Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

FARMAKOEKONOMI
COST MINIMIZE ANALYSIS

Dosen :
- Dr. Dra. Lili Musnelina, M.Si, Apt
- Ainun Wulandari, S.Farm, M.Sc, Apt

Disusun Oleh :
1. Ayu Shandra 16334088
2. Yasinta Dwianitami 16334091
3. Adisty Deanissa 16334092
4. Yulinar Fajriati 16334096

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Farmakoekonomi merupakan studi yang mengukur dan membandingkan antara biaya
dan hasil/konsekuensi dari suatu pengobatan. Tujuan farmakoekonomi adalah untuk
memberikan informasi yang dapat membantu para pembuat kebijakan dalam menentukan
pilihan atas alternative-alternatif pengobatan yang tersedia agar pelayanan kesehatan
menjadi lebih efisien dan ekonomis.
Seiring dengan berkembangnya pelayanan farmasi klinik yang dilakukan oleh
apoteker di berbagai belahan dunia, maka ruang lingkup farmakoekonomi juga meliputi
studi tentang manfaat pelayanan farmasi klinik secara ekonomi. Hasil studi semacam ini
bisa dimanfaatkan untuk menjustifikasi apakah suatu bentuk pelayanan farmasi klinik
dapat disetujui untuk dilaksanakan di suatu unit pelayanan, ataukah suatu pelayanan
farmasi klinik yang sudah berjalan dapat terus dilanjutkan. Pihak-pihak yang
berkepentingan dalam upaya menjadikan pelayanan kesehatan lebih efisien dan ekonomis
ditantang untuk mampu melakukan penilaian menyeluruh terhadap suatu obat baik dari
segi efektivitas obat maupun dari segi nilai ekonomisnya. Untuk itu diperlukan bekal
pengetahuan tentang prinsip prinsip farmakoekonomi dan keterampilan yang memadai
dalam melakukan evaluasi hasil studi farmakoekonomi.
Metode-metode analisis yang digunakan dalam farmakoekonomi meliputi Cost
Minimization Analysis, Cost Effectiveness Analysis, Cost Utility Analysis dan Cost
Benefit Analysis. Dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai pengertian,
kegunaan, kelebihan, kekurangan, dan contoh penggunan dari Cost Minimization
Analysis.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian dari Cost Minimization Analysis?
1.2.2 Apa saja kegunaan Cost Minimization Analysis?
1.2.3 Apa saja kelebihan Cost Minimization Analysis?
1.2.4 Apa saja kekurangn Cost Minimization Analysis?
1.2.5 Bagaimana contoh penggunaan Cost Minimization Analysis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari Cost Minimization Analysis.
1.3.2 Untuk mengetahui apa saja kegunaan Cost Minimization Analysis.
1.3.3 Untuk mengetahui apa saja kelebihan Cost Minimization Analysis.
1.3.4 Untuk mengetahui apa saja kekurangan Cost Minimization Analysis.
1.3.5 Untuk mengetahui conoth penggunaan Cost Minimization Analysis.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Cost Minimization Analysis (CMA)


Merupakan teknik yang menentukan intervensi mana yang lebih murah
biayanya berdasarkan studi-studi terdahulu, walaupun dari segi output (efektivitas)
belum tentu maksimal (focus pada input). Teknik ini merupakan teknik yang paling
sederhana. Dapat disebut juga analisis biaya minimal. Merupakan teknik yang
didesain untuk melakukan pilihan diantara beberapa alternatif yang mungkin
dilakukan dengan mendapatkan outcome yang setara dengan melakukan identifikasi
biaya yang dibutuhkan atau dikeluarkan dari alternative-alternatif tersebut1.
Cost Minimization Analysis (CMA) biasanya digunakan dalam industri
kesehatan dan merupakan metode yang digunakan untuk mengukur dan
membandingkan biaya intervensi medis yang berbeda.

