Anda di halaman 1dari 23

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ubi kayu merupakan salah satu bahan pangan yang utama, tidak saja di

Indonesia tetapi juga di dunia. Di Indonesia, ubi kayu merupakan makanan pokok

ke tiga setelah padi-padian dan jagung. Sedangkan untuk konsumsi penduduk

dunia, khususnya penduduk negara-negara tropis, tiap tahun diproduksi sekitar

300 juta ton ubi kayu (BPS, 2015).

Permintaan ubi kayu dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, baik

untuk pemenuhan kebutuhan pangan maupun industri. Pemerintah telah

merancang program pemanfaatan sumber energi alternatif. Salah satu alternatif

yaitu: (1) biodiesel untuk mensubstitusi solar yang berasal dari minyak kelapa

sawit dan minyak jarak pagar; dan (2) bioethanol untuk mensubsitusi premium

yang berasal dari ubi kayu, sorgum, dan tebu (Kementrian Pertanian, 2013).

Kendala yang dihadapi para petani ialah belum tepatnya teknologi untuk

meningkatkan produksi ubi kayu. Hal ini dikarenakan sumberdaya alam dan

sumberdaya manusia belum dimanfaatkan secara maksimal dalam pengelolaan

usaha tani ubi kayu baik di lahan kering maupun lahan sawah, sehingga

produktivitas hasil pertanian masih sangat beragam. Selain itu juga disebabkan

oleh kemampuan masyarakat yang masih beragam dalam menyesuaikan pola yang

sudah dimiliki dengan sumberdaya lahan yang tersedia (Roja, 2009).

Kedua hal tersebut mendorong upaya-upaya peningkatan produksi bahan

pangan baik dari segi intensifikasi dan ekstensifikasi lahan, maupun penggunaan

produk-produk lainnya yang dirasa mampu menjadi alternatif dari permasalah

tersebut. Penggunaan ubi kayu dirasa mampu menjadi alternatif yang sangat
2

potensial untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut. Selain potensi

produktivitasnya yang tinggi serta kemampuan bertahan hidupnya yang luas,

umbinya juga mengandung karbohidrat yang tinggi, protein, dan lemak.

Sedangkan daunnya dapat diproses menjadi bahan makanan yang tinggi akan serat

serta mengandung vitamin A, B1, dan C, kalsium, kalori, fosfor, protein, lemak,

hidrat arang, dan zat besi (Wijayakusuma, 2007).

Pada prinsipnya, mukibat merupakan penggabungan antara 2 jenis

tanaman ubi kayu antara ubi kayu karet yang memiliki jumlah dan luasan

permukaan daun yang lebih luas dengan ubi kayu pangan yang memiliki umbi

yang dapat dikonsumsi. Penggunaan teknologi mukibat dapat meningkatkan

pertumbuhan tanaman dan hasil yang lebih tinggi yaitu tanaman memiliki stuktur

tanaman lebih tinggi, diameter akar yang tebal dengan bobot yang lebih tinggi

dibandingkan dengan tanaman ubi kayu biasa (Ahit et al., 2001).

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui teknik budidaya

tanaman ubi mukibat dengan cara okulasi dan sambung.

Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan penulisan adalah sebagai salah satu syarat untuk dapat

memenuhi komponen penilaian di Laboratorium Budidaya Tanaman Pangan A

Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera utara

dan sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.


3

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.)

Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela

pohon, singkong, ubi jenderal, ubi inggris, telo puhung, kasape, bodin, telo

jenderal (Jawa), sampeu, huwi jenderal (Sunda), kasbek (Ambon), dan ubi

Perancis (Padang). Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman

ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom: Plantae;

Divisi: Spermatophyta; Subdivisi: Angiospermae; Kelas : Dicotyledonae;

Ordo: Euphorbiales; Famili: Euphorbiaceae; Genus: Manihot;

Spesies: Manihot esculenta Crantz (Direktorat budidaya umbi-umbian, 2007).

Umbi ubi kayu berbeda dengan umbi tanaman umbi-umbian lain. Umbi

secara anatomis sama dengan akar, tidak mempunyai mata tunas sehingga tidak

dapat digunakan sebagai alat perbanyakan vegetatif. Secara morfologis, bagian

umbi dibedakan menjadi tangkai, umbi, dan bagian ekor pada bagian ujung umbi.

Tangkai ujung bervariasi dari sangat pendek (kurang dari 1 cm) hingga panjang

(lebih dari 6 cm). Ekor umbi ada yang pendek dan ada yang panjang. Bentuk umbi

beragam mulai agak gemuk membulat, lonjong, pendek hingga memanjang.Warna

kulit umbi putih, abu-abu, coklat cerah hingga coklat tua. Warna kulit bagian

dalam umbi terdiri atas putih, kuning, krem, jingga, dan kemerahan hingga ungu.

Warna daging umbi pada umumnya putih, namun ada yang berwarna kekuningan

(Badan Litbang Pertanian, 2011).

