Anda di halaman 1dari 9

BAB 4

ETIKA DALAM BISNIS

4.1 Relevansi Etika dan Bisnis

Bisnis adalah kegiatan yang dilakukan dengan maksud memperoleh keuntungan.


Keuntungan pada umumnya diekspresikan dalam bentuk uang. Dipandang dari sudut
ekonomis, bisnis yang baik adalah bisnis yang mendatangkan banyak keuntungan. Fokus itu
membuat perusahaan mengambil jalan pintas dengan menghalalkan segala cara agar bisa
meraih keuntungan. Tidaklah mengherankan bila pandangan lama menyatakan bahwa bisnis
itu immoral (tidak bermoral).

Pandangan bahwa bisnis immoral kemudian mengalami perubahan menjadi lebih


lunak, yaitu bahwa bisnis itu amoral, artinya moral dan bisnis merupakan dua dunia yang
sangat berbeda, dan keduanya tidak dapat dicampuradukkan. Sering dikatakan bahwa
“business is business”. Bisnis jangan dicampuradukkan dengan etika. Inilah ungkapan –
ungkapan yang oleh De George disebut sebagai Mitos Bisnis Amoral. Yang mau digambarkan
dalam mitos ini adalah bahwa tugas pelaku bisnis adalah berbisnis dan bukan beretika.
Bisnis tidak boleh dinilai dengan menggunakan norma dan nilai – nilai etika. Apabila antara
etika dan bisnis dicampuradukkan, maka akan terjadi sebuah kesalahan katerogis. Bisnis
hanya bisa dinilai dengan kategori dan norma – norma bisnis bukan norma – norma etika.
Menurut mitos bisnis amoral ini, karena kegiatan orang bisnis adalah melakukan bisnis
sebaik mungkin untuk mendapatkan keuntungan, maka yang menjadi pusat perhatian bisnis
adalah bagaimana memproduksi, mengedarkan, menjual, dan membeli barang untuk
memperoleh keuntungan. Apakah benar bahwa keberhasilan bisnis hanya didasarkan
semata – mata pada sikap menghalalkan segala cara, tipu – menipu, memotong bisnis orang
lain, dan semacamnya? Bisnis yang baik (good business) bukan saja bisnis yang banyak
mendatangkan keuntungan, tetapi juga bisnis yang baik secara moral, demikian pernyataan
yang dikemukakan oleh tokoh etika Amerika Serikat, Richard T. De George (Ali dan Fanzi,
1998:21). Adapun alasan – alasan keberadaan etika dalam bisnis menurutnya adalah sebagai
berikut :
1. Bisnis tidak dapat disamakan dengan permainan judi. Dalam bisnis memang dituntut
keberanian mengambil resiko dan spekulasi, namun yang dipertaruhkan bukan
hanya uang, melainkan juga dimensi kemanusiaan, seperti martabat atau nama baik
pengusaha dengan keluarganya, nasib semua pegawai dan keluarganya, termasuk
nasib orang – orang lain pada umumnya, dan bahkan seluruh hidup si pengusaha.
2. Bisnis adalah bagian yang sangat penting dari masyarakat dan menyangkut
kepentingan semua orang. Oleh karena itu, praktek bisnis mensyaratkan etika –
disamping hukum positif – sebagai standar acuan dalam pengambilan keputusan
dan kegiatan bisnis. Dengan demikian, kegiatan bisnis dapat dinilai dari sudut moral
seperti halnya kegiatan manusia lainnya.
3. Dilihat dari sudut pandang bisnis itu sendiri, praktek bisnis yang berhasil adalah yang
memperhatikan norma – norma moral masyarakat, sehingga ia memperoleh
kepercayaan dari masyarakat atas produk atau jasa yang dijualnya.
4. Asas legalitas harus dibedakan dari asas moralitas. Praktek monopoli dan monopsoni
yang dilakukan oleh BPPC, misalnya, secara resmi memang ada dasar hukumnya,
tetapi secara etis tidak bisa diterima karena merugikan petani cengkeh dan pabrik
rokok.
5. Etika bukanlah ilmu pengetahuan empiris. Tindakan yang dilakukan oleh lebih
banyak orang tidak otomatis berarti yang lebih baik. Sekalipun korupsi dan kolusi
merajalela dimana – mana, hal itu tidak dengan sendirinya dapat dibenarkan secara
etis.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa etika sesungguhnya sangat relevan


diterapkan dalam bisnis. Kendati bisnis adalah sebuah pertaruhan, pertaruhan dalam
bisnis menyangkut nilai – nilai yang sangat hakiki seperti kehidupan manusia dan
nasib begitu banyak orang yang terkait.

