Anda di halaman 1dari 20

RESISTANSI UMKM TERHADAP KRISIS EKONOMI GLOBAL

SEBAGAI SEKTOR ALTERNATIF


PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

Mega Sonia Rangkuti


Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran penting UMKM (Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah) dalam dinamika perdagangan Indonesia pasca
krisis ekonomi 2008 sebagai sektor yang kebal terhadap krisis ekonomi. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah studi deskriptif dan
korelasional. Untuk data-data yang diperlukan bersumber dari produk penelitian
yang dikeluarkan oleh LPPM, BPS, Kementerian Koperasi dan UMKM, serta
data-data pendukung lainnya. Kesimpulan dari penelitian ini yakni sudah
seharusnya pemerintah semakin memperkuat sektor UMKM yang terbukti
memiliki tingkat resistansi yang baik terhadap krisis ekonomi karena UMKM
yang merupakan wujud dari nilai bela negara ini merupakan alternatif yang
potensial sebagai penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia dan sejalan dengan
Ekonomi Pancasila.
Kata kunci :
Resistansi, UMKM, Krisis Ekonomi, Nilai Bela Negara, Ekonomi Pancasila

I. PENDAHULUAN

Ketika Krisis Ekonomi Global melanda berbagai negara di dunia, kondisi


perekonomian global mengalami berbagai dinamika. Krisis ekonomi global
menyebabkan penurunan ekonomi global. Kondisi ini terjadi di negara-negara
yang memiliki huSbungan kuat dengan pasar internasional karena adanya
penurunan dalam permintaan ekspor. Terutama di negara-negara yang memiliki
hubungan ekspor yang kuat dengan Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (EU), dan
Jepang. Sehingga membuat negara-negara tersebut harus memutar otak bagaimana
caranya keluar dan bangkit dari permasalahan tersebut

Di sebagian negara ASEAN, cara-cara yang ditempuh oleh negara-negara


tersebut untuk bangkit mengatasi krisis yakni dengan langkah awal menjaga
sistem keuangan dan perbankan. Beberapa pemerintah meningkatkan suku bunga
lembaga penjamin simpanan dan mengeluarkan jaminan pada lembaga perbankan
dan keuangan. Disamping itu, memperkuat mekanisme kerja sama dengan negara-
negara Asia Timur juga menjadi langkah yang ditempuh.

1
Langkah lain yang diambil yakni sebagian besar pemerintah negara
ASEAN dan bank sentral juga bergerak cepat mengambil beberapa kebijakan.
Penekanan kebijakan difokuskan pada kebijakan ekonomi makro, termasuk
stimulus fiskal, pelonggaran moneter, akses terhadap kredit termasuk pembiayaan
perdagangan, dan langkah-langkah mendukung sektor swasta, khususnya Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) guna merangsang permintaan domestik
(Tambunan, 2012) .

Small Medium Enterprises (SMEs) atau yang lebih akrab kita ketahui
dengan istilah UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) ternyata ikut
menjadi salah satu penyelamat kondisi ekonomi negara-negara di dunia. UMKM
memainkan peran penting dalam perekonomian ASEAN dan bertindak sebagai
pemulih pertumbuhan ekonomi di negara-negara anggota dan di kawasan (Noorsy,
Darmastuti, & Setiawan, 2016). UMKM hadir sebagai sebuah solusi dari sistem
perekonomian yang sehat karena UMKM merupakan sektor industri yang tidak
terkena dampak krisis global yang melanda dunia.

Di Indonesia Khususnya, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)


juga merupakan sektor yang menjadi penyelamat pertumbuhan ekonomi dan
kondisi ekonomi domestik. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan jumlah angka
pertumbuhan UMKM yang meningkat pasca Krisis Ekonomi Global 2008, jumlah
penyerapan tenaga kerja yang cukup besar, juga jumlah persentase kontribusi
UMKM terhadap PDB Indonesia yang mencapai angka 99,99% (Badan Pusat
Statistik, 2009) dan itu merupakan angka yang fantastis. Oleh karena itu, peran
UMKM ini cukup besar dan strategis sebagai sektor alternatif pertumbuhan
ekonomi di Indonesia.

Peran dan kinerja UMKM perlu dioptimalkan oleh pemerintah Indonesia,


khususnya institusi dan pejabat terkait karena hingga saat ini masih banyak
UMKM yang perlu mendapat pembinaan dan perhatian dari pemerintah agar
UMKM dapat hadir sebagai alternatif penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia
terutama di era industrialisasi 4.0 ini yang mengedepankan konsep Ekonomi
Digital.

2
Maka dari itu, permasalahan ini penting untuk dikaji lebih lanjut guna
menganalisa faktor-faktor apa saja yang membuat UMKM dapat bertahan
menghadapi terpaan krisis ekonomi global yang melanda dunia agar nantinya
dapat dibuat suatu formula untuk mengetahui hal-hal apa saja yang perlu
dilakukan dan diperhatikan guna mengoptimalkan peran UMKM sebagai
penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif resistan terhadap terpaan
krisis ekonomi global.

