Dalam suatu proses fermentasi hal yang sangat penting adalah media fermentasi. Karena
segala proses metabolisme tergantung bahan (medium) yang tersedia. Terdapat banyak sumber
nutrisi yang harus dipenuhi dalam membentuk media suatu fermentasi adalah sumber karbon
yang terdiri dari molasses, pati, sulphite waste liquor, selulosa, whey, hidrokarbon, minyak dan
lemak.
Fermentasi pada awalnya hanya menunjukkan pada suatu peristiwa alami pada pembuatan
anggur yang menghasilkan buih. Beberapa ahli mendefinisikan kata fermentasi dengan
pengertian yang berbeda. Fardiaz (1992) mendefinisikan fermentasi sebagai proses pemecahan
karbohidrat dan asam amino secara anaerobik, yaitu tanpa memerlukan oksigen. Senyawa yang
dapat dipecah dalam proses fermentasi terutama karbohidrat, sedangkan asam amino hanya dapat
difermentasi oleh beberapa jenis bakteri tertentu. Satiawihardja (1992) mendefinisikan
fermentasi dengan suatu proses dimana komponen-komponen kimiawi dihasilkan sebagai akibat
adanya pertumbuhan maupun metabolisme mikroba. Pengertian ini mencakup fermentasi aerob
dan anaerob.
Berdasarkan media yang digunakan, fermentasi secara umum dibagi menjadi dua model
utama yaitu fermentasi media cair (Submerged Fermentation) dan fermentasi media padat (Solid
state fermentation). Dalam fermentasi tradisional, baik fermentasi medium cair maupun medium
padat telah lama dikenal. Fermentasi cair meliputi fermentasi minuman anggur, fermentasi asam
cuka, yogurt, dan kefir. Fermentasi media padat seperti fermentasi tempe, oncom, kecap, tape
dan silase.
Karakteristik (media fermentasi padat dan Cair)
Fermentasi media padat merupakan proses fermentasi yang berlangsung dalam substrat
tidak larut, namun mengandung air yang cukup sekalipun tidak mengalir bebas. Solid State
Fermentation mempunyai kandungan nutrisi per volume jauh lebih pekat sehingga hasil per
volum dapat lebih besar. Produk dari fermentasi media padat misalnya oncom, kecap, dan tape.
Sedangkan terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi media padat diantaranya;
1. Kadar air
Kadar optimum tergantung pada substrat, organisme dan tipe produk akhir.
Kisaran kadar air yang optimal adalah 50-75%. Kadar air yang tinggi akan
mengakibatkan penurunan porositas, pertukaran gas, difusi oksigen, volum gas, tetapi
meningkatkan resiko kontaminasi dengan bakteri.
2. Temperatur
Temperatur berpengaruh terhadap laju reaksi biokimia selama proses fermentasi.
3. Pertukaran Gas
Pertukaran gas antara fase gas dengan substrat padat mempengaruhi proses
fermentasi.
Ekstrak gandum
Ekstrak cair dari gandum dapat dibentuk seperti sirup yang secara khusus digunakan untuk
sumber karbon yang biasanya untuk pembentukan filament pada jamur, ragi dan actinomycetes.
Persiapan ekstrak pada dasarnya sama dengan pemasakan bir. Komposisi dari ekstrak gandum
biasanya mengandung 90% karbohidrat dalam basis kering. Dimana terdiri dari 20 % heksosa
(glukosa dan sedikit fruktosa), 55% disakarida (umumnya maltose dan sedikit sukrosa), dan 10
% maltotriosa sebuah trisakarida. Lagi pula, produksi ini mengandung dekstrin bercabang dan
tidak bercabang (15-20%), yang mungkin mengalami metabolism, tergantung pada
mikroorganismenya. Ekstrak gandum juga mengandung beberapa vitamin dan kira-kira 5%
substansi nitrogen, protein, peptide dan asam amino.
Sterilisasi media yang mengandung ekstrak gandum harus dikontrol dengan hati-hati untuk
mencegah pemanasan berlebih. Unsur yang menurukan gula dan asam amino cenderung
menghasilkan produk reaksi maillard ketika dipanaskan pada pH yang rendah. Muncullah
produk kondensat berwarna coklat hasil dari reaksi kelompok amino dari amin, asam amino dan
protein dengan kelompok karbonil dari penurunan gula, keton dan aldehid. Tidak hanya karena
warnanya yang berubah tetapi juga hasil hilangnya materi yang menyebabkan fermentasi dan
produk beberapa reaksi yang menghalangi pertumbuhan mikroorganisme. (Hidayat, dkk, 2006)
Pati
Pati jagung paling banyak dipakai, dapat juga diperoleh dari sereal yang lain atau potongan
akar. Untuk digunakannya dalam fermentasi, pati biasanya dikonversi menjadi sirup gula, yang
mengandung paling banyak glukosa. Ini pertama-tama berubah menjadi agar-agar kemudian
dihidrolisis dengan mengencerkan asam atau enzim amilolitik.
Setelah dihidrolisis meggunakan enzim tanaman atau amylase mikroba, terjadi proses
kontinyu (proses symba) dikembangkan di Swedia untuk produksi biomassa menggunakan
khamir Endomycopsis fibulinger untuk menghidrolisis pati menjadi gula yang dapat
difermentasi. Candida utilis akan menggunakan gula ini untuk pertumbuhannya.
Sulphite Waste Liquor
Sulphite Waste Liquor (SWL) dari industri kertas mengandung gula dari hidrolisis
hemiselulosa dalam kayu. Komposisi SWL tergantung kayu yang digunakan. Gula yang
mengandung limbah yang berasal dari pembuatan bubur kertas industri terutama digunakan
untuk budidaya ragi. Limbah minuman keras dari pohon konifer mengandung 2-3% (b / v) gula,
yang merupakan campuran dari heksosa (80%) dan pentosa (20%). Heksosa mencakup glukosa,
mannose dan galaktosa, sedangkan gula pentosa sebagian besar xilosa dan arabinosa.
