2. Peserta penyuluhan dapat menyebutkan faktor dan resiko dari hipertensi pada lansia.
3. Peserta penyuluhan dapat menyebutkan tanda dan gejala dari hipertensi pada lansia.
C. Materi Penyuluhan
4. Pencegahan hipertensi.
D. Metode Penyuluhan
1. Ceramah.
2. Tanya jawab.
E. Media Penyuluhan
3. Evaluasi
1. Sasaran/lansia dan keluarga memperhatikan dan mendengarkan materi dengan baik.
2. Sasaran/lansia dan keluarga memahami dan mengerti tentang hipertensi pada lansia.
3. Menanyakan kembali.
LAMPIRAN MATERI PENYULUHAN
1. Definisi
Hipertensi.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi saat tekanan darah berada pada nilai
130/80 mmHg atau lebih. Kondisi ini dapat menjadi berbahaya, karena jantung dipaksa
memompa darah lebih keras keseluruh tubuh. Hingga bisa mengakibatkan timbulnya
berbagai penyakit, seperti gagal ginjal, stroke, dan gagal jantung.
Lansia.
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan
yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu
mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental. Khususnya kemunduran
dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya.
Seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan darah sistolik (TDS) lebih dari 140
mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD) lebih dari 90 mmHg. Namun pada populasi
lansia dinyatakan hipertensi jika tekanan sistolik 160 mmHg dan diastolik 90 mmHg.
Faktor resiko yang dapat mempengaruhi hipertensi ada dua yaitu sebagai
berikut :
1) Umur.
2) Jenis Kelamin.
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka
yang cukup bervariasi. Di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk
pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4%
perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan
14,6% pria dan 13,7% wanita. Ahli lain mengatakan pria lebih banyak menderita
hipertensi dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk
peningkatan darah sistolik. Sedangkan pria dan wanita menapouse mempunyai
pengaruh yang sama untuk terjadinya hipertensi. wanita lebih banyak yang
menderita hipertensi dibanding pria, hal ini disebabkan karena terdapatnya
hormon estrogen pada wanita.
3) Riwayat Keluarga.
4) Genetik.
1) Kebiasaan Merokok.
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok
dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari
lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap
perhari. Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan
hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok. Zat-zat kimia beracun, seperti
nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam
aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan
mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi. Nikotin dalam tembakau
merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah segara setelah isapan pertama.
Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-
pembuluh darah amat kecil didalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah.
Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap
nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin
(adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan
memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi.
Setelah merokok dua batang saja maka baik tekanan sistolik maupun diastolik
akan meningkat 10 mmHg. Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini sampai
30 menit setelah berhenti mengisap rokok. Sementara efek nikotin perlahan-lahan
menghilang, tekanan darah juga akan menurun dengan perlahan. Namun pada
perokok berat tekanan darah akan berada pada level tinggi sepanjang hari.
2) Konsumsi Asin/Garam..
4) Penggunaan Jelantah.
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai
untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak.
Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai,
jagung dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi kendungannya
sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh
(ALJ) dan asam lemak tidak jenuh (ALTJ). Dalam jumlah kecil terdapat lesitin,
cephalin, fosfatida, sterol, asam lemak bebas, lilin, pigmen larut lemak,
karbohidrat dan protein. Hal yang menyebabkan berbeda adalah komposisinya,
minyak sawit mengandung sekitar 45,5% ALJ yang didominasi oleh lemak
palmitat dan 54,1% ALTJ yang didominasi asam lemak oleat sering juga disebut
omega-9. minyak kelapa mengadung 80% ALJ dan 20% ALTJ, sementara minyak
zaitun dan minyak biji bunga matahari hampir 90% komposisinya adalah ALTJ.
Penggunaan minyak goreng sebagai media penggorengan bisa menjadi rusak
karena minyak goreng tidak tahan terhadap panas. Minyak goreng yang tinggi
kandungan ALTJ-nya pun memiliki nilai tambah hanya pada gorengan pertama
saja, selebihnya minyak tersebut menjadi rusak. Bahan makanan kaya omega-3
yang diketahui dapat menurunkan kadar kolesterol darah, akan tidak berkasiat bila
dipanaskan dan diberi kesempatan untuk dingin kemudian dipakai untuk
menggoreng kembali, karena komposisi ikatan rangkapnya telah rusak. Minyak
goreng terutama yang dipakai oleh pedagang goreng-gorengan pinggir jalan,
dipakai berulang kali, tidak peduli apakah warnanya sudah berubah menjadi
coklat tua sampai kehitaman. Alasan yang dikemukakan cukup sederhana yaitu
demi mengirit biaya produksi , bagi mereka yang tidak menginginkan menderita
hiperkolesterolemi dianjurkan untuk membatasi penggunaan minyak goreng
terutama jelantah karena akan meningkatkan pembentukan kolesterol yang
berlebihan yang dapat menyebabkan aterosklerosis dan hal ini dapat memicu
terjadinya penyakit tertentu, seperti penyakit jantung, darah tinggi dan lain-lain.
6) Obesitas.
7) Stress.
c. Rasa berkunang-kunang.
e. Kurang tidur.
f. Gangguan penglihatan.
g. Kelelahan.
h. Anoreksia.
i. Hidung mimisan.
a. Pencegahan Primer.
a) Olahraga teratur.
b) Menghentikan rokok.
b. Pencegahan Sekunder.
1) Melalui diagnosis dini (pemeriksaan tekanan darah secara teratur).
c. Pencegahan Tersier.
d. Menghilangkan stress.
1) Mengkudu.
2) Bungan rosella.
3) Timun.
4) Seledri.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Wahjudi. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Pudiastuti, Ratna Dewi. (2011). Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: Penerbit Nuha
Medika.