UMKM harus disiapkan dan dibina sejak dini agar siap masuk ke dalam
persaingan ekonomi kawasan maupun global. Karena pada dasarnya melakukan
peningkatan pemberdayaan UMKM merupakan upaya menyelamatkan kondisi
ekonomi dalam negeri dari terpaan krisis ekonomi global. Dan ketika UMKM
mampu ikut serta menyelamatkan perekonomian dalam negeri maka sama saja
artinya para pelaku UMKM telah melakukan suatu bentuk bela negara dalam
bidang ekonomi yakni dengan melakukan bela negara sesuai dengan profesi
masing-masing.

Berangkat dari fenomena krisis ekonomi global tersebut, posisi UMKM


ternyata tidak terkena dampak yang signifikan melainkan pertumbuhannya terus
bertambah pesat. Hal tersebut membuat sebuah pertanyaan besar, kira-kira apakah
faktor yang membuat UMKM memiliki resistansi (daya tahan) yang relatif baik
terhadap terpaan fenomena krisis ekonomi global 2008 sehingga membuat
UMKM tidak punah dan bahkan mengalami peningkatan jumlah pada setiap
tahunnya.

Tujuan dibuatnya penelitian ini ialah untuk menganalisis resistansi atau


daya tahan UMKM terhadap krisis ekonomi global sehingga dapat diketahui
faktor-faktor yang membuat resistansi tersebut dapat terjadi. Dengan tercapainya
tujuan penelitian ini maka sangat diharapkan bahwa kajian ini dapat bermanfaat
bagi beberapa pihak, yakni:

3
 Akademis: Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan baru
tentang faktor apa dan alasan mengapa UMKM bisa bertahan dalam
menghadapi terpaan krisis ekonomi global sehingga dapat memberikan
informasi dan gambaran bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
 Pelaku UMKM: Hasil penelitian ini dapat mendeskripsikan faktor dan
alasan yang membuat UMKM dapat bertahan walau dalam terpaan badai
krisis ekonomi global sehingga pelaku UMKM dapat menjadikan hal
tersebut sebagai bahan kajian agar mereka dapat mengembangkan
usahanya supaya lebih kokoh dan masif.
 Pemerintahan: Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan bagi pemerintah untuk melakukan peningkatan pemberdayaan
UMKM di Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam aktivitas sehari-hari tentu kita sering mendengar istilah UKM


(Usaha Kecil dan Menengah) dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah).
Secara substansi dua istilah ini sama maksudnya, hanya terdapat sedikit
perbedaan, yakni pada jumlah nominal aset yang dimiliki suatu usaha dan bisnis.
Istilah UMKM dipakai untuk mengeneralisir Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan
Usaha Menengah sesuai dengan kuantitas aset yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 20 tahun 2008. Sementara UKM digunakan pada definisi
lembaga-lembaga tertentu seperti Bank Indonesia, Depertemen Perindustrian dan
Perdagangan, serta Badan Pusat Statistik (Lembaga Pengembangan Perbankan
Indonesia dan Bank Indonesia, 2015).

Menurut UUD 1945 kemudian dikuatkan melalui TAP MPR


NO.XVI/MPR-RI/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi
Ekonomi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah perlu diberdayakan sebagai bagian
integral ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, peran, dan potensi strategis
untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin seimbang,
berkembang, dan berkeadilan.

4
Selanjutnya dibuatlah pengertian UMKM melalui UU No. 9 Tahun 1999
dan karena keadaan perkembangan yang semakin dinamis diubah ke Undang-
Undang No. 20 Pasal 1 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
maka pengertian UMKM adalah sebagai berikut:

1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau


badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai,
atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha
Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau
hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang ini.
4. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan
usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih
besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara
atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan
ekonomi di Indonesia.
5. Dunia Usaha adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan
Usaha Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan
berdomisili di Indonesia.

5
Menurut Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2008 tentang kriteria UMKM dalam
bentuk permodalan adalah sebagai berikut:

1. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:


i. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
ii. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
2. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
i. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;
atau
ii. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
3. Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
i. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha; atau
ii. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00
(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

Penelitian mengenai UMKM sudah banyak dilakukan sebelumnya.


Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Supriyanto, 2006), ia menyimpulkan
dalam penelitiannya ternyata UMKM mampu menjadi solusi penanggulangan
kemiskinan di Indonesia. Penanggulangan kemiskinan dengan cara
mengembangkan UMKM memiliki potensi yang cukup baik, karena ternyata
sektor UMKM memiliki kontribusi yang besar dalam penyerapan tenaga kerja,

6
yaitu menyerap lebih dari 99,45% tenaga kerja dan sumbangan terhadap PDB
sekitar 30%. Upaya untuk memajukan dan mengembangkan sektor UMKM akan
dapat menyerap lebih banyak lagi tenaga kerja yang ada dan tentu saja akan dapat
meningkatkan kesejahteraan para pekerja yang terlibat di dalamnya sehingga
dapat mengurangi angka pengangguran. Dan pada akhirnya akan dapat digunakan
untuk pengentasan kemiskinan.