Ubi kayu (Mannihot esculenza Crantz) termasuk tumbuhan berbatang

lunak atau getas (mudah patah). Ubi kayu berbatang bulat dan bergerigi yang

terjadi pada bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk
4

tumbuhan yang tinggi. Batang ubi kayu panjang (tingginya sekitar 1-5 m,

tergantung varietas), bulat (diameter bervariasi bedasarkan umur, sekitar 3-6 cm)

dan lurus, serta berbuku, warna batang biasanya bervariasi dari merah kecoklatan

sampai hijau, daun ubi kayu memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya

menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-11 lembar

(Waluya, 2011).

Ubi kayu termasuk kategori tanaman monoecious, bunga uniseksual yakni

bunga jantan dan betina terletak pada tanaman yang sama. Bunga ubi kayu

muncul di ujung panikel terdiri dari bunga jantan dan betina. Ukuran bunga betina

lebih besar daripada jantan. Setiap bunga jantan dan betina memiliki sepal dan

tidak memiliki petal. Bunga jantan memiliki 10 stamen dan tersusun dalam 2

lingkaran. Setiap lingkaran terdiri dari 5 stamen. Bunga betina memiliki sebuah

ovari dengan 10 lobe glanular. Ovari mempunyai 3 lokus 6 ridge dan panjangnya

3-4 cm. Bunga betina membuka terlebih dahulu, seminggu kemudian barulah

bunga jantan membuka, sehingga proses penyerbukanya secara silang. Setelah

terjadi penyerbukan, ovari akan membentuk buah muda dan membutuhkan waktu

3-5 bulan sampai masak (Fahreza, 2014).

Ubi kayu termasuk berdaun tunggal karena hanya terdapat satu helai daun

pada setiap tangkai daun. Ujung daun meruncing, susunan tulang daun menjari

dengan cangkap 5–9 helai. Daun ubi kayu dibedakan menjadi: (1). Daun sempit

memanjang dengan 2–3 sudut tajam pada setiap sisi daun, (2). Daun sempit

memanjang dengan 2–3 sudut tumpul (bergelombang), (3). Daun sempit

memanjang dengan tepi rata, (4). Daun lebar memanjang, (5). Daun lebar lonjong,

dan (6). daun lebar membulat pada bagian ujung. Warna helai daun bagian atas
5

dibedakan menjadi (a). hijau gelap, (b). hijau muda, (c). ungu kehijauan, dan (d).

kuning belang-belang. Warna tulang daun bervariasi mulai dari hijau hingga ungu.

Tangkai daun berwarna merah, ungu, hijau, kuning dan kombinasi dari empat

warna tersebut, panjang 10–20 cm. Warna terdapat pada seluruh tangkai, ataupun

pada ujung dan pangkal. Warna tangkai daun dipengaruhi oleh lingkungan

(Badan Litbang Pertanian, 2011).

Syarat Tumbuh

Iklim

Produksi optimal ubi kayu memperlukan curah hujan sebatas 150-200 mm

pada umur 1-3 bulan dan 100-150 mm pada fase menjelang dan saat panen.

Berdasarkan karakter iklim di Indonesia dan kebutuhan air tersebut, ubi kayu

dapat dikembangkan di hampir semua kawasan, baik di daerah beriklim basah

maupun kering, sepanjang air tersedia sesuai kebutuhan tanaman tiap fase

pertumbuhan. Serta jenis lahan yang didominasi oleh tanah alkalin dan tanah

masam, kurang subur dan peka terhadap erosi (Wargiono et al., 2006).

Ketinggian tempat yang baik dan ideal untuk tanaman ubi kayu 10 - 700 m

dpl, sedangkan toleransinya 10 – 1 500 m dpl. Pada ketinggian sampai 300 m dpl

tanaman ubi kayu dapat menghasilkan umbi dengan baik, tetapi tidak dapat

berbunga. Namun, di ketinggian tempat 800 m dpl tanaman ubi kayu dapat

menghasilkan bunga dan biji. Curah hujan yang sesuai untuk tanaman ubi kayu 1

500 – 2 500 mm/tahun. Kelembaban udara optimal untuk tanaman ubi kayu antara

60 – 65 %, dengan suhu udara minimal bagi tumbuhnya sekitar 10OC. Jika

suhunya di bawah 100C, pertumbuhan tanaman akan sedikit terhambat. Selain itu,

tanaman menjadi kerdil karena pertumbuhan bunga yang kurang sempurna. Sinar
6

matahari yang dibutuhkan bagi tanaman ubi kayu sekitar 10 jam/hari, terutama

untuk kesuburan daun dan perkembangan umbinya (BPP IPTEK, 2000).

Kebutuhan akan sinar matahari sekitar 10 jam tiap hari. Hidup tanpa

naungan suhu yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman ubi kayu adalah berkisar

18º-35ºC, Suhu udara minimal 10ºC, sedangkan suhu optimalnya adalah 25-27 ºC.

Kelembaban udara yang optimal bagi tanaman ubi kayu berkisar antara RH 60-

65%. Curah hujan yang optimal untuk budidaya ubi kayu adalah 750-1000

mm/thn. Tanaman ubi kayu dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 meter di atas

permukaan laut (Baharsjah et al., 2005).

