Anda di halaman 1dari 22

ASUHANAN KEPERAWATAN ANEMIA HEMOLITIK

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anemia hemolitik adalah penyakit anemia yang disebabkan oleh meningkatnya kegiatan
penghancuran sel darah merah. Siklus hidup sel darah merah adalah 120 hari, dan setelah itu
maka organ penghancur dalam sumsum tulang, limpa dan hati akan bekerja merusak sel darah
merah yang berumur lebih dari 120 hari tersebut.

Penghancuran sel darah merah (hemolisis)sebelum waktunya bisa terjadi karena


beberapa hal, antara lain karena adanya penyakit tertentu seperti leukimia (kanker darah) dan
beberapa sebab lain yang akan dijelaskan lebih rinci berikut ini. Jika terjadi penghancuran sel
darah merah karena adanya gangguan penyakit tersebut, maka sum-sum tulang belakang akan
memprosuksi sel darah merah sampai dengan 10 kali lipat kuota produksi normalnya. Namun
jika proses penghancuran berlangsung lebih cepat dari proses produksi, maka akan
terjadi anemia hemolitik.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Definisi anemia hemolitik?

2. Apa saja Klasifikasi anemia hemolitik ?

3. Bagaimana Perawatan anemia hemolitik?

1.3 Tujuan
Tujuan Instuksional Umum

Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien anemia hemolitik.

Tujuan Instuksional Khusus

1) Mengetahui pengertian dari anemia hemolitik

2) Mengetahui klasifikasi anemia hemolitik

3) Mengetahui perawatan anemia hemolitik

BAB II
TINJAUAN TEORIS

A. Definisi

a. Anemia

Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau
berkurangnya volume sel yang didapat dalam 100 ml darah (Ngastia, 1997 ; 398)

Anemia adalah berkurangnya volume eritrosit di kadar HB di bawah batas nilai-nilai yang dijumpai
pada orang sehat (Nelson; 838)

b. Anemia Hemolitik

Anemia hemolitik adalah anemia yang di sebabkan oleh proses hemolisis, yaitu pemecahahan eritrosit
dalam pembuluh darah sebelum waktunya (normal umur eritrosit 100-120 hari).

Anemia hemolitik adalah anemia karena hemolisis, kerusakan abnormal sel-sel darah merah (sel darah
merah), baik di dalam pembuluh darah (hemolisis intravaskular) atau di tempat lain dalam tubuh
(extravascular).

Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena terjadinya penghancuran darah sehingga
umur dari eritrosit pendek ( umur eritrosit normalnya 100 sampai 120 hari).

Anemia hemolitik merupakan kondisi dimana jumlah sel darah merah (HB) berada di bawah nilai
normal akibat kerusakan (dekstruksi) pada eritrosit yang lebih cepat dari pada kemampuan sumsum
tulang mengantinya kembali. Jika terjadi hemolisis (pecahnya sel darah merah) ringan/sedang dan
sumsum tulang masih bisa mengompensasinya, anemia tidak akan terjadi, keadaan ini disebut anemia
terkompensasi. Namun jika terjadi kerusakan berat dan sumsum tulang tidak mampu menganti
keadaan inilah yang disebut anemia hemolitik.

Anemia hemolitik sangat berkaitan erat dengan umur eritrosit. Pada kondisi normal eritrosit akan
tetap hidup dan berfungsi baik selama 120 hari, sedang pada penderita anemia hemolitik umur
eritrosit hanya beberapa hari saja.

B. Etiologi

Etiologi anemia hemolitik dibedakan kedalam 2 bagian sebagai berikut :

Intrinsik
 Kelainan membran, seperti sferositosis herediter, hemoglobinuria nokturnal paroksismal.
 Kelainan glikolisis, seperti defisiensi piruvat kinase.
 Kelainan enzim, seperti defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD).
 Hemoglobinopati, seperti anemia sel sabit, methemoglobinemia.