Program Aksi Pengentasan Kemiskinan melalui pember dayaan UMKM


yang telah dicanangkan Presiden Yudhoyono pada tanggal 26 Pebruari 2005,
terdapat empat jenis kegiatan pokok yang akan dilakukan yaitu, (1) penumbuhan
iklim usaha yang kondusif, (2) pengembangan sistem pendukung usaha, (3)
pengembangan wirausaha dan keunggulan kompetitif, serta (4) pemberdayaan
usaha skala mikro.

Kemudian peneliti Darwanto (Darwanto, 2013) melakukan pengamatan


terhadap perutumbuhan UMKM dalam perekonomia di Indonesia. UMKM
sebagai bagian dari perekonomian juga harus lebih meningkatkan daya saing
dengan melakukan inovasi. Keunggulan bersaing berbasis inovasi dan kreativitas
harus lebih diutamakan karena mempunyai daya tahan dan jangka waktu lebih
panjang. Penelitian ini bertujuan merumuskan strategi kelembagaan dalam
mendorong inovasi dan kreativitas pelaku UMKM. Paper ini hasil pemikiran
dengan penelitian pustaka dan menggunakan metode analisis SWOT.

Sementara itu, penelitian selanjutnya ialah (Suci, 2017) yang meneliti


mengenai perkembangan UMKM di Indonesia. Terdapat berbagai kelemahan
UMKM dalam perkembangannya. Kelemahan itu mulai dari kurangnya
permodalan baik jumlah maupun sumbernya, kurangnya kemampuan manajerial
dan keterampilan beroperasi dalam mengorganisir dan terbatasnya pemasaran.
Sebab kunci utama dari kelemahan UMKM adalah kesungguhan dan peran serta
Pemerintah dalam mengelola UMKM yang ada di Indonesia.

7
III. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kualitatif dengan studi


deskriptif dan korelasional. Peneliti mendiskripsikan permasalah melalui solusi
studi literatur dan data statistik terkait UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah) yang ada di Indonesia. Data skunder yang digunakan berasal dari
dinas-dinas terkait seperti : BPS, BI, LPPM dan Kementrian Koperasi dan
UMKM.

IV. PEMBAHASAN

IV.I KONDISI UMKM INDONESIA

SEBELUM KRISIS EKONOMI 2008

Perkembangan jumlah UMKM periode 2004-2005 mengalami


peningkatan sebesar 2,25 persen yaitu dari 43.707.412 unit pada tahun 2004
menjadi 44.689.588 unit pada tahun 2005 (Badan Pusat Statistik, 2005).

Pada tahun 2004, peran UMKM terhadap penciptaan PDB nasional


menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 1.271.990.100 juta atau 55,96 persen.
Sedangkan pada tahun 2005, peran UMKM terhadap penciptaan PDB nasional
menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 1.480.002.900 juta atau 54,22 persen
dari total PDB nasional, mengalami perkembangan sebesar 16,35 persen
dibanding tahun 2004.

Dalam hal penyerapan tenaga kerja, peran UMKM pada tahun 2004
tercatat sebesar 75.490.523 orang atau 96,61 persen dari total penyerapan tenaga
kerja yang ada. Pada tahun 2005, UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar
77.678.498 orang atau 96,77 persen dari total penyerapan tenaga kerja yang ada,
jumlah ini meningkat sebesar 2,90 persen atau 2.187.975 orang dibandingkan
tahun 2004.

8
Dari uraian data di atas dapat diketahui bahwa eksistensi dan peran
UMKM yang pada tahun 2005 mencapai 44,69 juta unit usaha, dan merupakan
99,9% dari pelaku usaha nasional, dalam tata perekonomian nasional sudah tidak
diragukan lagi, dengan melihat kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja dan
pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional.

SAAT KRISIS EKONOMI 2008

Perkembangan jumlah UMKM periode 2008-2009 mengalami


peningkatan sebesar 2,64 persen yaitu dari 51.409.612 unit pada tahun 2008
menjadi 52.764.603 unit pada tahun 2009. UMKM merupakan pelaku usaha
terbesar dengan persentasenya sebesar 99,99 persen dari total pelaku usaha
nasional pada tahun 2009 (Badan Pusat Statistik, 2009).

Pada tahun 2008, peran UMKM terhadap penciptaan PDB nasional


menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 2.613,23 triliun atau 55,67 persen.
Sedangkan pada tahun 2009, peran UMKM terhadap penciptaan PDB nasional
menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 2.993,15 triliun atau 56,53 persen dari
total PDB nasional, mengalami perkembangan sebesar Rp. 379,93 triliun atau
14,54 persen dibanding tahun 2008.