Tanah

Tanah yang paling sesuai untuk ubi kayu adalah tanah yang berstruktur

remah, gembur, tidak terlalu liat dan tidak terlalu poros, serta kaya bahan organik.

Tanah dengan struktur remah mempunyai tata udara yang baik, unsur hara lebih

mudah tersedia, dan mudah diolah. Derajat kemasaman (pH) tanah yang sesuai

untuk budidaya ubi kayu berkisar antara 4,5 – 8,0 dengan pH ideal 5,8. Umumnya

tanah di Indonesia berpH rendah (asam), yaitu berkisar 4,0 – 5,5, sehingga

seringkali dikatakan cukup netral bagi suburnya tanaman ubi kayu

(BPP IPTEK, 2000).

Tanah agak masam adalah medium yang optimum, ubi kayu toleran

terhadap paraf pH 4 hingga 8, salinitas tinggi membatasi pertumbuhan tanaman.

Tanaman juga toleran terhadap kadar kalsium rendah dan ketersediaan aluminium

dan mangan tinggi, kondisi yang umum di daerah bercurah tinggi dan tanah

tropika masam, yang tidak dapat ditoleransi oleh sebagian besar sayuran

(Prasetiawasti, 2008).
7

Tanaman ubi kayu banyak diusahakan di lahan kering dengan berbagai

jenis tanah terutama Ultisol, Alfisol, dan Inceptisol. Provinsi Lampung

merupakansentral produksi ubi kayu utama di Indonesia. Di Provinsi Lampung

ubi kayu sebagian besar ditanam di lahan Ultisol bersifat masam, Al-dd tinggi

dan kandungan hara relatif miskin. Ubi kayu dapat tumbuh dengan baik pada

tanah ultisol dengan pH 6,1. Klon yang umum ditanam petani adalah klon

unggul UJ-5 (Balitkabi, 2013).

Botani Tanaman Ubi Racun (Manihot glaziovii Muell)

Dalam sistematika tanaman ubi racun dapat diklasifikasikan

sebagai berikut: Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta;

Subdivisio: Angiospermae; Kelas: Dicotyledonae; Ordo: Euphorbiales;

Famili: Euphorbiaceae; Genus: Manihot; Species : Manihot glaziovii Muell.

(Direktorat budidaya umbi-umbian, 2007).

Sebagai tanaman semak belukar tahunan, ubi racun tubuh setinggi 1- 4 m

dengan daun besar yang menjari (palmate) dan memiliki 5 hingga 9 helai daun.

Daunnya bertangkai panjang bersifat cepat gugur (deciduous) dan berumur paling

lama hanya beberapa bulan (Kamsina, 2017).

Batangnya memiliki pola percabangan yang khas, dengan keragamannya

bergantung pada kultivar. Bagian batang tua memilki duduk daun yang terlihat

jelas. Ruas-ruas batang yang panjang menunjukkan laju pertumbuhan tanaman

cepat (Balitkabi, 2010).

Ubi kayu kultivar karet (Manihot glaziovii) merupakan ubi kayu jenis

pahit yang berasal dari Brazil. Pemanfaatan ubi kayu kultivar karet jarang

dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari karena rasanya yang pahit. Ubi kayu
8

jenis ini memiliki ukuran umbi yang besar dengan kandungan karbohidrat yang

tinggi sehingga cukup baik sebagai makanan sumber energi. Ubi kayu kultivar

karet selain mengandung karbohidrat juga mengandung sianida yang dapat

menghambat kerja enzim pernafasan sehingga terjadi gangguan pernafasan yang

dapat menyebabkan sakit sampai kematian (Kamsina et al., 2017)

Ukuran bunga berdiamter 1 cm dan tumbuh dalam kelompok yang

terdapat dekat ujung cabang. Warna bunga bermacam-macam dimulai dari ungu

kehijauan hingga kuning agak kehijauan. Pembungaan pada tanaman sebagian

besar terjadi pada beberapa kultivar dan beberapa kultivar juga terdapat tidak

mengalami pembungaan (Balitkabi, 2013).

Syarat Tumbuh

Iklim

Pertumbuhan yang terbaik terjadi pada wilayah antara lintang 15° di utara

dan selatan katulistiwa, yaitu daerah yang suhunya rata-rata 25 – 27°C, namun

pada kisaran suhu 16 – 30°C dan lintang hingga 30° pertumbuhan tanaman pun

cukup baik. Pertumbuhan sangat terhambat pada suhu lebih tinggi dari 35°C

(Waluya, 2011).

Tanaman baik ditanam pada wilayah yang kisaran curah hujannya besar

mulai dari 500 – 5000 mm. Namun sebagian besar wilayah produksi utama

umumnya memiliki curah hujan rata-rata antara 1000 – 2000 mm. Tanaman

toleran terhadap periode kekeringan yang panjang dan keadaan tanpa penyiangan.

Tanaman lebih baik tumbuh pada dataran rendah namun jika suhu memungkinkan

dapat ditanam pada ketinggian 2000 m dan tanaman sangat memerlukan intensitas

cahaya tinggi (Kamsina, 2017).


9

Curah hujan yang sesuai untuk tanaman ubi kayu 1 500 – 2 500 mm/tahun.