4.2 Keuntungan dan Etika

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa bisnis adalah kegiatan yang
dilakukan untuk memperoleh keuntungan. Adapun keuntungan tersebut sangat penting
bagi perusahaan atau pebisnis karena :
1. Keuntungan memungkinkan suatu perusahaan bertahan dalam bisnisnya;
2. Tanpa memperoleh keuntungan tidak ada pemilik modal yang bersedia
menanamkan modalnya, karena itu berarti tidak akan terjadi aktivitas ekonomi yang
produktif demi memacu pertumbuhan ekonomi yang menjamin kemakmuran
nasional;
3. Keuntungan memungkinkan perusahaan tidak hanya bertahan, melainkan juga dapat
menghidupi pegawai – pegawainya, bahkan pada tingkat dan taraf hidup yang
semakin baik.

Disamping itu, ada beberapa argumen yang dapat diajukan untuk menunjukkan
bahwa justru demi memperoleh keuntungan, etika sangat dibutuhkan dan mempunyai
tempat yang strategis dalam bisnis yaitu:

1. Dalam bisnis modern dewasa ini hanya orang profesional yang akan menang dan
berhasil dalam bisnis yang penuh persaingan ketat. Kaum profesional
memperlihatkan kinerja yang menjadi prasyarat keberhasilan bisnis yaitu komitmen
moral, integritas moral, disiplin, loyalitas, kesatuan visi moral, pelayanan, sikap
mengutamakan mutu, penghargaan terhadap hak dan kepentingan dengan pihak –
pihak terkait yang berkepentingan (stakeholders), dan sebagainya yang lama
kelamaan akan berkembang menjadi sebuah etos bisnis dalam sebuah perusahaan.
2. Dalam persaingan bisnis yang ketat para pelaku bisnis modern sangat sadar bahwa
konsumen adalah benar – benar raja. Oleh karena itu, hal yang paling pokok untuk
bisa untung dan bertahan dalam pasar adalah sejauh mana perusahaan itu bisa
merebut dan mempertahankan kepercayaan konsumen.
3. Dalam sistem pasar terbuka dengan peran pemerintah yang bersifat netral, para
pelaku bisnis berusaha sebisa mungkin menghindari campur tangan pemerintah,
yang baginya akan sangat merugikan kelangsungan bisnisnya.
4. Perusahaan modern juga semakin menyadari bahwa pegawai bukanlah tenaga untuk
dieksploitasi namun dianggap sebagai subjek untuk menentukan berhasil tidaknya
perusahaan.
4.3 Pengertian Etika Bisnis

Menurut Weiss dalam Keraf (1993:66), etika bisnis adalah seni dan disiplin dalam
menerapkan prinsip – prinsip etika untuk mengkaji dan memecahkan masalah – masalah
moral yang kompleks. Laura Nash (1990) mendefinisikan etika bisnis sebagai studi mengenai
bagaimana norma moral personal diaplikasikan dalam aktivitas dan tujuan perusahaan.
Sekalipun tidak ada definisi terbaik, namun terdapat konsensus bahwa etika bisnis adalah
studi yang mensyaratkan penalaran dan penilaian, baik yang didasarkan atas prinsip –
prinsip maupun kepercayaan dalam mengambil keputusan guna menyeimbangkan
kepentingan ekonomi diri sendiri terhadap tuntutan sosial dan kesejahteraan.

4.4 Sasaran dan Ruang Lingkup Etika Bisnis

Terdapat 3 (tiga) sasaran dan ruang lingkup pokok etika bisnis (Keraf, 1998:69), yaitu:
1. Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan masalah
yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Dalam hal ini, para pelaku
bisnis dihimbau untuk berbinis secara baik dan etis karena menunjang keberhasilan
bisnisnya dalam jangka panjang.
2. Etika bisnis berfungsi menggugah masyarakat agar menuntut para pelaku bisnis agar
berbisnis secara baik demi terjaminnya hak dan kepentingan masyarakat.
3. Etika bisnis membahas mengenai etis tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini,
berbicara mengenai monopoli, oligopoly, monopsoni, kolusi, dan praktek – praktek
semacamnya yang akan sangat mempengaruhi sehat dan baiknya praktek bisnis
dalam sebuah negara.