Dalam hal penyerapan tenaga kerja, peran UMKM pada tahun 2008
tercatat sebesar 94.024.278 orang atau 97,15 persen dari total penyerapan tenaga
kerja yang ada. Pada tahun 2009, UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar
96.211.332 orang atau 97,30 persen dari total penyerapan tenaga kerja yang ada,
jumlah ini meningkat sebesar 2,33 persen atau 2.187.054 orang dibandingkan
tahun 2008.

Dari uraian data di atas dapat diketahui bahwa eksistensi dan peran
UMKM yang pada tahun 2009 mencapai 52,76 juta unit usaha, dan merupakan
99,99 persen dari pelaku usaha nasional, dalam tata perekonomian nasional sudah
tidak diragukan lagi, dengan melihat kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja
dan pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional.

9
SESUDAH KRISIS EKONOMI 2008

Perkembangan jumlah UMKM periode 2010-2011 mengalami


peningkatan sebesar 2,57 persen yaitu dari 53.823.732 unit pada tahun 2010
menjadi 55.206.444 unit pada tahun 2011. UMKM merupakan pelaku usaha
terbesar dengan persentasenya sebesar 99,99 persen dari total pelaku usaha
nasional pada tahun 2011 (Badan Pusat Statistik, 2011).

Pada tahun 2010, peran UMKM terhadap penciptaan PDB nasional


menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 3.466,4 triliun atau 57,12 persen.
Sedangkan pada tahun 2011, peran UMKM terhadap penciptaan PDB nasional
menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 4.303,6 triliun atau 57,94 persen dari
total PDB nasional, mengalami perkembangan sebesar Rp. 837,2 triliun atau
24,15 persen dibanding tahun 2010.

Dalam hal penyerapan tenaga kerja, peran UMKM pada tahun 2010
tercatat sebesar 99.401.775 orang atau 97,22 persen dari total penyerapan tenaga
kerja yang ada. Pada tahun 2011, UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar
101.722.458 orang atau 97,24 persen dari total penyerapan tenaga kerja yang ada,
jumlah ini meningkat sebesar 2,33 persen atau 2.320.683 orang dibandingkan
tahun 2010.

Dari uraian data di atas dapat diketahui bahwa eksistensi dan peran
UMKM yang pada tahun 2011 mencapai 55,21 juta unit usaha, dan merupakan
99,99 persen dari pelaku usaha nasional, dalam tata perekonomian nasional sudah
tidak diragukan lagi, dengan melihat kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja
dan pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional.

IV.II RESISTANSI UMKM TERHADAP KRISIS EKONOMI GLOBAL

Perubahan ekonomi akhirnya bisa menjelma menjadi krisis ekonomi.


Dilihat dari proses terjadinya, krisis ekonomi mempunyai dua sifat yang berbeda.
Pertama, krisis ekonomi yang terjadi secara mendadak atau muncul tanpa ada
tanda-tanda sebelumnya, yang umum disebut goncangan ekonomi tak terduga.

10
Misalnya, kenaikan drastis harga minyak mentah di pasar internasional
pada tahun 1974, yang merupakan fenomena embargo ekspor minyak ke negara-
negara maju oleh organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC). Lalu,
begitu pula dengan krisis keuangan Asia (1997-1998) juga masuk ke dalam
kategori ini, walaupun bagi Indonesia sendiri tingkat kedadakannya jauh lebih
rendah dibandingkan krisis tahun 1974. Sedangkan yang kedua, krisis ekonomi
yang sifatnya tidak mendadak melainkan melewati suatu proses akumulasi yang
cukup panjang, yakni krisis ekonomi global yang terjadi pada periode 2008-2009
(Tambunan, 2012)

Krisis Ekonomi Global ini diawali dengan krisis keuangan paling serius
yang pernah terjadi di Amerika Serikat (AS) setelah depresi pada dekade 30-an,
yang akhirnya memberikan dampak lanjutan bagi negara-negara maju lainnya
seperti Jepang dan Uni Eropa (UE) melalui keterikatan keuangan dan investasi
global. Setelah beberapa bulan kemudian, ekonomi dunia mulai mengalami resesi
yang ditandai dengan penurunan pendapatan dan merosotnya permintaan global
yang juga berimbas pada perekonomian Indonesia dan banyak negara lainnya di
dunia yang perekonominya sangat bergantung pada kegiatan ekspor terutama ke
pasar-pasar AS, UE, dan Jepang (Tambunan, 2012).

Krisis ekonomi global yang terjadi ini berpengaruh pada sektor ekspor di
berbagai negara. Bisnis-bisnis besar maupun kecil yang bersentuhan langsung
dengan kegiatan ekspor mengalami kerugian yang cukup signifikan karena adanya
penurunan kegiatan ekspor. Lain halnya dengan UMKM yang memiliki daya
tahan yang relatif baik selama krisis ekonomi global menerpa. UMKM, khususnya
di Indonesia justru mengalami peningkatan jumlah.