Kelembaban udara optimal untuk tanaman ubi kayu antara 60 – 65 %, dengan

suhu udara minimal bagi tumbuhnya sekitar 10OC. Jika suhunya di bawah 100C,

pertumbuhan tanaman akan sedikit terhambat. Selain itu, tanaman menjadi kerdil

karena pertumbuhan bunga yang kurang sempurna. Sinar matahari yang

dibutuhkan bagi tanaman ubi kayu sekitar 10 jam/hari, terutama untuk kesuburan

daun dan perkembangan umbinya (BPP IPTEK, 2000).

Tanah

Tanaman ini menyukai tanah berpasir atau liat bepasir. Tanah yang dalam

dan gembur memungkinkan umbi yang sedang berkembang dapat menembus

tanah dengan tanah yang lebih baik. Tanah dangkal dan padat mempengaruhi

bentuk dan ukuran umbi. Tanah yang beraerasi buruk atau tergenang dapat

menghambat pertumbuhan dan menyebabkan umbi menjadi busuk

(Prasetiawasti, 2008).

Tanaman toleran terhadap pH 4 – 8, salinitas tinggi dapat membatasi

pertumbuhan tanaman. Tanaman juga toleran terhadap kadar kalsium rendah dan

ketersediaan aluminium dan mangan yang tinggi

(BPP IPTEK, 2000).

Tanaman ubi kayu banyak diusahakan di lahan kering dengan berbagai jenis

tanah terutama Ultisol, Alfisol, dan Inceptisol. Provinsi Lampung

merupakansentral produksi ubi kayu utama di Indonesia. Di Provinsi Lampung

ubi kayu sebagian besar ditanam di lahan Ultisol bersifat masam, Al-dd tinggi

dan kandungan hara relatif miskin. Ubi kayu dapat tumbuh dengan baik pada

tanah ultisol dengan pH 6,1. Klon yang umum ditanam petani adalah klon
10

unggul UJ-5 (Balitkabi, 2013).

Ubi Mukibat

Ubi kayu mukibat pada dasarnya adalah ubi kayu hasil sambungan dari

batang bawah ubi kayu (Manihot esculenta) dengan

ubi kayu karet (Manihot glaziovii). Nama mukibat diambil dari penemu teknologi

tersebut bapak Mukibat, seorang petani yang hidup dan tinggal di daerah

Ngadiloyo, kabupaten Kediri pada periode 1903-1966. Menurut penduduk

setempat bapak Mukibat mendapatkan ide menyambung ubi karet ke ubi kayu

biasa setelah mengikuti kursus yang diberikan Petugas Penyuluh Pertanian

dimana kepada setiap partisipan ditugasi secara individual menyambung tanaman

(Balitkabi, 2010).

Di Indonesia, penanaman ubi kayu mukibat baru terdapat di beberapa

daerah dengan cara yang beragam sehingga memberikan hasil yang beragam pula.

Penggunaan bibit stek sambung ubi kayu di tingkat petani memberikan hasil 33-

59 t/ha, lebih tinggi dibanding stek biasa (10,05 t/ha). Hasil analisis usaha tani

menunjukkan bahwa B/C ratio ubi kayu yang diusahakan dengan sistem stek

sambung berkisar antara 2,6-5,97, jauh lebih tinggi dibanding stek biasa

(B/C ratio 1,4). Meskipun ubi kayu sistem stek sambung memberikan hasil yang

tinggi, tetapi pengembangannya sangat lambat (Prasetiaswati, 2008).

Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: (1) petani

belum terampil membuat bibit, (2) tanaman ubi kayu karet sebagai batang atas

tidak selalu tersedia di setiap daerah, (3) lubang tanam lebih dalam dan besar, (4)

pada daerah yang anginnya cukup kencang diperlukan penyangga agar tidak
11

patah, dan (5) kesulitan panen karena umbi lebih besar dan panjang

(Nugroho et al., 2005).

Okulasi (Budding) Ubi Mukibat

Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan organ

reproduktif setelah tejadi penyerbukan (cara seksual) atau dengan menggunakan

organ vegetatif. Perbanyakan secara vegetatif atau aseksual merupakan alternatif

yang dapat dilakukan untuk tanaman yang sulit dibiakkan dengan biji.

Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakuakan dengan beberapa cara yakni :

dengan menggunakan tunas, stek, cangkok, perundukan, penyambungan, okulasi

dan kulur jaringan (Lakitan, 2005).

Perbanyakan vegetatif tanaman banyak dilakukan dengan berbagai cara,

mulai dengan yang sederhana sampai yang rumit. Tingkat keberhasilannya juga

bervariasi dari tinggi sampai rendah. Keberhasilan perbanyakan tanaman

tergantung pada beberapa faktor antara lain: cara perbanyakan yang digunakan,

jenis tanaman, waktu memperbanyak, keterampilan pekerja dan sebagainya

(Suwandi, 2000).

