Anda di halaman 1dari 53

ABORTUS

PEMBIMBING :

dr. Arvitamuriany T. Lubis, M.Ked(OG) Sp.OG

Disusun Oleh :

Abdul Rahman P. 140100047


M. Mulki Tarigan 140100020
Andini Waltrin 140100124
Putri Nurrizky Hrp 140100047
Turgadevi Subramaniam 140100233
Dharsheena Seshadri 140100247
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RS PENDIDIKAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Abortus”. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada dokter pembimbing kami dr. Arvitamuriany T. Lubis,
M.Ked(OG) Sp.OG, yang telah meluangkan waktunya kepada kami dan
memberikan bimbingan serta masukan dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
makalah selanjutnya.

Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi yang membaca dan dapat menjadi
referensi dalam pengembangan wawasan di bidang medis.

Medan, April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................... i


Daftar Isi .............................................................................................................. ii
Daftar Gambar ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................. 2
1.3 Manfaat ............................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1 Anatomi Genitalia Dalam ................................................................... 3
2.2 Fisiologi Fertilisasi dan Nidasi ........................................................... 9
2.3 Abortus .............................................................................................. 15
2.3.1 Definisi ..................................................................................... 15
2.3.2 Epidemiologi ............................................................................ 15
2.3.3 Etiologi ..................................................................................... 16
2.3.4 Klasifikasi ................................................................................ 20
2.3.5 Mekanisme Abortus ................................................................. 24
2.3.6 Manifestasi Klinis .................................................................... 24
2.3.7 Diagnosis .................................................................................. 25
2.3.8 Diagnosis Banding ................................................................... 25
2.3.9 Tatalaksana .............................................................................. 26
2.3.10 Komplikasi ............................................................................ 31
2.3.11 Pencegahan ............................................................................. 31
2.3.12 Prognosis ................................................................................ 32
BAB III STATUS ORANG SAKIT ................................................................. 33
BAB IV FOLLOW UP PASIEN ...................................................................... 41
BAB V DISKUSI KASUS ................................................................................. 43
BAB VI KESIMPULAN ................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 50

ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Potongan vertikal uterus melalui ligamen latum uteri dextra...........3

Gambar 2.2 Uterus dewasa bagian anterior, lateral kanan dan posterior ............ 4
Gambar 2.3 Vaskularisasi endometrium ............................................................. 6
Gambar 2.4 Vaskularisasi Ovarium, Tuba dan Uterus Sinistra ........................... 7
Gambar 2.5 Abortus iminens, abortus insipiens, dan missed abortion ............. 21
Gambar 2.6 Abortus kompletus dan abortus inkompletus ................................ 23
Gambar 2.7 Gejala dan tanda berbagai tipe syok .............................................. 27

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan adalah kehamilan yang kurang
dari 20 minggu atau berat janin yang kurang dari 500 gram. Abortus yang
berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus yang
terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus provokatus. Abortus
provokatus ini dibagi dua yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus
provokatus kriminalis. Disebut medisinalis bila didasarkan pertimbangan dokter
untuk menyelamatkan ibu.1
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa di seluruh
dunia, kira-kira 21,6 juta abortus terjadi pada tahun 2008, dan hampir semua
kasus abortus ini terjadi di negara-negara berkembang. Proporsi abortus di
negaranegara berkembang meningkat dari tahun 1995 hingga tahun 2008, yaitu
dari 78% menjadi 86%. Hal ini disebabkan karena proporsi kaum wanita yang
tinggal di negara berkembang pada periode tersebut meningkat.2
Tingkat abortus di Asia berkurang antara tahun 1995 dan 2003 dari 33
menjadi 29 abortus per 1.000 wanita berusia 15-44 tahun. Asia Tenggara
merupakan daerah dengan tingkat abortus tertinggi pada tahun 2003 yaitu 39 per
1.000 wanita usia subur.2
Pada tahun 2000, diperkirakan bahwa sekitar 2 juta abortus terjadi di
Indonesia. Perkiraan ini adalah angka tahunan abortus sebesar 37 abortus per
1.000 perempuan usia reproduksi (15-19 tahun). Apabila dibandingkan dengan
negara negara lain di Asia, dalam skala regional sekitar 29 abortus per 1.000
perempuan usia reproduksi, ternyata perkiraan ini cukup tinggi. Kebanyakan
abortus di Indonesia dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih dan banyak juga
(yang jumlahnya tidak diketahui) yang mengupayakan penguguran kandungan
sendiri. Akibatnya, angka dari komplikasi medis dan kematian maternal dari
abortus yang tidak aman dapat diperkirakan cukup tinggi. Setiap tahunnya sekitar
2 juta abortus yang diinduksi terjadi di Indonesia dan di Asia Tenggara, kematian

1
2

yang disebabkan karena abortus yang tidak aman adalah sebesar 14-16% dari
semua kematian maternal.2
Menurut penelitian yang dilakukan oleh direktur Women Research
Institutte Edriana Noerdin, penyebab utama angka kematian ibu di Indonesia,
yaitu perdarahan dan infeksi. Salah satu penyebab kedua hal ini adalah abortus.
15% abortus di Indonesia dilakukan oleh perempuan berusia di bawah 20 tahun
dan sekitar 2,3 juta abortus terjadi setiap tahun di Indonesia. Sebanyak 1 juta
keguguran spontan, 700 ribu karena kehamilan tidak diinginkan dan 600 ribu
karena kegagalan keluarga berencana.3

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah :
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit abortus pada kehamilan
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus
abortus pada kehamilan serta melakukan penatalaksanaan yang tepat, cepat,
dan akurat sehingga mendapatkan prognosis yang baik

1.3 Manfaat
Manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang penyakit
abortus pada kehamilan
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca abortus pada
kehamilan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Genitalia Dalam


1. Uterus
Nonpregnant uterus berada di rongga panggul, kandung kemih di sebelah
anterior dan rektum di sebelah posterior. Hampir seluruh dinding posterior uterus
ditutupi oleh serosa yang merupakan peritoneum visceral. Uterus membentuk
batas anterior recto-uterine cul-de-sac atau cavum douglas. Hanya bagian teratas
dari dinding anterior uterus yang terlapisi sempurna. Peritoneum di bagian ini
akan membentuk vesicouterine pouch dengan kubah kandung kemih. Bagian
terbawah dari dinding anterior uterus bersatu dengan dinding posterior kandung
kemih dengan suatu lapisan jaringan ikat longgar yang utuh. Inilah yang disebut
dengan vesicouterine space.4
Uterus berbentuk piriformis atau seperti pir, yang lebih mirip dengan pir yang
datar. Terdiri dari 2 area utama tetapi tidak sama besar yaitu bagian atas segitiga
disebut corpus dan bagian bawah silinder disebut serviks, yang diproyeksikan ke
dalam vagina. Isthmus berada diantara uterus dan internal cervical di dalam
rongga endometrium. Fundus bagian atas berbentuk cembung berada di antara
insersi tuba falopi.4

Gambar 2.1 Potongan vertikal uterus melalui ligamen latum uteri dextra 4

3
4

Uterus tersusun dari banyak otot tapi tidak dengan serviks. Bagian dalam
dinding anterior dan posterior hampir berhubungan seluruhnya dan rongga antara
dinding membentuk seperti celah. Panjang uterus wanita dewasa nulipara, 6-8 cm
sementara 9-10 cm wanita multipara. Beratnya pada wanita nulipara 50-70 gr
sedangkan multipara sekitar 80 gr atau lebih. Pada wanita nulipara, fundus dan
serviks hampir sama panjang tetapi pada multipara serviksnya kurang dari 1/3
panjang fundus.4

Gambar 2.2 Uterus dewasa bagian anterior, lateral kanan dan posterior 4
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan uterus menjadi hipertrofi serabut-
serabut otot. Berat uterus meningkat dari 70 gr menajdi sekitar 1100 gr pada
aterm. Volume rata-rata uterus 5 L. Fundus uteri awalnya cembung mendatar di
tempat insersi tuba berubah seperti kubah. Ligamen teres uteri sekarang berada di
junction 1/3 atas dan tengah organ. Tuba falopi memanjang tetapi ovarium secara
keseluruhan tidak berubah.4
a. Serviks
Serviks uterus terbuka pada masing-masing ujung oleh apertura kecil
(ostium externa dan interna). Di anterior, batas atas serviks adalah ostium
interna yang berhubungan di peritoneum dengan kandung kemih. Segmen
atas serviks (portio supravaginalis) berada di atas tempat perlengketan
vagina, ditutupi oleh peritoneum di bagian permukaan posterior, ligamen
5