2.2 Kegunaan Cost Minimization Analysis (CMA)


Analisis cost minimization digunakan untuk menguji biaya relative yang
dihubungkan dengan intervensi yang sama dalam bentuk hasil yang diperoleh. CMA
digunakan ketika dua intervensi telah terbukti untuk menghasilkan sama, atau serupa.
Jika dua terapi dianggap setara, maka hanya biaya intervensi yang perlu
dipertimbangkan.

2.3 Keunggulan Cost Minimization Analysis (CMA)


CMA adalah metode yang relatif mudah dan sederhana untuk membandingkan
alternative pengobatan selama ekuivalen terapeutik dari alternative telah
dibandingkan. Cost minimisasi adalah yang paling simpel dari semua perangkat
farmakoekonomi yang mana membandingkan dua jenis obat yang sama efikasi dan
toleransinya terhadap satu pasien. Ekivalen terapeutik harus direferensikan oleh
peneliti dalam melaksanakan studi ini, yang mana harus dilampirkan sebelum cost
minimisasi itu diterapkan.
Oleh karena efikasi dan toleransi adalah sama, maka tidak diperlukan efikasi
umum sebagai titik tolak pertimbangan (yang mana biasa sering dipakai dalam studi
cost effectiveness). Peneliti disini boleh mengesampingkan harga/kesembuhan
ataupun harga/tahun karena hal ini tidak begitu berpengaruh. Yang penting dalam
studi cost minimisasi ini adalah menghitung semua harga termasuk penelitian dan
penelusuran yang berhubungan dalam pengantaran intervensi terapeutik itu. Dan yang
terpenting yang berelevan dengan sisi pandang farmakoekonomi.
Secara historis CMA direkomendasikan untuk evaluasi percobaan ekonomi
dalam menemukan adanya suatu perbedaan yang signifikan dalam suatu efektivitas ,
kemudahan dalam analisis, dan interpretasi. CMA akan sesuai bila digunakan untuk
percobaan acak yang dirancang untuk menguji hipotesis kesetaraan eksplisit atau
non-inferiority antara dua terapi. CMA juga dibenarkan untuk suatu perbandingan
antar obat dalam kelas farmakologis yang sama, sesuai dengan penelitian sebelumnya
atau efektivitas yang sama. Bias yang minimal pada CMA dapat diprediksi di awal
untuk beberapa percobaan non-inferioritas di mana ada perbedaan substansial dalam
biaya pengobatan yang mungkin untuk melihat perbedaan yang masuk akal dalam
keberhasilan atau biaya lainnya.
Cost minimisasi adalah yang paling simpel dari semua perangkat
farmakoekonomi yang mana membandingkan dua jenis obat yang sama efikasi dan
toleransinya terhadap satu pasien.

2.4 Kelemahan Cost Minimization Analysis (CMA)


Suatu kekurangan yang nyata dari analisis cost-minimization yang mendasari
sebuah analisis adalah pada asumsi pengobatan dengan hasil yang ekivalen. Jika
asumsi tidak benar, dapat menjadi tidak akurat, pada akhirnya studi menjadi tidak
bernilai. Pendapat kritis analisis cost-minimization hanya digunakan untuk prosedur
hasil pengobatan yang sama (Orion, 1997). CMA hanya menunjukkan biaya yang
diselamatkan dari satu pengobatan atau program terhadap pengobatan ataupun
program yang lain.
CMA tidak berfungsi ditandai dengan adanya situasi yang jarang dimana
CMA merupakan metoda analisis yang cocok ketika terdapat data sampel pada harga
dan dampak. Donaldson et al. mengungkapkan bahwa ketika mendesain evaluasi
ekonomi prospektif, tidak mungkin menentukkan teknik analisis karena data nya tidak
diketahui. Sehingga ketika data tidak diketahui, penggunaan CMA jarang cocok
sebagai metoda analisis.
2.5 Contoh Penggunaan Analisis di Bidang Kesehatan
Perbandingan Analisis Biaya Minimalisasi Pasien Rawat Jalan dan Rawat Inap.
Berdasarkan pada studi yang dilakukan oleh Farmer et al. memperkirakan
biaya yang berkaitan dengan pemberian gel prostaglandin E2 intracervical untuk ibu
hamil pada hari sebelum bersalin yang digunakan untuk induksi (membantu
pematangan leher rahim). Mereka membandingkan biaya,
Contoh :
1. Aplikasi gel dengan periode pemantauan selama 2 jam kemudian mengirim
kembali ibu untuk bermalam dirumah dan dibandingkan dengan
2. Aplikasi gel dengan periode pemantauan selama 2 jam dan kemudian ibu hamil
bermalam di rumah sakit. Kedua kelompok menerima oksitosin keesokan harinya
untuk merangsang terjadinya persalinan.
Sudut pandang yang dilihat adalah dari pembayar. Jadi, hanya biaya medis
yang disertakan. Penulis mengumpulkan dan membandingkan biaya yang terkait
dengan persalinan dan kelahiran tetapi tidak termasuk biaya perawatan bayi yang baru
lahir (e.g., Apgar scores) antara dua kelompok tersebut. Karena obat yang sama
diberikan dengan dosis yang sama, penulis mengharapkan hasil dari kedua kelompok
harus sama. Selain itu, mereka mengukur hasil pada ibu (misalnya, persen Caesar
dilakukan, jumlah oxytosin diperlukan) dan tidak menemukan perbedaan statistik
antara kelompok tersebut.

