Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1
Buku Pembanding
2
BAB II
Yang dikaji fonologi ialah bunyi-bunyi bahasa sebagai satuan terkecil dari ujaran
beserta dengan “gabungan” antarbunyi yang membentuk silabel atau suku
kata. Silabel atau suku kata adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran.
Silabel sebagai satuan ritmis terkecil mempunyai puncak kenyaringan (sonoritas)
yang biasanya jatuh pada sebuah bunyi vocal.
Fonetik
Fonetik dibedakan menjadi 3, yaitu fonetik artikulateris, fonetik akustik, dan fonettik
auditoris. Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis
meneliti bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu diproduksi oleh alat-alat ucap manusia.
Fonetik akustik, yang objek kajiannya adalah bunyi bahasa ketika merambat di udara.
Sedangkan fonetik auditori meneliti bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu “diterima”
oleh telinga, sehingga bunyi-bunyi itu didengar dan dapat dipahami. Dari ketiga jenis
fonetik itu, yang paling berkaitan dengan ilmu linguistik adalah fonetik artikulatoris,
karena fonetik ini berkenaan dengan masalah bagaiman bunyi bahasa itu diproduksi
atau dihasilkan.Selanjutnya akan dijelaskan mengenai transkripsi fonetik. Yang
dimaksud transkripsi fonetik adalah penulisan bunyi –bunyi bahasa secara akurat atau
secara tepat dengan menggunakan huruf atau tulisan fonetik. Nama alat-alat ucap atau
3
alat-alat yang terlibat dalam produksi bunyi bahasa adalah sebagai berikut (dimulai
dari dalam) : paru-paru (lung); batang tenggorokan (trachea); pangkal tenggorokan
(laring); pita suara (vocal cord); krikoid (cricoids); tiroid (thyroid); arutenoid
(arythenoid); dinding rongga kerongkongan (wall of pharynx); epiglotis (epiglotis);
akar lidah (root of the tongue, dorsum); tengah lidah (middle of the tongue, medium);
daun lidah (blade of the tongue, laminum); ujung lidah (tip of the tongue, apex); anak
tekak (uvula); langit-langit lunak (soft plate, velum); langit-langit keras (hard plate,
palate,); gusi, ceruk gigi (alveolum); gigi atas (upper teeth, dentum); gigi bawah
(lower teeth, dentum); bibir ata (upper lip, labium); bibir bawah (lower lip, labium);
mulut (mouth); rongga mulut (oral cavity); rongga hidung (nasal cavity). Nama-nama
latin alat ucap itu perlu diperhatikan.
a. BAB 2 : Fonetik : Gambaran Umum
Secara umum, fonetik dapat dibagi menjadi tiga bidang kajian, yaitu fonetik
fisiologis, fonetik akustis, fonetik auditoris atau fonetik pesepsi.Permasalahan
ketidaklancaran berujar yang terkait dengan kajian fonetik yang disebabkan oleh
kegagapan (stuttering), kelumpuhan saraf otak (cerebral palsied), afasia (aphasia),
disleksia (dyslexia), disatria (disathria), dan lain-lain.Kondisi kajian fonetik dan
beberapa tokoh ilmu fonetik dikemukakan dalam bab ini. Seperti Bertil Malmberg
yang mendefinisikan fonetik sebagai pengkajian bunyi-bunyi bahasa. Serta David
Ambercrombie yang berpendapat bahwa fonetik adalah ilmu yang bersifat teknis.
b. BAB 3 Fonetik : Tahapan Komunikasi, Proses Pembentukan, Transkripsi
Fonetis
Proses diman serorang pembicara menyampaikan maksud kepada yang diajak bicara,
yang didengar sebagai rangkaian bunyi, kemudian menjadi bunyi yang mengandung
makan atau maksud sesuai dengan tujuan komunikasi.Terjadinya proses pembentukan
bunyi yang diperankan oleh saran-sarana utama seperti arus udara, pita suara, alat-alat
ucap (komponen supraglotal, komponen laring, dan komponen subglotal).