Memang pada beberapa UMKM yang bersentuhan langsung dengan


kegiatan ekspor juga mengalami penurunan penghasilan namun UMKM bidang
lain yang tidak bersentuhan dengan kegiatan ekspor jumlahnya jauh lebih banyak
sehingga UMKM masih mampu memberikan sumbangan terhadap PDB Nasional.

11
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESISTANSI UMKM

UMKM terbukti kebal terhadap krisis ekonomi dan menjadi katup


pengaman bagi dampak krisis, seperti pengangguran dan pemutusan hubungan
kerja (PHK) (Supriyanto, 2006).
UMKM telah menjadi backbone dan buffer zone yang menjadi penyelamat
pertumbuhan ekonomi Indonesia ketika krisis ekonomi global melanda dunia. Hal
tersebut dipengaruhi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal tersebut
ialah: Pertama, fleksibilitas yang dimiliki oleh UMKM dan sumber modal yang
mayoritas bersumber dari dana pribadi. Kedua, UMKM cenderung memanfaatkan
pasar domestik sebagai pangsa pasar sehingga membuat UMKM tetap bisa
melakukan kegiatan ekonomi tanpa terpengaruh krisis ekonomi global. Selain itu,
ada pula faktor eksternal yang menjadi alasan UMKM memiliki daya tahan yang
relatif baik terhadap krisis ekonomi global, yakni: Pertama, UMKM cenderung
tidak bersentuhan secara langsung dengan aktivitas ekspor, melainkan lebih
mengandalkan pasar domestik. Kedua, UMKM memiliki tingkat ketergantungan
yang kecil terhadap mata uang asing (misalnya : Dolar AS), sehingga hal tersebut
membuat UMKM tidak terkena dampak yang signifikan dari fenomena krisis
ekonomi global.

FAKTOR EKSTERNAL
• CENDERUNG TIDAK BERSENTUHAN LANGSUNG DENGAN
AKTIVITAS EKSPOR

Seperti yang kita ketahui bahwa krisis ekonomi global memberikan


dampak yang sangat signifikan terhadap aktivitas ekspor, yakni penurunan
permintaan ekspor. Berbagai UMKM memang tidak bersentuhan langsung dengan
pasar internasional karena memang sasaran pasar mereka cenderung skala kecil,
yakni pasar domestik. Sehingga membuat mereka dapat mempertahankan
eksistensinya dan bahkan meningkatkan peran mereka dalam menyumbang
pertumbuhan ekonomi negara.

12
• KECIL KETERGANTUNGAN TERHADAP MATA UANG ASING

Sektor UMKM ini juga dapat diandalkan menjadi motor penggerak


perekonomian Indonesia karena ketergantungannya terhadap mata uang asing
khususnya dolar Amerika Serikat tidak besar. Menguatnya mata uang dolar AS ini
membawa dampak yang besar bagi industri berbahan baku impor. Misalnya pada
krisis 1998, sektor UMKM menjadi penyelamat kondisi perekonomian di
Indonesia karena tak terpengaruh pada menguatnya mata uang dolar AS. Sektor
UMKM saat itu menggunakan bahan baku dalam negeri karena tak banyak
mengandalkan impor dan tidak banyak terkait dengan pembiayaan dari perbankan
sehingga tidak terdampak krisis.

FAKTOR INTERNAL

• CENDERUNG MENGANDALKAN PASAR DOMESTIK UNTUK


BERTAHAN

Umumnya UMKM menghasilkan barang konsumsi dan jasa yang dekat


dengan kebutuhan masyarakat. Pendapatan masyarakat yang merosot ketika krisis
ekonomi terjadi tidak berpengaruh banyak terhadap permintaan barang dan jasa
yang dihasilkan UMKM. Ini berbeda dengan kondisi usaha skala besar yang justru
bertumbangan saat krisis terjadi. UMKM malah bisa tetap mampu bergerak dan
menyerap tenaga kerja meski jumlahnya terbatas. Selain itu, pelaku usaha UMKM
umumnya memanfaatkan sumber daya lokal, baik itu untuk sumber daya manusia,
modal, bahan baku, hingga peralatan. Artinya, sebagian besar kebutuhan UMKM
tidak mengandalkan barang impor. Sehingga, krisis global tidak banyak
memberikan dampak yang besar bagi UMKM dan bahkan UMKM mampu
menjadi penggerak aktivitas ekonomi domestik.

13
• FLEKSIBEL DAN MAYORITAS SELF-FUNDED

UMKM merupakan sektor bisnis informal yang keberadaanya tidak kaku


seperti usaha bisnis formal lainnya sehingga mampu menyerap tenaga kerja yang
tidak memiliki tingkat pendidikan formal yang memadai sekalipun. Namun
memang perlu ada pembinaan kemampuan khusus terhadap tenaga kerjanya.
Intensitas tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dan investasi yang lebih kecil
membuat UMKM lebih fleksibel dalam menghadapi dan beradaptasi dengan
perubahan pasar. Hal ini menyebabkan UMKM tidak terpengaruh oleh tekanan
eksternal, karena dapat mengurangi impor dan menyerap sumber daya lokal yang
relatif tinggi. UMKM juga perlu mengedepankan kreativitas dan inovasi guna
menarik daya beli masyarakat.