Penempelan atau okulasi (budding) adalah penggabungan dua bagian

tanaman yang berlainan sedemikian rupa sehingga menjadi satu kesatuan yang

utuh dan tumbuh sebagai satu tanaman setelah terjadi regenerasi jaringan pada

bekas luka sambungan atau tautannya. Bagian bawah (yang mempunyai

perakaran) yang menerima sambungan disebut batang bawah (rootstock atau

under stock) atau sering disebut stock. Bagian tanaman yang ditempelkan atau

disebut batang atas, entres (scion) dan merupakan potongan satu mata tunas

(entres) (Purnomo, 2009).


12

Lima hal penting yang menentukan keberhasilan sambungan, yaitu:

Kompatibilitas (kesesuaian) antara batang bawah dan bahan sambungan dan

kemampuan menyatukan diri, Daerah kambium dari batang bawah dan bahan

sambungan harus saling menempel sehingga memungkinkan terjadinya kontak

langsung, Pelaksanaan sambungan harus dilaksanakan pada saat batang dan bahan

sambungan berada dalam kondisi fisiologis yang layak. Umumnya ini diartikan

bahwa tunas-tunas pada bahan sambungan berada dalam keadaan dorman

(istirahat), Segera setelah pelaksanaan sambungan selesai semua permukaan

luka/potongan harus dilindungi dari kekeringan. Hal ini dapat dilakukan dengan

memberi penutup kain, menutup dengan lilin atau meletakkan tanaman di tempat

lembab, Diperlukan pemeliharaan selama periode waktu tertentu, guna mencegah

kerusakan sambungan (Hartmann dan Kester, 2003).

Masalah yang sering timbul dalam pelaksanaan sambung mata tunas atau

okulasi (Budding) adalah sukarnya kulit kayu batang bawah dibuka, terutama pada

saat tanaman dalam kondisi pertumbuhan aktif, yakni pada saat berpupus atau

daun-daunnya belum menua. Hal ini berkaitan dengan kondisi fisiologis tanaman.

Sebaiknya okulasi dilakukan saat tanaman dalam kondisi dorman (Ashari, 2006).

Penyambungan (Grafting) Ubi Mukibat

Ubi kayu mukibat merupakan tanaman hasil sambung atau grafting antara

ubi karet sebagai batang atas dan ubi biasa sebagai batang bawah. Pemilihan ubi

karet sebagai batang atas dengan dasar bahwa ubi karet kapasitas sumber besar,

daun besar, dan warna hijau tua, sehingga tanaman mempunyai luas daun lebih

luas dan laju fotosintesis lebih besar. Ubi kayu secara bersama-sama

mengembangkan luas daun dan akar yang secara ekonomi berguna sehingga
13

persediaan fotosintat yang ada dibagi antara pertumbuhan daun dan akar. Hal ini

berarti ada indeks luas daun optimum untuk pertumbuhan akar. Rekayasa

meningkatkan keseimbagan antara sumber dan lubuk dengan menggunakan teknik

mukibat diharapkan dapat meningkatkan hasil tanaman

(Glodsworthy dan Fisher, 2002).

Penggunaan ubi karet sebagai batang atas dengan morfologi daun yang

lebih luas dan hijau berarti mempunyai kemampuan untuk mempertahankan

fotosintesisnya sampai laju maksimum untuk jangka waktu yang panjang. Pada

tanaman ubi kayu penyimpanan dalam akar terjadi apabila daun secara

fotosintesis aktif, bukan pada saat laju fotosintesisnya menurun karena umur

tanaman. Pada tanaman singkong terdapat korelasi yang positif antara luas daun

atau lamanya luas daun terhadap hasil umbi, hal ini mengindikasikan bahwa luas

daun merupakan hal penting yang menentukan laju pertumbuhan tanaman dan laju

akumulasi fotosintat pada bagian penyimpanan pada tanaman singkong

(Alves, 2002).

Teknik sambung adalah salah satu teknik perbanyakan vegetatif

menyambungkan batang bawah dan batang atas dari tanaman yang berbeda

sedemikian rupa sehingga tercapai persenyawaan, kombinasi ini akan terus

tumbuh membentuk tanaman baru. Teknik sambung ini bukanlah sekedar

pekerjaan menyisipkan dan menggabungkan suatu bagian tanaman, seperti

cabang, tunas atau akar pada tanaman yang lain. Melainkan sudah merupakan

suatu seni yang sudah lama dikenal dan banyak variasinya (Wudianto, 2002).

Manfaat Air Kelapa Dalam Keberhasilan Ubi Mukibat

Air kelapa merupakan salah satu bahan alami yang mengandung hormon
14

sitokinin 5,8 mg/l, auksin 0,07 mg/l. Senyawa lain yang terdapat dalam air kelapa

adalah protein, lemak, mineral, karbohidrat, bahkan lengkap dengan vitamin C

dan B kompleks . Protein dan karbohidrat dibutuhkan tanaman sebagai cadangan

makanan, lemak dibutuhkan tanaman sebagai cadangan energi, mineral sebagai

bahan penyusun tubuh tanaman, dan vitamin C dan B kompleks berperan di dalam

proses metabolisme. Dengan demikian, air kelapa dapat dimanfaatkan untuk

memacu pertumbuhan baik pertunasan maupun perakaran pada berbagai jenis

tanaman (Ningsih et al., 2010).