utama menempel secara lateral dan dipisahkan dari kandung kemih oleh
jaringan ikat longgar.
Sebelum lahir, ostium uteri externum kecil, regular dan berbentuk oval
pada ujungnya. Setelah lahir, terutama vagina, orifisium nya berubah menjadi
celah tranversal yang terbagi menjadi bibir anterior dan posterior serviks.
Perubahan inilah yang menjadi tanda adanya persalinan pervaginam.4
Bagian eksterior serviks terhadap ostium eksternal disebut ekstoserviks
yang dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tidak berkeratin. Hal ini berbeda
dengan kanalis endoserviks yang dilapisi oleh epitel kolumnar selapis
bermucin yang mempunyai kelenjer. Mukus dihasilkan oleh epitel
endoserviks yang berubah selama kehamilan. Ia menjadi lebih tebal dan
membentuk mucus plug di antara kanalis endoservikal.4
Umumnya selama hamil, epitel endoserviks bergeser ke arah ektoserviks
selama pelebaran serviks. Sehingga epitel kolumnar berada di ostium
eksternal. Keasaman vaigan atau selama penyembuhan luka digantikan oleh
epitel skuamosa yang dikenal sebagai metaplasia skuamosa. Celah
endoserviks tertutup dan mukus terakumulasi sehingga terbentuklah kista
nabothian.4
Stroma serviks terutama tersusun oleh kolagen, elastin dan proteoglikan
tetapi sangat sedikit otot polosnya. Pada awal kehamilan terjadi peningkatan
vaskularisasi dan edema stroma serviks sehingga berubah menjadi kebiruan
dan melunak disebut tanda hegar dan chadwick.4
b. Endometrium
Lapisan mukosa ini melapisi rongga uterus wanita tidak hamil, ia tebal,
berwarna merah mudan dan membrannya seperti beludru dan berperforasi
karena banyaknya pori-pori kecil kelenjer uterus. Vaskularisasi daerah ini
normalnya bervariasi dari segi ukuran dan mencapai 1/3 medial endometrium.
Mereka terjalin satu sama lain dan paralel terhadap permukaan uterus yang
disebut arteri arkuata. Arteri radialis perpanjangan dari arteri arkuata pada
sudut kanan dan memasuki endometrium membentuk lilitan yang disebut
arteri spiralis. Arteri basalis juga berasal cabang dari arteri radialis. Arteri
6

spiralis menyuplai sebagian besar midportion dan 1/3 superfisial


endometrium. Arteri ini yang terutama dipengaruhi oleh hormon selama
menstruasi. Arteri basalis hanya dibagian basal endometrium dan tidak
dipengaruhi oleh hormon.4
c. Miometrium
Lapisan ini yang mendominasi uterus. Tersusun dari sekumpulan otot
polos yang diperkuat oleh jaringan ikat berupa banyaknya serabut elastik.
Jalinan serabut miometrium mengelilingi pembuluh darah miometrium untuk
mengontrol perdarahan dari plasenta selama kala III persalinan. Pembuluh
darah akan ditekan oleh kontraksi otot polos. Jumlah serabut otot uterus
makin berkurang ke arah kaudal yaitu serviks. Bagian dalam dari korpus
uterus lebih banyak ototnya dibanding bagian luar serta dinding anterior dan
posterior lebih berotot dibanding bagian lateral. Oleh karena itu selama
kehamilan perubahan miometrium bagian atas lebih signifikan dibandingkan
serviks.4

Gambar 2.3 Vaskularisasi endometrium4


7

Gambar 2.4 Vaskularisasi Ovarium, Tuba dan Uterus Sinistra4

2. Tuba Falopi
Tuba ini adalah perpanjangan dari uterus dengan panjang yang bervariasi
mulai dari 8-14 cm dan masing-masing tuba dibagi menjadi beberapa bagian yaitu
intertisial, isthmus, ampulla dan infundibulum. Intertisial mirip sekali dengan
dinding otot uterus. Isthmus atau bagian tersempit tuba yang berdampingan
dengan uterus, dan bertahap melebar menjadi bagian lateral atau ampula.
Infundibulum atau ekstremitas fimbria adalah ujung distal tuba berbentuk seperti
cerobong. Isthmus mempunyai diameter sekitar 2-3 mm dan bagian terlebar tuba
yaitu ampula dengan diameter 5-8 mm. Infundibulum terbuka menuju rongga
abdomen. Fimbria ovarica yang diperkirakan lebih panjang dibandingkan fimbria
yang lain berbentuk selokan dangkal yang menempel atau mencapai ovarium.4
8

Otot polos tuba tersusun oleh lapisan dalam sirkuler dan lapisan longitudinal
di bagian luar. Pada bagian distal, 2 lapisan ini sulit dibedakan dan yang
berdekatan dengan ektremitas fimbria digantikan oleh jalinan serabutserabut otot.
Otot-otot tuba berkontraksi secara ritmis dan konstan, kecepatannya bervariasi
dengan perubahan hormonal. Frekuensi dan intensitas terbesar kontraksi dicapai
selama mentransportkan ovum.4
Tuba Falopi dilapisi oleh selapis epitel kolumnar sebagian bersilia dan
lainnya sekretori. Sel bersilia paling banyak didaerah ekstremitas berfimbria.
Jumlah dua sel ini berbeda di tiap perubahan siklus ovarium. Karena tidak
mempunyai submukosa, epitel berhubungan langsung dengan lapisan muscularis.
Mukosa tuba berubah secara histologi sesuai siklus mirip dengan endometrium
tapi tidak terlalu mencolok. Mukosa tersusun secara longitudinal dan lebih
kompleks menuju ujung fimbria. Isthmus mempunyai pola yang lebih kompleks.
Pada ampula ditempati hampir seluruhnya oleh mukosa berbentuk bonsai yang
tersusun dari lipatan-lipatan yang sangat rumit. Gerakan silia tuba menuju rongga
uterus yang disebut peristaltik tuba sehingga menjadi faktor terpenting
transportasi ovum. Inervasi simpatis lebih menonjol dibandingkan parasimpatis.4

3. Ovarium
Selama usia subur, ovarium beruluran 2,5-5 cm panjang, 1,5-3 cm lebar dan
0,6-1,5 tingginya. Posisinya bervariasi tetapi biasanya berada di bagian atas
rongga pelvis dan berakhir di dinding lateral pelvis. Fossa ovarica waldeyer
berada di antara pembuluh darah iliaca interna dan eksterna.4
Ovarium menempel ke ligamen latum uteri dengan mesovarium. Ligamen
ovarii proprium memanjang dari bagian posterior dan lateral uterus, tepat di
bawah insersi tuba. Biasanya beberapa cm panjangnya dan 3-4 mm diameter.
Ligamentum suspensorium ovarii memanjang dari atas tuba terhadap dinding
pelvis melewatkan pembuluh darah dan saraf ovarium.4
9

Ovarium terdiri dari korteks dan medula. Pada wanita muda, bagian terluar
korteks lembut, warna putih kusam permukaannya disebut tunica albuginea. Pada
permukaannya dilapisi oleh selapis epitel kuboidal, epitel germinal waldeyer.
Korteks terdiri dari oosit dan folikel yang sedang berkembang. Medula pada
bagian tengah, yang terdiri dari jaringan ikat longgar. Sejumlah besar arteri dan
vena pada medulla dan sedikitnya serabut otot polos.4
Ovarium disuplai oleh saraf simpatis dan parasimpatis. Saraf simpatis berasal dari
plexus ovarium yang berjalan bersama pembuluh darah ovarium. Lainnya berasal
dari plexus yang berada di sekitar arteri uterina. Ovarium kaya akan serabut saraf
tidak bermielin disertai kaya akan vaskularisasi.4
2.2 Fisiologi Fertilisasi dan Nidasi
Fertilisasi adalah penyatuan gamet pria dan wanita dalam keadaan normal
terjadi di ampula, sepertiga atas tuba uterina. Karena itu, baik ovum maupun
sperma harus diangkat dari tempat produksi mereka di gonad ke ampula.5
Konsepsi dapat terjadi selama rentang waktu yang sangat terbatas dari setiap
siklus (masa subur). Jika tidak dibuahi, ovum mulai mengalami disintegrasi dalam
12 sampai 24 jam lalu difagosit oleh sel-sel yng melapisi bagian dalam saluran
reproduksi. Karena itu, fertilisasi harus terjadi dalam 24 jam setelah ovulasi,
ketika ovum masih hidup. Sperma biasanya bertahan hidup sekitar 48 jam tetapi
dapat tetap hidup hingga lima hari di dalam saluran reproduksi wanita sehingga
sperma yang diletakkan lima hari sebelum ovulasi hingga 24 jam setelah ovulasi
dapat membuahi ovum yang dibebaskan, meskipun waktu - waktu ini dapat sangat
bervariasi.5
Setelah diendapkan di vagina saat ejakulasi, sperma harus berjalan melewat
kanalis servikalis lalu uterus dan kemudian sampai ke sel telur di sepertiga atas
tuba uterina. Sperma pertama tiba di tuba uterina setengah jam setelah ejakulasi.
Meskipun sperma dapat bergerak melalui kontraksi pecut ekornya, namun 30
menit adalah waktu yang terlalu singkat bagi mobilitas sperma untuk membawa
diri mereka sendiri ke tempat pembuahan. Untuk menempuh perjalanan jauh ini,
sperma memerlukan bantuan saluran reproduksi wanita.5
10

