antara berbagai bangsa dan ras tertentu. Prevalensi
paling mencolok ada pada suku Indian Pima di Amerika Utara (>75 %), Chili dan Kaukasia di
Amerika Serikat, lalu dilanjutkan penduduk Swedia, Jerman, dan Austria diikuti oleh New
Zealand, Inggris, Norwegia, Irlandia, serta Yunani. Prevalensi terendah ada pada orang Asia di
Singapura dan Thailand. Batu pigmen lebih umum di Asia dan Afrika. Walaupun demikian,
akhir-akhir ini insiden batu kolesterol meningkat di Asia dan Afrika, terutama di Jepang ketika
terjadi westernisasi pola diet dan gaya hidup.5

Patofisiologi6
Cairan empedu diproduksi oleh hati sebanyak 500-600 mL per hari yang kemudian
dialirkan ke dalam kandung empedu dan disimpan di sana. Cairan empedu hati bersifat isotonik
dan mengandung elektrolit yang memiliki komposisi serupa dengan komposisi elektrolit plasma.
Namun, komposisi elektrolit cairan empedu yang berada dalam kandung empedu berbeda dengan
empedu hepar karena banyak anion inorganik (klorida dan bikarbonat). Bahan utama yang
terkandung dalam cairan empedu adalah asam empedu (80 %) serta fosfolipid dan kolesterol
yang tidak teresterifikasi (4 %). Lesitin adalah fosfolipid utama yang terdapat dalam cairan
empedu, meskipun ditemukan pula lisolesitin dan fosfatidil etanolamin dalam persentase kecil.
Fosfolipid akan terhidrolisis di usus dan tidak ikut serta dalam siklus enterohepatik. Sebaliknya,
asam empedu masuk ke dalam siklus enterohepatik, kecuali asam litokolat. Beberapa asam
empedu yang utama adalah asam kolat (cholic acid) dan asam kenodeoksikolat
(chenodeoxycholic acid).
Dalam keadaan puasa, tekanan sfingter Oddi meningkat sehingga menghambat aliran
empedu dan duktus koledokus ke duodenum. Hal ini mencegah refluks isi duodenum ke duktus
koledokus dan juga memfasilitasi, pengisian kandung empedu. Sebaliknya kolesistokinin yang
dilepaskan oleh mukosa duodenum sebagai respons terhadap asupan lemak dan asam amino
memfasilitas pengosongan kandung empedu. Kolesistokinin menyebabkan kontraksi kandung

8
empedu dan relaksasi sfingter Oddi sehingga cairan empedu dapat mengalir dari kandung
empedu ke dalam duodenum.

Asam empedu merupakan molekul menyerupai deterjen dan dapat melarutkan substansi
yang pada dasarnya tidak dapat larut dalam air, misalnya kolesterol. Kelarutan kolesterol dalam
cairan empedu tergantung pada konsentrasi kolesterol itu sendiri dan perbandingan antara asam
empedu dan lesitin. Perbandingan yang normal akan melarutkan kolesterol, sedangkan
perbandingan yang tidak normal menyebabkan presipitasi kristal kolesterol dalam cairan
empedu. Hal ini merupakan salah satu faktor awal terbentuknya batu kolesterol.