Konsep zat pengatur tumbuh diawali dengan konsep hormon tanaman.

Hormon tanaman adalah senyawa-senyawa organik tanaman yang dalam

konsentrasi yang rendah mempengaruhi proses-proses fisiologis. Proses-proses

fisiologis ini terutama mengenai pertumbuhan, differensiasi dan perkembangan

tanaman. Proses-proses lain seperti pengenalan tanaman, pembukaan stomata,

translokasi dan serapan hara dipengaruhi oleh hormon tanaman (Dewi, 2008).

Pada umumnya auksin mengontrol pertumbuhan dan perkembangan

tumbuhan, yang mempengaruhi: pembelahan sel, perpanjangan sel dan

differensiasi sel. Menengahi respon fisiologis berjangka pendek dari tumbuhan

terhadap stimulus lingkungan. Mempunyai efek ganda, tergantung pada tempat

kegiatannya, konsentrasinya dan stadia perkembangan tumbuhan (Santoso, 2010).

Sitokinin berfungsi untuk memacu pembelahan sel dan pembentukan

organ. Salah satu jenisnya adalah BAP (6 benzylaminopurine). Sitokinin

merupakan phyitohormon yang mendorong pembelahan sel (sitokinesis),

membantu dalam aktivitas meristem akar, membantu dalam proses fotosintesis,

pertumbuhan daun, mobilitas nutrisi, pertumbuhan akar dan membantu merespon


15

pada saat tanaman mengalami stres. Beberapa macam sitokinin merupakan

sitokinin alami (misal : kinetin, zeatin) dan beberapa lainnya merupakan sitokinin

sintetik. Sitokinin alami dihasilkan pada jaringan yang tumbuh aktif terutama

pada akar, embrio dan buah (Young et al.,2009 ).

Jenis bahan alami air kelapa 50% menghasilkan waktu bertunas lebih

cepat, panjang tunas, jumlah daun, panjang, dan bobot basah akar yang tinggi.

Bahan alami air kelapa 50% dapat menggantikan perangsang akar sintetis sebagai

zat pengatur tumbuh pada setek batangtin. Hasil dari penelitian ini akan

bermanfaat dalam meningkatkan persentase jadi perbanyakan bibit tin melalui

setek batang dengan menggunakan bahan alami sebagai perangsang tumbuh

(Marpaung dan Hutabarat, 2015).


16

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Praktikum

Adapun praktikum ini dilaksanakan di Lahan Praktikum Budidaya

Tanaman Pangan A Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara pada bulan Februari 2019 sampai dengan selesai pada ketinggian

± 25 m dpl.

Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cangkul untuk

membuat plot dan parit, meteran untuk mengukur pajang lahan, cutter untuk

mengikis dan memotong batang ubi,gembor untuk menyiram tanaman, jangka

sorong untuk mengukur diameter tunas, penggaris untuk mengukur panjang tunas,

dan kamera hape untuk mendokumentasikan.

Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebidang tanah/

plot untuk tempat meletakkan media tanam, top soil sebagai media tanam,

polybag sebagai wadah media tanam, ubi kayu dan ubi karetsebagai bahan yang

akan ditanam dilahan, bambu untuk membuat tiang naungan, kayu sebagai tiang

penyangga bambu, plang dan penyangga plang, air kelapa sebagai zat pengatur

tumbuh, tusuk gigi untuk mencegah batang ubi yang di-grafting menjadi goyah,

paranet sebagai naungan, botol sebagai wadah dari air kelapa, plastik es lilin

untuk melilitkan batang ubi sesuai dengan perlakuan dan mencegah air masuk

kedalam, plastik gula 10 kg untuk menyungkup tanaman yang di-budding, paranet

sebagai naungan, tali plastik sebagai pembatas plot antar kelompok.


17

PELAKSANAAN PERCOBAAN

Persiapan Lahan

Lahan percobaan diukur seluas 20 × 30 m untuk 1 AET kemudian

dibersihkan dari gulma dengan cara mengikis dan mencangkul tanah. Setelah

gulma dibersihkan, dicangkul lahan percobaan sedalam 20 cm kemudian tanah

dibiarkan selama satu minggu.

Pembentukan Plot

Dibuat plot/petakan sebanyak 8 untuk masing-masing kelas dengan ukuran

2 x 3 m. Antara plot satu dengan plot yang lain dibuat parit selebar 50 cm dengan

kedalaman ±25 cm.

Persiapan Media Tanam

Media tanam diisi dengan topsoil ke dalam polybag sebanyak 12 polybag.

Pada masing-masing polybag, diberi label perlakuan, yang terdiri atas 2 polybag

budding kontrol, 2 polybag grafting kontrol, 2 polybag budding 50% air kelapa, 2

polybag grafting 50% air kelapa , 2 polybag budding 100% air kelapa, dan 2

polybag grafting 100% air kelapa.

Persiapan Bahan Tanam

Sebelum penanaman, dilakukan persiapan bahan tanam terlebih dahulu.