Hambatan pertama adalah melewati kanalis servikalis. Hampir sepanjang


siklus karena tingginya progesteron dan rendahnya estrogen, mukus serviks
menjadi terlalu kental bagi penetrasi sperma. Mukus serviks menjadi cukup encer
dan tipis untuk melewatkan sperma hanya jika kadar estrogen tinggi, ketika folikel
matang siap untuk berovulasi. Sperma bermigrasi naik melewati kanalis servikalis
dengan kemampuannya sendiri. Saluran ini hanya dapat dilewati selama 2-3 hari
setiap siklus haid, sekitar waktu ovulasi.5
Setelah sperma masuk ke uterus, kontraksi miometrium mengaduk-aduk
sperma seperti mesin cuci dan dengan cepat menyebabkan sperma tersebar ke
seluruh rongga uterus. Ketika mencapai tuba uterina, sperma terdorong ke tempat
pembuahan di ujung atas tuba uterina oleh kontraksi otot polos. Kontraksi
miometrium dan tuba uterina yang mempermudah transpor sperma ini diinduksi
oleh kadar estrogen yang tinggi tepat sebelum ovulasi, dibantu oleh prostaglandin
vesikula seminalis.5
Riset-riset baru menunjukkan bahwa ketika sperma mencapai ampula, ovum
bukan merupakan mitra pasif dalam konsepsi. Sel telur matang mengeluarkan
alurin, suatu bahan kimia yang menarik sperma dan menyebabkan sperma
bergerak menuju gamet wanita yang telah menunggu. Adanya reseptor sperma
yang mendeteksi dan berespon terhadap kemoatraktan yang dikeluarkan oleh
ovum. Yang menarik reseptor ini yang dinamai hOR17-4adalah reseptor
olfaktorius serupa dengan yang diteukan dihidung untuk persepsi bau. Karena itu
sperma membaui telur. Pengaktifan reseptor tersebut pada pengikatan dengan
alurin dari sel telur memicu suatu jalur pembawa pesan kedua di sperma yang
menyebabkan pelepasan Ca2+ intrasel. Ca2+ ini selanjutnya mengaktifkan
pergeseran mikrotubulus yang menyebabkan gerakan ekor dan berenangnya
sperma menuju arah sinyal kimiawi.5
Bahkan di sekitar waktu ovulasi, saat sperma dapat menembus kanalis
servikalis, dari ratusan juta sperma yang diletakkan dalam satu kali ejakulasi,
hanya beberapa ribu yang dapat mencapai tuba uterina. Sedemikian kecilnya
persentasi sperma yang diletakkan yang dapat mencapai tujuan merupakan
penyebab mengapa konsentrasi sperma harus sangat tinggi (20 juta/cc semen) agar
11

seorang pria dianggap subur. Penyebab lain adalah bahwa diperlukan enzinm-
enzim akrosom dari banyak sperma menembus sawar yang mengelilingi ovum.5
Ekor sperma digunakan untuk bergerak bagi penetrasi akhir ovum. Untuk
membuahi sebuah ovum, sebuah sperma mula-mula harus melewati korona
radiata dan zona pelusida yang mengelilingi sel telur. Enzim-enzim akrosom,
yang terpajan ketika membran akrosom pecah setelah berkontak dengan korona
radiata, memungkinkan sperma membuat saluran menembus sawar-sawar
protektif ini. Sperma dapat menembus zona pelusida hanya setelah berikatan
dengan reseptor spesifik di permukaan lapisan ini. Pengikatan molekul-molekul
mitra antara sperma dan ovum hanya baru-baru ini ditemukan. Fertilin, suatu
protein yang terdapat di membran plasma sperma, berikatan dengan integrin sel
telur, suatu jenis molekul perekat sel yang menonjol dari permukaan luar
membran plasma. Hanya sperma dari spesies yang sama yang dapat berikatan
dengan reseptor sel telur ini dan menembusnya. Sperma pertama yang mencapai
ovum itu sendiri berfusi dengan membran plasma ovum (sebenarnya suatu oosit
sekunder), memicu suatu perubahan kimiawi di membran yang mengelilingi ovum
sehingga lapisan luar ini tidak dapat lagi ditembus oleh sperma lain. Fenomena ini
dikenal sebagai hambatan terhadap polispermia.5
Kepala sperma yang menyatu tersebut secara perlahan tertarik ke dalam
sitoplasma ovum oleh suatu kerucut yang tumbuh dan membungkusnya. Ekor
sperma sering lenyap dalam proses ini, tetapi kepala membawa informasi genetik
yang penting. Bukti-bukti terakhir menunjukkan sperma mengeluarkan nitrat
oksida setelah berhasil masuk seluruhnya ke dalam sitoplasma sel telur. Nitrat
oksida ini mendorong pelepasan Ca2+ yang tersimpan di dalam sel telur. Pelepasan
Ca2+ ini memicu pembelahan miosis akhir oosit sekunder. Dalam satu jam,
nukleus sperma dan sel telur menyatu berkat adanya suatu kompleks molekul
yang diberikan oleh sperma yang memungkinkan kromosom pria dan wanita
menyatu. Selain menyumbang separuh dari kromosom ke ovum yang dibuahi,
yang sekarang dinamai zigot, sperma pemenang ini juga mengaktifkan enzim-
enzim ovum yang esensial bagi perkembangan awal mudigah.5
12

Selama 3-4 jam pertama setelah pembuahan, zigot tetap berada di dalam
ampula karena penyempitan antara ampula dan saluran tuba uterina sisanya
menghambat pergerakan lebih lanjut zigot menuju uterus. Zigot cepat mengalami
sejumlah pembelahan sel mitosis untuk membentuk suatu bola padat sel-sel yang
disebut morula. Sementara itu, peningkatan kadar progesteron dari korpus luteum
yang baru terbentuk setelah ovulasi merangsang pengeluaran glikogen dari
endometrium ke dalam lumen saluran reproduksi untuk digunakan sebagai energi
oleh mudigah. Nutrien-nutrien yang tersimpan dalam sitoplasma ovum dapat
mempertahankan produk konsepsi untuk waktu kurang dari sehari. Konsentrasi
nutrien yang dikeluarkan meningkat lebih cepat di ampula yang kecil daripada
lumen uterus.5
Sekitar 3-4 hari setelah ovulasi, progesteron diproduksi dalam jumlah
memadai sehingga morula dengan cepat terdorong ke dalam uterus oleh kontraksi
peristaltik tuba uterina dan aktivitas silia. Penundaan sementara mudigah yang
baru terbentuk masuk ke dalam uterus memungkinkan nutrien-nutrien terkumpul
di lumen uterus untuk menunjang mudigah sampai implantasi berlangsung. Jika
tiba terlalu cepat di uterus, morula akan mati.5
Ketika turun ke uterus, morula mengapung bebas di dalam rongga uterus
selama tiga sampai empat hari, hidup dari sekresi endometrium dan terus
membelah. Lapisan dalam uterus secara bersamaan dipersiapkan untuk implantasi
di bawah pengaruh progesteron fase luteal. Selama waktu ini, uterus berada dalam
fase sekretoriknya atau fase progestasional, menyimpan glikogen dan mengalami
peningkatan vaskularisasi.5
Pada saat endometrium siap menerima implantasi (sekitar seminggu setelah
ovulasi), morula telah turun ke utrus dan terus berproliferasi dan berdiferensiasi
menjadi blastokista yang dapat melakukan implantasi. Waktu satu minggu setelah
pembuahan dan sebelum implantasi memungkinkan endometrium dan mudigah
sama-sama mempersiapkan implantasi.5
Blastokista adalah suatu bola berongga berlapis tunggal dan terdiri dari
sekitar 50 sel mengelilingi sebuah rongga berisi cairan dengan suatu massa padat
sel-sel berkelompok di satu sisi. Massa padat ini, yang dikenal sebagai massa sel
13

dalam, berkembang menjadi mudigah/janin itu sendiri. Blastokista sisanya tidak


membentuk janin tetapi memiliki peran suportif selama kehidupan intrauteri.
Lapisan tipis paling luar, trofoblas melaksanakan implantasi dan kemudian
berkembang menjadi plasenta bagian janin. Setelah blastokista siap berimplantasi,
permukaannya menjadi lengket. Pada saat ini endometrium telah siap menerima
mudigah. Blastokista melekat ke lapisan dalam uterus di sisi massa sel dalamnya.5
Implantasi dimulai ketika berkontak dengan endometrium, sel-sel trofoblastik
yang menutupi massa sel dalam mengeluarkan enzim-enzim pencerna protein.
Enzim-enzim ini mencerna sel-sel endometrium dan membentuk jalan sehingga
gebjel-genjel sel trofoblas mirip jari dapat menembus endometrium. Melalui efek
kanibalistiknya trofoblas melakukan fungsi ganda yaitu menyelesaikan implantasi
dengan membuat lubang di endometrium untuk blastokista dan menyediakan
bahan mentah dan bahan bakar metabolik untuk mudigah yang sedang
berkembang sewaktu tonjolan-tonjolan trofoblastik menguraikan jaringan
endometrium kaya nutrien. Dinding sel-sel trofoblas yang masuk ke endometrium
luruh, membentuk sinsitium multinukleus yang akhirnya akan menjadi plasenta
bagian janin.5
Jaringan endometrium di tempat kontak yang terangsang oleh invasi trofoblas
mengalami perubahan drastis yang meningkatkan kemampuannya untuk
menunjang mudigah. Sebagai respons terhadap pembawa-pembawa pesan
kimiawi yang dibebaskan oleh blastokista, sel-sel endometrium mengeluarkan
prostaglandin yang secara lokal meningkatkan vaskularisasi, menimbulkan edema
dan meningkatkan simpanan makanan. Jaringan endometrium yang mengalami
modifikasi sedemikian rupa di tempat implantasi disebut desidua. Ke dalam
jaringan desidua yang sangat kaya inilah blastokista terbenam. Setelah blastokista
membuat terowongan ke dalam desidua oleh aktivitas trofoblas, suatu lapisan sel
endometrium menutupi permukaan lubang, mengubur total blastokista di dalam
lapisan dalam uterus. Lapisan trofoblas terus mencerna sel-sel desidua sekitar
menghasilkan energi untuk mudigah sampai plasenta terbentuk.5
14