Hidrolisis asam pada pada selulosa kayu itu sendiri memberikan 65-85% gula yang dapat
difermentasi. Selulosa biasanya dihidrolisis sebelum dapat digunakan sebagai substrat, tetapi
penggunaan mikroba selulolitik memungkinkan diperolehnya protein mikroba secara langsung
dari limbah selulosa tanpa perlakuan. Jamur berfilamen (Tricoderma viridae) dan bakteri
(cellulomonas sp) merupakan mikroba yang sering digunakan. Beberapa hidrolisis asam
dikembangkan selama perang dunia ke II. Asam sulfat dengan konsentrasi 0,5% biasanya
digunakan pada 150o-185oC. Dalam proses kontinyu kemungkinan didapat dari sirup bubuk
gergaji yang mengandung 4-5% gula pereduksi (campuran glukosa dan pentosa) dengan hasil 45-
55%.
Selulosa
Selulosa paling dominan ditemukan sebagai lignoselulosa dalam dinding sel tumbuhan,
yang mana terbentuk dari 3 polimer yaitu: selulosa, hemiselulosa dan lignin. Lignoselulosa
tersedia dari pertanian, hutan, limbah industri maupun domestik. Relatif sedikit mikroorganisme
dapat menggunakannya secara langsung, karena sulit untuk menghidrolisis. Komponen selulosa
adalah sebagian kristal, bertatahkan dengan lignin, dan menyediakan luas permukaan kecil untuk
serangan enzim. Ini umumnya digunakan dalam fermentasi substrat padat untuk menghasilkan
berbagai jamur. Walaupun demikian ini dapat berpotensi tinggi yaitu sebagai sumber yang dapat
diperbarui dari fermentasi gula saat dihidrolisis khususnya pada biokonversi menjadi
etanol untuk penggunaan bahan bakar.
Whey
Whey adalah produk samping dari suatu indutri harian (industri keju ataupun susu).
Sepanjang tahun produksi whey di dunia lebih dari 80 juta ton, mengandung lebih dari 1 juta ton
laktosadan 0,2 juta ton protein susu. Whey merupakan hasil samping keju yang merupakan
protein yang sulit menggumpal seperti kasein pada keju. Bahan ini cukup mahal untuk dijual.
Oleh karena itu laktosa pekat sering disiapkan untuk fermentasi selanjutnya dari penguapan
whey disertai dengan pemindahan protein susu yang digunakan sebagai misalnya, suplemen
makanan.
Laktosa pada umumnya kurang berguna sebagai umpan awal pada fermentasi
dibandingkan sukrosa, seperti untuk terjadinya metabolism hanya sedikit mikroornaisme yang
dapat melakukannya. S. cerevisiae contohnya, tidak memfermentasi laktosa. Disakarida ini
secara pembentukannya digunakan dalam fermentasi penicillin dan ini juga dapat digunakan
dalam fermentasi alcohol, protein sel tunggal, asam laktat, vitamuin B12 dan asam giberelik.
Tabel 2.2.6 Komposisi Whey susu (g/L)
Komponen Jumlah (g/ L)
- Laktosa 45-50
- Protein 7-9
- Senyawa nitrogen terlarut 1,5
- Lipid 1-2
- Garam-garam mineral 6-8
- Berat kering 63-70
Sumber Mineral
Mineral penting dalam formulasi media yaitu magnesium (Mg), kalium (K), sulfur (S),
kalsium (Ca) dan klor (Cl) harus ditambahkan secara khusus. Kobal (Co), Tembaga (Cu), Besi
(Fe), Mangan (Mn), Molibdenum (Mo) dan Seng (Zn) penting dalam aktivitas mikroba, dan
umumnya terdapat dalam bahan dasar sebagai impurities (pada tetes atau limbah pati jagung).
Media fermentasi seperti CaCO3 juga dibutuhkan oleh mikroorganisme sebagai sumber
nutrisi dan mineral untuk pertumbuhannya dalam memperoleh energi, pembentukan sel, dan
biosintesis produk-produk metabolisme. Penambahan sumber karbon seperti glukosa dan mineral
lain seperti NaCl salah satunya, dilakukan untuk menunjang pertumbuhan mikroorganisme
sehingga dengan memberikan nutrisi dan mineral tambahan ketersediaan nutrien bagi
mikroorganisme dapat terjamin yang membuat mikroorganisme dapat melakukan
metabolismenya dengan baik dan dapat memproduksi produk dengan aktivitas terbaik. Selain itu,
NaCl juga berfungsi sebagai media selektif atau media penghambat dalam menekan
pertumbuhan mikroorganisme lain dan merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang
diinginkan.
Semua proses fermentasi, kecuali solid-substrat fermentasi, memerlukan sejumlah besar air
karena air merupakan komponen utama dalam medium fermentasi digunakan sebagai pelarut
alami. Untuk beberapa fermentasi, terutama tanaman dan kultur sel hewan, air yang digunakan
harus sangat murni. Air deionisasi atau deionized water adalah air yang telah dimurnikan
dengan proses pertukaran ion, yang menghilangkan kedua ion positif dan negatif, ion positif
seperti kalsium dan sodium, dan ion negatif seperti klorida dan bikarbonat, sehingga dengan
demikian zat mineral anorganik dan bahan-bahan polutan lainnya dapat dihindari. (Hidayat, dkk,
2006)
DAFTAR PUSTAKA
Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.