Penyiapan bahan tanam ubi dilakukan dengan cara stek. Setelah di stek, ubi kayu

dapat ditanam untuk perlakuan budding. Ubi kayu dan ubi karet disambungkan

(grafting) dengan cara menusukkan tusuk gigi pada gabus batang ubi, kemudian

dililitkan dengan menggunakan plastik es lilin yang berfungsi untuk mencegah

masuknya air. Adapun caranya adalah sebagai berikut:

Okulasi Ubi Kayu Mukibat


18

Langkah – langkah dalam pelaksanaan okulasi yaitu :

 Disiapkan batang bawah dan batang atas

 Dibersihkan batang bawah terlebih dahulu dengan kain sampai bersih

 Dipotong batang atas yang memiliki satu mata tunas dalam bentuk

tameng, ditempelkan batang atas pada batang bawah yang telah dikupas.

 Disemprotkan air kelapa sesuai perlakuan.

 Diikat rapat-rapat dengan pelastik bening yang arah llitannya dari bawah

ke atas. Ini untuk encegah air masuk kedalam sambungan agar tidak busuk

 Ditanam dimedia yang telah disiapkan dalam polybag ukuran 5 kg.

 Disungkup sambungan dengan plastik transparan agar memmperkecil

penguapan.

 Diamati perkembangan dari hail penyambungan.

 Penyambungan Ubi Kayu Mukibat

o Langkah – langkah dalam pelaksanaan penyambungan yaitu :

 Disiapkan batang bawah ubi gajah sepanjang 25 cm, diameter 2 cm.

 Dsiapkan batang atas ubi karet diameter 2 cm, panjag 20 cm.

 Dipotong bagian ujung batang dengan kemiringan 450

 Dilakukan pengaplikasian air kelapa sesuai perlakuan.

 Diikat sambungan antara batang atas dan batang bawah dengan pelastik

agar tidak goyang dan kuat.

 Dilakukan penanaman pada polybag.

 Disungkup sambungan dengan plastik transparan agar memmperkecil

penguapan.

 Diamati persentase bertunas sambungan ubi kayu mukibat


19

Penanaman

Batang ubi yang telah digrafting, ditanamkan ke dalam media tanam. Dan

untuk perlakuan budding, batang ubi ditanam terlebih dahulu sampai tumbuhnya

akar. Setelah akar tumbuh, maka dapat dilakukan penempelan mata tunas ubi

karet pada batang ubi kayu.

Penyungkupan

Setelah dilakukannya penanaman, batang ubi disungkup dengan

menggunakan plastik gula yang berukuran 10 kg agar kelembaban udara dan

tanah terjaga.

Pembuatan Naungan

Disediakan terlebih dahulu kayu penyangga dan bambu sebanyak 6

batang, dan paranet dengan ukuran 3 × 3 m. Kemudian, dipasang kayu penyangga

untunk menyangga bambu agar bambu dapat berdiri kokoh. Setelah itu, dipasang

paranet.

Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman

Dilakukan penyiraman ketika dilihat kondisi tanah dalam polybag ubi

mukibat sudah mengering.

Penyiangan

Dilakukan penyiangan pada saat gulma sudah tumbuh di media tanam dan

disekitaran plot yang dilakukan secara manual yaitu dengan menggunakan tangan.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Prinsip pengendalian hama dan penyakit terpadu adalah penggabungan

beberapa cara pengendalian dalam waktu bersamaan ataupun tidak untu menekan
20

populasi atau tingkat kerusakan hama dan penyakit di ambang ekonomi.

Parameter Pengamatan

Kecepatan Bertunas (hari)

Kecepatan bertunas dihitung dengan menghitung jumlah hari yang

diperlukan untuk munculnya tunas. Diamati setiap hari setelah tanam.perhitungan

kecepatan bertunas menggunakan rumus:

N1T1+N2T2+N3T3+…+NxTx
Rata-rata Hari :Jumlah Total Bibit Berkecambah

Keterangan:

N : jumlah tanaman yang bertunas pada satu waktu tertentu

T : jumlah waktu antara awal pengujian sampai dengan akhir dan

Interval tertentu suatu pengamatan

Presentase Keberhasilan (%)

Persentase keberhasilan dihitung berdasarkan jumlah tanaman yang

tumbuh atau bertunas selama masa pengamatan 2 MST. Perhitungan persentase

bertunas menggunakan rumus:

jumlah tanaman yang bertunas


Persentase bertunas : x 100%
jumlah tanaman seluruhnya

Tinggi Tunas

Diukur dari pangkal tunas sampai ujung titik tumbuh dengan penggaris

atau meteran. Pengukuran dimulai pada 2 MST sampai 6 MST.

Diameter Tunas (mm)

Diukur pada bagian tunas yang muncul yang dengan jangka sorong digital,

pengukuran dimulai pada 2 MST sampai 6 MST.

Jumlah Daun (helai)

Dihitung dari tanaman yang mengeluarkan daun secara terbuka sempurna.


21

DAFTAR PUSTAKA

Ahit C.A., D.Se and Van Backhuizen dan Brink, R. C. Jr, 2001, Flora of Java
(Spermatophytes only), Vol I, N.V.P. Nort off Gronirgen theNetherlands.