Simpanan glikogen di endometrium hanya cukup untuk memberi makan


mudigah atau janin selama beberapa minggu pertama. Untuk mempertahankan
pertumbuhan mudigah selama kehidupan intrauterinnya, segera terbentuk
plasenta, suatu organ pertukaran antara darah ibu dan janin. Plasenta berasal dari
jaringan trofoblas dan desidua.5
Pada hari ke-12, mudigah telah terbenam total di dalam desidua. Pada saat ini
lapisan trofoblas telah memiliki ketebalan dua lapisan sel dan disebut
korion.Seiring dengan terus berkembang dan dihasilkannya enzim-enzim oleh
korion, terbentuk anyaman rongga-rongga yang ekstensif di dalam desidua.
Korion yang meluas menggerus dinding kapiler desidua, menyebabkan darah ibu
bocor dari kapiler dan mengisi rongga-rongga ini. Darah dicegah membeku oleh
suatu antikoagulan yang dihasilkan oleh korion. Tonjolan-tonjolan jaringan korion
berbentuk jari menjulur ke dalam genagan darah ibu. Segera mudigah yang
sedang tumbuh ini mengirim kapiler ke dalam tonjolan korion untuk membentuk
vilus plasenta. Sebagian vilus menjorok menembus ruang berisi darah untuk
melekatkan plasenta bagian janin ke jaringan endometrium, tetapi sebagian besar
hanya menjulur ke dalam genangan darah ibu. Setiap vilus plasenta berisi kapiler
mudigah yang dikelilingi oleh satu lapisan tipis jaringan korion, yang
memisahkan darah janin dari darah ibu di ruang antarvilus. Darah ibu dan janin
tidak benar-benar bercampur tetapi sawar di antara keduanya sangatlah tipis.
Semua pertukaran anatar kedua aliran darah berlangsung menembus sawar yang
sangat tipis ini. Keseluruhan sistem struktur ibu (desidua) dan janin (korion) yang
saling terkait ini membentuk plasenta.5
Meskipun belum sempurna, plasenta telah terbentuk dan bekerja pada lima
minggu setelah implantasi. Pada saat ini jantung mudigah sudah memompa darah
ke dalam vilus plasenta serta ke jaringan mudigah. Sepanjang gestasi, darah janin
secara terus-menerus mengalir antara vilus plasenta dan sistem sirkulasi janin
melalui arteri umbilikalis dan vena umbilikalis yang terbungkus dalam korda
umbilikalis (tali pusat). Darah ibu di dalam plasenta secara terus-menerus diganti
oleh darag segar yang masuk melalui arteriol-arteriol uterus; darah ibu lalu
15

mengalir melalui ruang antarvilus, tempat darah tersebut bertukar bahan dengan
darah janin di vilus sekitar, kemudian keluar melalui vena uterina.5
Sementara itu selama waktu implantasi dan awal perkembangan plasenta,
massa sel dalam membentuk rongga amnion berisi cairan di antara korion dan
bagian massa sel dalam yang ditakdirkan menjadi janin. Lapisan epitel yang
membungkus rongga amnion disebut kantung amnion atau amnion. Seiring
dengan perkembangannya, kantng amnion akhirnya menyatu dengan korion
membentuk satu membran kombinsasi yang mengelilingi mudigah/janin. Ci=airan
di rongga amnion yang komposisinya serupa dengan CES normal, mengelilingi
dan menjadi bantalan janin sepanjang kehamilan.5

2.3 Abortus
2.3.1 Definisi
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 grarn.1

2.3.2 Epidemiologi
Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus
banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus
spontan dan tidak jelas umur kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau
tanda sehingga biasanya ibu tidak melapor atau berobat. Sementara itu, dari
kejadian yang diketahui, 15- 20 % merupakan abortus spontan atau kehamilan
ektopik. Sekitar 5 % dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami 2
keguguran yang berurutan, dan sekitar 1 % dari pasangan mengalami 3 atau lebih
keguguran yang berurutan.
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi
menyatakan kejadian abortus spontan antara 15 - 20 % dari semua kehamilan.
Kalau dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa mendekai 50 %. Hai ini
dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui
pada 2- 4 minggu setelah konsepsi. Sebagianbesar kegagalan kehamilan ini
dikarenakan kegagalan gamet (misalnya sperma dan disfungsi oosit).
16

Abortus habitualis adalah abortus yang ter.jadi berulang tiga kali secara
berturut-turut. Kejadiannya sekitar 3- 5 %. Data dari beberapa studi menunjukkan
bahwasetelah 1 kali abortus spontan, pasangan punya risiko 15 % untuk
mengalami keguguranlagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan
meningkat 25 %. Beberapa studimeramalkan bahwa risiko abortus setelah 3
abortus berurutan adalah 30- 45 %.1

2.3.3 Etiologi
Adapun penyebab dari abortus adalah sebagai berikut:1
a. Penyebab Genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip embrio.
Paling sedikit 50 % kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan
sitogenetik. Bagaimanapun, gambaran ini belum termasuk kelainan yang
disebabkan oleh gangguan gen tunggal (misalnya kelainan Mendelian) atau
mutasi pada beberapa lokus (misalnya gangguan poligenik atau multifaktor) yang
tidak terdeteksi dengan pemeriksaan kariotip.
Kejadian tertinggi kelainan sitogenetik konsepsi terjadi pada awal kehamilan.
Kelainansitogenetik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh
kejadian sporadis,misalnya nondisjunction meiosis atau poliploidi dari fertilitas
abnormal. Separuh dariabortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama
berupa trisomi autosom.
b. Penyebab Anatomik
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik,
seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan
bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan
riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27 % pasien.
Studi oleh Acien (1996) terhadap 170 pasien hamil dengan malformasi uterus,
mendapatkan hasil hanya 18,8 % yang bisa bertahan sampai melahirkan cukup
bulan, sedangkan 36,5 % mengalami persalinan abnormal (prematur, sungsang).
Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum
17

uterus (40- 80 %), kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis
(10- 30 %).
c. Penyebab Autoimun
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan penyakit
autoimun. Misalnya, pada Systematic Lupus Erythematosus (SLE) dan
Antiphospholipid Antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang
didapati pada perempuan dengan SLE. Kejadian abortus spontan di antara pasien
SLE sekitar 10 %, dibanding populasi umum. Bila digabung dengan peluang
terjadinya pengakhiran kehamilan trimester 2 dan 3, maka diperkirakan 75 %
pasien dengan SLE akan berakhir dengan terhentinya kehamilan. Sebagian besar
kematian janin dihubungkan dengan adanya aPA. aPA merupakan antibodi yang
akan berikatan dengan sisi negatif dari fosfolipid.
Paling sedikit ada 3 bentuk aPA yang diketahui mempunyai arti klinis yang
penting, yaitu Lupus Anticoagulant (LAC), anticardiolipin antibodies (aCLs), dan
biologically false-positive untuk syphilis (FP-STS). APS (antiphospholipid
syndrome) sering juga ditemukan pada beberapa keadaan obstetrik, misalnya pada
preeklampsia, IUGR dan prematuritas. Beberapa keadaan lain yang berhubungan
dengan APS yaitu trombosis arteri-vena, trombositopeni autoimun,anemia
hemolitik, korea dan hipertensi pulmonum.
d. Penyebab Infeksi
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak
1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus
berulang pada perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Beberapa jenis
organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus antara lain:
 Bakteria
- Listeria monositogenes
- Klamidia trakomatis
- Ureaplasma urealitikum
- Mikoplasma hominis
- Bakterial vaginosis
 Virus
18

- Sitomegalovirus
- Rubela
- Herpes simpleks virus (FISV)
- Human immunodeficiency virus (HTY)
- Parvovirus
 Parasit
- Toksoplasmosis gondii
- Plasmodium falsiparum
 Spirokaeta
- Treponema pallidum

e. Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1 - 10 % malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia,
atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap
buangan gas anestesi dan tembakau. Rokok diketahui mengandung ratusan unsur
toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif
sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga
menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan
adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan
pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.
f. Faktor Hormonal
Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang
baik sistem pengaturan hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian
langsung terhadap sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran
hormon setelah konsepsi terurama kadar progesteron.
 Diabetes mellitus
Perempuan dengan diabetes yang dikelola dengan baik risiko abortusnya tidak
lebih jelek jika dibanding perempuan yang tanpa diabetes. Akan tetapi perempuan
diabetes dengan kadar HbAlc tinggi pada trimester pertama, risiko abortus dan
malformasi janin meningkat signifikan. Diabetes jenis insulin-dependen dengan
kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang 2 - 3 kali lipat mengalami abortus.
19