c. BAB 4 Klasifikasi Bunyi Segmental dan Deskripsi Bunyi Segmental Bahasa
Indonesia
Dasar klasifikasi bunyi segmental yang didasarkan pada berbagai macam criteria,
seperti (1) ada tidaknya gangguan, (2) mekanisme udara, (3) arah udara, (4) pita
suara, (5) lubang lewatan udara, (6) mekanisme artikulasi, (7) cara gangguan, (8)
maju mundurnya lidah, (9) tinggi rendahnya lidah, dan (10) bentuk bibir.Deskripsi
bunyi segmental baik vokoid maupun kontoid, yang diucapkan oleh penutur bahasa
4
Indonesia yang sangat variatif setelah diterapkan dalam berbagai distribusi dan
lingkungan
d. BAB 5 Bunyi Suprasegmental, Bunyi Pengiring, Diftong, Kluster, dan Silaba
Oleh para fonetisi, bunyi-bunyi suprasegmental dikelompokkan menjadi empat jenis,
yaitu yang menyangkut aspek (a) tinggi-rendah bunyi (nada), (b) keras-lemah bunyi
(tekanan), (c) panjang-pendek bunyi (tempo), dan (d) kesenyapan (jeda).Bunyi sertaan
atau pengiring dapat dikelompokkan menjadi 9, yaitu bunyi efektif, bunyi klik, bunyi
aspirasi, bunyi eksplosif (bunyi lepas), bunyi retrofleksi, bunyi labialisasi, bunyi
palatalisasi, bunyi glotalisasi, bunyi nasalisasi.Dalam praktiknya diftong terdiri dari
dua macam, yaitu diftong menurun (falling diphthong), dan diftong menaik (rising
diphthong). Kombinasi kluster dalam bahasa Indonesia yaitu kluster yg terdiri dari
dua kontoid, dan kluster yang terdiri dari tiga kontoid.Dalam memahami suku kata,
para linguis atau fonetisi berlandaskan pada teori sonoritas dan teori prominans.
e. BAB 6 Fonem dan Dasar Analisisnya
Prosedur analisis fonem terdiri dari beberapa langkah, yaitu (1) mencatat korpus data
setepat mungkin dalam transkripsi fonetis, (2) mencatat bunyi yang ada dalam korpus
data ke dalam peta bunyi, (3) memasangkan bunyi-bunyi yang dicurigai karena
mempunyai kesamaan fonetis, (4) mencatat bunyi-bunyi selebihnya karena tidak
mempunyai kesamaan fonetis, (5) mencatat bunyi-bunyi yang berdistribusi
komplementer, (6) mencatat bunyi-bunyi yang bervariasi bebas, (7) mencatat bunyi-
bunyi yang berkontras dalam lingkungan yang sama (identis), 8 mencatat bunyi-bunyi
yang berkontras dalam lingkungan yang mirip (analogis), (9) mencatat bunyi-bunyi
yang berubah karena lingkungan, (10) mencatat bunyi-bunyi dalam inventori fonetis
dan fonemis, condong menyebar sevara simetris, (11) mencatat bunyi-bunyi yang
berfluktuasi, (12) mencatat bunyi-bunyi selebihnya sebagai fonem tersendiri.
5
f. BAB 7 Klasifikasi, Distribusi, dan Realisasi Fonem Bahasa Indonesia
Jumlah dan variasi bunyi bahasa Indonesia yang tak bias dipastikan jumlahnya,
merupakan realisasi dari sistem fonem yang terbatas jumlahnya. Berdasarkan hasil
penelitian, fonem bahasa Indonesia berjumlah sekitar 6 fonem vocal dan 22 fonem
konsonan.