Ekstinsik

 Gangguan sistem imun, seperti pada penyakit autoimun, penyakit limfoproliferatif, keracunan
obat.
 Mikroangiopati, seperti pada purpura trombotik trombositopenik, koagulasi intravaskular
diseminata (KID).
 Infeksi, seperti akibat plasmodium, klostridium, borrelia.
 Hipersplenisme
 Gangguan nutrisi

C. Patofisiologi

Hemolisis adalah acara terakhir dipicu oleh sejumlah besar diperoleh turun-temurun dan
gangguan. etiologi dari penghancuran eritrosit prematur adalah beragam dan dapat disebabkan oleh
kondisi seperti membran intrinsik cacat, abnormal hemoglobin, eritrosit enzimatik cacat, kekebalan
penghancuran eritrosit, mekanis cedera, dan hypersplenism. Hemolisis dikaitkan dengan pelepasan
hemoglobin dan asam laktat dehidrogenase (LDH). Peningkatan bilirubin tidak langsung dan
urobilinogen berasal dari hemoglobin dilepaskan.

Seorang pasien dengan hemolisis ringan mungkin memiliki tingkat hemoglobin normal jika
peningkatan produksi sesuai dengan laju kerusakan eritrosit. Atau, pasien dengan hemolisis ringan
mungkin mengalami anemia ditandai jika sumsum tulang mereka produksi eritrosit transiently
dimatikan oleh virus (Parvovirus B19) atau infeksi lain, mengakibatkan kehancuran yang tidak
dikompensasi eritrosit (aplastic krisis hemolitik, di mana penurunan eritrosit terjadi di pasien dengan
hemolisis berkelanjutan). Kelainan bentuk tulang tengkorak dan dapat terjadi dengan ditandai
kenaikan hematopoiesis, perluasan tulang pada masa bayi, dan gangguan anak usia dini seperti
anemia sel sabit atau talasemia.

a. Mekanisme pemecahan eritrosit ektravaskular

terjadi dalam sel makrofag dan sistem retikuloendotelial terutama di organ hati,
limpa/pankreas dan sumsum tulang. Pemecahan eritrosit terjadi di dalam sel organ-organ tersebut
karena organ-organ tersebut mengandung enzim heme oxygenase yang berfungsi sebagai enzim
pemecah.

Eritrosit yang lisis akibat kerusakan membran, gangguan pembentukan hemoglobin dan
gangguan metabolisme ini, akan dipecah menjadi globin dan heme. Globin akan disimpan sebagai
cadangan, sedang heme akan dipecah lagi menjadi besi dan protoforfirin. Besi disimpan sebagai
cadangan. Protoforpirin akan terurai menjadi gas CO dan bilirubin. Bilirubin dalam darah berikatan
dengan albumin akan membentuk bilirubin indirect (bilirubin I). Bilirubin indirect yang terkonjugasi di
organ hati menjadi bilirubin direct (bilirubin II). Bilirubin direct diekresikan (disalurkan) ke empedu
sehingga meningkatkan sterkobilinogen (mempengaruhi warna feses) dan urobilinogen
(mempengaruhi warna urin/air seni).

b. Mekanisme pemecahan eritrosit intravaskular

terjadi dalam sirkulasi darah. Eritrosit yang lisis melepaskan HB bebas ke dalam plasma.
Haptoglobin dan hemopektin mengikat HB bebas tersebut ke sistem retikuloendotelial untuk
dibersihkan. Dalam kondisi hemolisis berat, jumlah haptoglobin dan hemopektin mengalami
penurunan, akibatnya Hemoglobin bebas beredar dalam darah (hemoglobinemia). Pemecahan
eritrosit yang berlebihan akan membuat hemoglobin dilepaskan ke dalam plasma. Jumlah hemoglobin
yang tidak terakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah itulah yang menyebabkan
hemoglobinemia.

Hemoglobin juga dapat melewati glomelurus ginjal sehingga terjadi hemoglobinuria.


Hemoglobin yang terdapat di tubulus ginjal akan diserap oleh sel-sel epitel, sedang kandungan besi
yang terdapat di dalamnya akan disimpan dalam bentuk hemosiderin. Jika epitel ini mengalami
deskuamasi akan terjadi hemosiderinuria (hemosiderin hanyut bersama air seni). Hemosiderinuria
merupakan tanda hemolisis intravaskular kronis.