4.5 Tingkatan Etika Bisnis


Etika bisnis menyangkut semua pihak yang berkepentingan, baik di dalam maupun di luar
perusahaan. Berkaitan dengan hal ini terdapat 5 tingkatan etika bisnis, yaitu,:
1. Individual
2. Organisasional
3. Asosiasi
4. Masyarakat
5. Internasional
4.6 Prinsip – Prinsip Etika Bisnis
Menurut Keraf (1998:73) prinsip – prinsip etika yang berlaku dalam bisnis adalah :
1. Prinsip Otonomi
Dalam hal ini adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan
berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk
dilakukan
2. Prinsip Kejujuran
Dalam hal ini berkaitan dengan pemenuhan syarat – syarat kontrak atau perjanjian,
penawaran barang dan jasa yang meliputi mutu dan harga yang sebanding, serta
hubungan kerja internal
3. Prinsip Keadilan
Prinsip ini menuntut agar setiap orang diperlakukan secara adil sesuai dengan
kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggungjawabkan
4. Prinsip Saling Menguntungkan
Prinsip ini menuntut agar bisnis dijalankan untuk menguntungkan semua pihak
5. Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini sebagai tuntutan moral dalam diri pelaku bisnis agar dalam menjalankan
bisnisnya senantiasa menjaga nama baik dirinya dan perusahaannya.

4.7 Relativitas Moral Dalam Bisnis


Dalam persaingan global, semua perusahaan harus bersaing berdasarkan prinsip –
prinsip etika. Persoalannya adalah etika siapa yang diikuti mengingat bisnis global tidak
mengenal batas negara. Beberapa pandangan yang ada pada masyarakat bahwa norma etis
berbeda di satu tempat dengan tempat yang lain dan norma pada negara sendirilah yang
paling tepat menunjukkan bahwa norma atau moral bersifat relatif dan tidak universal. Hal
ini tidak sepenuhnya benar. Tindakan mencuri, berbohong, dan menipu dimana pun pasti
dikecam karena tidak etis. Sehingga yang lebih tepat adalah apabila perusahaan tunduk
pada hukum yang berlaku di negara tempat perusahaan tersebut beroperasi.
4.8 Tanggung Jawab Moral Bisnis
Bisnis juga mempunyai tanggung jawab moral. CEO, manajer puncak, dan dewan
direksi mempunyai tanggung jawab moral untuk menyampaikan secara jujur kemajuan dan
kondisi ekonomi finansial korporasi kepada pemegang saham, bertanggung jawab secara
sosial kepada masyarakat atau negara dimana korporasi beroperasi, berkewajiban moral
untuk menyediakan kondisi dan lingkungan kerja yang sehat dan aman, memberikan upah
yang adil kepada pegawai, dan menginformasikan dengan benar kepada konsumen atau
pemakai jasa mengenai produk yang dihasilkannya serta jasa – jasa pelayanan yang
diberikan.