Bunyi-bunyi suprasegmental dalam tuturan bahasa Indonesia, yaitu nada. Nada dalam
bahasa Indonesia tidak fonemis. Ketidakfonemisan ini tidak berarti nada tidak ada
dalam bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor ketegangan pita suara,
arus udara, dan posisi pita suara ketika bunyi itu diucapkan. Tekanan, berfungsi
membedakan makna dalam tataran kalimat (sintaksis), tetapi tidak berfungsi
membedakan makna dalam tataran kata (leksis). Durasi, durasi atau panjang-pendek
ucapan dalam bahasa Indonesia tidak fungsional dalam tataran kata, tetapi fungsional
dalam tataran kalimat. Jeda, terjadi di antara dua bentuk linguistic, baik antarkalimat,
antarfrase, antarkata, antarmorfem, antarsilaba, maupun antarfonem. Intonasi, sangat
berperan dalam pembedaan maksud kalimat.
Jenis-jenis perubahan bunyi dalam bahasa Indonesia antara lain, Asimilasi, perubahan
bunyi dari dua bunyi yang tidak sama menjadi bunyi yang sama atau yang hamper
sama. Disimilasi, perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau mirip menjadi dua
bunyi yang tidak sama atau berbeda. Modifikasi vocal, perubahan bunyi vocal sebagai
akibat dari pengaruh bunyi lain yang mengikutinya. Netralisasi, perubahan bunyi
fonemis sebagai akibat pengaruh lingkungan. Zeroisasi, penghilangan bunyi fonemis
sebagai akibat upaya penghematan atau ekonomisasi pengucapan. Metafisis,
perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata sehingga menjadi dua bentuk kata
yang bersaing. Diftongisasi, perubahan bunyi vocal tunggal (monoftong) menjadi dua
bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) secara berurutan. Monoftongisasi,
perubahan dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) menjadi vokal tunggal
(monoftong). Anaptiksis, perubahan bunyi dengan jalan menambahkan bunyi vokal
tertentu di antara dua konsonan untuk memperlancar ucapan.
6
Sebagai bidang yang berkonsentrasi dalam deskripsi dan analisis bunyi-bunyi ujar, hasil
kerja fonologi berguna bahkan sering dimanfaatkan oleh cabang-cabang linguistik yang
lain, baik linguistik teoretis maupun terapan. Misalnya, morfologi, sintaksis, semantik,
leksikologi, dialektologi, pengajaran bahasa, dan psikolinguistik. Pemerolehan bunyi
bahasa ini bisa dikaji secara scientific (ilmiah). Oleh karena itu, buku ini akan
memberikan kita mengenai bagaimana bunyi atau pengucapan yang benar dalam
berbahasa Indonesia. Bagaimana bunyi-bunyi itu dihasilkan bisa dijelaskan secara lebih
detail atau rinci dalam ilmu bunyi atau fonetik. Buku ini dimaksudkan untuk
memberikan wawasan dan pemahaman yang utuh tentang seluk-beluk bunyi bahasa
Indonesia
B. RINGKASAN PEMBANDING
Ada tiga hal yang perlu dibahas di sini: frekuensi atau titi nada, amplitude, dan
resonansi
7
atau “murni”(seperti gelombang titi nada suatu garputala yang dibunyikan ), dapat juga
berupa “ rumit” seperti gelombang yang terdiri atas gelombang-gelombang yang
bergerak bersama-sama tetapi dengan frekuensi yang berbeda .
B. Amplitudo
Apa yang ditangkap telinga kita sebagai kerasnya atau nyaringnya atau intensitas bunyi
secra akustik berpangkal pada luasnya atau lebarnya gelombang udara( istilahnya “
amplitude”) dan bersifat netral terhadap frekuensi / titinada.Peranan yang di mainkan
amplitudo bunyi bahasa kecil sekali.Tentunya bila kita bicara, perlu kita ungkapkan
bunyi – bunyi bahasa dengan cukup keras agar pendengar dapat menangkapnya akan
tetapi untuk stuktur fonetis bunyi amplitudo tidak penting.