Berkurangnya jumlah eritrosit diperifer juga memicu ginjal mengeluarkan eritropoetin untuk
merangsang eritropoesis di sumsum tulang. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan retikulosit
(sel eritrosit muda di paksa matang) sehingga mengakibatkan polikromasia.
E. Manifestasi Klinik

 Kadang – kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan krisis hemolotik,
yang menyebakan krisis hemolitik yang di tandai dengan:

1. Demam

2. Mengigil

3. Nyeri punggung dan lambung

4. Perasaan melayang

5. Penurunan tekana darah yang berarti

 Secara mikro dapat menunjukan tanda-tanda yang khas yaitu:

1. Perubahan metabolisme bilirubin dan urobilin yang merupakan hasil pemecahan eritrosit.
Peningkatan zat tersebut akan dapat terlihat pada hasil ekskresi yaitu urin dan feses.

2. Hemoglobinemia : adanya hemoglobin dalam plasma yang seharusnya tidak ada karena
hemoglobin terikat pada eritrosit. Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan membuat
hemoglobin dilepaskan kedalam plasma. Jumlah hemoglobin yang tidak dapat diakomodasi
seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah akan menyebabkan hemoglobinemia.

3. Masa hidup eritrosit memendek karena penghancuran yang berlebih.

4. Retikulositosis : produksi eritrosit yang meningkat sebagai kompensasi banyaknya eritrosit yang
hancur sehingga sel muda seperti retikulosit banyak ditemukan.
 Gejala umum pada anemia adalah nilai kadar HB <7g/dl, sedang gejala hemolisisnya berupa ikterus
(kuning) akibat peningkatan kadar bilirubin indirect dalam darah, pembengkakan limfa
(splenomegali), pembengkakan organ hati (hepatomegali) dan kandung batu empedu
(kholelitiasis). Tanda dan gejala lebih lanjut sangat tergantung pada penyakit yang menyertai.

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat:

 Bilirubin serum meningkat

 Urobilinogen urin meningkat, urin kuning pekat

 Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam

2. Gambaran peningkatan produksi eritrosit

 Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital

 hiperplasia eritropoesis sum-sum tulang

3. Gambaran rusaknya eritrosit:

 morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom mikrositer, target cell, sickle
cell, sferosit.

 fragilitas osmosis, otohemolisis

 umur eritrosit memendek. pemeriksaan terbaik dengan labeling crom. persentasi aktifikas crom
dapat dilihat dan sebanding dengan umur eritrosit. semakin cepat penurunan aktifikas Cr maka
semakin pendek umur eritrosit

G. Pemeriksaan penunjang

1. Penurunan kadar HB<1g/dl dalam satu minggu tanpa diimbangi dengan proses eritropoesis yang
normal

2. Penurunan masa hidup eritrosit <120 hari. Pemeriksaan terbaik dengan labeling crom. Persentasi
aktivitas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur eritrosit. Semakin cepat penurunan aktivitas
crom maka semakin pendek umur eritrosit

3. Hemoglobinuria (urin berwarna merah kecoklatan atau merah kehitaman)

4. Hemosiderinuria diketahui dengan pemeriksaan pengecatan biru prusia pada air seni

5. Hemoglobinemia, terlihat pada plasma yang berwarna merah terang

6. Peningkatan katabolisme heme, biasanya terlihat dari peningkatan bilirubin serum

7. Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital (menghitung sel darah merah muda)


8. Sterkobilinogen feses meningkat, pigmen feses berwarna kehitaman

9. Terjadi hiperplasia eritropoesis sumsum tulang

H. Penatalaksaan

Lebih dari 200 jenis anemia hemolitik ada, dan tiap jenis memerlukan perawatan khusus.

1. Terapi transfusi

 Hindari transfusi kecuali jika benar-benar diperlukan, tetapi mereka mungkin penting bagi
pasien dengan angina atau cardiopulmonary terancam status.

 Administer dikemas sel darah merah perlahan-lahan untuk menghindari stres


jantung.

 Pada anemia hemolitik autoimun (AIHA), jenis pencocokan dan pencocokan silang mungkin
sulit. Gunakan paling tidak kompatibel transfusi darah jika ditandai.. Risiko hemolisis akut dari
transfusi darah tinggi, tetapi derajat hemolisis tergantung pada laju infus.. Perlahan-lahan
memindahkan darah oleh pemberian unit setengah dikemas sel darah merah untuk mencegah
kehancuran cepat transfusi darah.