Umumnya bisnis UMKM tidak ditopang dana pinjaman dari bank,


melainkan dari dana sendiri Dengan kondisi itu, ketika sektor perbankan terpuruk
ataupun suku bunga melambung tinggi, UMKM yang kini tercatat ada lebih dari
50 juta unit pun tidak terpengaruh. Meskipun tingkat pertumbuhannya belum
signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi secara nasional, namun
UMKM telah menjadi backbone dan buffer zone yang menyelamatkan negara saat
diterpa krisis ekonomi.

IV.III UMKM SEBAGAI ALTERNATIF PERTUMBUHAN EKONOMI


INDONESIA

Eksistensi dan peran UMKM yang pada tahun 2009 mencapai 52,76 juta
unit usaha, dan merupakan 99,99 persen dari pelaku usaha nasional, dalam tata
perekonomian nasional sudah tidak diragukan lagi, dengan melihat kontribusinya
dalam penyerapan tenaga kerja, pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)
Nasional, devisa nasional, dan investasi nasional (Badan Pusat Statistik, 2009).
Maka dari itu, perlu dipahami lebih lanjut lagi mengenai peluang dan tantangan
yang sedang dihadapi oleh UMKM agar UMKM dapat menjadi sumber alternatif
utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.

14
Dalam dunia UMKM, pendidikan formal bukanlah aspek utama yang
menjadi syarat untuk bekerja. Keahlian khusus dalam bidang UMKM tertentu
merupakan aspek utama yang diperhatikan. Dengan demikian, hal tersebut
membuat UMKM dapat menyerap tenaga kerja yang memiliki kualitas pendidikan
formal relatif rendah (baik yang sudah memiliki kemampuan khusus ataupun yang
belum memiliki kemampuan khusus) untuk dilatih lagi sesuai dengan bidang
UMKM yang digeluti oleh masing-masing pelaku usaha.

Berdasarkan data yang telah disebutkan pada bagian awal pembahasan,


terbukti bahwa UMKM selalu mengalami peningkatan penyerapan tenaga kerja
dalam setiap tahun. Hal tersebut membuktikan bahwa UMKM merupakan sektor
strategis untuk menyerap angkatan kerja. Oleh karenanya, eksistensi UMKM
perlu mendapat perhatian dan tindakan khusus oleh pemerintah Indonesia dan
diharapkan bahwa UMKM bisa menjadi penyelamat (lagi) ketika fenomena
Bonus Demografi Indonesia terjadi guna menyerap angkatan siap kerja yang ada.

Maka dari itu, berdasarkan sepak terjang UMKM selama beberapa tahun
terakhir, dapat terlihat bahwa UMKM memiliki peran dan kontribusi yang baik
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pemberdayaan secara intens perlu
dilakukan guna mempersiapkan UMKM Indonesia yang lebih berkualitas agar
UMKM dapat dijadikan sebagai alternatif nomor satu penyumbang pertumbuhan
ekonomi Indonesia dalam berbagai macam keadaan bahkan dalam keadaan krisis
ekonomi global sekalipun.

Masalah klasik dalam pembahasan sektor UMKM selama ini yaitu tertuju
pada persoalan Permodalan dan Pasar. Kedua faktor tersebut selama ini
menjadi keluhan bagi UMKM dalam berinvestasi. Permodalan bagi UMKM erat
kaitannya dengan perputaran uang untuk berkembang dengan baik pada hari-hari
berikutnya. Modal dan pasar merupakan dua faktor yang memiliki hubungan
sangat erat (Suci, 2017).

15
Keberadaan payung hukum UMKM beserta proses penegakannya pun
masih menjadi tantangan tersendiri bagi kelangsungan hidup UMKM. Walau
UMKM memberikan banyak sumbangan pertumbuhan ekonomi yang cukup
signifikan namun regulasi yang ada harus diperhatikan sehingga tidak ada
kelompok UMKM yang dicurangi oleh kelompok Usaha Besar (UB). Maka dari
itu, perlu adanya penguatan dukungan regulasi (Perda) dan anggaran (APBD)
Provinsi/Kab/Kota) oleh Pemerintah Daerah sebagai aktualisasi sinergitas
Pemerintah Pusat dan Daerah (Kementerian Koperasi dan UMKM, 2018).

Kedudukan UMKM cukup lemah dibandingkan dengan pelaku usaha dan


industri besar. Di dunia usaha rentan terjadi monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat yang dapat menimbulkan kerugian. Bukan hanya bagi pelaku usaha tetapi
juga masyarakat.