C .Resonansi
Resonansi adalah penting untuk bunyi bahasa berdasarkan struktur alat–alat bicara
dalaman anatomi alat-alat itu ada bagian yang akan menjadi pelanjut gelombang udara
yang dihasilkan yang penting adalah rongga - rongga dalam anatomi tersebut rongga
mulut rongga hidung rongga laring; gumpalan udara dalam masing–masing rongga
tersebut menjadi resonator bunyi yang dihasilkan.
Pengantar
Kita menghasilkan bunyi-bunyi bahasa dengan alat-alat bicara, yaitu dengan mulut
dan bagian-bagiannya, dengan keronhgkongan dan pita-pita suara di dalamnya dan
semuanya itu dengan mempergunakan udara yang dihembuskan dari paru-paru.
8
7. Hidung oral
8. Rongga mulut oral
9. Hidung nasal
10. Rongga hidung nasa
(1) Cara bekerja alat-alat bicara
Bila kita menuturkan sesuatu, udara dipompakan dari paru-paru keluar dengan harus
melalui sesuatu “penyempitan” tertentu, sehingga udara yang keluar itu mulai
bergetar.
(2) Konsonan dan vokal
Konsonan adalah bunyi yang dihasilkan dan mempergunakan artikulasi pada
salah satu bagian alat-alat bicara seperti dijelaskan pada cara bekerja alat-alat bicara
di atas.
Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan melibatkan pita-pita suara tanpa
penyempitan atau penutupan apapun pada tempat pengartikulasian.
(3) Beberapa jenis konsonan
Menurut cara pengartikulasiaanya, kita dapat membedakan konsonan sebagai berikut:
(i) Konsonan letupan
(ii) Konsonan kontinuan
(iii) Konsonan sengau
(iv) Konsonan sampingan
(v) Konsonan geseran.
(vi) Konsonan paduan
(vii) Konsonan getaran
(viii) Konsonan alir(an)
(ix) Konsonan kembar
9
perubahannya “ke atas “ , diftong turun adalah diftong yang berubahnya” ke
bawah “ diftrong naik ditemukan dalam contoh-contoh tadi , kalau dan balai.
(5) Semivokal
Semivokal adalah bunyi bahasadiantara konsonan dan vokal
Hanya 2: y&w
B. Kehormonan
Dalam bab 4 sudah kita amati adanya pasangan-pasangan konsonan tertentu,
misalnya [t] dan [d] , [s] dan [z], [{] dan [3], [t] dan [d3], [c] dan [j], [p] dan [b], dan
seterusnya. Perbedaan diantara yang pertama dan yang kedua dari masing-masing
11
pasangan macam itu ialah bahwa yang pertama adalah tak bersuara dan yang kedua
berupa bersuara.
Ada beberapa jenis kehomorganan, sebagai berikut :
Kehomorganan penuh
Sebagai contoh diatas, dengan perbedaan “bersuara/tak bersuara” antara [t]
dan [d]. Oleh karena memakai tidaknya pita-pita suara yang tidak lazim
disebut “artikulasi”, maka kehomorganan antara [t] dan [d] dapat disebut
“kehomorganan penuh”
Kehomorganan sebagian
Bandingkan [m] dan [b]. Titik artikulasinya sama (bilabial). Namun [m]
adalah kontinuan nasal, dan [b] adalah letupan oral.
C. Bunyi supragmental
Bunyi-bunyi “supragmental”, artinya bunyi yang terdapat secara berurutan. Namun
diantara bunyi bahasa ada juga yang tidak langsung berkaitan dengan bunyi yang
berurutan “segmen” melainkan “menemani” bunyi segmental itu sebagai bunyi yang
seakan-akan “ditempatkan” di “atasnya” dan karena itu disebut bunyi
“suprasegmental”. Diantaranya adalah lagu kelompok kata (atau “frasa”) dan lagu
klausa atau “intonasi”, titinada, tekanan, dan aksen .