 Iron overload dari transfusi berulang-ulang untuk anemia kronis (misalnya, talasemia atau
kelainan sel sabit) dapat diobati dengan terapi khelasi. Tinjauan sistematis baru-baru ini
dibandingkan besi lisan chelator deferasirox dengan lisan dan chelator deferiprone parenteral
tradisional agen, deferoxamine. 10

2. Menghentikan obat

 Discontinue penisilin dan agen-agen lain yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan tubuh
dan obat oksidan seperti obat sulfa (lihat Diet).

 Obat yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan adalah sebagai berikut

1) Penisilin

2) Sefalotin

3) Ampicillin

4) Methicillin

5) Kina

6) Quinidine

7) Kortikosteroid dapat dilihat pada anemia hemolitik autoimun.

3. Splenektomi dapat menjadi pilihan pertama pengobatan dalam beberapa jenis anemia hemolitik,
seperti spherocytosis turun-temurun.

 Dalam kasus lain, seperti di AIHA, splenektomi dianjurkan bila langkah-langkah lain telah gagal.
 Splenektomi biasanya tidak dianjurkan dalam gangguan hemolitik seperti anemia hemolitik
agglutinin dingin.

 Diimunisasi terhadap infeksi dengan organisme dikemas, seperti Haemophilus influenzae dan
Streptococcus pneumoniae, sejauh sebelum prosedur mungkin.

4. Penanganan gawat darurat:

Atasi syok, pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, perbaiki fungsi ginjal. Jika terjadi
penurunan hemoglobin berat perlu diberi diberi transfusi namun dengan pengawasan ketat. Transfusi
yang diberikan berupa washed red cell untuk mengurangi beban antibodi. Selain itu juga diberi steroid
parenteral dosis tinggi atau hiperimun untuk menekan aktivitas makrofag.

5. Terapi suportif-simptomatik:

Bertujuan untuk menekan proses hemolisis terutama dilimfa dengan jalan splenektomi (operasi
pengangkatan limfa). Selain itu perlu juga diberi asam folat 0,15-0,3mg/hari untuk mencegah krisis
megaloblastik.

6. Terapi kausal:

Mengobati penyebab dari hemolisis, namun biasanya penyakit ini idiopatik (tidak diketahui
penyebabnya) dan herediter (bawaan) sehingga sulit untuk ditangani. Pada thalasemia, transplantasi
sumsum tulang bisa dilakukan.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a. Biodata :

Nama :-

Umur : wanita usia 12-35 th)

Jenis kelamin : (sering terjadi pada perempuan)

Alamat :_

Pendidikan : (pengetahuan tentang nutrisi)

Nomo reg :

b. Riwayat kesehatan

 Riwayat kesehatan dahulu


 Kemungkinan klien pernah terpajan zat-zat kimia atau mendapatkan pengobatan seperti anti
kanker, analgetik dll

 Kemungkinan klien pernah kontak atau terpajan radiasi dengan kadar ionisasi yang besar

 Kemungkinan klien kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung as. Folat,Fe dan Vit12.

 Kemungkinan klien pernah menderita penyakit-penyakit infeksi

 Kemungkinan klien pernah mengalami perdarahan hebat

 Riwayat kesehatan keluarga

Penyakit anemia dapat disebabkan olen kelainan/kegagalan genetik yang berasal dari orang tua yang
sama-sama trait sel sabit

 Riwayat kesehatan sekarang

 Klien terlihat keletihan dan lemah

 Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi

 Mengeluh nyeri mulut dan lidah

c. Kebutuhan dasar

1) Pola aktivitas sehari-hari

 Keletihan, malaise, kelemahan

 Kehilangan produktibitas : penurunan semangat untuk bekerja

2) Sirkulasi

 Palpitasi, takikardia, mur mur sistolik, kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, farink dan
bibir) pucat

 Sklera : biru atau putih seperti mutiara

 Pengisian kapiler melambat atau penurunan aliran darah keperifer dan vasokonstriksi (kompensasi)

 Kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok

 Rambut kering,mudah putus,menipis dan tumbuh uban secara prematur

3) Eliminasi

Diare dan penurunan haluaran urin

4) Integritas ego

Depresi, ansietas, takut dan mudah tersinggung

5) Makanan dan cairan

 Penurunan nafsu makan


 Mual dan muntah

 Penurunan BB

 Distensi abdomen dan penurunan bising usus

 Nyeri mulut atau lidah dan kesulitan menelan

6) Higiene

Kurang bertenaga dan penampilan tidak rapi

7) Neurosensori

 Sakit kepala, pusing, vertigo dan ketidak mampuan berkonsentrasi

 Penurunan penglihatan

 Gelisah dan kelemahan

8) Nyeri atau kenyamanan

Nyeri abdomen samar dan sakit kepala

9) Pernafasan

Nafas pendek pada istirahat dan aktivitas (takipnea, ortopnea dan dispnea)

10) Keamanan

Gangguan penglihatan, jatuh, demam dan infeksi

11) Seksualitas

 Perubahan aliaran menstruasi ( menoragia/amenore)

 Hilang libido

 Impoten

d. contoh ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI PROBLEM

1 DS : mengeluhkan pusing, lemas, Penurunan komponen Perubahan perfusi


menggigil, nyeri punggung dan seluler yang diperlukan jaringan
lambung, serta sesak nafas dan untuk pengiriman oksigen
mudah lelah saat beraktivitas.

DO :

 Badan pasien teraba dingin


 Pasien tampak pucat dan
konjungtiva pucat

 TTV

 TD : di bawah 120/80 mmHg

 Suhu 36,50 C – 370 C

2 DS : mengatakan tidak ada nafsu Nafsu makan menurun, Gangguan nutrisi


makan, mual, dan muntah mual kurang dari
kebutuhan tubuh
DO : pasien tampak lemah,

Wajah tampak pucat

3 DS : mengatakan lambung nya Penurunan masukan diet; Konstipasi


nyeri perubahan proses
pencernaan; efek samping
DO : terapi obat.

 Urine pekat dan feses hitam

 Pada Auskultasi terdengar


bunyi usus menurun

B. Diagnosa keperawatan
1) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk
pengiriman oksigen

2) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nafsu makan menurun, mual

3) Konstipasi b.d penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping
terapi obat.

C. contoh RENCANA KEPERAWATAN

NO Tujuan dan KH Intervensi Rasional


1. Tujuan a. Awasi tanda vital kaji a. Memberikan informasi
pengisian kapiler, warna tentang
panjang, Setelah di kulit/membrane mukosa, derajat/keadekuatan
lakukan asuhan dasar kuku. perfusi jaringan dan
keperawatan selama 4X membantu menetukan
24 dapat memenuhi kebutuhan intervensi.
kebutuhan oksigen
b. Meningkatkan
ekspansi paru dan
b. Tinggikan kepala memaksimalkan oksigenasi
Pendek, setelah dilakuan tempat tidur sesuai untuk kebutuhan seluler.
tindakan kep selama 8 toleransi. Catatan : kontraindikasi
jam dapat meningkatkan bila ada hipotensi.
perfusi jaringan
c. Gemericik
menununjukkan gangguan
jajntung karena regangan
Kriteria hasil: jantung lama/peningkatan
kompensasi curah jantung.
K : klien mengerti
penyebab perfusi d. Iskemia seluler
perubaha jaringan c. Awasi upaya mempengaruhi jaringan
pernapasan ; auskultasi miokardial/ potensial risiko
A : klien mampu untuk bunyi napas perhatikan infark.
mengurangipenurunan bunyi adventisius.
komponen seluler yang e. Termoreseptor
diperlukan untuk jaringan dermal dangkal
pengiriman oksigen karena gangguan oksigen
d. Selidiki keluhan nyeri
dada/palpitasi.

P : klien mampu untuk


mengatasipenurunan
komponen seluler yang f. Mengidentifikasi
diperlukan untuk defisiensi dan kebutuhan
pengiriman oksigen pengobatan /respons
terhadap terapi.