 Kadar progesteron yang rendah


Progesteron punya peran penting dalam mempengaruhi reseptivitas
endometrium terhadap implantasi embrio. Pada tahun 1929, Allen dan Corrier
mempublikasikan tentang proses fisiologi korpus luteum, dan sejak itu diduga
bahwa kadar progesteron yang rendah berhubungan dengan risiko abortus.
Support fase luteal punya peran kritis pada kehamilan sekitar 7 minggu, yaitu
saat di mana trofoblas harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang
kehamilan. Pengangkatan korpus luteum sebelum usia 7 minggu akan
menyebabkan abortus. Dan bila progesteron diberikan pada pasien ini, kehamilan
bisa diselamatkan.
 Defek fase luteal
Jones (1943) yang pertama kali mengutarakan konsep insufisiensi progesteron
saatfase luteal, dan kejadian ini dilaporkan pada 23 - 60 % perempuan dengan
abortusberulang. Sayangnya belum ada metode yang bisa drpercaya untuk
mendiagnosisgangguan ini.Pada peneiitian terhadap perempuan yang mengalami
abortus lebih dari atau sama dengan 3 kali, didapatkan 17 % kejadian defek fase
luteal. Dan, 50 % perempuandengan histologi defek fase luteal punya gambaran
progesteron yang normal.
 Pengaruh hormonal terhadap imunitas desidua
Perubahan endometrium jadi desidua mengubah semua sel pada mukosa
uterus.Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses implantasi juga
prosesmigrasi trofoblas dan mencegah invasi yang berlebihan pada jaringan ibu.
Di siniberperan penting interaksi antara trofoblas ekstravillous dan infiltrasi
leukosit padamukosa uterus. Sebagian besar sel ini berupa Large Granular
Lymphocytes (LGL)dan makrofag, dengan sedikit sel T dan sel B.
Sel NK dijumpai dalam jumlah banyak, terutama pada endometrium yang
terpapar progesteron. Peningkatan sel NK pada tempat implantasi saat trimester
pertama mempunyai peran penting dalam kelangsungan proses kehamilan karena
ia akanmendahului membunuh sel target dengan sedikit atau tanpa ekspresi HLA.
Trofoblas ekstravillous (dengan pembentukan cepat HLA1) tidak bisa
20

dihancurkan olehsel NK desidua, sehingga memungkinkan terjadinya invasi


optimal untuk plasentasiyang normal.
g. Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya
mikrotrombi pada pernbuluh darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan
fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas, dan
plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan:
 Peningkatan kadar faktor prokoagulan
 Penurunan faktor antikoagulan
 Penurunan aktivitas fibrinolitik

2.3.4 Klasifikasi1
A. Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus,
ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi
masih baik dalam kandungan. Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan
keluhan perdarahan pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu.
Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali
perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup besarnya uterus masih sesuai
dengan umur kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif.
Untuk menentukan prognosis abortus iminens dapat dilakukan dengan
melihat kadar hormone hCG pada urin dengan cara melakukan tes urin kehamilan
menggunakan urin tanpa pengenceran dan pengenceran 1/l0. Bila hasil tes urin
masih positif keduanya maka prognosisnya adalah baik, bila pengenceran 1/10
hasilnya negative maka prognosisnya dubia ad malam. Pengelolaan penderita ini
sangat bergantung pada informed consent yang diberikan. Bila ibu ini masih
menghendaki kehamilan tersebut, maka pengelolaan harus maksimal untuk
mempertahankan kehamilan ini. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui
pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah
terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri janin kantong gestasi
apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut jantung janin
21

dan gerakan janin diperhatikan di sarnping ada tidaknya hematoma retroplasenta


atau pembukaan kanalis servikalis. Pemeriksaan USG dapat dilakukan baik secara
transabdominal maupun transvaginal. Pada USG transabdominal jangan lupa
pasien harus tahan kencing terlebih dahulu untuk mendapatkan acoustic window
yang baik agar rincian hasil USG dapat jelas.

Gambar 2.5 Abortus iminens, abortus insipiens, dan missed abortion1


B. Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam
kavum uteri dan dalam proses pengeluaran. Penderita akan merasa mulas karena
kontraksi yang sering, dan kuat, perdarahannya bertambah sesuai dengan
pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan
umur kehamilan dengan tes urin kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG
akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur kehamilan,
gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak
normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan
pula ada tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.
22

C. Abortus Kompletus
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari karum uteri pada kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Semua hasil
konsepsi telah dikeluarkan, osteum uteri telah menutup, uterus sudah mengecil
sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan.
Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis sudah
memadai. Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif sampai 7 – 10 hari
setelah abortus. Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun
pengobatan.

D. Abortus Inkompletus
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang
tertinggal.Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.Sebagian jaringan hasil konsepsi
masih tertinggal di dalam uterus dimana pada pemeriksaan vagina, kanalis
servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol
pada ostium uteri eksternum.Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun
bias banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang
menyebabkan sebagian masih terbuka, sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien
dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan
konsepsi dikeluarkan. Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian
terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi
untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase.Pemeriksaan USG hanya dilakukan
bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis.Besar uterus sudah lebih kecil dari
umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri tampak
massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan.
23

Gambar 2.6 Abortus kompletus dan abortus inkompletus1

E. Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih
tertahan dalam kandungan.Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan
keluhan apapun, kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang
diharapkan. Bila kehamilan diatas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru
merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder
pada payudara mulai menghilang. Kadangkala missed abortion juga diawali
dengan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin
terhenti. Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negatif setelah satu
minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan
didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya
tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan.
Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan
kemungkinan terjadinya gangguan pembekuan darah oleh karena
hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi
dan kuretase.
24

2.3.5 Mekanisme Abortus


Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh
bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desi dua. Kegagalan fungsi
plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan
terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang
dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian
desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan, meskipun sebagian dari hasil
konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan
pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi. Pada kehamilan 8 – 14
minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya selaput
ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun
plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada
dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini
sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak.6
Pada kehamilan minggu ke 14 – 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan dan
diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang
plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan
kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan
umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan
di atas jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya perdarahan uterus dan nyeri
dengan intensitas beragam.6
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk.
Adakalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil tanpa
bentuk yang jelas atau blighted ovum, kemudian janin yang telah mati dalam
waktu yang lama atau missed abortion.6

2.3.6 Manifestasi Klinis


Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetap tetapi
berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada abortus
tertunda akan dijumpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit yang berulang
25

pada permulaannya, serta selama observasi fundus tidak bertambah tinggi. Pada
pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah sedikit.6

2.3.7 Diagnosis

1. Anamnesis

a. Adanya amenore pada masa reproduksi.

b. Perdarahan pervaginam disertai jaringan hasil konsepsi.

c. Rasa sakit atau keram perut di daerah atas simpisis.

2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan dalam

Pemeriksaan dilakukan untuk melihat keadaan kavum uteri.

3. Pemeriksaanpenunjang:

a. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi).

Hal ini membantu dokter untuk memeriksa detak jantung janin.

b. Pemeriksaan darah, pengukuran kadar serum hCG

Dapat digunakan sebagai prediksi terjadi abortus di awal trimester.

c. Pemeriksaan jaringan.

Jika jaringan telah keluar, dapat dikirim ke laboratorium untuk


mengkonfirmasi bahwa keguguran telah terjadi dan bahwa gejala tidak
berhubungan dengan penyebab lain dari perdarahan kehamilan.

2.3.8 Diagnosis Banding8


Menurut Buku Saku Kesehatan Pelayanan Ibu, perdarahan pada usia
kehamilan <22 minggu mendukung ke abortus, mola hidatidosa dan kehamilan
ektopik terganggu.

a. Kehamilan ektopik terganggu


Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar rahim. Hampir 95%
kehamilan ektopik terjadi diberbagai segmen tuba Falopii, dengan 5% sisanya
terdapat di ovarium, rongga peritoneum atau di dalam serviks. Apabila terjadi
26

ruptur di lokasi implantasi kehamilan, maka akan terjadi keadaan perdarahan


masif dan nyeri abdomen akut yang disebut kehamilan ektopik terganggu. Faktor
predisposisi adalah dengan riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, riwayat
operasi di daerah tuba dan atau tubektomi, riwayat penggunaan AKDR,
infertilitas, riwayat abortus sebelumnya, merokok, riwayat seksio sesarea
sebelumnya. Manifestasi klinis ditemukan perdarahan pervaginam dan bercak
hingga berjumlah sedang, penurunan kesadaran, pucat, hipotensi dan hipovolemia,
nyeri abdomen dan pelvis, seriviks tertutup.

b. Mola hidatidosa
Mola hidatidosa adalah bagian dari penyakit trofoblastik gestational, yang
disebabkan oleh kelainan pada villi khorionik yang disebabkan oleh
proliferasitrofoblastik dan edem. Faktor predisposisi merupakan usia dimana
kehamilan terlalu muda atau tua. Riwayat kehamilan mola sebelumnya dan
penggunaan kontraseptif oral. Diagnosis kasus ini ditegakkan dengan penemuan,
perdarahan pervaginam berupa bercak hingga berjumlah banyak, mual dan
muntah hebat, tinggi fundus uterus lebih besar dari usia kehamilan, tidak
ditemukan janin intrauteri, nyeri perut, serviks terbuka, keluar jaringan seperti
anggur , tidak ada janin, takikardi dan berdebar-debar.

