Anda di halaman 1dari 3

Aszharil ramadhan

09700357

PATOFISIOLOGI BATU EMPEDU


Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90% batu
empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung >50% kolesterol) atau batu campuran
(batu yang mengandung 20-50% kolesterol). 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang
mana mengandung <20 kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain
adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna
dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu (13).
Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu
dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated)
oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan
membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk dalam kandung empedu,
kemudian lama-kelamaan tersebut bertambah ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk
batu. Faktor motilitas kandung empedu dan biliary stasis merupakan predisposisi
pembentukan batu empedu (3,13).
6.1. Batu kolesterol (3,13,14)
Batu kolestrol yang berbentuk oval, multifocal atau mulberry dan mengandung lebih dari
70% kolesterol. Proses pembentukan terjadi dalam 4 tahap, yaitu:
i. Supersaturasi empedu dengan kolesterol, derajat penjenuhan empedu oleh kolesterol dapat
dihitung melewati kapasitas daya larut. Keadaan ini dapat disebabkan oleh bertambahnya
sekresi kolesterol atau penurunan relatif asam empedu atau fosfolipid. Peningkatan ekskresi
kolesterol empedu antara lain dapat terjadi pada keadaan obesitas, diet tinggi kalori dan
kolesterol serta penggunaan obat yang mengandung estrogen atau klofibrat.
ii. Pembentukan nidus, nidus dapat berasal dari pigmen empedu, mukoprotein, lendir protein
lain, bakteri atau benda asing.
iii. Klistalisasi / presipitasi, penjenuhan kolesterol yang berlebihan tidak dapat membentuk
batu, kecuali bila ada nidus dan ada proses lain yang menimbulkan kristalisasi.
iv. Pertumbuhan batu oleh agregasi atau presipitasi lamellar kolesterol dan senyawa lain yang
membentuk matriks batu. Pertumbuhan batu terjadi karena pengendapan Kristal kolesterol di
atas organik inorganik dan kecepatannya ditentukan oleh kecepatan pelarut dan pengendapan.

6.2. Batu pigmen (3,12,13,14)


Batu pigmen merupakan 10% dari total kasus batu empedu, mengandung <20% kolesterol.
Batu pigmen dapat dibagi kepada 2, yaitu :
a. Batu kalsium bilirunat (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-
bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor
stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter
Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu,
khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi
menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium
bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat
antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen coklat. Baik enzim ß-glukoronidase
endogen maupun yang berasal dari bakteri ternyata mempunyai peran penting dalam
pembentukan batu pigmen ini. Umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran
empedu dalam empedu yang terinfeksi.
b. Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat
hitam yang tak terekstraksi.Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada
pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari
derivat polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu
pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril. Hal yang
berpengaruh terhadap terbentuknya batu berpigmen coklat seperti kolonisasi bakteri di
kantong empedu dan statis intraduktal (1,9).
6.3. Batu campuran (2,3,13)
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol.

Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus koledokus melalui duktus sistikus.
Di dalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan
aliran empedu secara parsial ataupun komplit sehingga menimbulkan gejala kolik bilier.
Pasase berulang batu empedu melalui duktus sistikus yang sempit dapat menimbulkan iritasi
dan perlukaan sehingga dapat menimbulkan peradangan dinding duktus dan striktur. Apabila
batu berhenti di dalam duktus sistikus dikarenakan diameter batu yang terlalu besar atau pun
karena adanya striktur, batu akan tetap berada di sana sebagai batu duktus sistikus (3,13).
Kolelitiasis asimtomatis biasanya diketahui secara kebetulan, sewaktu pemeriksaan
ultrasonografi, foto polos abdomen, atau perabaan saat operasi. Pada pemeriksaan fisik atau
laboratorium biasanya tidak ditemukan kelainan (2,3).
— Pembentukan batu empedu dapat dibagi menjadi empat tahap: (1) pembentukan empedu
yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, (3) Klistalisasi / presipitasi dan
(4) berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah
yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu
dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin)
dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam
media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan
koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari
garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu
rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.(3,12)
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol.
Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu
nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin
bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk
dipakai sebagai benih pengkristalan. (3,14)

Admirall & Sand mengemukakan konsep bahwa jika kadar kolesterol relative dalam cairan
empedu melebihi konstanta kelarutannya, maka lemak yang berlebihan itu akan memadat dan
memulai terjadinya pembentukan batu. Pembentukan cairan empedu yang kaya akan
kolesterol secara teoritis dapat berasal dari peningkatan kolesterol ataupun penurunan sekresi
fosfolipid atau garam empedu oleh hepar. Hubungan segitiga antara kadar kolesterol, garam
empedu, dan fosfolipid dalam cairan empedu biasanya digambarkan secara grafis dengan
koordinat segitiga. (3,13,14)
Kelarutan tiga komponen besar cairan empedu (garam empedu, lesitin, dan kolesterol)
ditempatkan dalam koordinat segitiga. Titik P menunjukkan cairan empedu yang terdiri atas
garam empedu 80%, kolesterol 5%, dan lesitin 15%. Garis ABC menunjukkan kelarutan
kolesterol maksimal sebagai fungsi dari konsentrasi lesitin dan garam empedu yang
bervariasi. Bila kombinasi garam empedu, kolesterol dan leseitin turun di bawah garis ABC,
maka cairan empedu akan berwujud sebagai cairan micelle fase tunggal. Bila kandungan di
atas berada garis ABC, terjadi supersaturasi kolesterol dan pembentukan Kristal kolesterol.
(3,13,14,15)

Anda mungkin juga menyukai