P: e. Hindari penggunaan
botol penghangat atau
TTV: botol air panas. Ukur suhu
 TD : di kisaran120/80 air mandi dengan g. Memaksimalkan
mmHg thermometer. transport oksigen ke
jaringan.
 Suhu 36,5 C – 37 C
0 0
f. Kolaborasi pengawasan
hasil pemeriksaan
 Jumlah Eritrosit 5000 - laboraturium. Berikan sel
9000 sel/mm3 darah merah h. Meningkatkan jumlah
lengkap/packed produk sel darah merah
darah sesuai indikasi.

g. Berikan oksigen
tambahan sesuai indikasi.

h. Berikan transufi darah


sesuai indikasi
2. Jangka panjang, Setelah a. Kaji riwayat nutrisi, a. Mengidentifikasi
di lakukan asuhan termasuk makan yang defisiensi, memudahkan
keperawatan selama 3X disukai intervensi
24 jam dapat memenuhi
kebutuhan nutrisi sesuai b. Observasi dan catat b. Mengawasi masukkan
dengan kebutuhan masukkan makanan pasien kalori atau kualitas
tubuh kekurangan konsumsi
makanan
Pendek, stelah di
lakukan tidakan
keperawatan selama 3
jam klien mampu c. Timbang berat badan c. Mengawasi penurunan
menghabiskan porsi setiap hari berat badan atau
makan efektivitas intervensi
nutrisi

d. Menurunkan
Kriteria hasil: kelemahan, meningkatkan
d. Berikan makan sedikit pemasukkan dan
 Keadaan umum dengan frekuensi sering mencegah distensi gaster
membaik dan atau makan diantara
waktu makan e. Gejala GI dapat
 dapat menghabiskan menunjukkan efek anemia
porsi makan yang (hipoksia) pada organ.
diberikan
e. Observasi dan catat
 Mengalami kejadian mual/muntah,
peningkatan BB flatus dan dan gejala lain f. Meningkatkan nafsu
yang berhubungan makan dan pemasukkan
oral. Menurunkan
pertumbuhan bakteri,
meminimalkan
f. Berikan dan Bantu kemungkinan infeksi.
hygiene mulut yang baik ; Teknik perawatan mulut
sebelum dan sesudah khusus mungkin diperlukan
makan, gunakan sikat gigi bila jaringan
halus untuk penyikatan rapuh/luka/perdarahan
yang lembut. Berikan dan nyeri berat.
pencuci mulut yang di
encerkan bila mukosa oral g. Membantu dalam
luka. rencana diet untuk
memenuhi kebutuhan
individual
h. Meningkatakan
efektivitas program
g. Kolaborasi pada ahli pengobatan, termasuk
gizi untuk rencana diet. sumber diet nutrisi yang
dibutuhkan.

i. Kebutuhan
penggantian tergantung
pada tipe anemia dan atau
h. Kolaborasi ; pantau adanyan masukkan oral
hasil pemeriksaan yang buruk dan defisiensi
laboraturium yang diidentifikasi.

i. Kolaborasi; berikan
obat sesuai indikasi
3. Tujuan, a. Observasi warna feses, a. Membantu
konsistensi, frekuensi dan mengidentifikasi penyebab
Panjang, setelah di jumlah /factor pemberat dan
lakukan tindakan asuhan intervensi yang tepat.
kep selama 4 X 24 jam,
membuat/kembali pola b. bunyi usus secara
normal dari fungsi usus umum meningkat pada
diare dan menurun pada
b. Auskultasi bunyi usus konstipasi

Kriteria hasil : c. dapat mengidentifikasi


dehidrasi, kehilangan
 mengatakan berlebihan atau alat dalam
lambungnya tidak nyeri mengidentifikasi defisiensi
lagi c. Awasi intake dan diet
output (makanan dan
 Warna urine normal, cairan). d. membantu dalam
dan warna feses normal memperbaiki konsistensi
serta konsistensi yang feses bila konstipasi. Akan
normal membantu
memperthankan status
 Bunyi usus normal. hidrasi pada diare

e. menurunkan distress
d. Dorong masukkan gastric dan distensi
cairan 2500-3000 ml/hari abdomen
dalam toleransi jantung
f. mencegah ekskoriasi
kulit dan kerusakan

e. Hindari makanan yang


membentuk gas

f. Kaji kondisi kulit


perianal dengan sering,
catat perubahan kondisi
kulit atau mulai kerusakan. g. serat menahan enzim
Lakukan perawatan pencernaan dan
perianal setiap defekasi bila mengabsorpsi air dalam
terjadi diare. alirannya sepanjang traktus
intestinal dan dengan
g. Kolaborasi ahli gizi demikian menghasilkan
untuk diet seimbang bulk, yang bekerja sebagai
dengan tinggi serat dan perangsang untuk defekasi.
bulk.
h. mempermudah
defekasi bila konstipasi
terjadi.