Jenis Biaya Biaya Pasien Rawat Biaya Pasien Rawat Perbedaan Statistik
Jalan Inap
Mean(n=40) Mean (n=36)
(Standar Deviasi) (Standar Deviasi)
Biaya persalinan $575 $902 Yes; p = 0,002
(366) (482)
Biaya kelahiran $471 $453 Yes; p = 0,754
(247) (236)
Biaya pengobatan $150 $175 Yes; p = 0,384
(102) (139)
Biaya rumah sakit $3,835 $5,049 Yes; p = 0,0015
(2,172) (2,060)
BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan

Cost Minimization Analysis merupakan metode bagian dari farmakoekonomi, Cost


Minimization Analysis (CMA) merupakan teknik yang menentukan intervensi mana yang
lebih murah berdasar studi terdahulu meskipun belum tentu dalam segi output belum
maksimal. CMA merupakan teknik yang paling sederhana. CMA sering digunakan pada
kesehatan dan merupakan metode yang digunakan untuk mengukur dan membandingkan
biaya intervensi medis yang berbeda. Cost Minimization Analysis digunakan untuk menguji
biaya relative yang dihubungkan dengan intervensi yang sama. Pada teknik CMA apabila
asumsi tidak benar maka hasil menjadi tidak akurat yang akhirnya studi menjadi tidak
bernilai. Salah satu contoh dari Cost Minimization Analysis adalah perbandingan pada biaya
minimalisasi pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vogenberg R.F. Introduction to Applied Pharmacoeconomics. New York: McGraw-
Hill. Medical Publishing Division 2001.
2. Cost Minimization Analysis. Encyclopedia of Behavioral Medicine. Available at
http://www.springerreference.com/docs/html/chapterdbid/346185.html
3. Newby D, Hill S. Use of pharmacoeconomics in prescribing research. Part 2: Cost
Minimization analysis—When are two therapies equal? Journal of Clinical Pharmacy
and Therapeutics 28(2):145–150, 2003.
4. McGraw-Hill. Pharmacoeconomics : Principles, Methods and Application. 2011.
5. Andrew HB, Bernie J. The Death of Cost Minimization Analysis. Health Economics
2001; 10(2): 179-184.
6. Farmer KC, Schwartz WJ, Rayburn WF, Turnbull G. A costminimization analysis of
intracervical PGE2 for cervical ripening in an outpatient versus inpatient setting.
Clinical Therapeutics 18(4):747–756, 1996.
7. Helen Dakin, Sarah Wordsworth. Cost-Minimization analysis versus cost-
effectiveness analysis, revisited. Health economics Research Centre, University of
Oxford, UK. 22: 22-34, 2013.

Anda mungkin juga menyukai