Alves, A,A,C. 2002. Cassava Botany and Fisiology. Crus das Almas, Bahia,
Brazil.

Ashari ,S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya.UI Press. Jakarta.

Badan Litbang Pertanian, 2011. Teknologi Budidaya Ubi Kayu untuk Mencapai
Produksi Optimal. Sinar tani.

Badan Pusat Statistik. 2015. Data Produksi Ubi Kayu Sumatera Utara Tahun
2010-2014. BPS Sumatera Utara, Medan.

Baharsjah, J.S, D. Suardi, dan I.Las, 1985. Kedelai. Bahan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Bogor.

Balitkabi. 2010. Teknologi Produksi Kacang Hijau. Hasil Penelitian Kacang-


Kacangan Dan Umbi-Umbian. Balai Kacang dan Umbi-umbian. Malang.

Balitkabi. 2013. Pengembangan Pemanfaatan Ubikayu Di Provinsi Lampung


Melalui Pengolahan Tepung Ubikayu Dan Tepung Ubikayu Termodifikasi.

BPP IPTEK. 2000. Ketela pohon/singkong (Manihot utilissima Pohl).


www.ristek.go.id. Diakses 14 April 2018

Dewi, A,I,R. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon Bagi Pertumbuhan Tanaman.
Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Bandung.

Direktorat Budidaya Kacang‐kacangan dan umbi‐umbian. 2007. Vademikum


Ubikayu. http://pse.litbang.deptan.go.id.pdf diakses 14 April 2018

Fahreza, R. 2014. Karakterisasi Morfologi dan Pertumbuhan Beberapa Genotipe


Ubi Kayu (Manihot esculentaCrantz.) Hasil Induksi Mutasi Menggunakan
Iradiasi Sinar Gamma. Bogor : Institut Pertanian Bogor

Goldsworthy, P.R. dan N.M. Fisher. 2002. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hartmann, H,T dan Kester D,E. 2003. Plant Propagation Principle and Practice.
Fourth edition. New Jersey. Pentice Hall. Inc. Englewood.

Kamsina K., Nurmiati N., dan Periadnadi P. 2017. Aplikasi Isolat Bakteri
Indigenous Ubi Kayu Karet (Manihot glaziovii) Pada Fermentasi
Pembuatan Mocaf. Universitas Andalas. Padang
22

Kementerian Pertanian. 2013. Rencana Strategis Kementerian Pertanian.

Lakitan, B. 2005. Holtikultura : Teori, Budidaya dan Pasca Panenl. PT Raja


Grafindo Persada. Jakarta.

Marpaung, A,E dan Hutabarat, R,C. 2015. Respons Jenis Perangsang Tumbuh
Berbahan Alami dan AsalSetek Batang Terhadap Pertumbuhan Bibit Tin
(Ficus carica L.). Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. J. Hort 25
(1) : 37-43

Ningsih, E.M.N, Nugroho, Y.A dan Trianitasari. 2010, Pertumbuhan setek nilam
(Pogostemon cablin Benth.) Pada Berbagai Komposisi Media Tumbuh dan
Dosis Penyiraman limbah Air Kelapa. Agrika, vol. 4 (1). 37-47.

Nugroho, A. Dan H. Sugito. 2005. Pedoman Pelaksanaan Teknik Kultur Jaringan.


Penebar Swadaya Jakarta.

Prasetiaswati N.. 2008. Hasil Umbi dan Kadar Pati Pada Beberapa Varietas
Singkong. J. Agrivigor. Volume 10(2): 185–195.

Purnomo, B.B., 2009. Dasar-dasar Urologi, Edisi kedua. Sagung Seto, 69-83.
Jakarta.

Roja, A. 2009. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat.


Sumatera Barat.

Santoso, B.B. 2010 . Auxin. Universitas Mataram. Nusa Tenggara Barat. Keating,
B.A. and Evenson, J.B. 1979. Effect of soil temperature on sprouting and
sprout elongation of stem cuttings of cassava. Field Crops Res. 2: 241–
252.

Suwandi. 2000. Petunjuk Teknis Perbanyakan Tanaman Dengan Cara Sambungan


(Grafting). Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanama
Hutan, Yogyakarta.

Waluya, A. 2011. Pengaruh Jumlah Mata Tunas Stek Terhadap Pertumbuhan


Empat Varietas Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Bogor : Institut
Pertanian Bogor

Wargiono, J., A. Hasanuddin, dan Suyamto. 2006. Teknlogi Produksi Ubi Kayu
Mendukung Industri Bioethanol. Puslitbangtan Bogor. 42 hlm

Wijayakusuma M. 2007. Penyembuhan dengan temulawak. Sarana Pustaka Prima.


Hlm 23-7. Jakarta

Wudianto, R. 2002. Membuat Stek, Cangkok dan Okulasi. PT. Penebar Swadaya
.Jakarta.
23

Young, J, W,H. Ge, L. Ng, Y,F and Tan, N. 2009. The Chemical Composition and
Biological Properties of Coconut (cocos nucifera L.) Water. Natural
Sciences and Sciences Education Group Nanyang Teknological
University. Singapore.

Anda mungkin juga menyukai