Cara yang paling mudah untuk mengerti apa bunyi suprasegmental itu adalah dari
sudut akustik. Ada dua sifat akuistik yang memainkan peranan dalam bunyi
suprasegmental itu “frekuensi”, dan “amplitudo”.
D. Intonasi
Bila kita menuturkan kalimat-kalimat, nada suara berubah-ubah menurut
tinggi rendahnya. Ada intonasi khusus untuk kalimat deklaratif dan kalimat
interonegatif dalam banyak bahasa. Intonasi dapat juga disebabkan oleh unsur-unsur
lain yang tidak berhubungan dengan jenis kalimat yang membawahi seperti halnya
dengan intonasi yang menunjukkan rasa sedih atau rasa gembira, dan lain sebagainya.
E. Nada
Titinada atau nada dijumpai juga sebagai nada yang lebih terpisah, artinya
yang tidak mutlak menjadi bagian dari lagu intonasi. Misalnya, silabe yang diberi
tekanan biasanya juga dituturkan pada nada yang lebih tinggi. Nada juga menyertai
12
silabe (bunyi vokal didalamnya) dalam bahasa tertentu, untuk membedakan kata-kata
yang “sama” secara “segmental” bahasa-bahasa seperti itu disebut “bahasa nada”.
H. Puncak silabis
Puncak silabis adalah apa yang disebut “bunyi silabis”, yaitu bunyi yang paling cocok
untuk menjadi puncak kenyaringan didalam silabe. Batas silabedanbatas kata
13
BAB III
PEMBAHASAN
A. PEMBAHASAN
Secara etimologi kata fonologi berasal dari gabungan kata fon yang berarti ‘bunyi’,
dan logi yang berarti ‘ilmu’. Sebagai sebuah ilmu, fonologi lazim diartikan sebagai bagian
dari kajian linguistik yang mempelajari, membahas, membicarakan, dan menganalisis bunyi-
bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat-alat ucap menusia.Untuk jelasnya ikuti uraian berikut.
Bila kita mendengar suara orang berbicara entah berpidato atau bercakap-cakap, maka kita
dengar runtutan bunyi-bunyi bahasa yang terus-menerus, kadang-kadang terdengar suara
menaik dan menurun, kadang-kadang terdengar hentian sejenak dan hentian agak lama,
kadang-kadang terdengar pula suara panjang dan suara biasa, dan sebagainya.Runtuhnya
bunyi bahasa ini dapat dianlaisis atau disegmentasikan berdasarkan tingkat-tingkat
kesatuannya.
Yang dikaji fonologi ialah bunyi-bunyi bahasa sebagai satuan terkecil dari ujaran beserta
dengan “gabungan” antarbunyi yang membentuk silabel atau suku kata.Serta juga dengan
unsur-unsur supersegmentalnya, seperti tekanan, nada, hentian dan durasi.Satu tingkat di atas
satuan silabel ialah satuan morfem yang menjadi objek kajian linguistik morfologi.Bedanya
silabel dengan morfem adalah kajian linguistik morfologi.
Sudah dikemukakan sebelumnya bahwa fonetik adalah cabang kajian linguistik yang meneliti
bunyi-bunyi bahasa tanpa melihat apakah bunyi-bunyi itu dapat membedakan makna kata
atau tidak.Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis meneliti
bagaimana bunyi-bunyi bahsa itu diproduksi oleh alat-alat ucap manusia. Fonetik akustik,
yang objeknya aadaalaah bunyi bahasa ketika merambat di udara, antara lain membicarakan:
gelombang bunyi beserta frekuensi dan kecepatannya ketika merambat di udara, spectrum,
tekanan, dan intensitas bunyi
14
B. KELEBIHAN BUKU UTAMA DENGAN BUKU PEMBANDING
Buku utama
Buku Fonologi Bahasa Indonesia (Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia) ini
dari segi penyajiannya sangat baik karna penulis Masnur Muslich sang pengarang dalam
penyajiannya tentang ilmu Fonologi dibuku ini disertai contoh jadi para pembaca yang ingin
tahu lebih dalam tentang ilmu Fonologi dapat membaca dan memahami dan mempelajari
ilmu Fonologi dengan mudah karna penulis telah menjabarkan serta menjelaskan tentang
ilmu Fonologi. Seperti halnya bagian-bagian dari ilmu Fonologi disini penulis telah mengatur
secara sistematis dalam penyajiannya seperti mulai dari pengantar, konsep dan definisi
(pengertian) sampai dengan penjelasan materi yang disampaikan didalam buku ini sangat
jelas dan mudah dimengerti oleh pembaca sehingga pembaca dapat memahami ilmu tentang
ilmu Fonologi secara terperinci dan sekaligus dapat langsung melihat contoh-contoh dari
masing-masing materi yang dijelaskan sehingga pembacapun dapat membedakan dan
mengetahui langsung elemen-elemen terpenting dalam ilmu Fonologi. Seperti halnya
sebelum penulis menjelaskan mengenai ilmu Fonologi penulis juga telah memberikan
pengarahan kepada pembaca dan sebelum penulis menjelaskan apa-apa saja yang terdapat
didalam ilmu Fonologi penulis terlebih dahulu memberi penjelasan tentang ilmu Fonologi ?
setelah pembaca mengetahui apa itu ilmu Fonologi barulah penulis memberi tahukan bagian-
bagian dari ilmu Fonologi seperti Fonetik; gambaran umum dan fonetik Tahapan. Jadi buku
ini sangatlah memberikan ilmu pengetahuan yang lebih mendalam tentang ilmu Fonologi
jadi pembaca tidak akan rugi jika membaca Buku Fonologi Bahasa Indonesia (Tinjauan
Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia) karna buku ini sangat bermanfaat bagi pembaca
agar dapat mengetahui lebih dalam lagi tentang ilmu Fonologi.
Didalam segi isi penulis juga menyusun secara sistematis cara penyajiannya dimana penulis
menberikan penjelasan barulah kemudian penulis memberitahukan tentang bagian-bagian
dari materi tersebut. Contohnya, seperti Fonetik:gambaran umum dan Fonetik tahapan.
Dalam penjelasannya penulis menjelaskan secara terperinci dan secara dalam. Materi tentang
Fonetik, pertama kali penulis mengenalkan apa itu Fonetik sebelum penulis menjelaskan
lebih jauh lagi materi tentang Fonetik. Kemudian barulah penulis menjelaskan tentang unsur-
unsur atau bagian-bagian dari Fonetik, dan barulah kemudian penulis memberikan penjelasan
tentang bagian-bagian dari Fonetik. Tujuannya adalah agar pembaca tidak bingung dan bosan
15
dalam membaca atau memahami buku tersebut. Kemudian penulis juga melengkapi buku ini
dengan menyediakan tugas-tugas yang diberikan kepada mahasiswanya agar seorang
pengajar dapat memahami kemampuan mahasiswanya. Saya sebagai pembaca menilai buku
ini sangat bagus dibaca oleh pembaca khususnya mahasiswa saperti saya ini dimana saya
dapat memperdalam ilmu Fonologi saya dengan saya membaca buku karangan Masnur
Muslich ini, tetapi saya juga melihat bahwa cover Buku Fonologi Bahasa Indonesia (Tinjauan
Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia) ini kurang menarik, sehingga jika dilihat dari
covernya pembaca kurang minat dan kurang tertarik untuk membaca buku ini.
Buku Pembanding II
Pembaca juga membaca buku tentang Asas-Asas Linguistik Umum yang didalamnya ada
pembahasan tentang Fonologi, buku Asasa-Asas Linguistik Umum ini dikarang oleh J.W.M
Verhaar. Penerbit buku ini adalah Gadjah Mada Uniersity Press yang merupakan Anggota
IKAPI. Cetakan pertama pada tahun 1996, cetakan kedua pada tahun 1999, cetakan ketiga
pada tahun2001, cetakan keempat pada tahun 2004, cetakan kelima pada tahun 2006, cetakan
keenam pada tahun 2008. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang All Right Reserved. Tempat
penerbitan buku ini di Yogyakarta dan diterbitkan oleh Gadjah Mada Uniersity Press. Tebal
buku ini 412 halaman. Dari cara penyajiannya buku ini sama saja dengan buku-buku yang
lain dimana terdapat kata pengantar penulis, daftar isi, bab dan subab materi yang akan
dijelaskan, kemudian daftar pustaka/rujukan. Didalam buku “Asas-Asas Linguistik Umum”
karya J.W.M Verhaar ini, jika saya (pembaca) bandingkan dengan buku Fonologi Bahasa
Indonesia (Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia) karya Masnur Muslich.
Maka buku “Asas-Asas Linguistik Umum” karya J.W.M Verhaar ini masih jauh dan kurang
lengkap materi maupun pembahasannya. Buku Asas-Asas Linguitik Umum ini hanya
membahas Fonologi secara umum saja semua materi yang diberikan kurang terperinci dalam
bidang ilmu Fonologi. Walaupun dalam buku ini materi maupun penjelasannya kurang
lengkap tetapi dalam buku ini pengarang menyertakan tugas dan pertanyaan sebagai uji
kompetensi dalam pemahaman materi mahasiswa setelah membaca buku ini. Tetapi buku ini
juga sangat bagus dibaca oleh mahasiswa seperti saya agar dapat memahami dan mengetahui
ilmu Fonologi agar lebih luas lagi. Dalam pembahasannya buku ini juga tidak membosankan
pembaca seperti saya ini. Cover buku ini juga menarik perhatian pembaca agar lebih ingin
tahu lagi tentang apa saja isi materi yang ada di dalam buku ini.
16
C. KEKURANGAN
Ada beberapa bahasa dari buku yang terlalu baku sehingga kurang dimengerti
17
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
“Buku Fonologi Bahasa Indonesia (Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia)
karya Masnur Muslich ini sangat bagus dibaca oleh kalangan pengajar dan peserta didik
seperti kalangan guru, dosen dan mahasiswa dari progam studi mana saja. Yang lebih khusus
yaitu mahasiswa atau dosen/guru Bahasa Indonesia. Banyak manfaat dan ilmu yang didapat
dengan membaca buku ini kemudian pengajar juga dapat lebih mendalami dan
mempraktekkan dengan baik kepada mahasiswanya dalam proses belajar mengajar. Begitu
pula manfaat dan ilmu pengetahuan yang akan didapat bagi mahasiswa, tentu saja mahasiswa
akan lebih banyak mengetahui apa itu tentang ilmu Fonologi dan tentang kajian-kajian
materinya seperti Fonetik, Fonem dan alat-alat ucap yang berkerja disaat bunyi itu dihasilkan.
Dengan membaca buku ini maka kita dapat mengetahui. Dan mahasiswa dapat mamperdalam
ilmu Fonologinya. Buku ini juga bermanfaat bagi khalayak umum. Buku ini sangat bagus
dibaca oleh setiap kalangan. Apalagi jika seseorang telah mempunyai dasar ilmu Fonologi.
Banyak ilmu yang didapat dan ditimba dari buku ini. Dan buku ini sangat bagus karena isi
didalamnya sangat bermanfaat bagi pembaca dalam proses pembelajaran dan lebih
mendalami ilmu Fonologinya.
B. SARAN
Semoga Critical Book Review ini dapat berguna bagi para pembaca dan dapat menambah
pengetahuan secara khusus dalam mata kuliah Fonologi Bahasa Indonesia.
18
DAFTAR PUSTAKA
Chaer Abdul. 2012.Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta. Rineka Cipta.
J.W.M Verhaar. 2008. Asas-Asaa Linguistik Umum. Yogyakarta. Gadjah Mada Unniversity
Press.
19
20