i. menurunkan motilitas
usus bila diare terjadi.

h. Berikan pelembek
feses, stimulant ringan,
laksatif pembentuk bulk
atau enema sesuai indikasi.
Pantau keefektifan.
(kolaborasi)

i. Berikan obat antidiare,


misalnya Defenoxilat
Hidroklorida dengan
atropine (Lomotil) dan obat
mengabsorpsi air, misalnya
Metamucil. (kolaborasi).
CONTOH IMPLEMENTASI

Tgi/jam No. Implementasi Respon ps TTD


Dx

29/10/12

07.00 1,2,3 1. Memantau TTV 1. DS : keluarga


pasien
mengatakan
pasien agak
mendingan

DO : TTV normal
: (TD : 110/70-
120/80 mmHg,
Suhu: 36,5-
37,50 C, RR: 16-
24 x/mnt, Nadi:
60-100 x/mnt

2. DS : pasien
sudah merasa
08.15 1 2. Memantau gas enak
darah, volume tidal,
tekanan inspirasi DO :
puncak, dan AGD normal :
parameter ektubasi (PO2 : 80-95
mmHg, PCO2:
35-45 mmHg,
HCOO-3 : 21-26
mmHg, PH :
7,35- 7,45, SO2 :
90-100 mmHg)

29/10/12 2 Pemberian serat DS : Pasien


menahan enzim bersifat
11.00 pencernaan dan kooperatif
mengabsorpsi air
dalam alirannya DO : pasien
sepanjang traktus menghabiskan
intestinal dan dengan makanan sesuai
demikian porsi yang
menghasilkan bulk, berikan
yang bekerja sebagai
perangsang untuk
defekasi.(kolaborasi
ahli gizi)

13.00 Menurunkan motilitas DS : pasien


usus bila diare sedang dalam
terjadi Berikan obat keadaan tenang
antidiare, misalnya
Defenoxilat DO: obstruksi
3 usus
Hidroklorida dengan
atropine (Lomotil) dan
obat mengabsorpsi
air, misalnya 8-12 per menit
Metamucil.
(kolaborasi dgn
dokter).

Hari No. Dx Evaluasi Paraf


/tgl

1. S : pasien mengatakan sudah


tidak pusing, menggigil, nyeri punggung
dan lambung Contoh EVALUASI
O : TD normal

-klien tidak pucat, sianosis dan suhu


dingin

A : masalah teratasi

P : intervensi di hentikan

2. S : pasien mengatakanmenambah nafsu


makan membaik dan sedikit mual,

O : BB : bertambah

A : masalah teratasi sebagian

P : intervensi di lanjutkan

3. S : pasien mengatakan nyeri pada


lambung berkurang

O : sekala nyeri berkurang

A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm 3 darah atau
berkurangnya volume sel yang didapat dalam 100 ml darah.

Anemia hemolitik adalah anemia yang di sebabkan oleh proses hemolisis, yaitu pemecahahan eritrosit
dalam pembuluh darah sebelum waktunya (normal umur eritrosit 100-120 hari).

Penyebab anemia hemolitik :

1. Faktor intrinsik

a. gangguan stuktur dinding eritrosit

b. gangguan pembentukan nukleotida

c. hemoglobinopatia

2. Faktor intrinsik
a. akibat reaksi non imunitas

b. akibat reaksi imunitas

c. infeksi, plasmodium, boriella

B. Saran

Sebagai mahasiswa yang tak pernah lepas dari kata belajar. Begitu pula dalam pembuatan asuhan
keperawatan ini, yang jauh dari kesempurnaan. Olehnya kami menerima saran dari pembaca demi
terciptanya asuhan keperawatan berikutnya yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC

Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC

Handayani Wiwik dan Andi Sulistyo. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Hematologi. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai