Joss PDF
Joss PDF
OLEH
Ahyar Riza
NIP 132 316 965
OLEH
Ahyar Riza
NIP 132 316 965
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
ANGIONEUROTIC EDEMA
4
Serangan dapat dipercepat oleh prosedur mengenai gigi telah lama dilaporkan
terhadap para pemakai ACE-inhibitor. (Neville, 2002)
Angioedema dapat diakibatkan oleh pengaktifan complement pathway.
Kemungkinan dapatan atau herediter. Bentuk herediter dapat dilihat pada dua
autosomal dominan yang jarang. Tipe I sebesar 85% pada kasus herediter, disebabkan
oleh berkurangnya kuantitas inhibitor mencegah perubahan bentuk C1 ke C1 esterase.
Tanpa tingkatan yang cukup inhibitor ini (C1-INH), C1 esterase membelah C4 dan C2
dan mengakibatkan angioedema. Tipe II memperlihatkan tingkatan C1-INH normal,
tetapi inhibitor tidak berfungsi. (Abram, 1995; Janeway; 1997; Neville, 2002)
Tipe dapatan deficiency C1-INH tampak berhubungan dengan tipe tertentu
lymphoproliferative diseases atau pada penderita dengan perkembangan
autoantibodies spesifik. Perkembangan lymphoid meningkatkan konsumsi C1-INH,
dan autoantibodies mencegah C1-INH ke C1. Keduanya tipe dapatan dan herediter
aktifitas C1-INH abnormal, truma kecil, seperti prosedur perawatan gigi, dapat
mempercepat serangan. (Abram, 1995; Janeway; 1997; Neville, 2002)
Akhirnya, angioedema dilihat untuk tingkat tinggi pada antigen-antibodi
kompleks (seperti lupus erythematosus, infeksi bakteri atau virus) dan pada pasien
meningkatnya jumlah blood eosinophil peripheral. (Neville, 2002)
5
Gambar 1. Angioedema pada bibir (Regezi , 1999; Neville, 2002)
6
tertutup; suara parau dan sukar menelan. Kasus keterlibatan laring biasanya
berhubungan dengan ACE-inhibitor. (Neville, 2002)
Keterlibatan perioral dan periorbital (gambar 3) adalah khas pada alergi
angioedema. alergi angioedema dan jenis lain yang berhubungan dengan ACE-
inhibitor sering mempunyai gejala pada intraoral, dapat berpengaruh pada bibir, lidah,
uvula, dasar mulut (gambar 4), atau daerah pipi dan wajah. (Neville, 2002)
7
diagnosa, hal tersebut dapat menolong mengesampingkan diagnosa yang lain.
Walaupun demikian, banyak perubahan mikroskopik dapat nampak beberapa tipe
reaksi obat: mononuclear atau infiltration polymorphonuclear dalam subepithelial atau
distribusi perivascular, rusaknya basal sel, edema, dan keratinocyte necrosis. (Regezi ,
1999)
2.4 DIAGNOSA
Jika penyebabnya alergi, diagnosa angioedema sering dibuat dari gambaran
klinis bersama dengan diketahuinya stimulus antigenik. Ketika muncul berbagai
antigenik, agent dapat mempersulit diagnosa dan melibatkan aturan makan serta test
antigenik. (Neville, 2002)
Kondisi pasien tidak dapat dihubungkan dengan munculnya antigenik atau
pengobatan yang harus dievaluasi untuk melihat adanya fungsi C1-INH yang tepat.
Pada tipe herediter, keduanya memperlihatkan tingkatan C1 normal dan pengurangan
tingkat fungsi C1-INH; Tipe I menunjukkan pengurangan jumlah C1-INH; Tipe II
memperlihatkan tingkatan inhibitor normal (tetapi bukan fungsi). Bentuk dapatan
menunjukkan keduanya pada tingkat rendah C1-INH dan C1. (Janeway; 1997;
Neville, 2002)
8
BAB III
PERAWATAN DAN PROGNOSA
Perawatan angioedema pada umumnya terdiri dari obat anti alergi peroral.
Serangan tidak dapat dikontrol jika mengenai laring dan dapat diberikan epinephrine
secara intramuskuler. Jika epinephrine tidak ampuh, harus diberikan kortikosteroid
secara intravena dan antihistamin. Kasus angioedema berhubungan dengan ACE-
inhibitor bukan IgE-mediated dan tidak memberikan respon terhadap antihistamin dan
kortikosteroid. Sebab airway menjadi membuka, berpengaruh pada pasien
menunjukkan pembengkakan mulai berkurang. Jika angioedema diakibatkan oleh
penggunaan ACE-inhibitor tertentu, semua jenis ACE-inhibitor harus dihindari di
masa datang. (Regezi , 1999; Neville, 2002; Peterson, 2003)
Jika kasus deficiency C1-INH obat antihistamin, kortikosteroid, atau jenis obat
adrenergik tidak memberikan respon. Jika mengenai laring dapat dilakukan Intubasi
dan trakheostomi. Pemberian plasma freeze-dried dapat digunakan; tetapi, beberapa
hasil penelitian tidak menganjurkan penggunaannya sebab resiko penularan infeksi,
dan jika penggantian tidak hanya C1-INH tetapi juga berpotensi berbahaya pada C1-
esterase, C1, C2, dan C4. Konsentrasi C1-INH dan obat inhibitor-esterase (aprotinin
atau tranexamic acid) adalah pilihan perawatan untuk serangan akut. Sebab serangan
akut angioedema herediter tidak hanya mempunyai gejala tidak enak tetapi juga
mempunyai potensi mengancam hidup, jadi pencegahan sangat penting. Pasien perlu
menghindari aktivitas pisik yang berat dan trauma. Medikal propilsaksis
direkomendasikan sebelum dilakukan tindakan pembedahan atau perawatan gigi.
Semua pasien dari hasil diagnosa positif perlu mendapat catatan peringatan medis
pada kartu kesehatannya dan mendapat tindakan pencegahan dasar. Propilaksis untuk
deficiency C1-INH direkomendasikan pada pasien yang mempunyai serangan tiga kali
dalam setahun. Androgens mempengaruhi sintesa C1-INH hepatik, dan androgens
lainnya disusutkan (danazol atau stanozolol) keduanya digunakan untuk tipe herediter
9
dan tipe dapatan yang dihubungkan dengan kerusakan lymphoproliferative. Tipe
dapatan autoimmun pencegahannya lebih baik menggunakan kortikosteroid. (Regezi ,
1999; Neville, 2002; Peterson, 2003)
10
BAB IV
KESIMPULAN
Reaksi alergi dari penggunaan obat dapat berakibat fatal dengan pengetahuan
awal terhadap kondisi pasien, jenis obat yang diberikan, keterampilan para praktisi
terhadap penanganan awal, tindakan propilaksis pada pasien dapat memberikan
harapan penyembuhan dan hidup lebih baik.
11
DAFTAR PUSTAKA
Abram GD. 1995. Reaksi Imunologis Normal dalam Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. 4thEd. Alih bahasa; Peter Anugerah. Jakarta. EGC. p.
62-79
Janeway CA., Travers P. 1997. Immunobiology: the Immune System in Health and
Disease. 3rdEd. New York. Current Biology Ltd. p.8.47-8, 10.16-7
Neville BW., Damm DD., Allen CM., Bouquot JE. 2002. Oral and Maxilofacial
Pathology. 2ndEd. Philadelphia. W.B. Sounders CO. p.308-10
Peterson LJ., Ellis E., Hupp JR., Tucker MR. 2003. Contemporary Oral and
Maxillofacial Surgery. 4thEd. St. Louis Missouri. Mosby Co. p.26-8
Regezi JA., Sciubba JJ. 1999. Oral Pathology; Clinical Pathologic Correlation. 3rd
Ed. Philadelphia. W.B. Sounders Co. p.62-4
12