Guna menghadapi peluang dan tantangan tersebut, pemerintah pusat dan


daerah perlu untuk terus memantapkan koordinasi dalam rangka mendorong
efektivitas kegiatan Prioritas Nasional, Unggulan dan Strategis, antara lain:
Penataan data base Koperasi melalui NIK dan Sertifikat NIK berbasis ODS,
Revitalisasi Petugas Penyuluh Koperasi Lapangan (PPKL), Bantuan Modal Awal
Bagi Wirausaha Pemula, Revitaliasi Pasar Rakyat, Pengembangan PLUT, Izin
Usaha Mikro Kecil (IUMK), Pendampingan UMKM, Pendidikan dan Pelatihan
(Perkoperasian, Kompetensi dan Manajerial), pengembangan Balai Latihan
Perkoperasian (Balatkop) serta pengendalian dan pengawasan Koperasi
(Kementerian Koperasi dan UMKM, 2018).

16
Pemberdayaan UMKM harus mampu mendorong peningkatan daya saing
dan kapasitas UMKM agar mampu beradaptasi dalam teknologi serta perubahan
lingkungan bisnis secara global melalui pengembangan kewirausahaan dan
keunggulan UMKM terutama di era industrialisasi 4.0 ini yang mengedepankan
konsep Ekonomi Digital. Dengan meingkatkan pemberdayaan UMKM dan
Koperasi diberbagai daerah, maka akan terwujud pemberdayaan enkonomi
masyarakat karena UMKM ini merupakan ekonomi kerakyatan yang sejalan
dengan prinsip Ekonomi Pancasila (Subagyo, 2015). Koperasi merupakan
karakteristik dari ekonomi pancasila, begitu pula dengan ekonomi kerakyatan
yang tercermin dalam UMKM juga merupakan karakteristik ekonomi pancasila.
Semangat konomi pancasila perlu dibangkitkan kembali mengingat bahwa kita
adalah negara yang berideologi pancasila. Karena dengan menghidupkan kembali
semangat ekonomi pancasila, maka itulah bentuk dari bela negara. Bentuk bela
negara tidaklah hanya angkat senjata semata, namun kita juga bisa melakukan
bela negara sesuai profesi. Sebab, bela negara merupakan hak dan kewajiban tiap-
tiap warga negara.

Dalam bidang ekonomi berikut hal-hal yang dapat dilakukan UMKM


sebagai wujud bela negara sesuai profesi (Subagyo, 2015):

 Menciptakan lapangan kerja yang layak kepada masyarakat sehingga


mengurangi tingkat pengangguran dan mengentaskan kemiskinan.
 Menciptakan semangat enterpreneurship di kalangan masyarakat
sehingga akan melahirkan industri kreatif berbasis kearifan lokal
 Menggali sumber kekayaan alam, potensi pariwisata, dan potensi
sekonomi lainnya guna menunjang pembangunan daerah.

17
V. SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan yang sudah dipaparkan, dapat kita ketahui bahwa


krisis ekonomi global 2008 merupakan krisis ekonomi yang sifatnya tidak
mendadak melainkan melewati suatu proses akumulasi yang cukup panjang. Salah
satu penyebabnya ialah penurunan pendapatan dan merosotnya permintaan global
yang juga berimbas pada perekonomian Indonesia dan banyak negara lainnya di
dunia yang perekonominya sangat bergantung pada kegiatan ekspor terutama ke
pasar-pasar AS, UE, dan Jepang. Krisis Ekonomi Global ini diawali dengan krisis
keuangan paling serius yang pernah terjadi di Amerika Serikat (AS) setelah
depresi pada dekade 30-an, yang akhirnya memberikan dampak lanjutan bagi
negara-negara maju lainnya seperti Jepang dan Uni Eropa (UE) melalui
keterikatan keuangan dan investasi global.

Fenomena krisis ekonomi global 2008 ternyata tidak memberikan dampak


yang signifikan terhadap aktivitas UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah)
di Indonesia. UMKM bahkan menjadi sektor yang menjadi penyelamat
pertumbuhan ekonomi dan kondisi ekonomi domestik. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan jumlah angka pertumbuhan UMKM yang meningkat pasca
Krisis Ekonomi Global 2008, jumlah penyerapan tenaga kerja yang cukup besar,
juga jumlah persentase kontribusi UMKM terhadap PDB Indonesia yang
mencapai angka 99,99%.