2.3.9 Tatalaksana8,9
a. TatalaksanaUmum
 Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu, tanda-tanda
vital termasuk nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu.
 Pemeriksaan tanda-tanda syok (akral dingin,pucat, takikardi, tekanan
sistolik<90 mmHg, pernafasan >30 kali/menit, jumlah urin <30ml/jam).
Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok.
 Berikan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat)
sebanyak1 liter dengancepat 15-20 menit.
 Pantau jumlah urin yang keluar dengan pemasangan kateter.
 Lanjutkan pemberian cairan sampai 2 liter dalam 1 jam pertama,
atau hingga 3 liter dalam 2-3 jam dengan pantau kondisi ibu.
27

 Pada syok kardiogenik, pemberian cairan berlebihan akan


memperburuk kondisi pasien dengan tanda-tanda sesak napas, dan
takikardi yang memburuk disbanding keadaan awal.

Gambar 2.7 Gejala dan tanda berbagai tipe syok8

 Pantau keseimbangan cairan dan tanda-tanda bahwa kondisi stabil


atau ada perbaikan. Tanda-tandanya adalah:

 Tekanan darah sistolik> 100 mmHg


 Denyut nadi< 90 kali/menit
 Status mental membaik (gelisahberkurang)
 Produksi urin > 30/jam
 Setelah kehilangan cairan dikoreksi (tanda-tanda diatas
ditemukan), pemberian cairan dipertahankan dengan kecepatan 500
ml tiap 3-4 jam. Pemberian cairan dengan kecepatan yang lebih
tinggi mungkin dapat dilakukan pada syok hemoragik dengan
mengganti 2-3 kali lipat jumlah cairan diperkirakan hilang.
 Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap fikirkan kemungkinan tersebut
saat penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena
kondisinya dapat memburuk dengan cepat.
 Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi,
berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam.
 Ampicillin 2g IV/IM kemudian 1g diberikan setiap 6 jam.
 Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
 Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
28

 Segera rujuk ibu ke rumah sakit.


 Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional
dan konseling kontrasepsi pasca keguguran.
 Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus.

b. Tatalaksana Khusus

i. Abortus Iminens
 Pertahankan kehamilan
 Tidak perlu pengobatan khusus, jika pasien ditemukan dengan nyeri perut
pemberian diazepam 5 mg tablet 2 kali per hari dianjurkan.9
 Tirah baring sehingga perdarahan berhenti. Saat pulang harus diedukasi
supaya tidak melakukan hubungan seksual atau aktivitas fisik berlebihan
selama 2 minggu.
 Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya pada pemeriksaan
antenatal termasuk pemantauan kadar Hb dan USG panggul serial setiap 3-
4 minggu. Lakukan penilaian ulang bila perdarahan terjadi lagi.
 Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan USG. Nilai
kemungkinan adanya penyebab lain.

ii. Abortus Insipiens

 Lakukan edukasi tentang tindakan yang akan dilakukan dan berikan


informed consent.
 Jika kehamilan kurang dari 16 minggu lakukan evakuasi isi uterus. Jika
evakuasi tidak dapat dilakukan segera berikan ergometrin 0,2 mg IM.
Dapat diulangi 15 menit kemudian jika perlu.
 Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, tunggu pengeluaran hasil
konsepsi secara spontan dan evakuasi sisa dari dalam uterus. Bila perlu
berikan infus 40 IU oksitonin dalam1 liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat
dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu pengeluaran hasil
konsepsi.
29

 Lakukan pemantauan pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam.


Setelah pasien dipindahkan ke ruangan pantau tanda vital, perdarahan
pervaginam, tanda akut abdomen dan produksi urin setiap 6 jam selama 24
jam. Jika hasil pemantauan baik dengan kadar Hb ibu> 8 g/dl pasien dapat
diperbolehkan pulang.

iii. Abortus Inkomplit

 Lakukan edukasi.
 Jika perdarahan ringan atau sedang dan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, gunakan jari atau forceps cincin untuk mengeluarkan hasil
konsepsi yang keluar dari serviks.
 Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan
evakuasi isi uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) adalah metode yang
dianjurkan. Kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak
tersedia. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan, berikan ergometrin
0,2 mg IM (dapat diulangi 15 menit kemudian bila perlu).
 Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40 IU oksitosin
dalam 1 liter NaCl 0,9% atau ringer laktat untuk membantu pengeluaran
hasil konsepsi.
 Lakukan evaluasi pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila
kondisi ibu baik, pindahkan ke ruangan.
 Lakukan permeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi laboratorium.
 Pantau tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen dan
produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Jika hasil pemantauan baik
dengan kadar Hb ibu> 8 g/dl pasien dapat diperbolehkan pulang.

iv. Abortus Komplit

 Tidak diperlukan evakuasi lagi.

 Lakukan edukasi untuk memberikan dukungan emosional.

 Observasi keadaan ibu.


30

 Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferosus 600mg/ hari
selama 2 minggu. Jika anemia berat berikan transfuse darah.

v. Missed Abortion

 Lakukan edukasi.
 Jika usia kehamilan <12 minggu, evakuasi dengan AVM atau sendok
kuret.
 Menurut Dc DuttaJika usia kehamilan <12 minggu, pengeluaran hasil
konsepsi dapat dilakukan dengan menggunakan prostaglandin E1
(misoprostol) 800 mg pervaginam pada forniks posterior dan dapat
mengulangi setelah 24 jam jika perlu. Hasil konsepsi akan keluar dalam 48
jam secara spontan. Jika pengeluaran hasil konsepsi secara pengobatan
gagal, evakuasi dapat dilakukan dengan method AVM.
 Jika usia kehamilan >12 minggu namun <16 minggu pastikan serviks
terbuka, bila perlu dilakukan pematangan serviks sebelum dilakukan
dilatasi dan kuretase. Lakukan evakuasi dengan tang abortus dan sendok
kuret.
 Jika usia kehamilan 16-22 minggu, lakukan pematangan serviks. Lakukan
evakuasi dengan infus oksitosin 20 IU dalam 500 ml NaCl 0,9%/ Ringer
Laktat hingga terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Bila dalam 24 jam evakuasi
tidak terjadi, evaluasi kembali sebelum merencanakan evakuasi lebih
lanjut.
 Lakukan permeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi laboratorium.
 Pantau tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen dan
produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Jika hasil pemantauan baik
dengan kadar Hb ibu> 8 g/dl pasien dapat diperbolehkan pulang.
31

2.3.10 Komplikasi9

a. Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan tertinggal,
diatesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera pasca
tindakan, dapat pula timbul lama setelah tindakan.
b. Syok akibat refleks vasovagal atau nerogenik. Komplikasi ini dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila
setelah seluruh pemeriksaan dilakukan tanpa membawa hasil. Harus diingat
kemungkinan adanya emboli cairan amnion, sehingga pemeriksaan histologik
harus dilakukan dengan teliti.
c. Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang dilakukan
tanpa anestesi pada ibu dalam keadaan stress, gelisah, dan panik. Hal ini dapat
terjadi akibat alat yang digunakan atau suntikan secara mendadak dengan
cairan yang terlalu panas atau terlalu dingin.
d. Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan tetapi
memerlukan waktu.

2.3.11 Pencegahan10

1. Pencegahan Primer
Dilakukan dengan memperhatikan hal-hal yang berperan dalam terjadinya
abortus, agar wanita terhindar dari abortus dan tidak melakukan abortus ilegal.
Pencegahan primer yang lebih diutamakan adalah promosi dan pendidikan
kesehatan mengenai abortus. Terjadinya abortus sering dikaitkan dengan
kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan yang tidak dikehendaki dapat
dicegah dengan penggunaan kontrasepsi yang tepat dan adekuat. Dengan
demikian diperlukan promosi kepada pasangan maupun individu tentang pilihan
luas metode kontrasepsi, termasuk kontrasepsi darurat yang sesuai.
Pendidikan tentang abortus dapat dilakukan dengan memberikan informasi
tentang status abortus legal, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan
bagaimana mengakses layanan berkualitas tinggi untuk manajmen komplikasi
akibat abortus dan metode keluarga berencana pasca abortus.
32

2. Pencegahan Sekunder
Dilakukan dengan cara menegakkan diagnosa secara tepat dan
mengadakan pengobatan yang cepat untuk menghindari kemungkinan terjadinya
komplikasi akibat keterlambatan penanganan.

3. Pencegahan Tersier
Dalam proses pemberian layanan asuhan pasca aborsi, pasien
membutuhkan konseling, perhatian, pemahaman dan empati selama pemberian
asuhan. Dalam memberikan asuhan pasca aborsi, hal yang pertama kali harus
dilakukan setelah mengatasi situasi segera akibat abortus seperti perdarahan dan
syok. Setelah kondisi wanita ini stabil, hal selanjutnya dilakukan yang sama
pentingnya adalah memberikan asuhan tidak lanjut meliputi peredaan nyeri,
dukungan psikologis, konseling pasca aborsi dan pemeriksaan lebih lanjut yang
mungkin diperlukan.

2.3.12 Prognosis11

1. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang rekuren
mempunyai prognosis yang baik sekitar >90%.
2. Pada wanita keguguran dengan etiologi yang tidak diketahui, kemungkinan
keberhasilan kehamilan sekitar 40-80%.
3. Sekitar 77% angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung janin
pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan 2 atau lebih aborsi
spontan yang tidak jelas.
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Status Ibu Hamil

ANAMNESA PRIBADI

Nama : Ny. S

Umur : 24 tahun

Suku : Batak

Alamat : Dusun I Jl. Setia Kawan

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SMA

Status Pernikahan : Menikah

Tanggal Masuk : 18 April 2019

Jam Masuk : 08.20 WIB

ANAMNESA PENYAKIT

Ny. S, 24 tahun, G2P1A0, Batak, Islam, SMA, Ibu Rumah Tangga menikah
dengan Tn D, 28 tahun, Jawa, Islam, SMA, Wiraswasta.