Selain batu kolesterol dapat juga terbetuk batu pigmen. Dinamakan batu pigmen karena
batu jenis ini mengandung kalsium bilirubinat dalam jumlah yang bermakna dan mengandung <
50 % kolesterol. Terdapat dua macam batu pigmen yang dikenal, yaitu batu pigmen hitam dan
batu pigmen cokelat.
Batu pigmen hitam tersusun oleh kalsium bilirubinat, kalsium karbonat, kalsium fosfat,
glikoprotein musin, dan sedikit kolesterol. Faktor risiko terbentuknya batu pigmen hitam, antara
lain hemolisis, sirosis hepatis, dan usia tua. Terbentuknya batu pigmen ini didasarkan pada
konsep pengendapan bilirubin. Bilirubin terkonjugasi mempunyai kelarutan yang tinggi sehingga
garam kalsium- biurubin mono atau diglukuronida mudah larut dalam cairan empedu.
Sebaliknya, bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dan dapat disimpulkan bilirubin jenis itulah
yang mengendap pada batu pigmen. Bilirubin tak terkonjugasi juga rentan terhadap presipitasi
oleh kalsium. Bilirubin tak terkonjugasi sebenarnya terdapat dalam jumlah yang sangat kecil
dalam cairan empedu, yaitu hanya sekitar 1%. Oleh sebab itu, tampaknya kandung empedu
sendiri memiliki mekanisme yang meningkatkan solubilitas bilirubin tak terkonjugasi tersebut.
Kelainan hemolitik menghasilkan bilirubin tak terkonjugasi dalam jumlah besar sehingga lebih
kondusif terhadap pembentukan batu pigmen hitam.
Batu pigmen cokelat berbeda dari batu pigmen hitam. Bila batu pigmen hitam hampir
selalu terbentuk di kandung empedu, batu pigmen cokelat dapat terbentuk di saluran empedu,
bahkan setelah kolesistektomi. Seperti batu pigmen hitam, insiden batu pigmen cokelat juga
meningkat pada usia tua, dan sedikit lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki. Batu
pigmen cokelat dan hitam sama-sama mengandung garam kalsium dan bilirubin tak terkonjugasi,
tetapi batu pigmen cokelat hanya sedikit sekali mengandung kalsium karbonat maupun fosfat.

9
Yang menarik dari batu pigmen cokelat ialah komposisi asam lemak bebasnya yang cukup besar,
terutama asam palmitat dan stearat. Adanya asam lemak tersebut dalam batu pigmen cokelat
menyokong hipotesis bahwa batu pigmen cokelat terbentuk karena infeksi dan stasis. Hal itu
disebabkan fosfolipase bakteri umumnya menghasilkan asam palmitat dan stearat dari
pemecahan lesitin.
Batu di kandung empedu umumnya tidak menunjukkan gejala (silent gall stones) kecuali
bila batu tersebut bermigrasi ke leher kandung empedu atau ke dalam duktus koledokus. Sekitar
60-80% kasus batu empedu tidak bergejala atau asimptomatik. Batu baru akan memberikan
keluhan bila bermigrasi ke leher kandung empedu (duktus sistikus) atau ke duktus koledokus.
Migrasi keduktus sistikus akan menyebabkan obstruksi yang dapat menimbulkan iritasi zat kimia
dan infeksi. Batu yang bermigrasi ke duktus koledokus dapat lewat ke doudenum atau tetap
tinggal diduktus yang dapat menimbulkan ikterus obstruktif. Sedangkan terbentuknya batu pada
saluran empedu dapat disebabkan karena adanya stasis bilier yang dapat disebabkan oleh striktur,
stenosis papilla, tumor atau batu sekunder lainnya. Waktu yang diperlukan untuk timbulnya batu
empedu bervariasi. Pada pasien dengan nutrisi total parenteral atau pada orang gemuk dengan
penurunan berat badan yang cepat, intervalnya hanya dalam hitungan minggu.

Manifestasi Klinis
Riwayat nyeri bilier atau penyakit kuning, dapat ditemukan. Rasa sakit tersebut
merupakan akibat dari peningkatan pesat tekanan dalam saluran empedu yang dikarenakan
adanya aliran empedu yang terhambat. Sifat umum dari efek batu empedu adalah rasa nyeri yang
selalu terasa pada bagian kanan atas abdomen dan dapat bertahan selama berjam-jam lamanya,
pasien juga sering mengeluh adanya demam dan riwayat penyakit kuning yang terkait dengan
episode nyeri tersebut. Kombinasi nyeri, demam (dan menggigil), dan penyakit kuning
merupakan symptom klasik Charcot triad.7

Nyeri yang disebabkan oleh batu pada ductus koledokus sangat mirip dengan kolik bilier.
Mual dan muntah sering ditemukan. Pada pemeriksaan fisik dapat normal tapi nyeri tekan pada
ulu hati atau kuadran kanan atas abdomen dengan ikterus disebabkan oleh batu yang menutupi
ampula secara temporer seperti katup berbentuk bola. Batu yang kecil dapat melewati ampula
secara spontan. Batu juga dapat terimpaksi seluruhnya, menyebabkan ikterus yang progresif.7