UMKM telah menjadi backbone dan buffer zone yang menjadi penyelamat
pertumbuhan ekonomi Indonesia ketika krisis ekonomi global melanda dunia. Hal
tersebut dipengaruhi faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal tersebut
ialah: Pertama, fleksibilitas yang dimiliki oleh UMKM dan sumber modal yang
mayoritas bersumber dari dana pribadi. Kedua, UMKM cenderung memanfaatkan
pasar domestik sebagai pangsa pasar sehingga membuat UMKM tetap bisa
melakukan kegiatan ekonomi tanpa terpengaruh krisis ekonomi global. Selain itu,
ada pula faktor eksternal yang menjadi alasan UMKM memiliki daya tahan yang
relatif baik terhadap krisis ekonomi global, yakni: Pertama, UMKM cenderung
tidak bersentuhan secara langsung dengan aktivitas ekspor, melainkan lebih
mengandalkan pasar domestik. Kedua, UMKM memiliki tingkat ketergantungan

18
yang kecil terhadap mata uang asing (misalnya : Dolar AS), sehingga hal tersebut
membuat UMKM tidak terkena dampak yang signifikan dari fenomena krisis
ekonomi global.
Eksistensi UMKM perlu diperhatikan, salah satunya ialah dengan mengkaji
peluang dan tantangannya. Peluang UMKM yang sangat signifikan ialah
penyerapan tenaga kerja dan penyumbang angka PDB Nasional yang cukup besar.
Sementara itu, masalah klasik yang menjadi permasalahan UMKM ialah
permodalan, pasar, serta payung hukum. UMKM merupakan ekonomi kerakyatan
yang juga merupakan karakteristik Ekonomi Pancasila. Semangat konomi
pancasila perlu dibangkitkan kembali mengingat bahwa kita adalah negara yang
berideologi pancasila. Karena dengan menghidupkan kembali semangat ekonomi
pancasila, maka itulah bentuk dari bela negara. Bentuk bela negara tidaklah hanya
angkat senjata semata, namun kita juga bisa melakukan bela negara sesuai profesi.
Sebab, bela negara merupakan hak dan kewajiban tiap-tiap warga negara.

Masukan yang dapat peneliti berikan ialah pemerintah sebagai regulator,


stimulator dan fasilitator harus memberikan kemudahan akses dana melalui jasa
perbankan dan atau koperasi untuk UMKM. Sertifikasi untuk UMKM juga perlu
dipertimbangkan, UMKM harus diberi level atau peringkat yang secara berkala
harus diuji, seperti layaknya akreditasi perguruan tinggi, agar memudahkan kita
mengetahui UMKM mana yang unggul dan kurang unggul sehingga pelatihan
yang diberikan akan tepat guna dan efisien. Selanjutnya ialah perketat monitoring
dan evaluasi secara bekala, agar dapat mengetahui sejak dini kira-kira UMKM
mana yang terancam gulung tikar sehingga pemerintah bersama-sama pelaku
Uumkm dapat mencari dan menelaah masalah dengan analisis SWOT guna
mencegah UMKM tersebut gulung tikar.

19
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2005). Narasi Statistik UMKM 2004-2005. Jakarta: Badan
Pusat Statistik. Retrieved 11 14, 2018, https://www.depkop.go.id (diakses
14/11/2017).
Badan Pusat Statistik. (2009). Narasi Statistik UMKM 2008-2009. Jakarta: Badan
Pusat Statistik. Retrieved 11 14, 2018, https://www.depkop.go.id (diakses
14/11/2017).
Badan Pusat Statistik. (2011). Narasi Statistik UMKM 2010-2011. Jakarta: Badan
Pusat Statistik. Retrieved 11 14, 2018, https://www.depkop.go.id (diakses
14/11/2017).
Darwanto. (2013). Peningkatan Daya Saing UMKM Berbasis Inovasi Dan
Kreativitas(Strategi PEnguatan Property Right Terhadap Inovasi Dan
Kreativitas). Jurnal Bisnis dan Ekonomi(JBE), 20, 142-149.
Kementerian Koperasi dan UMKM. (2018). KESIMPULAN RAPAT
KOORDINASI NASIONAL (RAKORNAS) BIDANG KOPERASI DAN
UMKM TAHUN 2018. Kementerian Koperasi dan UMKM (p. 2).
Yogyakarta: Kementerian Koperasi dan UMKM.
Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia dan Bank Indonesia. (2015). Profil
Bisnis UMKM. Jakarta: Kerja Sama Lembaga Pengembangan Perbankan
Indonesia dan Bank Indonesia. Retrieved 11 14, 2018, https://bi.go.id
(diakses 14/11/2017).
Noorsy, I., Darmastuti, S., & Setiawan, D. (2016). Ketimpangan Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) Siapa Mengorbankan Apa. Jakarta: UI Press.
Subagyo, A. (2015). Bela Negara: Peluang dan Tantangan di Era Globalisasi.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suci, Y. R. (2017). Perkembangan UMKM di Indonesia. Jurnal Ilmiah Cano
Ekonomos, 6.
Supriyanto. (2006). Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah(UMKM)
Sebagai Salah Satu Upaya Penanggulangan Kemiskinan. Jurnal Ekonomi
Pendidikan, 3, 1-16.
Tambunan, T. (2012). Memahami Krisis: Siasat Membangun Kebijakan Ekonomi.
LP3ES.
Undang-Undang No.20 Pasal 1 dan Pasal 6 Tahun 2008.
http://www.hukumonline.com/pusatdata/download/fl56041/node/28029
(diakses 14/11/2017).

20

Anda mungkin juga menyukai