KeluhanUtama : Riwayat keluar darah dari kemaluan

Telaah : Hal ini dialami pasien sejak 1 hari sebelum masuk


rumah sakit. Darah berwarna merah segar disertai
gumpalan merah seperti daging berasal dari jalan
lahir sebanyak ±200cc. Riwayat dengan keluhan
yang sama ditemukan sekitar 1 bulan yang lalu.

33
34

Riwayat berhubungan terakhir dengan suami 2


minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien
mengatakan perutnya tidak semakin membesar
seiring dengan pertambahan usia kehamilan.
Riwayat keluhan mules-mules ditemukan pada
pasien 2 hari yang lalu. Riwayat trauma dan
konsumsi obat-obatan disangkal. Riwayat keputihan
dan nyeri berkemih disangkal. BAB dan BAK dalam
batas normal. Pasien merupakan rujukan Sp.OG luar
dengan diagnosa missed abortion.

RPT : Tidak ada

RPO :Tidak ada

Riwayat pekerjaan, sosio ekonomi dan psikososial yaitu ibu rumah tangga,
ekonomi menengah ke bawah dan tidak ada riwayat gangguan psikososial.

RIWAYAT MENSTRUASI

Menarche : 12 tahun

Lama : 5-7 hari

Siklus : 28 hari

Volume : ± 3 doek/hari

Nyeri : Dijumpai

HPHT : 07 Februari 2019

TTP : 14 November 2019

ANC : 1x ke Sp.OG

RIWAYAT MENIKAH

Pasien menikah 1 kali pada usia 19 tahun


35

RIWAYAT PERSALINAN

1. Anak perempuan, 5 tahun, berat badan lahir 3100gr, SC a/i Plasenta Previa
Totalis, sehat
2. Hamil ini

PEMERIKSAAN FISIK

VITAL SIGN
Status Presens:
Sensorium : Compos mentis Anemis : -
Tekanan darah : 100/80 mmHg Ikterik : -
Nadi : 82 x/menit Sianosis: -
Pernapasan : 18 x/menit Dyspnoe : -
Temperatur : 36.3 0C Oedema:
Ekstremitas atas -/-
Ekstremitas bawah -/-
Status Generalisata :
Kepala : Dalam batas normal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),refleks cahaya (+/+),
isokor, kanan = kiri
Leher : Pembesaran KGB tidak dijumpai
Thorax : Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Jantung: S1(N) S2(N) S3(-) S4(-) reguler, murmur (-)
Paru : Suara pernafasan : vesikuler
Suara tambahan : (-)
Ekstremitas: Akral hangat, CRT< 2 detik, clubbing finger (-), oedem pretibial (-/-)
Genitalia : Edema pada labia (-)
36

Status Lokalisata:
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) dalam batas normal
Leopold 1 : TFU 1 jari di atas simfisis
Leopold 2 : tidak dilakukan pemeriksaan
Leopold 3 : tidak dilakukan pemeriksaan
Leopold 4 : tidak dilakukan pemeriksaan
His :-
DJJ :-
Gerak :-

Status Ginekologi
Inspekulo : portio licin, F/A (-), darah (+) dibersihkan kesan tidak mengalir
VT : darah(+) dibersihkan kesan tidak mengalir, serviks tertutup, teraba
jaringan (-), stoll cell (-)
ST : darah (+)

PEMERIKSAAN USG TAS


37

 Singleton fetus, intrauterine, fetal heart rate (-)


 CRL : 23.2mm
Kesimpulan : Missed abortion

LABORATORIUM

DARAH LENGKAP (Tanggal 18/04/2019)

PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN


Hemoglobin g/dL 13.1 12.0-16.0
Eritrosit Juta / µL 4.34 3.8-5.2
Leukosit /µL 6.97 3.6-11.0
Hematokrit % 38.6 38-44
Trombosit /µL 243 150-440
MCV fL 88.9 82-92
MCH Pg 30.20 27.0-31.0
MCHC g/dL 33.9 32.0-36.0
38

Hitung Jenis :
Neutrofil Segmen % 66.2 50-70
Limfosit % 21.8 20-40
Monosit % 9.0 2-8
Eosinofil % 2.60 1-6
Basofil % 0.4 0-1
Neutrofil absolut 10³/µL 4.61 2.7-6.5
Limfosit absolut 10³/µL 1.52 1.5-3.7
Monosit absolut 10³/µL 0.63 0.2-0.4
Eosinofil absolut 10³/µL 0.18 0-0.10
Basofil absolute 10³/µL 0.03 0-0.1

FAAL HAEMOSTASIS
PT+INR
 Pasien detik 13.2
 Kontrol detik 13.2
 Pasien detik 0.9
APTT
 Pasien detik 30.4
 Kontrol detik 29.9
MASA THROMBIN
 Pasien detik 13.6
 Kontrol detik 20.6

KIMIA DARAH

Diabetes
Glukosa Darah Sewaktu mg/dL 93 < 100
39

GINJAL
Ureum mg/dL 10.00 < 50
Kreatinin mg/dL 0.48 0.6-1.3

ELEKTROLIT
Natrium mmol/L 140 135-155
Kalium mmol/L 3.69 3.5-5.0
Klorida mmol/L 102 96-106

IMUNOSEROLOGI
Hepatitis
 HbsAg Non reaktif Non reaktif
Serologi Non reaktif Non reaktif
 Anti HIV

DIAGNOSA KERJA

Missed Abortion + Previous SC 1 x a/i Placenta Previa Totalis

RENCANA TATALAKSANA

TERAPI MEDIKAMENTOSA

- IVFD Ringer Laktat 20gtt/i

- Injeksi Cefazolin 2gr (1/2 jam sebelum tindakan kuretase)

RENCANA TINDAKAN

1. USG
2. Inspekulo
3. Kuretase
40

LAPORAN KURETASE
- Pasien dibaringkan di meja ginekologi dengan posisi litotomi dengan infus
terpasang baik.
- Dalam anestesi 6A-TIVA dilakukan pemasangan kateter lepas.
- Dilakukan pemasangan sims bawah dan atas, portio dijepit dengan tenaculum di
arah jam 11 sims atas dilepas.
- Dilakukan sondase uterus, uterus ukuran ± 12cm, dilakukan kuretase tumpul
dari jam 12 searah jarum jam, dilanjutkan dengan kuretase tajam searah jarum
jam.
- Didapati jaringan ± 50gr, stoll cell ± 20cc.
- Tenaculum dilepas, sims bawah dilepas.
- Keadaan ibu post operasi stabil.

RENCANA TATALAKSANA POST KURETASE

Medikamentosa

1. IVFD Ringer Laktat 20gtt/I


2. Cefadroxil 2 x 500mg
3. Asam Mefenamat 3 x 500mg
4. Metergin tab 3 x 1

RENCANA TINDAKAN

-Pantau vital sign dan perdarahan pervaginam


BAB IV
FOLLOW UP PASIEN
4.1 Follow Up Pasien
Tanggal Follow up
19 April 2019 S : Post Kuretase
O : SP : Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
Nadi: 80x/ menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC
SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
TFU : 1 jari di atas simfisis
P/V : (+) minimal
BAK : (+)
BAB : (-)

A : Post Kuretase a/i Missed Abortion + H1

P : - IVFD RL 20gtt/I
- Cefadroxil 2 x 500mg
- Asam Mefenamat 3 x 500mg
- Metergin tab 3 x 1
- Ranitidin (K/P)
R/ Monitoring VS, dan perdarahan pervaginam.

41
42

20 April 2019 S : -
O : SP : Sens : CM
TD : 110/80 mmHg
Nadi: 86 x/ menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6oC
SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+) Normal
TFU : 1 jari di atas simfisis
P/V : (+) bercak
BAK : (+)
BAB : (+)

A : Post Kuretase a/i Missed Abortion + H2

P : - Cefadroxil 2 x 500mg
- Asam Mefenamat 3 x 500mg
- Metergin tab 2 x 1
- Vitamin B Complex 2x1
R/ Aff Infus
PBJ dengan pengobatan :
- Cefadroxil 2 x 500mg
- Asam Mefenamat 3 x 500mg
- Metergin tab 2 x 1
- Vitamin B Complex 2 x 1
BAB V
DISKUSI KASUS
TEORI KASUS

Abortus adalah ancaman atau Keluar darah dari kemaluan dialami


pengeluaran hasil konsepsi sebelum pasien sejak 1 hari sebelum masuk
janin dapat hidup diluar kandungan. rumah sakit. Riwayat trauma dan
Sebagai batasan ialah kehamilan kurang konsumsi obat-obatan disangkal.
dari 20 minggu atau berat janinkurang Riwayat keputihan dan nyeri
dari 500 grarn. berkemih disangkal. BAB dan BAK
dalam batas normal. Pasien tidak
Etiologi abortus:
menyadari dirinya hamil. Riwayat
- Faktor genetik
berhubungan terakhir dengan suami 2
- Penyebab anatomik
minggu sebelum masuk rumah sakit..
- Autoimun
Riwayat persalinan anak pertama
- Defek fase luteal
anak perempuan, 5 tahun, berat badan
- Infeksi
lahir 3100gr, SC a/i PlasentaPrevia
- Hematologik
Totalis, sehat. HPHT: 7 Februari
- Lingkungan
2019.