4.9 Tanggung Jawab Sosial Bisnis


Tanggung jawab sosial bisnis (Corporate Social Responsibillity atau disingkat CSR)
adalah memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai laba dengan cara – cara yang
sesuai dengan aturan permainan dalam persaingan bebas tanpa penipuan dan kecurangan.
Terdapat tiga alasan penting dan manfaat yang diperoleh perusahaan jika menerapkan
tanggung jawab sosial bisnis yaitu karena perusahaan adalah bagian dari masyarakat yang
turut memperhatikan kepentingan masyarakat, perusahaan dan masyarakat memiliki
hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme (saling mengisi dan menguntungkan), dan
sebagai salah satu cara untuk mengeliminasi berbagai potensi mobilisasi massa (penduduk)
untuk melakukan hal –hal yang tidak diinginkan seperti eksploitasi sumber daya alam oleh
perusahaan tanpa memberikan kesempatan kepada masyarakat di sekitar wilayah tersebut.
Secara singkat isi tanggung jawab sosial perusahaan adalah sebagai berikut :
1. Terhadap relasi primer; misalnya memenuhi kontrak yang sudah dilakukan dengan
perusahaan lain, membayar hutang, memberi pelayanan kepada konsumen dan
pelanggan dengan baik, memperhatikan hak pegawai, dan sebagainya.
2. Terhadap relasi sekunder; bertanggung jawab atas operasi dan dampak bisnis
terhadap masyarakat atas masalah – masalah sosial seperti lapangan kerja,
pendidikan, prasarana sosial, pajak, dan lain sebagainya.
4.10 Kode Etik Perusahaan
Kode etik menyangkut apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam pelaksanaan
suatu profesi. Kode etik berisi tuntutan keahlian, komitmen moral, dan perilaku yang
diinginkan dari orang yang melakukan profesi tersebut. Kode etik khusus untuk perusahaan
mencuat pada tahun 1970-an akibat terjadinya berbagai skandal korupsi di kalangan
pebisnis. Kode etik perusahaan oleh Patrict Murphy disebut ethic statement dibedakan
dalam tiga macam (Baterns, 2000:381):
1. Value Statement (Pernyataan Nilai), yaitu melukiskan apa yang dilihat oleh
perusahaan sebagai misinya dan mengandung nilai – nilai yang dijunjung tinggi
perusahaan, misalnya pentingnya integritas, kerja tim, kredibilitas, dan keterbukaan
dalam komunikasi.
2. Corporate Credo (Kredo Perusahaan), yaitu tanggungjawab perusahaan terhadap
para stakeholder.
3. Code of Conduct/Code of Ethical Conduct (Kode Etik), yaitu menyangkut kesulitan
yang bisa timbul seperti konflik kepentingan, hubungan dengan pesaing dan
pemasok, sumbangan kepada pihak lain, dan sebagainya.
Adapun manfaat kode etik bagi perusahaan dapat disebutkan sebagai berikut (Bertens,
2000:382):
1. Kode etik dapat meningkatkan kredibilitas suatu perusahaan. Dengan adanya kode
etik, secara intern pegawai terikat dengan standar etis yang sama dan secara ekstern
para pihak yang berkepentingan akan memaklumi apa yang bisa diharapkan dari
perusahaan tersebut.
2. Kode etik dapat membantu menghilangkan kawasan abu – abu di bidang etika.
3. Kode etik dapat menjelaskan bagaimana perusahaan menilai tanggung jawab
sosialnya.
4. Kode etik menyediakan regulasi sendiri (self regulation) dan dalam batas tertentu
tidak perlu campur tangan pemerintah dalam mengatasi berbagai persoalan bisnis.
Namun disamping itu, ada juga kritik yang disampaikan terkait kode etik perusahaan, yaitu:
1. Kode etik sering hanya menjadi slogan belaka untuk membuat pihak luar kagum,
padahal belum tentu dijalankan dengan baik.
2. Kode etik dirumuskan terlalu umum dan tetap memerlukan keputusan pimpinan
dalam berbagai persoalan etis.
3. Jarang ada penegakan kode etis dengan memberi sanksi untuk pelanggaran.
Untuk mengatasi kekurangan tersebut, suatu kode etik hendaknya:
1. Dirumuskan berdasarkan kesepakatan semua pihak dalam organisasi
2. Tidak memuat hal – hal yang kurang berguna dan tidak mempunyai dampak nyata
3. Direvisi sewaktu – waktu agar sesuai dengan perkembangan jaman
4. Ditegakkan dengan seperangkat sanksi agar setiap permasalahan terselesaikan
dengan baik.

4. 11 Alasan Meningkatnya Perhatian Dunia Bisnis Terhadap Etika


Leonard Brooks menyebut 6 (enam) alasan mengapa dunia bisnis makin meningkatkan
perhatian terhadap etika bisnis (Rindjin, 2004:91), yaitu:

1. Krisis publik tentang kepercayaan, yang diakibatkan oleh banyaknya skandal yang
terjadi di perusahaan.
2. Kepedulian terhadap kualitas kehidupan kerja, yang diakibatkan oleh meningkatnya
nilai – nilai masyarakat pada mutu kehidupan kerja seperti fleksibilitas waktu kerja,
kebugaran dan kesehatan, pengasuhan anak di perusahaan, dan lain – lain .
3. Hukuman terhadap tindakan yang tidak etis, dimana akan dikenakan pada
perusahaan – perusahaan yang melakukan tindakan ilegal, seperti diskriminasi
pekerjaan, pelanggaran standar polusi, keamanan dan kesehatan kondisi kerja, dan
lain – lain.
4. Kekuatan kelompok pemerhati khusus (Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM) yang
bisa menyampaikan kritik di media massa dimana bisa memberikan dampak negatif
pada kepercayaan konsumen apabila ditemukan penyimpangan yang dilakukan
korporasi.
5. Peran media dan publisitas yang sangat berpengaruh dalam membentuk opini publik
tentang korporasi.
6. Mengubah format organisasi dan etika perusahaan yang dilakukan karena adanya
aliansi, mitra usaha, dan pusat keuntungan yang independen.
4.12 Kendala – Kendala Pelaksanaan Etika Bisnis

Pelaksanaan prinsip – prinsip etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan beberapa
masalah dan kedala, yaitu:

1. Standar moral para pelaku bisnis masih lemah


2. Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan
3. Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil
4. Lemahnya penegakan hukum
5. Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen yang khusus menangani masalah
penegakan kode etik bisnis dan manajemen.

Anda mungkin juga menyukai