10
Hepatomegali, mungkin juga ditemukan pada kasus obstruksi akibat dari batu empedu,
dan nyeri tekan biasanya ditemukan pada kuardran kanan atas dan epigastrium. Obstruksi pada
saluran empedu yang bertahan lebih 30 hari akan mengakibatkan kerusakan hepar yang
mengarah ke sirosis. Kegagalan hati disertai dengan hipertensi vena portal terjadi pada kasus
yang tidak diobati. 7

Penatalaksanaan
Batu saluran empedu selalu menyebabkan masalah yang serius karena itu harus
dikeluarkan baik melalui operasi terbuka maupun melalui suatu prosedur yang disebut
endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP). Pada ERCP, suatu endoskopi
dimasukan melaui mulut, kerongkongan, lambung, dan duodenum. Zat kontras radiopak masuk
ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter Oddi. Pada sfingterotomi, otot
sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke
usus halus dan dikeluarkan bersama tinja. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada
90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami
komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan operasi terbuka. Komplikasi yang
mungkin segera terjadi adalah perdarahan, pancreatitis akut dan perforasi atau infeksi saluran
empedu. Pada 2-6% penderita, saluran dapat menciut kembali dan batu empedu dapat timbul
lagi.3
Dibutuhkan obat untuk melisiskan batu dengan obat-obatan yaitu Asam ursodeoksikolat
(pelarut batu empedu dan menurunkan absorbsi kolesterol) => Estazor Caps 8-10 mg/KgBB
dalam 2-3 dosis terbagi.3

Komplikasi
Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu
(kolangitis), infeksi pankreas (pankreatitis) atau infeksi hati. Jika saluran empedu tersumbat,
maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri
bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.7
a. Kolangitis akut : didasarkan apabila gejala trias charcot atau penta Reynlds dijumpai. Trias
Charcot adalah nyeri abdomen bagian kanan atas, ikterus dan demam. Jika adanya
kolangitis supuratif akut gejala trias Charcot disertai dengan penta Reynalds yaitu hipotensi
dan gangguan kesedaran.

11
b. Pancreatitis bilier akut : impaksi di papilla vateri yang menyebabkan obstruksi di duktus
pankreatikus dan menyebabkan pancreatitis. Regurgitasi cairan empedu yang naik ke atas
secara retrograde menyebabkan sebagian cairan empedu masuk ke dalam duktus
pankreatikus yang menyebabkan peradangan.
c. Sirosis bilier sekunder yang terjadi akibat obstruksi dalam jangka masa yang lama pada
duktus koledokus, terjadi gangguan sekresi cairan empedu yang menyebabkan kerusakan
parenkim hati. Akibatnya fibrosis yang progresif dan serosis. Gejala lanjut adalah tanda
kegagalan hati seperti ensefalopati, hipertensi portal dan asites.

Pencegahan
Untuk mencegah terbentuknya batu pada saluran empedu sebaiknya mengurangi
konsumsi alkohol dan mengurangi konsumsi makanan yang mengandung kolesterol.

Prognosis
Prognosis dari koledokolithiasis tergantung pada gejala klinis dan beratnya komplikasi
dari pasien itu sendiri. Koledokolithiasis dengan endoskopik atau pembedahan, maka
prognosisnya baik sebaliknya pasien tanpa pengobatan 55% mengalami komplikasi.

12
Kesimpulan

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien tersebut
diduga kena Koledokolithiasis. Ciri khas penyakit ini adalah nyeri di bagian abdomen kanan atas
dan menjalar hingga punggung (interskapula) kanan. Selain itu terdapat pula tanda-tanda iketrus
seperti kulit menjadi kuning, urin berwarna seperti air teh, dan tinja berwarna seperti dempul.

Daftar pustka

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.721-3.
2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2010.h. 77,80-8.
3. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas
Kedokteran UKRIDA; 2013. h.187-202.
4. Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Sjaifoellah. Buku ajar ilmu penyakit hati. Edisi
ke-1. Jakarta: CV Sagung Seto; 2012. h.171-88.
5. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2010.h.663-705.
6. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit: gangguan hati,
kandung empedu, dan pankreas. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2006. h.507-8.
7. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.h.510-2.

13

Anda mungkin juga menyukai