Klasifikasi: Anamnesis:
- Abortus Imminens Keluar darah dari kemaluan dialami
- Abortus Insipiens pasien sejak 1 hari sebelum masuk
- Abortus Kompletus rumah sakit. Darah berwarna merah
- Abortus Inkompletus segar disertai gumpalan merah
- Missed Abortion seperti daging berasal dari jalan lahir
sebanyak ±200cc. Pasien
mengatakan perutnya tidak semakin
membesar seiring dengan
pertambahan usia kehamilan.
Keluhan mules-mules ditemukan

43
44

pada pasien.
Pemeriksaan fisik
- Perdarahan sedikit-sedikit
yang berulang pada
permulaannya.
- TFU: 1 jari diatas simfisis
- Nyeri dijumpai
Inspekulo : portio licin, F/A (-), darah
(+) dibersihkan kesan tidak
mengalir
VT : darah(+) dibersihkan kesan
tidak mengalir,serviks tertutup,
teraba jaringan(-), stoll cell (-)
ST : darah (+)
- His: -
- DJJ: -
- Pergerakan :-

Manifestasi Klinis: Pemeriksaan Fisik:

Abortus tertunda adalah keadaan - Perdarahan sedikit-sedikit yang

dimana janin sudah mati, tetap tetapi berulang pada permulaannya.

berada dalam rahim dan tidak - TFU: 1 jari diatas simfisis

dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. - Nyeri dijumpai

Pada abortus tertunda akan dijumpai Inspekulo : portio licin, F/A (-), darah
amenorea, yaitu perdarahan sedikit- (+) dibersihkan kesan tidak
sedikit yang berulang pada mengalir
permulaannya, serta selama observasi VT : darah(+) dibersihkan kesan
fundus tidak bertambah tinggi. Pada tidak mengalir,serviks
pemeriksaan dalam, serviks tertutup tertutup, teraba jaringan(-),
dan ada darah sedikit. stoll cell (-)
ST : darah (+)
45

Diagnosis: Anamnesis:
1. Anamnesis Keluar darah dari kemaluan dialami
pasien sejak 1 hari sebelum masuk
a. Adanya amenore pada masa
rumah sakit. Darah berwarna merah
reproduksi.
segar disertai gumpalan merah
b. Perdarahan pervaginam disertai
seperti daging berasal dari jalan lahir
jaringan hasil konsepsi.
sebanyak ±200cc. Riwayat dengan
c. Rasa sakit atau keram perut di daerah keluhan yang sama ditemukan
atas simpisis. sekitar 1 bulan yang lalu. Riwayat

2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan dalam berhubungan terakhir dengan suami


2 minggu sebelum masuk rumah
3. Pemeriksaan penunjang:
sakit. Pasien mengatakan perutnya
a. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) tidak semakin membesar seiring
b.Pemeriksaan darah, pengukuran kadar dengan pertambahan usia kehamilan.
serum hCG Keluhan mules-mules ditemukan
pada pasien.
c. Pemeriksaan jaringan.
Pemeriksaan fisik

- Perdarahan sedikit-sedikit
yang berulang pada
permulaannya.
- TFU: 1 jari diatas simfisis
- Nyeri dijumpai

Inspekulo : portio licin, F/A (-), darah


(+) dibersihkan kesan tidak
mengalir
VT : darah(+) dibersihkan kesan
tidak mengalir, serviks tertutup,
teraba jaringan(-), stoll cell (-)
ST : darah (+)
- His: -
46

- DJJ: -
- Pergerakan :-

Pemeriksaan Penunjang

- Hasil pemeriksaan USG:


Singleton fetus, intrauterine,
fetal heart rate (-), CRL: 23.2
mm. Kesimpulan: Missed
Abortion.

Tatalaksana Missed Abortion Tatalaksana


 Lakukan edukasi. -IVFD Ringer Laktat 20gtt/i
 Jika usia kehamilan <12 minggu, -Injeksi Cefazolin 2gr (1/2 jam
evakuasi dengan AVM atau sendok sebelum tindakan kuretase)
kuret. Rencana tindakan
 Menurut Dc Dutta. Jika usia
-USG
kehamilan <12 minggu,
- Inspekulo
pengeluaran hasil konsepsi dapat
- Kuretase
dilakukan dengan menggunakan
LAPORAN KURETASE
prostaglandin E1 (misoprostol) 800
- Pasien dibaringkan di meja
mg pervaginam pada forniks
ginekologi dengan posisi litotomi
posterior dan dapat mengulangi
denganinfus terpasang baik.
setelah 24 jam jika perlu. Hasil
- Dalam anestesi 6A-TIVA dilakukan
konsepsi akan keluar dalam 48 jam
pemasangan kateter lepas.
secara spontan. Jika pengeluaran
- Dilakukan pemasangan sims bawah
hasil konsepsi secara pengobatan
dan atas, portio dijepit dengan
gagal, evakuasi dapat dilakukan
tenaculum di arah jam 11 sims atas
dengan method AVM.
dilepas.
 Jika usia kehamilan >12 minggu
- Dilakukan sondase uterus, uterus
namun <16 minggu pastikan
ukuran ± 12 cm, dilakukan kuretase
serviks terbuka, bila perlu
tumpul dari jam 12 searah jarum
dilakukan pematangan serviks
jam, dilanjutkan dengan kuretase
47

sebelum dilakukan dilatasi dan tajam searah jarum jam.


kuretase. Lakukan evakuasi dengan - Didapati jaringan ± 50gr, stoll cell
tang abortus dan sendok kuret. ± 20cc.
 Jika usia kehamilan 16-22 minggu, - Tenaculum dilepas, sims bawah
lakukan pematangan serviks. dilepas.
Lakukan evakuasi dengan infus - Keadaan ibu post operasi stabil.
oksitosin 20 IU dalam 500 ml
NaCl 0,9%/ Ringer Laktat hingga
terjadi ekspulsi hasil konsepsi. Bila
dalam 24 jam evakuasi
tidakterjadi, evaluasi kembali
sebelum merencanakan evakuasi
lebih lanjut.
 Lakukan permeriksaan jaringan
secara makroskopik dan kirimkan
untuk pemeriksaan patologi
laboratorium. Pantau tanda vital,
perdarahan pervaginam, tanda akut
abdomen dan produksi urin setiap
6 jam selama 24 jam. Jika hasil
pemantauan baik dengan kadar Hb
ibu> 8 g/dl pasien dapat
diperbolehkan pulang.
BAB VI
KESIMPULAN

Ny.S, 24 tahun G2P1A0, datang ke RS USU dengan keluhan keluar darah


dari kemaluan sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Hasil
pemeriksaan obstetri dijumpai abdomen soepel, TFU 1 jari diatas simfisis pubis,
His (-), DJJ (-), Gerak janin (-). Pemeriksaan inspekulo dijumpai portio licin, F/A
(-), darah dijumpai, dibersihkan kesan tidak mengalir. Pada VT dijumpai darah,
dibersihkan kesan tidak mengalir, serviks tertutup, jaringan dan stoll cell tidak
dijumpai. Pasien didiagnosa dengan missed abortion + prev SC 1x a/i plasenta
previa totalis dan dilakukan kuretase.

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Hadijanto B. Pendarahan pada Kehamilan Muda In: Ilmu Kebidanan


Sarwono Prawirohardjo. Jakarta , PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
2008: 459-473.
2. Singh S, Wulf D, Hussain R, Bankole A, Sedgh G, Abortion Worldwide: A
decade of Uneven Progress. Guttmacher Institute, New York. 2013.
3. Noerdin E. Aborsi di Indonesia, Woman Research Institute. Jakarta, 2010
4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Williams Obstetrics. 23rd ed. New York: McGraw-Hills; 2010. 21-29 p.
5. Sherwood L. Fisiologi Manusia. 6th ed. Yesdelita N, editor. Singapura:
EGC; 2014. 846-855 p.
6. Osmanagoglu, MA., Erdogan, I.,Eminagaoglu, S., Karahan, G et al, 2011.
The Diagnostic Value of  human Chorionic Gonadotropin,
Progesteron,CA125 in the Prediction of Abortion. Journal of Obstetric
Gynecology, 30(3), pp. 288-293.
7. Taber Ben-Zion, Kedaruratan Obstetric dan Ginekologi, EGC,
Jakarta,1994.
8. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar dan
Rujukan, Penyulit Kehamilan dan Persalinan, Kementerian Kesehatan
Republic Indonesia, ed 1,2013, pp 82.
9. Dutta DC, Konar H., Hemorrhage in Early Pregnancy, Textbook of
Obstetrics, the health sciences publisher, ed 8, 2015, pp 185.
10. Erniwati S. 2015. Karakteristik Ibu Pasangan Usia Subur yang Mengalami
Abortus di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2010-2013.
Availableat :http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/51120
11. Debby K.G. 2010. Penyebab-Penyebab Abortus Spontan di RSUP. H.
Adam Malik Medan pada Tahun 2007-2009. Available at:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/23479

49

Anda mungkin juga menyukai